Anda di halaman 1dari 16

PENANDA DAN PETANDA

(FORMULASI FERDINAND DE SAUSSURE)


Makalah Tugas Mata Kuliah Ilmu Dalalah

Dosen:
Dr. Ahmad Dardiri, MA.
Dr. Ahmad Royani, M.Hum

Penyusun:
Fahimatunnajah
(٢١٢٠٠١٢٠٠٠٠٠٢٥)

Program Magister Pendidikan Bahasa Arab


Fakultas ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
٢٠٢١
Penanda dan Petanda
(Formulasi Ferdinand De Saussure)

Fahimatunnajah
NIM.٢١٢٠٠١٢٠٠٠٠٠٢٥
Email: fahimatunnajah@gmail.com
Magister Pendidikan Bahasa Bahasa Arab, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Abstrak

Makalah ini menyajikan pembahasan tentang hubungan antara Penanda dan Ptanda dalam kajian
linguistik. Kajian Penanda dan petanda merupakan salah satu kajian dari salah satu bidang
linguistik yaitu kajian semiotik. Terdapat beberapa tokoh yang mengemukakan konsep penanda
dan petanda, namun pada makalah ini difokuskan pada formulasi penanda dan petanda dari
Ferdinand De Sausure yang juga merupakan tokoh awal pendiri konsep hubungan penanda dan
petanda di masa modern. Dengan kajian ini diharapkan adanya pemahaman terhadap pentingnya
kajian penanda dan petanda. Sumber penulisan makalah ini berasal dari studi kasus beberapa
literasi tertulis. Perkembangan hubungan antara penanda dan petanda banyak mengalami
perubahan. Oleh karenanya diperlukan adanya konvensi atau kesepakatan dalam sebuah Bahasa
terkait penanda dan petanda. Dengan kesepakatan ini, maka dalam sebuah Bahasa dapat
meminimalisir kesalahfahaman. Dalam Bahasa Arab tidak terkecuali, berlaku hubungan antara
penanda dan petanda.

Kata kunci: Penanda, Petanda, Ferdinand De Saussure

٢
Daftar Isi

Judul
Abstrak________________________________________________________________ ٢
Daftar Isi_______________________________________________________________ ٣
I. Pendahuluan__________________________________________________________ ٤
II. Metode ______________________________________________________________ ٦
III. Pembahasan__________________________________________________________ ٦
A. Ferdinand De Saussure_______________________________________________ ٦
B. Konsep Penanda dan Petanda dari Ferdinand De Saussure___________________ ٨
C. Semiotika _________________________________________________________ ١٣
IV. Kesimpulan __________________________________________________________ ١٤
Daftar Pustaka ___________________________________________________________ ١٥

٣
I. Pendahuluan

Dalam surah Al-Baqoroh ayat ٣١ dinyatakan bahwa “Dia mengajarkan Adam semua nama-
nama (benda), kemudian menampilkan semuanya di hadapan malaikat, lalu mengatakan,
‘Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama semua benda itu jika kamu memang benar orang-orang
yang benar”.١ Allah yang secara hakikat memberi pengetahuan, dan manusia dilengkapi dengan
perangkat akal dan lisan untuk mengungkapkan apa yang difahaminya. Ibnu Jinni menyebutkan
bahwa manusia menggunakan lisannya untuk mengungkapkan segala sesuatu yang
diinginkannya. Dan inilah yang disebut dengan Bahasa.

Lisan yang dimaksud merupakan kumpulan dari bunyi-bunyi yang memiliki makna. Inilah
penjelasan yang menyetakan keterkaitan kuat antara bunyi dan makna. bahkan masih ada
perdebatan juga terkait kemunculan makna dan bunyi. makna yang ada dalam pikiran manusia
diungkapkan melalui bunyi lisan yang ditangkap oleh orang lain menjadi sebuah makna. dalam
pernyataan tersebut, maka terlihat ada munculnya makna dahulu baru diungkapkan dalam bunyi
lisan. Namun jika dilanjutkan, bahwa bunyi lisan yang muncul memunculkan makna. maka jika
dilihat dari hal ini, yang muncul lebih awal adalah bunyi dahulu baru makna.

Terlepas dari perbedaan pendapat tentang kemunculan yang mana yang lebih awal, apakah
bunyi terlebih dahulu, ataukah makna yang lebih awal, namun sudah sangat jelas bahwa bunyi
dan makna memiliki hubungan yang tak terpisahkan.

Dalam kajian Linguistik, kajian makna dan bunyi atau lafadhz sebagai tanda diulas dalam
ulasan semiotik/ semiotika. Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang suatu tanda (sign).
Dalam ilmu komunikasi “tanda” merupakan sebuah interaksi makna yang disampaikan kepada
orang lain melalui tanda-tanda. Dalam berkomunikasi tidak hanya dengan bahasa lisan saja namun
dengan tanda tersebut kita juga dapat berkomunikasi. Sebuah bendera, sebuah lirik lagu, sebuah
kata, suatu keheningan, gerakan syaraf, peristiwa memerahnya wajah, rambut uban, lirikan mata,
semua itu dianggap suatu tanda. Supaya tanda dapat di pahami secara benar membutuhkan konsep
yang sama agar tidak terjadi salah pengertian.

١
Terjemah Al-Qur’an Al-Karim. Kementerian Agama

٤
Namun sering kali masyarakat mempunyai pemahaman sendiri- sendiri tentang makna suatu tanda
dengan berbagai alasan yang melatar belakanginya Ferdinand de Saussure. Beliau memaparkan
semiotika didalam Course in General Lingustics sebagai “ilmu yang mengkaji tentang peran tanda
sebagai bagian dari kehidupan sosial”. Implisit dari definisi tersebut adalah sebuah relasi, bahwa
jika tanda merupakan bagian kehidupan sosial yang berlaku. Ada sistem tanda (sign system) dan
ada sistem sosial (social system) yang keduanya saling berkaitan. Dalam hal ini, Saussure
berbicara mengenai konvensi/ kesepakatan sosial (social konvention) yang mengatur penggunaan
tanda secara sosial, yaitu pemilihan pengkombinasian dan penggunaan tanda-tanda dengan cara
tertentu sehingga ia mempunyai makna dan nilai sosial. Pembahasan pokok pada teori Saussure
yang terpenting adalah prinsip yang mengatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem tanda, dan
setiap tanda itu tersusun dari dua bagian, yaitu signifier (penanda) dan signified (petanda). Tanda
merupakan kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifer) dengan sebuah ide atau petanda
(signified). Dengan kata lain, penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau “coretan yang
bermakna”. Jadi, penanda adalah aspek material dari bahasa : apa yang dikatakan atau didengar
dan apa yang ditulis atau dibaca. Sedangkan petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau
konsep٢

Selain makna, bunyi juga memiliki peran yang sangat penting dalam pemerolehan Bahasa Arab.
Dalam tahapan pemerolehan Bahasa, istima’ / mendengar adalah metode awal penyerapan Bahasa.
Sebagaimana kita mengetahui pemerolehan Bahasa ibu. Seorang anak yang belum tahu membaca
atau menulis bahkan belum bisa berbicara, namun bisa menyerap makna yang ibunya sampaikan.
Tahapan paling awal yang diterima adalah mendengar ibunya berbicara. Selain karena hidayah
pemerolehan Bahasa dari Allah SWT kepada sang anak, tahapan mendengar bunyi ujaran orang-
orang terdekat seperti ibu adalah tahapan penting dalam pemerolehan makna dalam Bahasa.

٢
Bertens, K. ٢٠١١. Etika. Jakarta: Gramedia

٥
II. Metode

Pada kajian ini, penulis menggunakan metode studi Pustaka. Studi kepustakaan adalah teknik
pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur,
catatan-catatan, dan laporanlaporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan.
Metode studi kepustakaan merupakan metode yang cocok dalam kajian ini. Dengan mengkaji
beberapa teori yang terkait dengan keilmuan bahasa arab khususnya dalam segi fonologi. Selain
memperhatikan kajian-kajian teori yang disampaikan oleh para ahli.

III. Pembahasan

A. Ferdinand De Saussure
Keluarga Ferdinand de Saussure lahir di Jenewa Swiss pada tanggal ٢٦ November ١٨٥٧. Lahir
dari turunan yang memiliki reputasi keilmuan serta kepemimpinan yang menonjol di Swiss.
Kakeknya Nicholas Theodore (١٧٦٧-١٨٤٥) merupakan ahli kimia, fisika, ilmu alam juga guru
besar di Jenewa dalam bidang Geologi dan Mineralogi. Sedang kakak ayahnya Theodore
(١٨٢٤-١٩٠٣) adalah seorang walikota Genthod selama setengah abad (١٨٥٠-١٩٠٠).Ayahnya
Ferdinand yaitu Henri Theodore (٢٧ November ١٨٢٩-٢٠ Februari ١٩٠٥), mendalami geologi,
memperoleh gelar Doktor di Giessen, kemudian doktor honoris causa di Jenewa.٣

Antara umur ٢٥ dan ٢٧ Ayah Ferdinand melakukan perjalanan ke Amerika untuk melakukan
penelitian dan penyelidikan panjang di Antila dalam kaitannya dengan penelitian geologi.
Sekembalinya dari Amerika Henri (ayah dari Ferdinand de Saussure) menikah dengan seorang
putri dari keluarga ningrat Pourtales.٤

Adiknya Ferdinand de Saussure yaitu Horace (١٨٥٩-١٩٢٦) ahli dibidang seni ukiran dan
lukisan. Dari rangkaian uraian diatas terlihat bahwa secara sosiologis keluarga dan kultur
Ferdinand de Saussure hidup dalam kultur berpendidikan serta dalam lingkup sosial tingkat

٣
Hoed, Benny H. ٢٠١١. H.١٤
٤
ibid

٦
elit sehingga secara genetika dan lingkungan telah dimulai awal membentuk kepribadian dan
minatnya dalam dunia penelitian.

Ferdinand de Saussure sendiri menempuh pendidikan awal (١٢-١٣ tahun) di kolese Hofwyt,
didekat Berne, dimana A. Pictet seorang ahli filsafat bahasa telah membimbingnya. Di usia ١٨
tahun lulus dari Gymnasium (setingkat SMA) sesuai dengan tradisi dia melanjutkan kuliah di
jurusan kimia dan fisika di Universitas Jenewa namun dia keluar dua tahun berikutnya dan
lebih minat menadalami filsafat dan sastra di Universitas yang sama. Pada awalnya dia
mendalami linguistik bandingan kemudian selama ٤ tahun dia di Leipzig melanjutkan studi
doktornya dalam bidang bahasa. Mempelajari bahasa Persia, Sansekerta, bahasa dalam rumpun
Indo Eropa hingga samapai menghasilkan karya tesis doktornya yang terkenal yaitu berjudul
Memoire sur le systeme primitif des voyelles dans les langues indo-europeennes (Memoar
tentang sistem huruf hidup Primitif dalam Bahasa-bahasa Indo Eropa) terbit di Leipzig pada
bulan Desember ١٨٧٨. Kemudian cetak ulang di Paris tahun ١٨٨٧. ٥

Pada tahun ١٨٨٠, Ferdinand De Sauusure pindah ke Perancis dan menetap di Paris. Dia
mengikuti kuliah bahasa Iran dari J. Darmesteter, bahasa Sansekerta dari A.Bergaigne. Setelah
dari Perancis Ferdinand de Saussure kembali ke Jenewa pada musim dingin ١٨٩١ dan menjadi
guru besar tetap sampai tahun ١٨٩٦ bahasa sansekerta dan bahasa-bahasa Indo Eropa. Pada
tahun-tahun terakhir terutama saat diberi kepercayaan sebagai Profesor ahli pada fakultas
sastra dan Ilmu Sosial di Universitas Jenewa (tertanggal ٨ Desember ١٩٠٦) menggantikan Prof
Whertheimer dengan mengampu kuliah Linguistik Umum, dan perbandingan Bahasa-bahasa
Eropa serta mengajar bahasa Sansekerta disaat itulah Ferdinand menemukan konsep teori
tentang hubungan teori tanda dan teori Bahasa ang dikenal dengan konsep teori Strukturalisme.
Linguistik berpangkal pada signifiant dan signifie, lantas langage, parole dan lague, serta
sinkroni dan diakroni. Namun dari semua, Ferdinand de Saussure memang terkenal dari
teorinya tentang tanda.

Strukturalisme adalah suatu cara berpikir yang memandang suatu realitas (al maujud) sebagai
suatu keseluruhan yang terdiri dari struktur-struktur yang saling berkaitan meliputi

٥
Barthes, Roland. ١٩٨٥

٧
transformasi, keutuhan maupun penagaturan diri dalam sistem itu.٥١Bagi kaum strukturalis
manusia digambarkan sebagai hasil strukturstruktur, tidak digambarkan sebagai pencipta
struktur yang pemikiran ini

Dari rangkaian studi yang ditempuh mulai dari Jenewa kemudian Perancis dan kembali ke
jenewa lagi sampai beliau menjadi guru besar, Ferdinand de Saussure lebih minat dan bergelut
dalam dunia Filsafat dan Sosial khususnya pada Bidang Bahasa dan fokus konsentrasi serta
kajiannya bertumpu pada persoalan tanda dalam bahasa serta keseimbangan tanda dalam
gramatika maupun bunyi. Dari bidang tersebut itulah Ferdinand de Saussure membangun karya
Linguistik baru tentang tanda yang berbeda dengan Charles Sanders Pierce penemu teori tanda
yang pertama.

Dari rangkaian studi yang ditempuh mulai dari Jenewa kemudian Perancis dan kembali ke
jenewa lagi sampai beliau menjadi guru besar, Ferdinand de Saussure lebih minat dan bergelut
dalam dunia Filsafat dan Sosial khususnya pada Bidang Bahasa dan fokus konsentrasi serta
kajiannya bertumpu pada persoalan tanda dalam bahasa serta keseimbangan tanda dalam
gramatika maupun bunyi. Dari bidang tersebut itulah Ferdinand de Saussure membangun karya
Linguistik baru tentang tanda yang berbeda dengan Charles Sanders Pierce penemu teori tanda
yang pertama.

B. Konsep Penanda dan Petanda dari Ferdinand De Saussure

Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek
dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Tanda terdiri dari dua elemen tanda
(signifier, dan signified). Signifier (penanda) adalah elemen fisik dari tanda dapat berupa tanda,
kata, image, atau suara. Sedangkan signified (petanda) adalah menunjukkan konsep mutlak
yang mendekat pada tanda fisik yang ada. Sementara proses signifikasi menunjukkan antara
tanda dengan realitas aksternal yang disebut referent. Saussure memaknai “objek” sebagai
referent dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan dalam proses penandaan. Contoh:
ketika orang menyebut kata “anjing” (signifier) dengan nada mengumpat maka hal tersebut
merupakan tanda kesialan (signified).

٨
Bahasa di mata Saussure seperti sebuah karya musik. Untuk memahami sebuah simponi, harus
memperhatikan keutuhan karya musik secara keseluruhan dan bukan kepada permainan
individual dari setiap pemain musik. Untuk memahami bahasa, harus dilihat secara
“sinkronis”, sebagai sebuah jaringan hubungan antara bunyi dan makna. Kita tidak boleh
melihatnya secara atomistik, secara individual.٦

Menurut Saussure tanda-tanda kebahasaan, setidak-tidaknya memiliki dua buah karakteristik


primordial, yaitu bersifat linier dan arbitrer٧. Tanda dalam pendekatan Saussure merupakan
manifestasi konkret dari citra bunyi dan sering diidentifikasi dengan citra bunyi sebagai
penanda. Jadi penanda (signifier) dan petanda (signified) merupakan unsur mentalistik.
Dengan kata lain, di dalam tanda terungkap citra bunyi ataupun konsep sebagai dua komponen
yang tak terpisahkan. Hubungan antara penanda dan petanda bersifat bebas (arbiter), baik
secara kebetulan maupun ditetapkan. Arbiter dalam pengertian penanda tidak memiliki
hubungan alamiah dengan petanda.

Prinsip-prinsip linguistik Saussure dapat disederhanakan ke dalam butir-butir pemahaman


sebagai sebagai berikut :
١. Bahasa adalah sebuaha fakta sosial.
٢. Sebagai fakta sosial, bahasa bersifat laten, bahasa bukanlah gejala-gejala permukaan
melainkan sebagai kaidah-kaidah yang menentukan gejala-gejala permukaan, yang disebut
langue . Langue tersebut termanifestasikan sebagai parole, yakni tindakan berbahasa atau
tuturan secara individual.
٣. Bahasa adalah suatu sistem atau struktul tanda-tanda. Karena itu, bahasa mempunyai
satuan-satuan yang bertingkat-tingkat, mulai dari fonem, morfem, klimat, hingga wacana.
٤. Unsur-unsur dalam setiap tingkatan tersebut saling menjalin melalui cara tertentu yang
disebut dengan hubungan paradigmatik dan sintagmatik.

٦
Ibid,
٧
Budiman ١٩٩٩ h.٣٧

٩
٥. Relasi atau hubungan-hubungan antara unsur dan tingkatan itulah yang sesungguhnya
membangun suatu bahasa. Relasi menentuka nilai, makna, pengertian dari setiap unsur
dalam bangunan bahasa secara keseluruhan.
٦. Untuk memperoleh pengetahuan tentang bahasa yang prinsipprinsipnya yang telah disebut
diatas, bahasa dapat dikaji melalui suatu pendekatan sikronik, yakni pengkajian bahasa
yang membatasi fenomena bahasa pada satu waktu tertentu, tidak meninjau bahasa dalam
perkembangan dari waktu ke waktu (diakronis).

Dalam hal ini terdapat lima pandangan dari Saussure yang kemudian menjadi peletak dasar dari
strukturalisme yaitu pandangan tentang
(١) signifier (penanda) dan signified (petanda)
(٢) form (bentuk) dan content (isi)
(٣) languge (bahasa) dan parole (tuturan/ajaran)
(٤) synchronic (sinkronik) dan diachronic (diakronik) dan
(٥) syntagmatic (sintakmatik) dan associative (paradigmatik).

Hal pokok pada teori Saussure adalah prinsip yang mengatakan bahwa bahasa itu adalah suatu
sistem tanda, dan setiap tanda itu tersusun dari dua bagian, yakni signifier (penanda) dan signified
(petanda). Menurut Saussure, bahasa itu merupakan suatu sistem tanda (sign). Suara-suara, baik
suara manusia, binatang, atau bunyibunyian, hana bisa dikatakan sebagai bahasa atau berfungsi
sebagai bahasa bilamana suara atau bunyi tersebut mengekspresikan, menyatakan, atau
menampaikan ide-ide, pengetian-pengertian tertentu. Untuk itu, suara-suaa tersebut harus
merupakan bagian dari sebuah sistem konvensi, sistem kesepakatan dan merupakan bagian dari
sebuah sistem tanda. Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah
ide atau petanda (signified). Dengan kata lain penanda adalah „bunyi-bunyi yang bermakna‟ atau
„coretan yang bermakna‟.jadi penanda adalah aspek material dari bahasa: apa yang dikatakan atau
didengar dan apa yang ditulis atau dibaca.

Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Jadi petanda adalah aspek mental dari
bahasa٨. Yang harus diperhatikan adalah bahwa dalam tanda bahasa yang selalu mempunyai dua

٨
Bertens, K. ٢٠١١. H.٢٣.

١٠
segi, penanda atau petanda; signifier atau signified; signifiant atau signifie. Suatu penanda tanpa
petanda tidak berarti apa-apa dan karena itu tidak merupakan tanda sebaliknya, suatu petanda tidak
mungkin disampaikan atau ditangkap lepas dari penanda; petanda atau yang ditandakan itu
termasuk tanda sendiri dan dengan demikian merupakan suatu faktor linguistis. “penanda dan
petanda merupakan kesatuan seperti dua sisi dari sehelai kertas,” kata Saussure.

Jadi, meskipun antara penanda dan petanda tampak sebagai entitas yang terpisah-pisah namun
keduanya hanya ada sebagai komponen tanda. Tandalah yang merupakan fakta dasar dari bahasa.
Maka itu, setiap upaya untuk memaparkan teori Saussure mengenai bahasa pertama-tama harus
membicarakan pandangan Saussure mengenai hakikat tanda tersebut. Setiap tanda kebahasaan,
menurut Saussure, pada dasarnya menyatukan sebuah konsep (concept) dan suatu citra suara
(sound image), bukan menyatakan sesuatu dengan sebuah nama. Suara yang muncul dari sebuah
kata yang diucapkan merupakan penanda (signifier), sedang konsepnya adalah petanda (signified).
Dua unsur ini tidak bisa dipisahkan sama sekali. Pemisahan hanya akan menghancurkan „kata‟
tersebut. Ambil saja, misalnya, sebuah kata apa saja, maka kata tersebut pasti menunjukan tidak
hanya suatu konsep yang berbeda (distinct concept), namun juga suara yang berbeda (distinct
sound). Berlawanan dengan tradisi yang membesarkannya, Saussure tidak menerima pendapat
yang menyatakan bahwa ikatan mendasar yang ada dalam bahasa adalah antara kata dan benda.
Namun, konsep Saussure tentang tanda menunjuk ke otonomi relatif bahasa dalam kaitannya
dengan realitas. Meski demikian, bahkan secara lebih mendasar Saussure mengungkap suatu hal
yang bagi kebanyakan orang modern menjadi prinsip yang paling berpengaruh dalam teori
lingustknya: bahwa hubungan antara penanda dan yang ditandakan (petanda) bersifat arbiter atau
tidak beraturan. Berdasarkan prinsip ini, struktur bahasa tidak lagi dianggap muncul dalam
etimologi dan filologi, tetapi bisa ditangkap dengan sangat baik melalui cara bagaimana bahasa itu
mengutarakan (yaitu konfigurasi linguistik tertentu atau totalitas) perubahan.

Sebagai seorang ahli linguistik, Saussure amat tertarik pada bahasa. Dia lebih memperhatikan cara
tanda-tanda lain dan bukannya cara tanda-tanda (atau dalam hal ini kata-kata) terkait dengan tanda-
tanda lain dan bukannya cara tanda-tanda terkait dengan objeknya. Model dasar Saussure lebih
fokus perhatiannya langsung pada tanda itu sendiri. Bagi Saussure, tanda merupakan objek fisik
dengan sebuah makna; atau untuk menggunakann istilahnya, sebuah tanda terdiri atas penanda dan

١١
pertanda. Penanda adalah citra tanda; seperti yang kita persepsikan, tulisan diatas kertas atau
tulisan di udara; pertanda adalah konsep mental yang diacukan pertanda. Konsep mental ini secara
luas sama pada semua anggota kebudayaan yang sama yang menggunakan bahasa yang sama.٩

Hal penting dalam upaya menangkap hal pokok pada teori Saussure adalah prinsip yang
mengatakan bahwa bahasa itu adalah suatu sistem tanda, dan setiap tanda itu tersusun dari dua
bagian, yakni signifier (penanda) dan signified (petanda). Menurut Saussure, bahasa itu merupakan
suatu sistem tanda (sign). Suara-suara, baik suara manusia, binatang, atau bunyibunyian, hana bisa
dikatakan sebagai bahasa atau berfungsi sebagai bahasa bilamana suara atau bunyi tersebut
mengekspresikan, menyatakan, atau menampaikan ide-ide, pengetian-pengertian tertentu. Untuk
itu, suara-suara tersebut harus merupakan bagian dari sebuah sistem konvensi, sistem kesepakatan
dan merupakan bagian dari sebuah sistem tanda. Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda
(signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Dengan kata lain penanda adalah „bunyi-
bunyi yang bermakna‟ atau „coretan yang bermakna‟.jadi penanda adalah aspek material dari
bahasa: apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah
gambaran mental, pikiran, atau konsep. Jadi petanda adalah aspek mental dari bahasa١٠. Perlu
diperhatikan adalah bahwa dalam tanda, bahasa selalu mempunyai dua sisi, yaitu penanda atau
petanda/ signifier atau signified dan signifiant atau signifie.

Suatu penanda tanpa petanda tidak berarti apa-apa dan karena itu tidak merupakan tanda
sebaliknya, suatu petanda tidak mungkin disampaikan atau ditangkap lepas dari penanda. Petanda
atau yang ditandakan itu termasuk tanda sendiri dan dengan demikian merupakan suatu faktor
linguistis. “penanda dan petanda merupakan kesatuan seperti dua sisi dari sehelai kertas,” kata
Saussure. Konsep Saussure tentang tanda menunjuk ke otonomi relatif bahasa dalam kaitannya
dengan realitas. Meski demikian, bahkan secara lebih mendasar Saussure mengungkap suatu hal
yang bagi kebanyakan orang modern menjadi prinsip yang paling berpengaruh dalam teori
lingustknya bahwa adanya hubungan antara penanda dan yang ditandakan (petanda) bersifat
sebarang atau berubah-ubah. Berdasarkan prinsip ini, struktur bahasa muncul dalam dan bisa

٩
Ibid,
١٠
(Bartens, ٢٠٠١ : ١٨٠)

١٢
ditangkap dengan sangat baik melalui cara bagaimana bahasa itu mengutarakan (yaitu konfigurasi
linguistik tertentu atau totalitas) perubahan.

IV. Semiotika

Studi semiotika mengacu pada studi umum tentang sistem simbolis, termasuk bahasa juga.
Semiotika mengacu pada beberapa topik yang menjadi obyek sasaran pembahasan yaitu
١. Sintaksis atau studi abstrak tentang tanda dan kesaling keterkaitannya
٢. Semantik atau studi tentang hubungan diantara tanda daan obyek yang diaplikasikan
٣. Pragmatik yaitu hubungan antara pengguna dan sistem tanda.

Dalam studi komunikasi semiotika dapat dipahami sebagai tanda (signs) dan simbol yang
merupakan tradisi penting dalam pemikiran tradisi komunikasi. Tradisi semiotik mencakup teori
utama mengenai bagaimana tanda mewakili obyek, ide, situasi, keadaan, perasaan dan sebagainya
yang berada diluar diri. Adapun konsep dasar yang menyatukan tradisi semiotika dalam
komunikasi adalah “tanda” yang memiliki arti “a stimulus designating something other than
itself”.
Teori tentang tanda yang menggagas pertamakali adalah filosof dari abad kesembilan belas yaitu
Charles Saunders Peirce serta Ferdinant de Sasuusure walaupun keduanya memiliki paradigma
yang berbeda.٣١ Sedangkan istilah linguistik (berpadanan dengan lingusitic dalam bahasa Inggris,
linguistique dalam bahasa Perancis, linguistiek dalam bahasa Belanda) diturunkan dari bahasa latin
lingua yang berarti bahasa.٣٢Adapun istilah lingustik yang dimaksudkan disini telah menjadi
disiplin umum pada dimensi ilmu bahasa yang mengarah pada aspek pragamtis artinya lingustik
mementingkan data empiris dalam penerapan lambang bahasanya. Oleh sebab itu linguistik
dipahami atas seperangkan ilmu yang mengacu pada data empiris atas bahasa yang berhubungan
dengan tata bahasa. Sehingga semiotika lingustik mempelajari atas simbol tanda yang terangkai
dalam tata bahasanya.

Semiotik sastra dalam pengertiannya yaitu konsep yang mempelajari mengenai tanda-tanda dan
lambang-lambang secara struktural dan sistematis dalam sistem tanda sekunder. Pada Semiotik

١٣
Linguistik yang dipelajari adalah kode-kode tanda dan lambang pada tatabahasa namun pada
semiotik sastra mempelajari atas bentuk tanda kode yang bersifat narasi.

IV. Kesimpulan

Ferdinand de Saussure mengungkapkan suatu teori bahwa setiap tanda atau tanda ligusitik
dibentuk dua komponen yang tidak dapat dipisahkan yaitu komponen signifiant dan
signife.٧٣Signife (penanda) dan signifiant (petanda) keduanya merupakan prinsip yang
menunjukkan bahwa bahasa adalah sistem tanda (sign) dan setiap tanda itu tersusun atas bagian
keduanya.Suara binatang, suara manusia atau bunyi-bunyian hanya bisa dikatakan sebagai fungsi
bahasa bila hal tersebut mengespresikan, menyampaikan ide atau mengungkapkan hal-hal tertentu
berupa pengertian serta harus merupakan bagian sebuah sistem konvensi kesepakatan dan
merupakan bagian dari sistem tanda.

Suatu penanda tanpa petanda tidak berarti apa-apa dan karena itu tidak disebuat tanda sebaliknya
suatu petanda tidak mungkin disampaikan atau ditangkap lepas dari penanda. Dengan demikian
bisa dipahami bahwa penanda dan petanda merupakan kesatuan. Signifiant bisa dipahami sebagai
unsur material dalam bahasa berupa tanda yaitu bunyi tertentu dalam bahasa lisan, coretan grafis
dalam bahasa tertulis. Sedangkan signife suatu unsur mental berupa konsep atau anggitan. Jadi
signife adalah aspek mental dari bahasa. Sedang hubungan keduanya yaitu signife dan signifiant
bersifat arbiter bukan natural demikian pendapat dari Ferdinand de Sauussure.

Dalam bahasa sederhana signifie sama dengan “makna” dan signifient sama dengan bunyi bahasa
dalam urutan fonem-fonem tertentu dan hubungan mereka sangat erat. Dari beberapa uraian yang
dikemukan tersebut dapat dipahami bahwa basic paradigma tanda (sign) dalam teori Ferdinand de
Saussure berpijak pada pemahaman bahwa tanda (sign) tersusun dari signifie (makna) dan
signifiant (bunyi atau unsur material bahasa) sedang keduanya tidak dapat dipisahkan dan
memiliki ciri :
١. kesemenaan tanda bahwa tanda dan penanda atau signife dan signifiant memiliki sifar arbiter
pada keduanya yang yang melembaga dalam masyarakat.
٢. linier yaitu bahwa antara signifie dan signifiant memiliki konsekuensi segaris atau sejalan
dalam pemaknaan atas tanda tersebut.

١٤
Daftar Pustaka

Al-Qur`ān dan Terjemahnya, diterjemahkan oleh Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir


al-Qur’an Kementerian Agama Republik Indonesia١٩٩٧.

De Saussure, Ferdinand. ١٩٩٦. Cours de Linguistique Generale. Pengantar Linguistik Umum.


Terjemahan Rahayu S. Hidayat). YogyakartaGajah Mada Univ. Press

Barthes, Roland. ١٩٨٥. L’Aventure Sémiologique. Paris: Editions du Seuil

Bertens, K. ٢٠١١. Etika. Jakarta: Gramedia

Fananie, Zainuddin. ٢٠٠٢. Telaah Sastra. Surakarta: Muhamadiyah University Press.

Hoed, Benny H. ٢٠١١. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: Komunitas Bambu.
Miles, Matthew B dan Huberman, A. Michael, ١٩٩٤. Qualitative Data Analysis, UK:
Sage Publication.

Teeuw, A. ١٩٨٤. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Nasruddin Idris jauhar. Ilmu Ashwat untuk Pelajar Indonesia. Lisan Arabi

Sukamta. ٢٠١٧. Hubungan antara lafal, konteks dan makna dalam Al-Qur’an. Adabiyat: Jurnal
Bahasa dan Sastra Vol ١ No.٢ Tahun ٢٠١٧ hal.٢٤٨-٢٦٨

Chaer,Abdul .Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta, ٢٠٠٣.

Kalamul Arab. Hasan Zhazha

Dr. Lina marlina. ٢٠١٩. Pengantar Ilmu Ashwat. Fajar media. Bandung

Chaer, Abdul. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta, ٢٠٠٩

Adella Nur Azizah, Aninditya Sri Nugraheni . Lagu Sebagai Media Pembelajaran Fonologi Pada
Siswa Mi Muhammadiyah Trukan. Jurnal Bahasa dan Sastra vol.٨ No.١

Hasyim Asy’ari. ٢٠١٦. Keistimewaan Bahasa Arab Sebagai Bahasa Al-Qur’an. Jurnal Manajemen
Pendidikan Islam (Nidhomul Haq): Mojokerjo

١٥
١٦

Anda mungkin juga menyukai