Dinda Putri
NIM 19016086
2021
TANDA, MAKNA, ACUAN, LAMBANG
A. Tanda
Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain, yang dapat berupa
pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan lain-lain. Jadi, yang dapat menjadi
tanda sebenarnya bukan hanya bahasa saja, melainkan berbagai hal yang
melingkupi kehidupan ini, walau harus diakui bahwa bahasa adalah sistem bahasa
yang paling lengkap dan sempurna
3. Tanda yang ditimbulkan oleh manusia, tanda ini dibedakan atas: (1) yang
bersifat verbal adalah tanda yang dihasilkan manusia melalui alat-alat
bicara (organ of speach) dan (2) tanda yang bersifat nonverbal, digunakan
manusia untuk berkomunikasi, sama halnya dengan tanda verbal. Tanda
nonverbal dapat dibedakan atas:
(1) tanda yang dihasilkan anggota badan (body gesture) dikenal sebagai
bahasa isyarat, misalnya:
B. Makna
a. Konsep Makna
Tidak semua kata atau leksem itu mempunyai acuan konkret di dunia
nyata. Misalnya leksem seperti agama, cinta, kebudayaan, dan keadilan tidak
dapat ditampilkan referennya secara konkret. Di dalam penggunaannya dalam
pertuturan, yang nyata makna kata atau leksem itu seringkali, dan mungkin juga
biasanya, terlepas dari pengertian atau konsep dasarnya dan juga dari acuannya.
Misal kata buaya dalam kalimat "Dasar buaya, ibunya sendiri ditipunya". Oleh
karena itu, kita baru dapat menentukan makna sebuah kata apabila kata itu sudah
berada dalam konteks kalimatnya. Makna sebuah kalimat baru dapat ditentukan
apabila kalimat itu berada di dalam konteks wacananya atau konteks situasinya.
b. Aspek-aspek Makna
2) Perasaan (Felling)
3) Nada (Tone)
Aspek makna nada adalah sikap pembicara kepada kawan bicara (Pateda,
dalam Fitri, A dan Astri, W, A, (2017). Aspek nada akan berbubungan dengan
aspek makna yang bernilai rasa. Aspek makna nada melibatkan pembicara untuk
memilih kata-kata yang sesuai dengan keadaan lawan bicara atau pembicara
sendiri. Aspek makna nada berhubungan antara pembicara dengan pendengar
yang akan menentukan sikap yang akan tercermin dari kata-kata yang digunakan.
Contohnya, kalimat “kereta api dari Yogya sudah datang.” akan berbeda dengan
kalimat “kereta api dari Yogya sudah datang?”. Kalimat pertama bernada
memberi tahu, sedangkan kalimat kedua bernada bertanya.
4) Tujuan (Intension)
Aspek makna tujuan adalah maksud tertentu, baik disadari maupun tidak,
akibat usaha dari peningkatan (Pateda, dalam Fitri, A dan Astri, W, A, (2017).
Aspek makna ini melibatkan klasifikasi pernyataan yang bersifat deklaratif,
persuasif, imperatif, naratif, politis, dan pedagogis (pendidikan). Misalnya
kalimat“Jangan diulangi ya!‟, kalimat tersebut mempunyai maksud atau tujuan
agar orang itu tidak mengulangi lagi kesalahan yang pernah dilakukannya. Bentuk
kalimat pun akan bervariasi, bergantung pada aspek makna rasa dan juga nada.
Pendapat lain dikemukakan oleh Djajasudarma, makna mengandung berbagai
aspek, diantaranya adanya aspek tujuan. Dalam tujuan ini terdapat berbagai
maksud tertentu diantaranya tujuan yang bersifat deklaratif, persuasif, imperatif,
naratif, politis, dan pedagogis atau pendidikan.
C. Acuan
Acuan yaitu sesuatu atau benda yang ditunjuk oleh kata/bahasa dan
bertempat di luar kata/bahasa, bsik sesuau tersebut bersifat realistis (hakikat),
imajinatif, maupun ilusi. Acuan dibedakan menjadi dua macam, yaitu: (1) acuan
yang berkaitan dengan bahasa itu sendiri, dan (2) acuan yang tidak berkaitan
dengan bahasa.
Yaitu, acuan yang berada di luar bahasa, baik bersifat riil di alam semesta
maupun tidak. Acuan luar bahasa dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Acuan indrawi, yaitu acuan yang dapat ditangkap indra, seperti matahari
dan bulan.
b) Acuan metafisik, yaitu sesuatu yang bisa dikenal melalui pengetahuan dari
kitab-kitab agama, seperti: jin, malaikat, iblis, dan sebagainya.
c) Acuan ilusi, yaitu sesuatu yang tidak ada wujudnya dalam kenyataan,
seperti raksasa, monster, dan sebagainya.
d) Acuan imajinatif, yaitu sesuatu yang tidak ada wujudnya, akan tetapi ia
tergambar melalui hal-hal yang ada/wujud dalam realita, seperti: pribadi
tokoh yang ada di dalam cerita novel, deskripsi wainta dalam syair, dan
sebagainya.
e) Acuan abstrak, yaitu sesuatu yang tidak memiliki wujud namun dipahami
secara logis, misalnya sifat jujur, adil, dan lain-lain.
f) Acuan mutlak, yaitu sesuatu yang mutlak berada di luar bahasa tanpa
terfokus pada sesuatu. Dalam ilmu nahwu,acuan ini disebut Isim Jenis.
Misalnya, hewan, manusia, orang laki-laki, dan sebagainya.
D. Lambang
Lambang sebenarnya juga adalah 'tanda'. Hanya bedanya lambang ini tidak
memberi tanda secara langsung, melainkan melalui sesuatu yang lain. Warna
merah pada bendera Sang Merah Putih merupakan lambang “keberanian”, dan
warna putih merupakan lambang “kesucian”. Gambar padi dan kapas pada burung
Garuda Pancasila melambangkan “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia",
sedangkan banyaknya bulu burung garuda yang tujuh helai tu melambangkan
bahwa proklamasi kemerdekaan terjadi pada tanggal 17 Agustus. Seperti kata
(Ogden dan Richard, dalam Chaer, (2009):38) lambang ini bersifat konvensional,
perjanjian; tetapi ia dapat diorganisasi, direkam dan dikomunikasikan. Jadi, untuk
mengetahui maksud lambang-lambang itu kita harus mempelajarinya.
Lambang bahasa (entah berupa kata, gabungan kata, maupun satuan ujaran
lainnya) sama dengan lambang dan tanda-tanda dalam bidang lain “mewakili”
suatu konsep yang berada di dunia ide atau pikiran kita. Umpamanya kata (kursi)
“mewakili” suatu konsep dalam benak kita berupa benda yang biasa digunakan
sebagai tempat duduk dengan wujudnya yang sedemikian rupa sehingga nyaman
untuk diduduki. Meskipun dalam dunia nyata ada sedemikian banyaknya jenis dan
macam kursi tetapi gambaran abstrak akan konsep kursi itu sama. Oleh karena itu,
ada kemungkinan bila seseorang mendengar kata (kursi) yang diucapkan oleh
seorang pengujar atau membacanya yang ditulis oleh seorang penulis, dia akan
memiliki bayangan atau gambaran kursi yang tidak sama dengan yang dimaksud
oleh si pengujar atau si penulis. Bisa terjadi si pengujar atau penulis
memaksudkan (kursi) yang dapat dilipat-lipat (dan biasa disebut kursi lipat)
sedangkan si pendengar atau pembaca membayangkan kursi berjok empuk seperti
yang diduduki seorang direktur di kantor perusahaan besar.
E. Konseptulisasi Makna
Konsep sebagai referen dari suatu lambang memang tidak pernah bisa
“sempurna”. Oleh karena itulah kalau kita menyebut (kursi) atau (pemuda) atau
lambang apa saja, orang sering bertanya “apa yang Anda maksud dengan kursi
itu?", atau juga “apa atau siapa yang Anda maksud dengan pemuda itu?”. Semua
ini membuat orang berusaha merumuskan konsep-konsep yang ada dalam dunia
idenya dalam suatu rumusan yang disebut definisi atau batasan. Secara umum
definisi atau batasan ini memberi rumusan yang lebih teliti mengenai suatu konsep,
walaupun definisi itu sendiri seringkali juga banyak kelemahannya.
DAFTAR PUSTAKA
Amilia, F & Angraeni, A, W. (2017: 4). Semantik: Konsep dan Contoh Analisis.
Jember: Madani.
Angraeni, A, W. 2012. Semantik Bahasa Indonesia. Jember: Universitas
Muhammadiyah Jember.
Chaer, Abdul. (2009: 2). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta
Djajasudarma, T. Fatimah. 1993. Semantik 1. Pengantar ke Arah Ilmu Makna.
Bandung: ERESCO.