Anda di halaman 1dari 2

KONSTRUKSI GENDER PADA SISTEM PATRIARKI

Oleh : Ilham Vidiazola Damara/18016073 (17)

Istilah gender menjelaskan bahwa ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan
yang terkonstruksi dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Kata “gender‟ dapat
diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan tanggungjawab pada laki-laki dan
perempuan sebagai hasil dari bentukan (konstruksi) sosial budaya yang tertanam lewat
proses sosialisasi dari satu generasi kegenerasi berikutnya. Dengan demikian, dapat
diartikan bahwa gender menyangkut aturan sosial yang merujuk pada perbedaan laki-
laki dan perempuan.

Konstruksi gender pada masyarakat Indonesia lebih cenderung menyudutkan


perempuan, sehingga perempuan menjadi pihak yang termarginalkan. Perempuan sering
dianggap sebagai sosok yang lemah-lembut, tidak berdaya, mudah perasa, tidak pintar,
dan penakut, sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, lebih pintar, dan pemberani.
Dengan pemikiran yang seperti itulah dapat membuat perempuan terkungkung dalam
sistem patriarki.

Rueda dalam Wardani (2009) mengatakan bahwa patriarki adalah penyebab


penindasan terhadap perempuan. Masyarakat yang menganut sistem patriarki akan
cenderung meletakkan laki-laki pada posisi dan kekuasaan yang dominan di
bandingkan perempuan. Perempuan hanya memiliki ruang terbatas dan hanya bias
melakukan pekerjaan domestik.

Ideologi patriarki dapat dimulai dari keluarg asebagai unit terkecil dari patriarki.
Keluargaan akan membentuk konstruksi gender yang sesuai dengan kehidupan
masyarakat khas Indonesia. Sistem patriarki yang terkonstruksi dalam masyarakat
Indonesia akibat dari konstruksi gender dapat menjadikan perempuan Indonesia
terpenjara dalam ketidakbebasan. Kebebasan berekspresi, mengemukakan pendapat,
menjadi mandiri, kuat, dan menuntut ilmu akan terbatasi. Jika demikian, perempuan
Indonesia jelas akan mengalami kemunduran karena tidak mampu mengembangkan
potensi dirinya. Padahal, kebebasan mengembangkan potensi diri merupakan hak, baik
bagi laki-laki maupun perempuan.
Fakta di lapangan yang dapat kita lihat, perempuan akan dicemooh bila
menuntut ilmu hingga S3 saat belum berkeluarga, akan tetapi laki-laki akan
dianggap lebih keren apabila sudah S3 kemudian memutuskan untuk menikah.
Perempuan akan menjadi bahan pembicaraan bila mementingkan karier sebelum
menikah, sedangkan laki-laki akan dianggap lebih mapan apabila mementingkan
karier sebelum menikah. Perempuan akan menjadi bahan pembicaraan apabila
memiliki gaji yang lebih besar daripada suami, sedangkan laki-laki dianggap sah-
sah saja apabi la memiliki gaji yang lebih besar daripada istri.

Dari paparan di atas terlihat bahwa masyarakat akan member feedback yang
berbeda kepada jenis kelamin yang berbeda, meskipun keduanya melakukan hal
yang sama. Hal ini dapat menjadi salah satu indicator bahwa masyarakat Indonesia
benar- benar tenggelam dalam konstruksi gender yang menyudutkan perempuan.

Anda mungkin juga menyukai