NASIONAL”
Ladin Takulani
adhin1604@gmail.com/082137537692
ABSTRAC
Basically women's leadership is not a big problem, because a quality leader
does not lie in gender but how a leader implements it. The challenge for women
from the past and even today is the patriarchal culture that is cultivating in the
world community, this is what sometimes makes the role of women always
marginalized in the general areas of society. Currently, with the emergence of
several female leaders in the world, even in Indonesia itself, it shows that
women have a deeper place and role in society. Due to differences in physical,
psychological, and different functions, women's leadership tends to be different
from men's.
Latar Belakang
Masalah patriarki yang mengkultur dimasyarakat menjadi isu seksi yang perlu
dibahas karena telah merenggut kebebasan kaum perempuan. Sistem patriarki yang
mendominasi kebudayaan masyarakat menyebabkan adanya kesenjangan dan
ketidakadilan gender yang mempengaruhi hingga ke berbagai aspek kegiatan
manusia. Laki-laki memiliki peran sebagai kontrol utama di dalam masyarakat,
sedangkan perempuan hanya memiliki sedikit pengaruh atau bisa dikatakan tidak
memiliki hak pada wilayah-wilayah umum dalam masyarakat, baik secara ekonomi,
sosial, politik, dan psikologi, bahkan termasuk di dalamnya institusi pernikahan.
Sampai saat ini, gagasan untuk menciptakan kesetaraan gender tampaknya masih
menjadi perdebatan. Setidaknya, pada banyak tempat termasuk untuk posisi
kepemimpinan perempuan masih dianggap tidak mampu bahkan tidak pantas.
Memang terdapat perbedaan kecenderungan dalam gaya kepemimpinan laki-laki
dan perempuan karena sifatnya. Tuhan pun menciptakan perempuan berbeda dengan
pria secara fisik dan kejiwaan serta dengan fungsi yang berbeda pula.
Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka rumusan masalah dalam jurnal ini
yaitu:
Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dalam penelitian ini yaitu:
A. Budaya Patriarki
Patriarki sendiri artinya kekuasaan sang ayah atau patriarch. Hal itu
berkaitan dengan sistem sosial, dimana sang ayah menguasai semua anggota
keluarga, semua harta milik serta sumber-sumber ekonomi dan membuat
semua keputusan penting. Sejalan dengan sistem sosial tersebut adalah
kepercayaan atau ideologi bahwa lelaki lebih tinggi kedudukannya dibanding
perempuan1
1
Kamla Dahsin dan Nighat Said Khan. 1995. Feminisme dan Relevansinya. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Secara historis, patriarki telah terwujud dalam organisasi sosial, hukum,
politik, agama dan ekonomi dari berbagai budaya yang berbeda. Bahkan ketika
tidak secara gamblang tertuang dalam konstitusi dan hukum, sebagian besar
masyarakat kontemporer adalah, pada praktiknya, bersifat patriarkal.
Kini istilah itu secara umum digunakan untuk menyebut “kekuasaan laki-
laki”, khususnya hubungan kekuasaan antara laki-laki terhadap perempuan
yang di dalamnya berlangsung dominasi laki-laki atas perempuan yang
direalisasikan melalui bermacam-macam media dan cara. Perempuan sendiri
diartikan sebagai induk atau ahli sehingga tersirat nilai penghormatan
didalamnya.2 Namun kenyataan akan adanya perbedaan antara perempuan
dan laki-laki dari berbagai aspek, telah mendorong para aktivis untuk berjuang
dan upaya untuk menghilangkan pandangan yang mengakibatkan perbedaan
itu.3 Jika kita lihat, sistem budaya patriarki seakan-akan sudah menjadi alamiah
dari asal muasalnya. Karena itu pula, anggapan bahwa kaum perempuan
secara kodrati memang lebih lemah dari kaum laki-laki juga seakan-akan
merupakan cara pandang yang sudah menjadi kodrat bawaan sejak lahir.
pakaian mereka.5
2
Sadli, Saparinah. 2010. Berbeda tetapi Setara. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.
3
Elsina Titaley. 2012. Perempuan Naulu: Tradisionalisme dan Kultur Patriarki. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.
4
Ivan Illich dan Heyday Books. 1998. Matinya Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
5
V. Dwiyani. 2007. Manusia Laki-Laki dan Manusia Perempuan. Jakarta: PT Alex Media Komputindo.
priyayi atau bangsawan), apalagi memiliki sebuah profesi diluar rumah atau ikut
berpartisipasi dalam birokrasi. Maka, muncul gerakan dari seorang bangswan
kelahiran Jepara, R.A Kartini yang memperjuangkan emansipasi perempuan di
bidang pendidikan. Sebagaimana yang telah dijelaskan sejarah bahwa
perempuan adalah kaum yang termarginalkan, paradigma terus terhegomoni
sampai sekarang sehingga perempuan selalu dianggap kaum lemah dan tidak
berdaya. Inilah faktanya bahwa seberapa kuat gerakan feminisme di Indonesia
namun budaya patriarki yang sudah dipegang erat oleh masyarakat Indonesia
sulit untuk dihilangkan. Walaupun perempuan saat ini sudah dapat menempuh
pendidikan dengan bebas namun kembali lagi jika sudah berumah tangga
harus dapat membagi peran, sebenarnya bias gender seperti ini muncul
karena konstruksi masyarakat itu sendiri.
Dalam fenomena patriarki yang kini telah menjadi salah satu budaya yang
melekat dikalangan masyarakat dunia, budaya patriarki sendiri malah seolah
tidak menjadi suatu problematika yang harus diselesaikan masyarakat dunia
karena telah berjalan pada kodratnya, padahal kalau konsep patriarki itu
dipahami, maka akan menjadi suatu isu yang central dibahas oleh kalangan
masyarakat dunia, terkhususnya perempuan. Namun saat ini banyak
perempuan dunia yang tidak tahu patriarki itu sendiri. Terkadang kaum
feminisme hadir untuk mengakhiri penindasan terhadap perempuan dengan
sistem patriarki ini.6
Kendala histori juga menjadi salah satu aspek central yang memicu
kuatnya budaya patriarki, berdasarkan data dari Survei Angkatan Kerja
Nasional (Sakernas), BPS, 2020 menunjukkan bahwa perempuan menerima
upah 23 persen lebih rendah dari laki-laki. Walaupun sama-sama mengantongi
ijazah sarjana, rata-rata perempuan mengantongi gaji sebesar Rp3,7 juta,
sementara laki-laki bisa mencapai Rp5,4 juta. Hal ini menunjukan bahwa
kesenjangan sosial benar-benar terlihat dikalangan masyarakat.
B. Money politic
Money Politic atau jual beli suara pada dasarnya adalah membeli
kedaulatan rakyat. Selain itu, rakyat yang menerima uang sebenarnya
menggadaikan kedaulatannya untuk masa waktu tertentu.
Menurut M. Abdul Kholiq dalam Gustia (2015 : 28) politik uang adalah
suatu tindakan membagi-bagikan uang atau materi lainnya baik milik pribadi
dari seorang politisi (calon Legislatif/calon presiden dan wakil presiden, calon
kepala daerah) atau milik partai untuk mempengaruhi suara pemilu yang
diselenggarakan.
6
Hooks, Obell. 2020. Feminisme untuk Semua Orang. Sleman: Odise Publishing.
7
Nawal al-Sa’dawi dan Hibah Izzat. 2004. Perempuan, Agama dan Moralitas. Jakarta: Erlangga.
berhubungan dengan garis-garis perilaku alternatif tersebut, dimana dapat
dikatakan bahwa suatu tindakan adalah rasional berdasarkan perhitungan
untung rugi.
Politik uang ini marak terjadi di masyarakat. Bahkan sudah menjadi hal
yang biasa. Bahkan sebagian masyarakat berpandapat agar tidak memilih
peserta yang tidak memberikan mereka uang. Rasanya miris sekali
mendengarkan masyarakat yang berkata seperti itu. Masyarakat seakan-akan
sudah tidak perduli siapa yang akan menjadi pemimpin daerah mereka.
Mereka hanya perduli sebarapa banyak uang yang mereka dapatkan jika
memilih calon tersebut.
Salah satu contoh money politic ketika Satuan Reserse Kriminal Polres
Karo beserta Bawaslu melakukan rilis operasi tangkap tangan money politic
terhadap 5 orang yang diduga merupakan tim pemenangan calon legislatif dari
salah satu partai. Barang bukti uang tunai senilai lebih dari Rp 200 juta juga
dirilis pada Selasa (16/4/2019) dini hari di halaman Mapolres Karo.
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa money
politic adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dengan sengaja, modus
yang biasanya dipakai dengan memberi dan menjanjikan uang atau materi
lainnya. Sesuai beberapa sumber yang mengatakan money politic marak
terjadi dikalangan masyarakat, ini menandakan bahwasannya demokrasi di
Indonesia masih bisa dipertaruhkan atau diperjual belikan, yang juga membuat
proses pemilu di Indonesia tidak berjalan sesuai dengan nilainya.
Money politic dengan demikian adalah suatu bentuk pemberian ataupun
janji kepada seseorang, agar orang itu tidak menjalankan haknya untuk
memilih maupun supaya ia menjalankan dengan cara tertentu pada saat pesta
demokrasi. Walaupun praktik money politic yang dijalankan/dilakukan oleh
para calon yang akan dipilih, tapi amatlah sukar untuk membuktikan hal
tersebut, karna bagaimanapun si penerima uang dari calon yang akan dipilih
tidak akan berani membuka mulut.
8 Susarto Wijono. 2018. Kepemimpinan dalam Perspektif Organisasi. 2018. Jakarta: Prenada
pelayananannya9. Tipologi kepemimpinan disusun dengan titik tolak interaksi
personal yang ada dalam kelompok . Tipe-tipe pemimpin dalam tipologi ini
dapat dikelompokkan dalam kelompok tipe berdasarkan jenis-jenisnya antara
lain:
1. Tipe Otokratis
Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi, mengidentikkan tujuan
pribadi dengan tujuan organisasi, menganggap bawahan sebagai alat semata-
mata, tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat, terlalu tergantung kepada
kekuasaan formalnya, dalam tindakan penggerakkannya sering mempergunakan
pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.
2. Tipe Militeristis.
9
Agus Wijaya, N. Purnomolastu, A.J. Tjahjoanggoro. 2015. Kepemimpinan Berkarakter. Sidoarjo: BrilianInternasional.
5. Tipe Demokratis.
Dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat
bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia, selalu berusaha
mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan
tujuan pribadi dari pada bawahannya, senang menerima saran, pendapat, dan
bahkan kritik dari bawahannya, selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan
teamwork dalam usaha mencapai tujuan, ikhlas memberikan kebebasan yang
seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian
diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih
berani untuk berbuat kesalahan yang lain, selalu berusaha untuk menjadikan
bawahannya lebih sukses daripadanya, dan berusaha mengembangkan
kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.10
10 http://irmansiswantoaceh.blogspot.com/2015/04/tipologi-kepemimpinan.html
11
Neng Dara Aifah.2017.Islam, Kepemimpinan Perempuan, dan Seksualitas. Jakarta: Anggota IKAPI DKI Jaka
MC Ricklefs, krisis ekonomi masih terasa di masa pemerintahan Megawati.
Namun, ada kemajuan di masa pemerintahannya seperti investasi yang
mengalir baik dari dalam maupun luar negeri.
Tujuannya adalah agar menyelamatkan perekonomian RI dari inflasi yang
semakin memuncak. Hasilnya perekonomian Indonesia stabil dan
pertumbuhan ekonomi di masa pemerintahannya naik hingga mencapai 5
persen. Di samping itu, pada massa pemerintahan Megawati mampu
menurunkan persentase penduduk yang berada di garis kemiskinan menjadi
18 persen, dari sebelumnya 28 persen. Keamanan negara Presiden Megawati
juga berfokus pada kebijakan melawan teroris. Ia menggalang kerjasama
internasional khususnya negara-negara di Asia Tenggara untuk memerangi
terorisme. Hasilnya pada masa pemerintahannya ia berhasil menciptakan
Perpu tentang anti terorisme, yang disahkan menjadi UU Anti Terorisme.
Melalui Undang- undang ini, pelaku bom Bali yang terjadi pada tahun 2002
berhasil ditangkap dan dihukum mati, meskipun hubungan Indonesia dan
Australia pada masa itu merenggang dimulainya Referendum Timor-Timur.
14
Mohammad Monib dan Islah Bahrawi. 2011. Islam dan Hak Asasi Manusia dalam Pandangan Nurcholish
Madjid. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
15Djazimah Muqoddas. 2011. Kontroversi Hakim Perempuan pada Peradilan Islam di Negara-Negara Muslim.
Yogyakarta: PT LkiS Printing Cemerlang.
al-Sa’dawi, Nawal & Hibah Izzat. 2004. Perempuan, Agama dan Moralitas.
Jakarta:Erlangga.
Dahsin, Kamla Dahsin & Nighat Said Khan. 1995. Feminisme dan
Relevansinya.
Fauziah,Ida.2015.GELIATPEREMPUANPASCA-
REFORMASI.Yogyakarta:PT.LkiS Pelangi Aksara.
Hooks & Obell. 2020. Feminisme untuk Semua Orang. Sleman: Odise
Publishing.
Irman Siswanto.2015.Tipologi Kepemimpinan.blogspot.com
Illich, Ivan & Heyday Books. 1998. Matinya Gender. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. Monib, Mohammad & Islah Bahrawi. 2011. Islam dan Hak Asasi
Manusia dalamPandangan Nurcholish
Madjid. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.