Anda di halaman 1dari 12

KONSEP KESETARAAN GENDER DAN KEDUDUKAN PEREMPUAN

DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM


(Studi Penelitian di Pondok Pesantren Daarussa’adah)

Sinta Silvia Supendi


sintasilvia023@gmail.com

Dr. Wasehudin
UIN Sultan Maulana Hasanudin Banten

ABSTRACT

There is a gap in equality between men and women, this is due to the perspective of society which still adheres
to patriarchal views and considers men to be better and superior to women. This also causes discrimination
against women. Even though times have progressed and developed, in fact discrimination against women still
exists today. This type of research is library research (Library Research) and field research (Field Research).
The results of this research are that in Islam itself there is actually no gap between men and women. For this
reason, the Prophet gave rights to women so that there would be no more discrimination and so that women
had the same position and position as men. That's why women also have the same position as men in society. In
addition, women also have the same rights as men in seeking knowledge and learning, the right to work and be
political. At the Daarussa'adah Islamic boarding school, women have the same rights and status as men. This is
evidenced by the involvement of women in various activities and management at the Daarussa'adah Islamic
boarding school. Involving women in all aspects is a form of teachers' struggle to eradicate the patriarchal
system that is still deeply rooted in society.
Keywords: Gender, Women, Islam

ABSTRAK
Adanya kesenjangan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, hal ini dikarenakan cara pandang masyarakta
yang masih menganut paham patriarki dan menganggap laki-laki lebih baik dan unggul dari perempuan. Hal ini
jugalah yang menimbulkan terjadinya diskriminasi terhadap perempuan. Meski zaman sudah maju dan
berkembang, nyatanya diskriminasi terhadap perempuan masih ada sampai saat ini. Jenis penelitian berupa
penelitian kepustakaan (Library Research) dan penelitian lapangan (Field Research). Hasil dalam penilitian ini
adalah dalam islam sendiri sebenarnya tidak ada kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Untuk itu
Rasulullah memberikan hak-hak kepada perempuan agar tidak ada lagi diskriminasi dan agar perempuan
mempunyai posisi dan kedudukan yang sama dengan laki-laki. Karena itulah perempuan juga memiliki
kedudukan yang sama dengan laki-laki dalam lingkungan masyarakat. Selain itu, perempuan juga mempunyai
hak yang sama dengan laki-laki dalam mencari ilmu dan belajar, hak dalam bekerja dan berpolitik. Di pondok
pesantren Daarussa’adah sendiri perempuan mempunyai hak dan kedudukan yang sama dengan laki-laki. Hal ini
dibuktikan dengan adanya keterlibatan perempuan dalam berbagai kegiatan serta kepengurusan yang ada di
pondok peantren Daarussa’adah ini. Melibatkan perempuan dalam segala aspek adalah bentuk dari perjuangan
para guru untuk menghapuskan sistem patriarki yang masih mengakar di kalangan masyarakat.

Kata Kunci : Gender, Perempuan, Islam

PENDAHULUAN
Dalam pandangan Islam perempuan bukanlah musuh bagi laki-laki begitupun
sebaliknya. Islam sangat tegas dalam menjunjung nilai persamaan, semua sama di mata Allah
SWT, baik ras, suku, ataupun gender, bahkan dalam salah satu ayat Al-Qur’an yaitu Surah
Al-Hujurat ayat 13 Allah berfirman yang artinya “Wahai manusia! Sungguh kami telah
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh Allah
Maha Mengetahui. (Q.S Al-Hujurat : 13). Dalam ayat ini Allah berfirman bahwa hamba-Nya
yang paling mulia di sisi-Nya adalah hamba Allah yang paling bertaqwa bukan perempuan
ataupun laki-laki. Hal ini menunjukan bahwa Allah memandang sama anatara laki-laki dan
perempuan.

Dalam pandangan masyarakat di masa ini, masih banyak sekali anggapan bahwa
perempuan mempunyai kodrat, yang dimana kodrat perempuan itu dipahami dengan
perempuan mempunyai tugas untuk mengurus urusan rumah tangga, mengurus anak dan
melayani suami. Pemahaman yang salah tentang kodrat perempuan ini menimbulka banyak
sekali dampak yang negatif pada perempuan, salah satunya dengan pandangan bahwa
perempuan tidak memerlukan pendidikan yang tinggi karena perempuan tidak perlu bekerja,
cukup laki-laki yang bekerja, maka laki-lakilah yang harusnya mendapatkan pendidikan yang
tinggi.

Polemik tentang kedudukan perempuan seiring berkembangnya zaman memang


memilki kemajuan, saat ini banyak perempuan yang telah mendapatkan hak-hak dan
kedudukan di masyarakat, namun tidak sedikit juga perempuan yang masih belum
mendapatkan hak dan kedudukannya terutama dalam dunia pendidikan. Perspektif
masyarakat tentang kodrat perempuan yang salah ini perlu diluruskan dan dihapuskan.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Library Research atau
penelitian kepustakaan dan Field Reaserch atau penelitian laangan. Dalam penelitian ini
peneliti mengumpulkan dan menganalisis data-data dari berbagai sumber seperti buku-buku
dan jurnal-jurnal. kemudian memilih data yang menurut peneliti relevan dengan masalah
yang sedang diteliti. Setelah itu peneliti melakukan penelitian langsung ke lapangan lalu
melakukan wawancara dengan beberapa narasumber dan mengikuti beberapa kegiatan yang
ada di tempat penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Konsep Kesetaraan Gender Dalam Islam


Kesetaraan gender adalah adanya status yang setara bagi laki-laki dan
perempuan dalam hal akses, partisipasi, kontrol dan keuntungan dalam kegiatan
kehidupan, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat ataupun kehidupan
bernegara. Islam adalah agama yang mengangkat derajat perempuan, dalam Al-
Qur’an tidak ada ayat yang menyatakan bahwa perempuan tidak setara kedudukannya
dengan laki-laki. Masih banyak presepsi masyarakat yang merasa tidak setuju adanya
kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, padahal kata setara tidak memiliki makna
harus sama persis. Dalam Al-Qur’an dirincikan unsur-unsur kesetaraan gender dalam
islam adalah persamaan kededukan antara laki-laki dan perempuan sebagai makhluk
Allah juga sebagai khalifah di dunia. Dalam Al-Qur’an dijelaskan pula bahwa
manusia baik laki-laki maupun perempuan diciptakan dari unsur yang sama.
Kesetaraan gender dalam islam telah terjadi pada masa Rasulullah SAW,
penindasan yang dilakukan masyarakat arab jahiliyah kepada perempuan. Untuk
memberdayakan perempuan Rasulullah memberikan hak-hak yang harus didapatkan
oleh setiap perempuan, yaitu :
a. Perlindungan hak-hak perempuan melalui hukum
b. Perbaikan hukum dalam keluarga, perempuan mendapatkan hak dalam warisan,
mahar dan menentukan jodohnya
c. Perempuan mendapatkan hak dalam peran-peran publik, mendapatkan hak
pendidikan, mengikuti peperangan dan hijrah bersama Nabi
d. Perempuan mendapatkan hak dalam mengelola dan membelanjakan hartanya.

Dengan adanya hak-hak perempuan yang diupayakan Rasulullah ini telah


membuat para perempuan memiliki prestasi sebagaimana yang diperoleh oleh laki-
laki. Namun setelah wafatnya Rasulullah, budaya patriarki masyarakat arab kembali
mendominasi dan perempuan mengalami kemunduran. Kemunduran ini masih
berlangsung sampai saat ini, meski sebenarnya banyak ayat Al-Qur’an yang menepis
pandangan masyarakat tentang perbedaan antara laki-laki dan perempuan salah
satunya adalah dalam surah An-Nahl ayat 58-59 yang pada ayat ini mengcam tentang
mereka yang bergembira dengan kelahiran anak laki-lak tetapi bersedih dengan
kelahiran anak perempuan. Ayat ini merupakan bentuk dari penolakan tentang segala
macam pandangan yang membedakan antara laki-laki dan perempuan khususnya
dalam hal kemanusiaan.

2. Kedudukan Perempuan Dalam Islam


a. Kedudukan Perempuan Dalam Keluarga
Dalam lingkungan keluarga, perempuan memiliki tiga kedudukan yaitu sebagai
seorang istri, anak dan ibu. Pada setiap kedudukan tentu memiliki hak dan
kewajiban tertentu. Pertama kedudukan perempuan sebagai seorang istri, dalam
Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 187 seorang istri dan suami dikiaskan sebagai
pakaian. Salah satu fungsi pakaian adalah untuk menutupi aurat dan hal yang
rawan serta kekurangan-kekurangan, ini berarti suami ataupun istri mempunyai
fungsi dan kewajiban untuk menutupi kekurangan pada pasangannya masing-
masing. Dalam rumah tangga, perempuan dan laki-laki memiliki peran masing-
masing, laki-laki adalah pencari nafkah untuk keluarga dan perempuan adalah
pengatur urusan rumah tangga yang tetap dalam tanggung jawab suami. Hal ini
mennjukan bahwa meskipun perempuan berperan dalam mengatur urusan rumah
tangga dan laki-laki sebagai pencari nafkah tidak menunjukan bahwa semua tugas
dalam urusan rumah tangga menjadi kewajiban perempuan, laki-lakipun dapat
membantu karena laki-laki mempunyai tanggung jawab dalam urusan rumah
tangga. Laki-laki dan perempuan diinginkan Allah untuk bekerja sama dalam hal
kebaikan termasuk dalam lingkungan kehidupan terkecil yaitu rumah tangga.
Kedua, keudukan perempuan sebagai seorang anak. Seorang anak tentu
memiliki posisi yang penting dalam kehidupan berkeluarga dan bernegara karena
anak merupakan generasi muda yang membutuhkan dukungan dan bimbingan
dalam kehidupannya. Perempuan dalam posisinya sebaga anak berhak
mendapatkan nafkah, pendidikan dan pengasuhan dari orangtuanya sampai nanti ia
menikah. Anak yang merupakan karunia dari Allah menjadikan orangtua
berkewajiban untuk bergembira dan memeliharanya baik itu anak laki-laki maupun
perempuan, karena seperti yang telah penulis uraikan sebelumnya bahwa dalam Al-
Qur’an Allah mengecam mereka (manusia) yang bergembira dengan kelahiran
anak laki-laki tetapi bersedih dan merasa marah dengan keahiran anak perempuan.
Ketiga, keudukan perempuan sebagai ibu. Ibu merupakan madrasah pertama
bagi anaknya, ini menunjukan bahwa perempuan memilki kedudukan yang luar
biasa sebagai seorang ibu. Dalam Islam, ibu memiliki kedudukan yang mulia,
sebagaimana sabda Rasulullah yang mengatakan bahwa “Surga itu berada di
bawah telapak kaki ibu”. Berdasarkan hadits ini, seorang muslim wajib
menghormati ibunya sebagai balasan dari penderitaan yang dirasakan ibunya ketika
mengandung, meahirkan, menyusui, merawat serta mengasuhnya, meskipun
sebenarnya hal itu tidak sebanding dengan pengorbanan ibunya. Perempuan
sebagai seorang ibu harus memahami bahwa pendidikan adalah suatu hal yang
penting bagi anak dalam kehidupannya, karena pendidikan dapat membantu proses
anak untuk menjadi anak yang shalih dan shalihah. Pendidikan juga dapat
menunjang masa depan anak agar lebih baik, dan pendidikan dimuali dari
lingkungan keluarga terutama ibu.
b. Kedudukan Perempuan Dalam Masyarakat
Kedudukan perempuan dalam struktursosial masyarakat sebelum datangnya
Islam sagatlah memprihatinkan. Perempuan dianggap sebagai beban sosial dalam
masyarakta, hal ini disebabkan oleh perspektif masyarakat di masa itu bahwa
perempuan dianggap tidak produktif dalam kesejahteraan agama, bahkan
perempuan dianggap seagai beban ekonomi. Ini yang mengakibatkan adanya
diskriminasi terhadap perempuan dalam pergaulan yang akhirnya membuat
perempuan terasingkan dan banyak terjadinya pembunuhan pada perempuan di
masa itu.
Setelah Islam datang, seperti yang telah penulis paparkan bahwa Rasulullah
memperjuangkan hak-hak perempuan yang akhirnya mengangkat derajat
perempuan. Dalam Islam memang sering membahas perempuan sebagai
perempuan (mislnya dalam soal haid, mengandung, melahirkan dan menyusui
anak). Dan tidak sedikit pula membahas tentang kedudukan sebagai manusia yang
memiliki hak dan kedudukan yang sama dengan laki-laki yaitu dalam hal ibadah
kepada Allah, akhlak mulia serta amr ma’ruf dan nahi munkar. Kedua hal itu sama-
sama menuntun perempuan secara individual menjadi manusia yang mulia, dan
secara kolektif, bersama kaum laki-laki menjadi bagian dari tatanan yang harmonis
baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat.
Masalah yang timbul sekarang adalah keterlibatan perempuan dalam dunia
karir/profesi menimbulkan banyak pendapat dari para ulama, Mengacu pada surah
Al-Ahzab ayat 33 :

َ ‫صلَ ٰوةَ َو َءاتِينَ ٱل َّز َك ٰوةَ َوَأ ِط ۡعنَ ٱهَّلل‬ َّ ‫َوقَ ۡرنَ فِي بُيُوتِ ُك َّن َواَل تَبَر َّۡجنَ تَبَرُّ َج ۡٱل ٰ َج ِهلِيَّ ِة ٱُأۡلولَ ٰۖى َوَأقِمۡ نَ ٱل‬
٣٣ ‫يرا‬ ٗ ‫م ت َۡط ِه‬lۡ‫طهِّ َر ُك‬ ِ ‫س َأ ۡه َل ۡٱلبَ ۡي‬
َ ُ‫ت َوي‬ َ ‫ب عَن ُك ُم ٱلر ِّۡج‬ َ ‫َو َرسُولَ ۚ ٓۥهُ ِإنَّ َما ي ُِري ُد ٱهَّلل ُ لِي ُۡذ ِه‬
Artinya : “Dan hendaklah kamu tetap d rumahmu dan janganlah kamu berhias
dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliyah dahulu, dan
laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ta’atilah Allah dan
Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menhilangkan
dosa dari kamu, wahai Ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-
bersihnya.
Sayyid Quthb mengatakan bahwa waqarna memiliki arti berat, mantap dan
menetap. Lebih jauh beliau berpendapat bahwa “ini tidak sepenuhnya memiliki
arti bahwa wanita harus tetap diam di rumah dan tidak meninggalkan
rumahnya. Ini adalah isyarat bahwa rumah tangga bagi perempuan adalah tugas
pokoknya, sedangkan hal selain itu adalah bukan tugas pokoknya. Beliau juga
mengatakan bahwa fitrah laki-laki sebagai laki-laki dan fitrah perempuan
sebagai perempuan, namun beliau juga menegaskan perbedaan ini bukan
berarti membatasi perempuan dalam hal diluar urusan rumah tangganya.
3. Hak-Hak Perempuan Dalam Islam
a. Hak dan Kewajiban Belajar Dalam Islam
di dalam Al-Qur’an terdapat banyak sekali ayat-ayat yang berbicara tentang
kewajiban mencari ilmu baik bagi laki-laki maupun perempuan, bahkan wahyu
pertama Allah adalah tentang membaca atau belajar. Al-qur’an memberikan pujian
kepada Ulu al-bab yang senantiasa berzikir dan memikirkan tentang kejadian di
langit dan di bumi, yang dari zikir dan pemikiran itu mampu mengantarkan manusia
untuk mengetahui rahasia-rahasia alam raya dan hal ini tidak lain adalah bentuk dari
pengetahuan. Sebutan Ulu al-bab ini tidak terkhusus kepada kaumlak-laki saja,
tetapi juga mencakup kaum perempuan.
Islam adalah Religgious of humanity (agama kemanusiaan), sebab di dalam
agama islam mengajarkan kemaslahatan, kemanusiaan dan kebajukan. ajaran islam
juga mencakup prinsip HAM serta menghormati ajaran yang harus dilakukan oleh
manusia dengan beramal shalih dan berilmu. Rasulullah SAW merupakan pelopor
berdirinya pendidikan untuk perempuan. hal ini dibuktikan dengan adanya
perempuan-perempuan Mekkah pada saat itu yang mempunyai kemampuan dalam
membaca dan menulis. Setelah Rasulullah membuat perempuan mempunyai hak
dalam mencari ilmu dan belajar, banyak perempuan yang mempunyai pengetahuan
yang menonjol dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Salah satu yang menjadi
rujukan para tokoh laki-laki adalah sayidatian Aisyah r.a, yang merupakan istri dari
Rasulullah. Beliau adalah sesorang yang dikenal dengan pengetahuannya yang
sangat dalam dan seorang kritikus. Rasulullah juga tidak memberikan batasan
mencari ilmu hanya untuk perempuan yang merdeka saja, tetapi bagi para budak dan
para perempuan yang berstatus sosial rendah. Sehingga banyak sekali para
perempuan yang mempunyai status sosial rendan dan budak akhirnya mencapai
tingkat pendidikan yang tinggi.
Hak dan kewajiban perempuan dalam belajar dan mencari ilmu itu sama dengan
laki-laki, maka perspektif masyarakat yang menganggap bahwa perempuan tidak
meiliki kewajiban dalam mencari ilmu merupakan pandangan yang salah. Karena
kedudukan perempuan baik dalam keluarga dan masyarakat meiliki peran yang
penting. Perempuan akan menjadi ibu yang mana ibu merupakan madrasah pertama
bagi anak. Maka tentu untuk menjadi pendidik pertama bagi anak, seorang ibu harus
dibekali dengan pendidikan dan ilmu yang tinggi pula agar melahirkan para anak
yang shalih/shalihah serta bermnfaatn bagi agama dan negaranya.
b. Hak Perempuan Dalam Pekerjaan
Perubahan sosial yang signifikan pada setiap zamannya membuat pemikiran
pada perempuan semakin berkembang dan menimbulkan keinginan untuk bekerja.
Namun keinginan perempuan untuk bekerja ini seringkali terhalang oleh keadaan
dimana perempuan mempunyai kedudukan sebagai seorang istri dan seorang yang
yang berkewajiban mengurus urusan rumah tangga. Jika kita menelaah tentang
keterlibatan perempuan dalam pekerjaan di masa awal islam, kita dapat melihat
bahwa para perempuan aktif di berbagai bidang pekerjaan.
Pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan perempuan di masa nabi bermacam-
macam, bahkan perempuan di masa nabi juga terlibat langsung dalam peperangan
membantu para kaum laki-laki. Nama-nama yang tercatat dalam kejadian itu adalah
ummu Salamah (istri nabi), Shafiyah, Laila Al-Ghafariyah dan masih banyak lagi.
Disamping itu para perempuan di zaman nabi aktif pula dalam berbagai bidang
pekerjaan. Keterlibatan perempuan dalam berbagai bidang termasuk bidang
pekerjaan di masa nabi ini menunjukan bahwa dalam islam tidak terdapat larangan
bagi perempuan dalam keikut sertaannya dalam mencari pekerjaan.
Pandangan masyarakat terhadap perempuan yang bekerja sering menjadi konflik
yang tidak bisa kita hindari. Banyak masyarakat yang menganggap perempuan yang
bekerja melalaikan kewajibannya dalam mengurus rumah tangga dan mendidik
anaknya. Padahal tidak sedikit perempuan yang harus ikut bekerja untuk membantu
suaminya dalam meringankan beban nafkah keluarga. Untuk menghindari pandanga
negaif ini maka sebaiknya perempuan mengikuti beberapa syarat dalam bekerja,
yaitu :
1) Tidak meninggalkan tugas utamanya sebagai istri dan ibu
2) Mendapat izin dari suami
3) Bekerja di tempat yang memiliki batasan atara laki-laki dan perempuan
4) Tidak melakukan pekerjaan yang bisa merusak kepribadiannya sebagai
muslimah
5) Menjaga aurat dan kesucian diri
c. Hak Perempuan Dalam Bidang Politik
Sejak islam datang perempuan telah mendapatkan beberapa haknya yang sama
dengan laki-laki. Namun hak perempuan dalam berpolitik ini mendapat dua respon
berbeda dari ulama-ulama terdahulu. Pertama, pendapat yang melarang perempuan
dalam berpolitik. Hal ini bukan tanpa alasan, ada beberapa ayat al-Qur’an yang
dijadikan acuan sebagai larangan bagi perempuan untuk berpolitik, yaitu pada surah
An-Nisa ayat 34 yang menyatakan bahwa laki-laki adalah pemimpin atas
perempuan, karena Allah telah melebihkan sebagian laki-laki atas sebagian
perempuan. Ayat al-Qur’an selanjutnya adalah surah Al-Baqarah ayat 288 yang
menyatakan bahwa laki-laki mempunyai derajat yang lebih tinggi dari perempuan.
Dan pada surah Al-baqarah ayat 282 yang mengkiaskan dua orang perempuan
sebagai ganti dari satu orang laki-laki.
Kedua, pendapat yang membolehkan perempuan dalam berpolitik. Pendapat ini
bukan pendapat yang tidak berdasar, ada beberap ayat Al-Qur’an yang dijadikan
dasarnya,. Salahsatunya adalah surah Al-Naml ayat 23, “Sesungguhnya aku
menjumpai seorang perempuan yang memerintah mereka dan dia dianugerahi segala
sesuatu serta mempunyai singgasan yang besar. Perempuan Itu adalah ratu Balqis
yang memerintah negeri Saba’. Selanjutnya adalah surah a-Taubah ayat 71, tentang
orang-orang yang beriman laki-laki dan perempuan, sebagian dari mereka adalah
penolong bagi sebagian yang lain, mereka menyuruh mengerkana yang ma’ruf dan
mencegah yang munkar, mengerjakan shalat, menunaikan zakat, mentaati Allah dan
Rasulnya, dan mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Jika kita memahami ayat
diatas secara umum, maka ayat diatas merupakan gambaran tentang kewajiban
melakukan kerjasama antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai bidang
kehidupan yang digambarkan dengan kalimat menyuruh mengerjakan yang ma’ruf
dan melarang yang munkar.
Kata ma’ruf disini menyangkut segala bentuk kebaikan atau perbaikan
kehidupan, termasuk memberi kritik atau nasihat kepada penguasa. Dengan
demikian setiap muslim baik laki-laki atau perempuan hendaknya mempunyai
kemampuan dalam mengikuti perkembangan masyarakat agar mampu melihat dan
memberi nasihat dalam berbagai bidang kehidupan termasuk dalam bidang politik.
Dalam islam tidak ada satu ketentuan agama yang melarang keterlibatan perempuan
dalam bidang kehidupan masyarakat termasuk politik.
4. Kesetaraan Gender dan Kedudukan Perempuan di Pondok Pesantren
Daarussa’adah
Pondok Pesantren Daarussa’adah merupakan sebuah pondok pesantren yang
terletak di kabupaten Lebak. Di pondok pesantren Daarussa’adah ini baik santriwan dan
santriwatinya memiliki hak dan kedudukan yang sama, artinya di pondok pesantren ini
tidak menganut sistem patriarki, antara laki-laki dan perempuan memiliki hak dan
kedudukan yang sama. Hal ini dapat dibuktikan dengan tidak adanya batasan bagi
santriwati dalam mempelajari bidang ilmu pengetahuan yang juga dipelajari oleh
santriwannya. Selain itu, adanya beberapa organisasi yang terdapat di pondok pesantren
Daarussa’adah. Salah satunya kepengurusan Osis yang dibagi menjadi dua kepengurusan
yaitu kepengurusan putra dan putri yang masing-masing memiliki ketua pengurusnya.
Meskipun memiliki ketua kepengurusan yang berbeda antara putra dan putri,
kepengurusan organisasi ini saling bekerjasama dalam melaksanakan kegiatan serta
program-program yang mereka punya.
Selain dalam organisasi kepengurusan Osis, ada berbagai ekstrakurikuler yang
dapat diikuti oleh para santri, dari semua ekstrakurikuler yang ada para
perempuan/santriwati memiliki hak untuk bergabung dan mengikuti ekstrakurikuler yang
ada. Keterlibatan perempuan dalam segala proses belajar dan kegiatan di pondok
pesantren daarussa’adah merupakan usaha para guru yang ingin menghapuskan patriarki
di kalangan masyarakat. Aris Salman Alfarisi, kepala sekolah di daarussa’adah
mengungkapkan bahwa, kesetaraan antara laki-laki dan perempuan merupakan hal yang
harus, ini bukan bertujuan untuk menjatuhkan laki-laki tapi untuk merealisasikan upaya
yang telah rasul lakukan dulu di zaman jahiliyah. Saat ini kita sudah memasuki era
modern, perempuan arus dilibatkan dalam perkemabngan dan kemajuan zaman ini. Maka
kami pihak pesantren selalu melibatkan perempuan dalam berbagai kegiatan, baik dalam
kegiatan belajar mengajar, kepengurusan dan semua kegiatan yang ada di pondodk
pesantren daarussa’adah.
Tidak hanya santri wati, para asatidzah juga memiliki hak dan kedudukan yang
sama dengan asatidz di pondok pesantren daarussa’adah. Ada beberapa acara besar yang
diselenggarakan oleh pondok pesantren dan memberi wewenang serta tanggung jawab
kepada asatidzah untuk menjadi penanggung jawab dan ketua penyelenggara acara, hal
ini bertujuan untuk memberikan contoh dan pembelajaran kepada santri bahwa
perempuanpun bisa menjadi pemimpin dan mempunyai hak serta kedudukan yang sama
dengan laki-laki.

KESIMPULAN

Konsep kesetaraan gender dalam Islam adalah adanya posisi yang sama antara laki-laki
dan perempuan dalam memperoleh akses, partisipasi, kontrol dan manfaat dalam aktifitas
kehidupan, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat ataupun kehidupan bernegara.
Dalam islam, selain mempunyai kedudukan sebagai hamba, perempuan memiliki beberapa
kededukan lain. Pertama, dalam lingkungan keluarga, perempuan memiliki tiga kedudukan
yaitu sebagai seorang istri, anak dan ibu. Kedua, dalam lingkungan masyarakat, perempuan
memiliki hak dan kedudukan yang sama dengan laki-laki yaitu dalam hal ibadah kepada
Allah, akhlak mulia serta amr ma’ruf dan nahi munkar. Dalam Islam perempuan juga
memiliki hak yang sama dengan laki-laki yaitu hak menuntut ilmu dan belajar, karena Allah
memerintahkan untuk belajar kepada seluruh umat manusia, bukan hanya kepada laki-laki.
Perempuan juga mempunyai hak dalam bekerja sama dengan laki-laki. Dalam dunia politik
perempuan juga mempunyai hak, karena Allah memerintahkan manusia untuk memerintah
yang ma’ruf.

Di pondok pesantren Daarussa’adah sendiri perempuan mempunyai hak dan kedudukan


yang sama dengan laki-laki. Hal ini dibuktikan dengan adanya keterlibatan perempuan dalam
berbagai kegiatan serta kepengurusan yang ada di pondok peantren Daarussa’adah ini.
Melibatkan perempuan dalam segala aspek adalah bentuk dari perjuangan para guru untuk
menghapuskan system patriarki yang masih mengakar di kalangan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Arisandi Nelsi. Pendidikan Dan Karir Perempuan Dalam Islam, (Jurnal : marwah, 2016), Vol. XV,
h. 129

As-Suyuthi. Al-Jami’ As-Shaghir, (Bairuth : Dar al-Kutub) cct IV Jilid I, h. 145

Baidowi Ahmad. Memandang Perempuan : Bagaimana Al-Qur’an dan Penafsir Modern


Menghormati Kaum Hawa, (Bandung : Marja, 2011), h.55

Departemen Agama. Al-Qur’an Dan Terjemah, 2010

Dewi Ratna. Kedudukan Perempuan Dalam Islam Dan Problem Ketidak Adilan Gender, (Noura :
Jurnal Gender Dan Anak, 2020), h. 8

Harlina Yuni. Hak Politik Perempuan, (Jurnal : Marwah, 2015), VOL. XIV, No. 1, h. 2-3

Mufidah. Psikologi Keluarga Islam : Berwawasan Gender (Jurnal : UIN Press : 2008), h. 18

Putri, dkk. Peran Sosial Perempuan Dalam Perspektif Al-Qur’an, (Al-Furqan : Jurnal Ilmu Al-Qur’an
dan Tafsir, 2021), Volume. 4, No. 2, h. 128

Quraish, M. Shihab. Membumikan Al-Qur’an, (Bandung : Mizan, 2007),

Quraish, M. Shihab. Perempuan, (Jakarta: Lentera Hati, 2005), h. 33

Quraish, M. Shihab. Tafsir al-Misbah, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), cet. VI, h. 469

Suhandjati, Sri Sukri. Pemahaman Islam dan Tantangan Keadilan Gender,(Yogyakarta : Gema
Media. 2002). h. 20

Sumayyah, Fuad Masykur, Inti Ulfi. Kedudukan Perempuan Dalam menuntut Ilmu Perspektif Raden
Ajeng Kartini Dan Relevansinya Dengan Pendidikan Islam, (Jurnal : Tarbawi, 2023), Vol. 6,
No. 1, h. 65

Toha, M. Hasan & Fatkhurrozi. Peran Wanita Karis Dalam Ekonomi Islam, (Al-‘Adalah: Jurnal
Syariah dan Hukum Islam, 2016), h. 50-63
Yunan, M. Harahap. Studi Gender Dalam Islam (Jurnal : Panca Budi, 2018), h. 740

Anda mungkin juga menyukai