Oleh :
R. ACH. SUPANDI
IMAM THOBRONI
2023
ABSTRAK
Fenomena dewasa ini, banyaknya perempuan yang sudah berstatus istri yang telah
berumah tangga tidak hanya memenuhi kewajibannya dalam urusan rumah tangga saja seperti
kasur, dapur. Tapi mereka masih banyak memilih untuk berperan aktif di ruang publik untuk
mendapatkan penghasilan. Secara moralitas lelakilah yang seharusnya aktif dalam dunia
pekerjaan dan wanita bertugas mengurus rumah tangga. Namun fakta yang terjadi saat ini wanita
juga aktif dalam mencari pekerjaan disebabkan rendahnya pendapatan suami dan meningktnya
standar kebutuhan hidup.
Permasalahan-permasalahan yang dikaji dalam kajian ini beserta tujuannya adalah untuk
mengetahui serta mendeskripsikan pandangan maqashid as-Syari’ah terhadap perempuan publik
dalam kehidupan rumah tangga, mendeskripsikan tinjauan ilmu hukum keluarga terhadap
perempuan publik dalam kehidupan rumah tangga, Untuk mengetahui faktor yang dapat
mempengaruhi perempuan berkiprah di ranah publik dalam kehidupan rumah tangga.
Penelitian ini menggunakan metode kajian pustaka (librari researc), teknik pengumpulan
data pada penelitian ini adalah dengan cara telaah dokumen dan mengumpulkan data-data yang
berkaitan dengan judul, teknik analisis data pada kajian ini adalah diskriptif..
Berdasarkan dari hasil kajian, bahwa perempuan publik dalam kehidupan rumah tangga
dalam pandangan maqashid as-Syari’ah diperbolehkan karena istri yang melakukan peran aktif
di ranah publik tersebut rmengandung maslahah yang baik. Dan selama ia bekerja tidak
mengesampingkan tugasnya sebagai ibu rumah tangga, untuk menyikapi perempuan publik
dalam pandangan ilmu hukum keluarga adalah Islam tidak melarang perempuan berkarir, asalkan
tetap menjaga hukum, memelihara diri dan kehormatannya sebagaimana Islam telah menjaganya.
Mereka boleh melakukan aktivitas ekonomi asalkan tugas utamanya tidak terlantar, Faktor yang
menyebabkan perempuan publik dalam rumah tangga bekerja diantaranya yaitu: Adanya desakan
ekonomi dan keinginan untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarga, Penghasilan suami yang
dirasa kurang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehar-hari, Jumlah tanggungan keluarga,
Adanya pengaruh lingkungan, teman dan dorongan dari kelurga dan suami.
Kata Kunci: Perempuan Publik, Maqashid as-Syariah dan Ilmu Hukum keluarga
A. Latar Belakang
Perempuan menjadi salah satu faktor penting dalam peradaban dan bagian dari sebuah
masyarakat yang tak terpisahkan. Tanpa adanya perempuan mustahil sebuah masyarakat akan
terbentuk dengan sempurna. Sebagaimana ada hak dan tanggung jawab atau kewajiban
Kendati demikian, di zaman modern ini, kemajuan suatu bangsa ditentukan bagaimana
sikap bangsa terhadap perempuan di ranah publik. Sebagaimana para aktivis yang banyak
menyuarakan dengan lantang tentang signifikansi peran perempuan dari berbagai arah. Hal ini
tidak luput dari dukungan dan tuntutan bangsa-bangsa atas nama masyarakat global. Namun,
peran yang dilakukan oleh perempuan zaman dulu dan sekarang tidak lagi sama. Hal inilah
yang dapat menuntut kesadaran manusia bahwa apa yang mereka butuhkan ini adalah apa
yang dipilih dan dikerjakan. Dan peran perempuan terus mengalami dinamika setiap
periodenya.
Keberadaan perempuan dari masa ke masa tidak bisa di pandang sebelah mata. Sebab
ada beberapa sifat perempuan yang dapat membantu terhadap kinerja dalam sebuah pekerjaan
tertentu. Seperti lemah lembut, ulet,mengayomi, dan banyak lagi. Tak heran,banyak
negara. Bahkan diberikan mandat untuk memegang jabatan tertinggi di kursi pemerintahan.
Dan banyak lagi kaum perempuan yang mendapat kesempatan bekerja sama memecahkan
masalah dalam suatu wadah tertentu, seperti dalam lingkup organisasi masyarakat (ormas),
partai politik, dan banyak lagi. Soal posisi perempuan, Rasulullah melukiskan bahwa, mereka
ِّ ُشقَائِّق
ialah mitra laki-laki (االر َجال َ ِّ)اَالن
َ سا ُء 1
konflik diinternal keluarga. Sebagai perempuan yang telah berstatus isteri, tugas dalam rumah
tangga tidak bisa dinomer duakan. Agama pun mengatur demikian. Kehadiran sosok ibu yang
bisa menjadi Madrasatul Ula bagi anak-anaknya sangat diharapkan. Tak jarang banyak suami
yang kurang pasrah melihat isterinya terlalu aktif di luar lingkungan keluarga, baik secara
langsung maupun melalui media yang kerap membuat para ibu-ibu zaman now menyibukkan
dirinya di depan gadget, bahkan mengumbar pribadinya. Hal inilah yang menjadi
Di lingkungan saat ini fenomena wanita bekerja sudah sangat tidak asing lagi di
dengar. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi wanita bekerja diantaranya yakni dari segi
perekonomian yang tujuannya hanya untuk mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.2 Dan salah satu faktor dominan yang mendorong maraknya perempuan untuk ikut
berkiprah/karier di ranah publik adalah ketidakmampuan kepala keluarga atau suami dalam
memberi nafkah kepada isteri dan anaknya. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya perceraian
disebabkan faktor ekonomi. Secara moralitas lelakilah yang seharusnya aktif dalam dunia
pekerjaan dan wanita bertugas mengurus rumah tangga. Namun fakta yang terjadi saat ini
wanita juga aktif dalam mencari pekerjaan disebabkan rendahnya pendapatan suami dan
meningktnya standar kebutuhan hidup. Dari beberapa benyaknya pekerjaan yang di geluti para
wanita ini seperti dalam bidang perindustrian dan ART tidak banyak mengeluarkan modal dan
1
K.H. Afifuddin Muhajir, Fiqih Tata Negara, (Yogyakarta: IRCiSoD 2017), hlm. 47.
2
Wantini dan Kurniati, Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi wanita bekerja, (STIA Alma Ata:
2013), Vol III No.1, hlm. 64.
hanya mengandalkan sekill dasar keseharian para wanita ni. Profesi lainya seperti pegawai
Banyaknya perempuan yang berkarier seperti sekarang ini selain membawa nilai-nilai
manusia, dan meningkatnya rasa percaya diri, juga dapat menimbulkan masalah dan nilai-nilai
negatif, seperti berkurangnya perhatian terhadap pasangan maupun anak-anak akibat kedua
orang tuanya disibukkan dengan pekerjaan masing-masing, pergaulan bebas terjadi pada anak-
anak karena berkurangnya pengawasan orang tua, serta timbulnya fenomena baru yang
Dalam dunia Islam, hal seperti ini keluar dari adat kebiasaan yang lebih menganjurkan
agar seorang istri fokus mengurusi segala aktivitas yang ada di dalam rumah tangga, dan
suami dibebankan kewajiban sepenuhnya untuk mencari nafkah. Nafkah dalam perspektif
fikih klasik diwajibkan karena tiga sebab, yaitu adanya ikatan perkawinan, nasab, dan
kepemilikan.4 Adapun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), ketentuan nafkah dijelaskan
cukup detail meliputi kewajiban suami menafkahi istri, macam-macam nafkah, pembebasan
suami dari nafkah oleh isteri, dan gugurnya hak nafkah isteri.
Wanita karir dalam kaca mata agama Islam dibolehkan bekerja selama tidak
menghalalkan segala cara dengan alasan apapun untuk bekerja. Wanita tetap harus memenuhi
3
Tri Kuntari Devira, Peranan Tenaga Kerja Wanita Sebagai Buruh Di Industri Kacang Intip terhadap
pendapatan rumah tangga di Kecamatan Rambutan Kota Tebing Tinggi, (Journal On Social Economics Vol.3,
No.2), H.3.
4
Muhammad al-Khatib al-Syarbini, Mughni Ila Ma’rifati Alfadzi al-Minhaj, Juz V (Maktabah Syamilah
versi 3.48), hlm. 151.
kewajiban yang dibebankan kepadanya karena itu wanita wajib memprioritaskan urusan
keluarga dahulu daripada bekerja, dikarenakan hukum wanita bekerja adalah mubah.
Allah SWT., berfiman dalam surah an-Nisa ayat 32 : Artinya: “Dan janganlah kamu
iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebaagian kamu lebih banyak dari
sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang
mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan,
dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui segala sesuatu”.5
Dalam al-Qur’an sudah dijelaskan bahwa Allah SWT., menciptakan makhluk
berdasarkan perbedaan. Salah satu perbedaan manusia diciptakan ada yang laki-laki dan
sebagainya wanita titik diberi kewajiban dan hak dengan porsinya masing-masing. Maka dari
itu wanita juga berhak atas harta yang didapat, mahar, atau gaji yang diperolehnya. 6 Di atas
dapat menunjukkan bahwa wanita mampu juga terjun dalam dunia bekerja.
Oleh karena fenomena dewasa ini banyak perempuan yang memilih berkiprah diranah
publik, penulis terdorong untuk melakukan penelitian tentang peran perempuan dengan
menggunakan pendekatan maqashid as-Syari’ah dan ilmu hukum keluarga. Penelitian dalam
skripsi ini, penulis mengangkat judul “Perempuan Publik dalam Rumah Tangga
mengetahui dan lebih menghargai perempuan yang ikut terjun untuk membantu perekonomian
keluarga.
Hasil dari kajian yang dilakukan adalah, dalam mengambil hukum dari suatu nash,
penulis melandaskan dengan pendekatan maqashid as-Syari’ah yang dikenal sebagai salah
satu perangkat dalam melakukan istinbat hukum. Sementara, maqashid as-Syari’ah ketika
5
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Surabaya: Dana Karya 2002), 108. A. Fauzi
Nurdin, Wanita Dalam Islam dan Transformasi Sosial Keagamaan (Jakarta: Gramedia 2009), hlm. 31.
6
A. Fauzi Nurdin, Wanita Dalam Islam dan Transformasi Sosial Keagamaan (Jakarta: Gramedia 2009),
hlm. 31.
ditarik pada aturan ilmu hukum keluarga yang berlaku di Indonesia yang dalam hal ini adalah
Kompilasi Hukum Islam, hasil yang didapat adalah bahwa kewajiban suami adalah wajib
untuk memberikan mahar, nafkah, dan pendidikan bagi keluarga yang ia tanggung, meskipun
istri tersebut menjadi perempuan publik dan berkarir. Sementara seorang istri wajib taat pada
suami, mengatur rumah tangga dan lain sebagainya. Hal ini ada kesesuaian dengan Kompilasi
lima prinsp maqashid as-Syari’ah dinyatakan perbuatan itu adalah bermanfaat. Segala bentuk
tindakan manusia yang menyebabkan tidak terwujudnya atau rusaknya salah satu prinsip
yang lima yang merupakan tujuan Allah SWT. perbuatan itu termasuk mudharat atau
merusak. Segala usaha dapat menghindarkan atau dapat menyelamatkan atau menjaga
mudharat atau kerusakan itu, disebut usaha yang baik atau maslahah. Itulah sebabnya secara
mudharat.7
Seiring dengan kemajuan zaman maka juga meningkatnya populasi dalam masyarakat
membuat juga meningkat dalam pemenuhan kebutuhan hidup baik kebutuhan primer,
skunder, dan tersier. Pemenuhan tersebut harus sesuai dengan porsinya masing-masing
karena tidak semua kebutuhan harus terpenuhi. Karena dibalik untuk memperoleh kebutuhan
manusia membutuhkan pengorbanan. Mereka dituntut untuk bekerja agar dapat memenuhi
dan menjamin kesejahteraan keluarganya. Oleh karena itu manusia harus bekerja agar
7
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 2,…hlm. 238.
memperoleh feedback atau penghasilan finansial untuk menjadi alat tukar dalam pemenuhan
kebutuhan hidup.
Dimasa ini partisipasi bekerja tidak memandang golongan ataupun gender demi
kelangsungan pembangunan. Tidak terkecuali para perempuan yang menjadi TKW yang
bekerja diluar Negeri saat ini juga sudah diakui dikalangan masyarakat. Tujuan para
perempuan bekerja ini tidak lain adalah dengan adanya harapan untuk peningkatan
Terpenuhinya ekonomi dalam keluarga dengan cara aktivitas bekerja yang dapat
dilakukan oleh suami, istri ataupun kerabat yang tinggal dalam rumah tersebut. Dalam al-
Qur’an upaya-upaya tersebut telah disebutkan sebagai penghargaan atas perjuangan dalam
mempertahankan kelangsungan hidup atau amanah yang harus dijaga. Dalam Islam,
perempuan memang tidak dilarang untuk bekerja, hanya saja dianjurkan untuk keadaan yang
darurat. Ketika keadaan darurat ini perempuan dibutuhkan tenaganya untuk membiayai
kebutuhan hidup keluarga. Ketika suami tidak mampu memenuhi nafkah keluarganya, berarti
yang berperan penting dalam keluarga yakni seorang perempuan atau istri dalam urusan hal
perekonomian.
Dalam maqashid as-Syari’ah ada kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi dalam
perekonomian. Dalam maqashid as-Syari’ah ada kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi
1. Memelihara jiwa yakni seperti kebutuhan makan, minum, berpakaian, dan tempat
tinggal.
tempat belajar.
5. Memlihara harta, seperti halnya membuat tabungan untuk masa tua, atau sebagaian
dibutuhkan untuk peningkatan pendapatan keluarga, menurut konsep ini para perempuan
lebih mengutamakan untuk membantu kebutuhan primer. Sebab perekonomian rumah tangga
lainnya. Dalam hal ini para perempuan dominan untuk menjadikan pengaturan pengeluaran
keluarganya dengan cara tidak untuk berfoya-foya, berlebihan, dan boros supaya dapat
tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Hal ini disebutkan dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat
32:
Artinya: “dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang
mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka
usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah
maha mengetahui segala sesuatu”
Ayat diatas menjelaskan bahwa pembagian hasil dan usaha antara kaum laki-laki dan
dan perempuan sama dalam memperoleh hak bekerja yang layak, sehingga mereka juga
mendapatkan upah atau gaji sesuai pekerjaan mereka. Al-Qur’an juga menjadi rujukan
prinsip dasar umat Islam yang menunjukkan bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan
sudah sangat adil. Dimana satu sama lain tidak memiliki keunggulan sehingga status dalam
kedudukannya adalah sama. Dengan kata lain suami istri mempunyai hak dan kewajiban
masing-masing.
Peran perempuan bekerja ini memiliki sisi positif dan negative, dimana jika muncul
sisi positif maka akan juga diiringi sisi negative. perempuan bekerja diluar rumah harus
bekerjanya mereka ini lebih memunculkan kemanfaatan yang positif maka diperbolehkannya
untuk bekerja diluar rumah. Tetapi sebaliknya jika perempuan ini bekerja dan lebih banyak
Secara umum dapat disimpulkan bahwa setiap masyarakat memiliki norma dan setiap
warga ingin hidup normal dengan mengikuti norma tersebut. Ada empat jenis norma yang
mengatur hidup dan kehidupan manusia; norma adat atau tradisi, norma agama, norma
hukum, dan norma susila.8 Teoritis feminis mengemukakan bahwa hukum disadari atau tidak
biasanya absen dari wilayah domestik dan akibatnya perempuan yang lebih banyak berkiprah
di wilayah ini dibiarkan tanpa perlindungan menghadapi dominasi pria. Dalam banyak situasi
pribadi atau wilayah rumah tangga dimana hukum sebaiknya tidak turut campur.
Satu sisi perempuan berada pada posisi lemah dan sisi lain dominasi pria malah
semakin diperkuat. Contohnya dalam hukum perikatan tidak ada kesepakatan dapat
dijalankan kecuali memenuhi persyaratan tertentu. Di banyak sistem hukum ini termasuk izin
8
Nur Ahmad Fadhil Lubis, Yurisprudensi Emansifatif, (Bandung: Cita Pustaka Media, 2003), Cet. Ke 1,
hlm. 37.
suami bagi perempuan menikah, tetapi biasanya tidak diperlukan izin istri bagi pria yang
berumah tangga. Pemisahan wilayah publik dan domain privat-domestik memang sering
mulia disisi Allah serta tidak diganggu oleh laki-laki, maka tanamkanlah ketaqwaan,
keimanan, mendekatlah diri kepada Allah dengan menjalankan apa yang diperintahkan dan
pakailah pakaian yang menutupi aurat ketika berada di luar rumah, Insya Allah kehormatan
Masalah yang dihadapi perempuan, makin banyak dan sulit, rumit, kompleks, karena
posisi penting pemerintahan, sementara letak dasar perempuan paripurna harus tetap di dalam
pergaulan sesama manusia. Justru di situ letak masalah, lantaran perempuan makin
Secara umum dapat diketahui bahwa perempuan salehah adalah perempuan yang
selalu menunaikan perintah Allah dan menjauhi laranganNya. Karena dengan taat kepada
Allah dengan sendirinya akan taat kepada Rasul sehingga ia akan punya tanggungjawab
moral dan peran besar terhadap kehidupan masyarakat dan mengetahui tanggung jawab hari
ini dan hari sesudah kematian. Sehingga ia menyempatkan diri untuk melengkapi dirinya
9
Ibid, hlm.43.
10
Baidowi Syamsuri, Wanita Dan Jilbab, (Surabaya: Anugrah, 1993), Cet. Pertama, hlm. 182
dengan ilmu dan iman, khususnya ilmu yang akan menjunjung harkat dan martbatnya dalam
Dari zaman dulu tugas alamiah perempuan memang menjaga rumah tempat tinggal
bertambah umur bumi ini keadaan alamiah terusik dengan hasil pola pikiran yang disebut
budaya. Dalam perjalanan sejarah, disintegrasi biasanya terjadi karena perempuan mulai
meninggalkan rumah. Pada abad ke 5 M, Yunani bangsa yang paling tinggi budayanya,
waktu itu wanitanya tinggal di rumah, akan tetapi zaman sesudah Alexander, kota tersebut
mulai mengalami keruntuhan, disitulah mulai terjadi feminist movement seperti emansipasi
di masa kini.
Di sinilah mulai timbul dampak dari perempuan karir, dampak itu bukan saja
menimpa perempuan sendiri tetapi juga keluarganya. Namun jika ditanya kepada perempuan
masa kini, agaknya hampir tak mungkin mendapatkan jawaban dari mereka yang menyatakan
ingin tidak keluar rumah. Karena itu, untuk meluruskan pandangan tersebut, harus dengan
ketegasan dan didukung oleh dalil naqli dari al-Qur'an maupun hadits Rasulullah SAW.
menanggung beban seperti dalam perdagangan, jabatan fungsional dan sebagainya. Tugas
perempuan adalah mengelola rumah, membentuk dan mendidik anak menjadi pribadi yang
benar. Kalimat tidak mengharuskan bukan berarti melarang wanita bekerja. Mereka boleh
melakukan aktivitas ekonomi asalkan tugas utama tidak terlantar. Istri Rasulullah, Khodijah
11
Abu Rifqi al-Hanif, dan Lubis Salam, Analisa cirri-ciri Wanita Muslimah, (Surabaya: Terbit Terang,
t.th.), hlm. 7.
ra. adalah pengusaha yang berhasil, tetapi beliau wanita yang terhormat, berakhlak tinggi,
perempuan mengurus rumah dan keluarganya. Sebaliknya Islam mengharuskan pria bekerja
dan menganjurkan pria membantu istrinya mengurus rumah tangga sebagaimana dicontohkan
tetap menjaga hukum, memelihara diri dan kehormatannya sebagaimana Islam telah
menjaganya. Sebenarnya perempuan muslimah bisa berperan pada aktivitas sosial, seperti
mengurus yayasan yatim piatu, syi’ar Islam di kalangan kaum perempuan juga bisa bergerak
di bidang perluasan ilmu pengetahuan, melalui kelompok pengkajian, pendidikan bagi anak-
anak, penelitian tentang gizi, menjadi suster di rumah sakit Islam untuk mengurus pasien
Dari semula perempuan sudah mempunyai lingkup kegiatannya sendiri yang kini
dapat dikembangkan dalam skala besar, seperti sektor jasa boga, industri rumah tangga,
industri obat-obatan. Bila kaum pria adalah proaktif dari pekerja sektor industri, kaum
perempuan adalah proaktip dari pekerja dalam bidang jasa informatika dan masih banyak lagi
Syari'at Islam tidak melarang wanita bekerja selama adab syar’i tetap dijaga, tidak
terjadi ikhtilath antara pria dan perempuan sehingga secara minim tidak produktif.12 Perlu
dikatahui bahwa busana muslimat awal satu langkah untuk membentuk pribadi yang luhur
12
Muhammad Amman ibn Ali Al Jami' (1984) “Pelita Rumah Tangga Islam” (Wanita Karir), hlm. 15.
untuk kesempurnaan ibadah dan akhlak.13 Dalam agama Islam ada beberapa tata krama
1. Tidak keluar rumah kecuali seizin suaminya, hendaknya ia keluar dengan tidak
bershias mencari jalan yang sepi dan tidak ditempat ramai, menjaga suaranya agar
3. Senantiasa memperbaiki dirinya dan mengatur rumah tangganya dengan baik, tidak
4. Senantiasa merasa cukup dengan pemberian suaminya dari rezki yang diberikan Allah.
suaminya.14
Selanjutnya Islam melihat hukum wanita karir adalah mubah, selama ia masih
menjaga kodratnya sebagai wanita, sebagai ibu dan sebagai istri dan apa yang diperolehnya
merupakan suatu ibadah sedekah terhadap rumah tangganya. Namun hukum tersebut bisa
berubah menjadi haram, bila para perempuan melalaikan tugasnya dan bekerja tanpa izin
suaminya.
13
Dan bukan berarti bahwa orang yang memakai jilbab itu mesti baik akhlaknya da budi pekertinya, tetapi
dengan berbusana musimah (jilbab) adaah satu usaha untuk menuju kesempurnaan akhlak. Lihat Baidowi. Wanita
Dan Jilbab... hlm. 183.
14
Al-Gazali, Rahasia Dibalik Tirai Pernikahan, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001) Cet. Ke 1, hlm. 164.
1. Faktor Ekonomi
Kerap kebutuhan rumah tangga yang begitu besar dan mendesak, membuat suami
istri harus bekerja untuk bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Terlebih lagi pada saat
sekarang, di mana harga barang dan biaya hidup menjadi semakin tinggi, membuat sang
istri tidak punyak pilihan lain kecuali ikut mencari pekerjaan di luar rumah, meskipun
seseorang. Adapaun diantaranya faktor ekonomi dapat berupa keadaan ekonomi keluarga
berpengaruh besar dalam partisipasi wanita yang bekerja dengan tujuan membawa
perubahan pandangan dan sikap yang sama pentingnya pendidikan bagi kaum wanita dan
pria, maka dari itu banyaknya kesadaran perempuan dalam berpartisipasi dalam
Semakin banyak keluarga yang ada dalam rumah tangga maka semakin banyak
pula tangungan biaya hidupnya. Bekerja dan mengurus rumah tangga bergantung pula
3. Usia
pendapatan yang akan dicapainya. Semakin dewasa seseorang maka keterampilan dalam
bidang tertentu akan semakin menigkat, kekuatan fisik juga meningkat, kekuatan fisik
sektor informal yang mengandalkan kemampuan fisik akan semakin berpengaruh oleh
4. Unsur Pendidikan
Banyak di antara para perempuan bekerja bukan karena dorongan faktor ekonomi
semata, karena suami mereka berpenghasilan lebih dari cukup dan mempunyai pekerjaan
tetap, tetapi lebih karena didorong faktor keinginan mempraktekkan dan memanfaatkan
ilmu yang telah diperjuangkan selama bertahun-tahun di perguruan tinggi.15 Hal itu
disebabkan oleh struktur pola perempuan berubah sama cepatnya dengan perubahan dan
Semangat emansipasi perempuan harus mendapat tempat yang seimbang ditengah hiruk
pikuknya peradaban indonesia dewasa ini. Dan kontribusi perempuan yang besar ini
merupakan konsekuensi logis hasil pendidikan. Dengan kata lain, banyaknya kaum hawa
yang banyak mengeyam pendidikan, kaum hawa menjadi lebih mampu dan lebih
menguasai berbagai bidang (lapangan pekerjaan) dan tidak sedikit diantara mereka yang
juga menekuninyasebagai sebuah profesi atau karir, sehingga pada akhirnya menjadikan
Adanya keinginan wanita dalam bekerja juga salah satu pendorong faktor ekonomi
15
Yaumil Agoes Achir, “Wanita dan Karya suatu Analisa Dari Segi Psikologi” dalam Emansipasi dan
Peran Ganda Wanita Indonesia, (jakarta: UI Press, 1985), hlm. 71.
16
Abdus Salam DZ “Perempuan dan Motif Ekonomi” dalam Jurnal Equalita, (Cirebon: PSW STAIN
Cirebon, 2001), Vol. 1, No. 1, hlm. 55.
dalam wanita bekerja. Keinginan wanita menjadi mandiri dalam dunia finansial tidak
pekerjaan yang memperoleh penghasilan yang nantinya akan digunakan untuk kebutuhan
a) Adanya desakan ekonomi dan keinginan untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarga.
b) Penghasilan suami yang dirasa kurang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehar-hari.
d) Adanya pengaruh lingkungan, teman dan dorongan dari kelurga dan suami.
Kesimpulan
Perempuan public yang berperan aktif di luar rumah dalam kaca mata maqashid as-Syari’ah
disini, masuk pada maslahah yang hajiyyat. Sementara pekerjaan yang dilakukan olehnya adalah
untuk memelihara jiwa seperti kebutuhan makan, minum, berpakaian dan tempat tinggal.
17
Fauzia, Aktivitas Wanita dalam Ekonomi dan Domestik, (Jurnal PWS Vol. 5 No. 25), 2012, hlm. 9.
18
Risnawati, “Peran Ganda Istri yang Bekerja dalam Membantu Ekonomi Keluarga Buruh Perkebunan
Kelapa Sawit Pada PT. Bumi Mas Agro di Kecamatan Sandaran Kabupaten KutaiTimur” eJournal Sosiatri Sosiologi
Vol. 4. No. 3 (2016), hlm.117.
Sehingga Perempuan publik dalam kehidupan rumah tangga dalam pandangan maqashid as-
Syari’ah diperbolehkan karena mengandung maslahah yang baik. Dan juga selama ia bekerja
Islam tidak melarang perempuan berkarir, tetapi mengharuskan perempuan mengurus rumah
dan keluarganya. Sebaliknya Islam mengharuskan pria bekerja dan menganjurkan pria
memelihara diri dan kehormatannya sebagaimana Islam telah menjaganya. Mereka boleh
melakukan aktivitas ekonomi asalkan tugas utama tidak terlantar. Istri Rasulullah, Khodijah ra.
adalah pengusaha yang berhasil, tetapi beliau wanita yang terhormat, berakhlak tinggi, hijab
Faktor yang menyebabkan perempuan publik dalam rumah tangga bekerja diantaranya yaitu:
Adanya desakan ekonomi dan keinginan untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarga,
Penghasilan suami yang dirasa kurang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehar-hari,
Jumlah tanggungan keluarga, Adanya pengaruh lingkungan, teman dan dorongan dari kelurga