Anda di halaman 1dari 14

Hukum dan Gender

Kesetaraan Gender: Peran Perempuan dalam Meningkatkan


Kesejahteraan Ekonomi Keluarga

Dosen Pengampu : Dr. Muskibah S.H., M.Hum

Disusun oleh:
Arnis Pratiwi (B10017052)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JAMBI
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peran dan kedudukan perempuan di masyarakat dahulu masih berkisar di
dalam rumah tangga dan berkutat dengan 3M, yaitu Masak (memasak), Macak
(bersolek) dan Maranak (melahirkan anak).1 Hal ini berhubungan dengan budaya
patriarkhi yang kental pada zaman kolonial, dimana pendidikan formal untuk
kaum laki-laki dianggap lebih penting dibanding kaum perempuan. Bahkan pada
zaman itu kaum perempuan dilarang mendapatkan pendidikan, dikarenakan tugas
perempuan hanya di ruang privat. Perempuan memiliki peran dan tanggung jawab
terhadap pemeliharaan keutuhan keluarga atau rumah tangga, sedangkan laki-laki
memiliki peran dan tanggung jawab dalam hal pemenuhan ekonomi keluarga.
Peran yang berbeda antara perempuan dan laki-laki dalam keluarga dan
masyarakat merupakan akibat dari pembagian pekerjaan secara seksual. Karena
perempuan hamil, melahirkan dan meyusui mereka lebih dihubungkan dengan
pekerjaan-pekerjaan reproduktif. Pekerjaan-pekerjaan yang termasuk jenis
pekerjaan ini antara lain pekerjaan tumah tangga dan merawat anak. Sebaliknya,
laki-laki lebih dihubungkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang berada di luar
rumah atau produksi (sektor publik). Dari pembagian peran tersebut timbul
anggapan bahwa kekuatan fisik perempuan tidak lebih dari laki-laki, sehingga
perempuan adalah makhluk yang lemah.
Namun, dengan adanya pergerakan kaum perempuan mendorong
terjadinya perubahan yang membuat perempuan kini mampu mengekpresikan
dirinya tidak hanya di ranah domestik tetapi di ruang publik. Pergerakan
perempuan memberikan kesempatan kepada perempuan untuk mengikuti
pendidikan formal sebagaimana laki-laki. Tidak hanya kesempatan dalam
memperoleh pendidikan tetapi dalam berbagai bidang pun perempuan
mendapatkan kedudukan yang setara dengan laki-laki. Berbagai keberhasilan yang
dulu hanya milik kaum laki-laki sudah banyak bergeser. Perkembangan dunia

1
Kamla Bhasin, Menggugat Patriarki, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2000), hlm1
perempuan dalam berbagai bidang semakin tidak terelakan, salah satunya di
bidang ekonomi. Banyak perempuan bekerja bermunculan dengan adanya
kesetaraan gender. Fenomena munculnya perempuan bekerja atau wanita karir di
Indonesia mulai menjamur khususnya di daerah perkotaan sebagai pusat industri.
Mereka bekerja di pabrik, restoran, kantor, bahkan di pusat pemerintahan sebagai
ruang publik. Tidak sedikit perempuan yang menjadi anggota DPR, walikota,
bahkan menjadi presiden. Tidak sedikit pula perempuan yang bekerja dalam
profesi yang biasa dilakukan oleh laki-laki, seperti halnya sopir transjakarta,
kondektur, buruh angkut, bahkan buruh bangunan.
Pandangan perempuan bekerja pun mulai bergeser. Perempuan bekerja
dianggap sebagai gambaran perempuan modern dan perempuan tidak bekerja atau
ibu rumah tangga dianggap sebagai perempuan tradisional. Begitupun dengan
pandangan bahwa perempuan bekerja merendahkan kaum laki-laki bergeser
menjadi perempuan sebagai partner laki-laki untuk menumbuhkan relasi dalam
membangun keutuhan rumah tangga. Perempuan bekerja selain sebagai bentuk
kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan, juga untuk membantu
perekonomian keluarga. Hal ini terjadi karena suami dianggap kurang mampu
memenuhui perekonomian keluarga. Namun menjadi seorang wanita karir yang
telah berkeluarga atau ibu bekerja memiliki beban ganda yang cukup berat. Selain
bekerja, perempuan diupayakan tidak mengurangi kewajibannya untuk mengurus
keluarga sehingga diperlukan komitmen yang serius antara suami dan isteri agar
tidak terjadi pertikaian di dalam keluarga.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana kesetaraan gender mampu membuat perempuan
mengekspresikan diri di ruang publik?
2. Bagaimana bentuk partisipasi perempuan dalam membantu
perekonomian keluarga?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui perempuan mengekspresikan diri melalui kesetaraan
gender
2. Mengetahui bentuk partisipasi perempuan dalam membantu
perekonomian keluarga

1.4. Manfaat Penulisan


1. Kegunaan praktis. Dapat mengetahui dan memahami peran perempuan
dalam membantu perekonomian keluarga
2. Kegunaan teoritis. Memberikan pemahaman mengenai kesetaraan
gender dan feminisme kepada masyarakat terutama pembaca.

BAB II
PEMBAHASAN
Konsep Keluarga
Kata keluarga berasal dari bahasa Latin, yaitu Famulus yang artinya
pembantu rumah tangga. Sedangkan kata familia berarti budak yang menjadi
milik seorang laki-laki. Menurut asal kata tersebut, dapat dikatakan bahwa
perempuan merupakan milik suami dan laki-laki memiliki kebebasan atas
perempuan yang dinikahinya. Sehingga, tindak kekerasan terhadap perempuan
dilembagakan melalui sistem keluarga.2
Menurut Bailon dan Maglaya, keluarga adalah dua atau lebih individu
yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan,
atau adopsi yang saling berinteraksi satu sama lain. Ada beberapa fungsi keluarga,
yang pertama adalah untuk mengatur penyaluran dorongan seks. Fungsi kedua
yaitu, reproduksi berupa pengembangan keturunan, hal ini pun diatur dalam
system keluarga. Ketiga, keluarga berfungsi mensosialisasikan anggota baru di
masyarakat sehingga dapat memerankan peranan yang harus dilakukan individu.
Keempat, keluarga memiliki fungsi afeksi yaitu memberikan kasih sayang kepada
anggota keluarganya. Kelima, keluarga memberikan status kepada anaknya.
Keenam, keluarga memberikan perlindungan kepada masing-masing anggota
keluarganyanya. 3
Di dalam keluarga, masing-masing keluarga memiliki peranan masing-
masing. Ayah memiliki peranan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan
pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, dan sebagai anggota dari
masyarakat/kelompok sosial. Peranan ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya
berperan mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh, pendidik dan pelindung dari
anak-anaknya. Selain itu, istri dapat memiliki peran sebagai pencari nafkah untuk
membantu kebutuhan ekonomi keluarganya. Kemudian, anak memiliki peranan
sebagai pelaksana peran psiko-sosial sesuai dengan lingkungan yang berdasarkan
pada tingkatan perkembangan baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.
Peran Perempuan
Peran perempuan dalam ranah domestik sangat penting namun tidak ada
jaminan serta penghargaan dalam bentuk materi. Perempuan memberikan
kesempatan yang lebih kepada laki-laki dalam melakukan kegiatan ekonomi.
Laki-laki menjadi satu-satunya agen ekonomi tempat perempuan bergantung
secara finansial. Ini menggambarkan bagaimana perempuan dalam rumah tangga

2
Kalyanamedia, Gender dalam Keluarga, Jakarta: Kalyanamitra, 2006,hal.6.
3
Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1993,
hal.162
bekerja dari pagi sampai malam tetapi tidak dibayar. Bahkan segala status sosial
dan ekonominya selalu mengikuti suaminya, bukan pencapaian sendiri.
Kesselmen dan kawan-kawan mengatakan bahwa pekerjaan rumah tangga
yang dilakukan oleh perempuan sangat menguras tenaga dan waktu. Pekerjaan
rumah tangga bahkan dilakukan sebelum matahari terbit. Ketika anak-anak pergi
ke sekolah dan suami bekerja, perempuan kembali dihadapkan pada pekerjaan
rumah tangga yang tak kunjung usai. Anak dan suami pulang, mereka perlu
disiapkan makanan. Bahkan ketika malam, perempuan masih harus mendampingi
anaknya belajar kemudian melayani suaminya. Pekerjaan perempuan di ranah
domestik menguras tenaga, waktu dan membutuhkan keterampilan. Sementara itu,
keterlibatan peran laki-laki dalam kegiatan domestik masih sangat jarang, sebab
kebanyakan laki-laki diasosiasikan dalam peran mencari nafkah saja. Studi
perempuan yang mengkaji relasi gender di berbagai masyarakat dunia, pada
umumnya sependapat bahwa terjadi ketidakadilan dalam hubunggan gender.
Mansour Fakih menjelaskan bahwa ada enam ketidakadilan gender yang terjadi
pada perempuan, yaitu (1) marjinalisasi atau proses pemiskinan ekonomi pada
perempuan; (2) subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik;
(3) pembentukan stereotipe perempuan atau melalui pelabelan negatif; (4)
kekerasan (violence) terhadap perempuan, (5) beban kerja tidak proporsional,
beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden), serta (6) sosialisasi ideologi
nilai peran gender.
Saptari dan Holzner Brigitte mengatakan bahwa teori sosial telah digunakan untuk
menjelaskan posisi subordinat perempuan dalam relasi gender tersebut, seperti
teori materialisme historis Karl Marx dan Engel. Teori-teori materialisme historis
Karl Marx menekankan adanya sifat-sifat universal dalam menjelaskan posisi
subordinat kaum perempuan. Bahwa perempuan meskipun mereka bekerja
sepanjang hari dari waktu subuh hingga malam hari, yang mengerjakan berbagai
jenis pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah,
merawat dan mendidik anak, melayani suami, dll, namun tetap saja pekerjaan
domestik kaum perempuan tidak dihitung karena tidak menghasilkan uang secara
ekonomi. Padahal pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan tersebut sangat berat.
Teori-teori sosial ini mengalami kritikan karena menganggap bahwa posisi
subordinat kaum perempuan berlaku untuk semua masyarakat dan kebudayaan di
dunia.

Perempuan Bekerja
Fenomena perempuan bekerja sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru di
tengah masyarakat kita. Secara ekonomi, bekerja dapat didefinisikan sebagai
kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan barang atau jasa untuk digunakan
sendiri maupun untuk mendapatkan suatu imbalan. Menurut Moore, definisi
tentang kerja sering kali tidak hanya menyangkut apa yang dilakukan seseorang,
tetapi juga menyangkut kondisi yang melatarbelakangi kerja tersebut, serta
penilaian sosial yang diberikan terhadap pekerjaan tersebut.4
Keterlibatan perempuan dalam bekerja, dapat dipengaruhi oleh beberapa
sebab, yaitu:tekanan ekonomi, lingkungan keluarga yang mendukung, untuk
kepuasan batin dan sebagian lagi bekerja untuk kepentingan mereka sendiri.
Adanya peningkatan atau kenaikan jumlah perempuan bekerja di Indonesia, selain
karena dorongan untuk mempertahankan ketahanan ekonomi keluarga juga karena
terbukanya kesempatan kerja di berbagai sektor yang banyak menampung tenaga
kerja perempuan, seperti pertanian, perdagangan dan jasa.5 Adanya tuntutan untuk
menopang perempuan keluarga menyebabkan sebagian besar suami dan istri
secara bersama-sama harus mencari nafkah. Sehingga, banyak perempuan justru
memasuki masa-masa dan dunia yang jauh lebih sulit dari sebelum menikah.
Beban ekonomi keluarga dan segala urusan rumah tangga kemudian lebih banyak
jatuh ke pundak perempuan.

Konsep Gender
Gender adalah perbedaan sifat, peran dan tanggung jawab perempuan dan
laki-laki yang dikonstruksikan oleh masyarakat (budaya). Menurut Sadli, konsep
gender mengacu pada konsep sosial yang menempatkan seorang sebagai maskulin
4
Ratna Saptari dan Brigette Holzner, Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial, Jakarta: Pustaka
Utama Grafiti,1997,hal 14
5
http://bps.jakarta.go.id/, diakses pada tanggal 17 Maret 2014
dan feminin berdasarkan karakteristik psikologis dan perilaku tertentu yang secara
kompleks telah dipelajari melalui pengalaman sosialisasi.6 Dalam budaya
partiakhi, konsep gender yang membedakan perempuan dan laki-laki berdasarkan
konstruksi sosial membuat perempuan terkonsep sebagai perempuan yang lemah,
tidak berdaya dan tidak tegas membuat laki-laki menjadi pihak yang dominan.
Laki-laki dikondisikan selalu benar, logis, tegas, tidak boleh lemah atau cengeng
dan harus siap melindungi perempuan. Sehingga yang terjadi adalah penempatan
kekuasaan menjadi milik laki-laki.
Adanya konsep gender juga mengakibatkan terjadinya pembagian peran
antara perempuan dan laki-laki di dalam kehidupan rumah tangga dan masyarakat.
Perempuan memiliki peran dan tanggung jawab terhadap pemeliharaan keutuhan
keluarga atau rumah tangga, sedangkan laki-laki memiliki peran dan tanggung
jawab dalam hal pemenuhan ekonomi keluarga. Peran yang berbeda antara
perempuan dan laki-laki dalam keluarga dan masyarakat merupakan akibat dari
pembagian pekerjaan secara seksual. Karena perempuan hamil, melahirkan dan
meyusui mereka lebih dihubungkan dengan pekerjaan-pekerjaan reproduktif.
Pekerjaan-pekerjaan yang termasuk jenis pekerjaan ini antara lain pekerjaan
tumah tangga dan merawat anak. Sebaliknya, laki-laki lebih dihubungkan dengan
pekerjaan-pekerjaan yang berada di luar rumah atau produksi (sektor publik). Dari
pembagian peran tersebut timbul anggapan bahwa kekuatan fisik perempuan tidak
lebih dari laki-laki, sehingga perempuan adalah makhluk yang lemah. Anggapan
itu melahirkan nilai-nilai yang menempatkan perempuan sebagai makhluk “kelas
dua” lengkap dengan pencitraan-pencitraan yang tidak semuanya menguntungkan
perempuan, bahkan sebaliknya. Nilai-niali itulah yang dianut, disosialisasikan,
dan dipraktekkan secara keseharian,sekaligus mempengaruhi ketidakseimbangan
relasi gender yang merugikan perempuan.7
Konsep gender yang berlaku di masyarakat disebabkan oleh adanya
budaya partriarkhi. Patriarkhi berasal dari bahasa Yunani; patria berarti bapak dan

6
Sulistyowati Irianto, Perempuan Diantara Berbagai Pilihan Hukum, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2003, hal.79.
7
Noordjanah Djhantini, Memecah Kebisuan, Agama Mendengar Suara Perempuan Korban
Kekerasan Demi Keadilan, Jakarta: Komnas Perempuan,2006, hal.65
arche berarti aturan, merupakan istilah antopologis yang digunakan untuk
merumuskan kondisi sosiologis anggota laki-laki suatu masyarakat yang
cenderung menguasai posisi kekuasaan; semakin berkuasa mereka semakin kuat
dorongan seorang laki-laki untuk memegang posisi tersebut. 8 Budaya patriarkhi
dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang bercirikan laki-laki. Dalam
keluarga, kedudukan isteri tergantung suami, kedudukan anak perempuan
tergantung pada ayah atau saudara laki-laki.

Teori Feminisme Liberal


Feminisme Liberal ialah terdapat pandangan untuk menempatkan
perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. Aliran ini
menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan
pemisahan antara dunia privat dan publik. Pandangan dasar dari kaum feminis
liberal ialah bahwa setiap laki-laki ataupun perempuan mempunyai hak
mengembangakn kemampuan dan rasionalitasnya secara optimal.9
Feminis liberal memandang bahwa subordinasi perempuan berakar pada
seperangkat kendala dan kebiasaan budaya yang mkenghambat akses perempouan
terhadap peremupan untuk berkompetisi secara adil dengqan laki-laki. Begitu pula
dengan kedudukan perempuan yang relatif rendah pada pasar tenaga kerja tidak
dapat dipisahkann dari struktur sosial yang menempatkan perempuan pada
kedudukan yang lebih rendah dari pada laki-laki. Perempuan disosialisikan pada
kegiatan-kegiatan domesitik, dimana perbedaan antara perempuan dan laki-laki
disosialisasikan dalam keluarga kemudian terefleksi dalam kecenduerungan
pekerjaan menerima pemrintah bagai perempuan dan memberi perintah bagi laki-
laki.
Menurut Berger dan Luckmann, ada dua penyebab terbentuknya dua
perbedaan peranan antara perempuan dan laki-laki yang menyebabkan adanya
pemisahan wilayah kekuasaan perempuan di dalam dan laki-laki di luar, yaitu
kontruksi sosial dan reproduksi sosial. Kontruksi sosial yaitu menerangakn

8
Kalyanamedia,Op.Cit., hal 8.
9
Ratna Saptari dan Brigette Holzner, Op.Cit.,hal.50
bagaimana proses awal bidang domestik dan bidang publik itu terbentuk.
Kontruksi sosial terbentuk dari tiga proses, yaitu proses eksternalisasi, proses
objektifikasi, dan proses internalisasai. Sedangakan reproduksi sosial yaitu
bagaimana seharusnya perbedaan bidang domestik dan publik itu dikuatkan. Hal
itu dilakukan dengan simbol-simbol, reproduksi status biologis perempuan dan
reproduksi status kultural perempuan.
Menurut faham ini, kunci dari penghapusan diksrimnasi dan ketimpangan
sosial atas gender terletak teruatam pada pendidikan (formal dan non formal) dan
pembukaan kesempatan kerja. Feminisme liberal juga mengusahakan untuk
menyadarkan perempuan bahwa mereka adalah golongan tertindas. Pekerjaan
yang dilakukan perempuan di sektor domestik dikampanyekan sebagai hal yang
tidak produktif dan memposisikan perempuan pada posisi subordinat. Akar dari
teori ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraan rasionalitas. Perempuan adalah
makhluk rasional, kemampuannya sama dengan laki-laki sehingga harus diberi hal
yang sama juga dengan laki-laki.10

Industrialisasi dalam Perubahan Ekonomi Keluarga


Salah satu cara berfikir mengenai alasan mengapa terjadi perubahan sosial
dan transformasi sosial adalah menyatakan bahwa suatu masyarakat dan masing-
masing bagiannya mempunyai kebutuhan untuk menyesuaikan dengan lingkungan
sosial dan lingkungan fisik mereka, atau lebih tepatnya menyesuaikan dengan
perubahan yang relevan di dalam lingkungan keluarga.11 Perubahan yang terjadi
dalam keluarga, terutama perubahan ekonomi, sejalan dengan perubahan zaman.
Perubahan yang diinginkan biasanya diharapkan bermuara pada kesejahteraan dan
kebahagiaan, namun kenyataannya sering menjadi lain. Sejahtera dan bahagia
tidak hanya sebagai tujuan keluarga, tetapi lebih luas dari itu, yaitu tujuan hidup.

Dalam usaha untuk mengkaji masalah keluarga pada masa kini, maka
suatu hal yang sangat relevan untuk dipikirkan adalah masalah industrialisasi dan

10
Ibid.,51
11
Judistira K. Garna. 1992. Teori-Teori Perubahan Sosial. Bandung: Universitas Padjajaran
keluarga. Dimana terjadi suatu perubahan struktur dari masyarakat yang agraris
menjadi industrialis. Goode mengemukakan pada masa kini bersamaan dengan
proses industrialisasi dapat diamati suatu perubahan ke arah bentuk yang disebut
keluarga konjugal. Secara singkat, keluarga konjugal menurut Goode adalah
keluarga dimana keluarga batih menjadi semakin mandiri melakukan peran-
perannya lebih terlepas dari kerabat-kerabat luas pihak suami istri.12 Secara
ekonomi keluarga konjugal itu berdiri sendiri, tempat tinggal juga secara sendiri,
tidak bersatu dengan kerabat luas. Secara psikologis, satuan yang kecil ini menjadi
semakin berdikari. Ini berarti juga bahwa hubungan emosional di antara suami
istri lebih sentral dalam kehidupan keluarga yang memang menyebabkan
hubungan mereka menjadi akarab. Akan tetapi kemungkinan keluarga pecah juga
lebih besar karena yang mengikatnya adalah terutama suami istri itu saja.
Sedangkan dalam keluarga tradisional masih ada anggota keluarga luas yang
mengikat keluarga kecil.

Sistem ekonomi yang bertopang pada industri, sistem keluarga juga telah
berubah dari yang tradisional menjadi modern. Keluarga modern diamsusikan
memiliki ciri-ciri tipe keluarga konjugal. Seperti yang telah disebutkan diatas,
keluarga konjugal suami istri terlibat dalam hubungan yang setaraf, mempunayi
hubungan personal yang akrab, antara anak dan orang tua terdapat hubungan yang
tidak otoriter atau berciri demokratis, para remaja kawin dalam umur yang tidak
terlalu muda. Perubahan yang berlangsung terhadap keluarga hanya dapat
dipahami sepenuhnya bila kita berangkat dari pengetahuan baseline mengenai
keluarga dan hal itu harus dilandaskan pada pengenalan sejarah dari keluarga
sebagai pranata sosial.

Dalam kajian perubahan keluarga ketika masyarakat mengalami proses


industrialisasi, gejala wanita bekerja tentulah menjadi perhatian besar. Adanya
perluasan bidang pekerjaan dan pertumbuhan kemandirian keluarga sebagai
fenomena yang muncul dalam masyarakat modern mempengaruhi pola pikir

12
William J. Goode. 2006. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Bumi Aksara
khususnya kaum perempuan untuk ikut ambil bagian dalam arena yang penuh
persaingan tersebut. Dahulu perempuan dituntut untuk selalu berada di dalam
rumah mengurus rumah tangga, anak dan suami, tetapi di jaman modern saat ini
kaum perempuan tidak mau lagi selalu berada di lingkungan rumah tangga yang
serba terbatas sehingga mereka tidak bisa mengembangkan diri dan kariernya.
Dengan perkembangan jaman para perempuan tidak mau lagi hanya berdiam diri
di rumah dan menggantungkan ekonominya pada suami. Namun dalam kenyataan
sebenarnya bnayak tantangan ternyata presentase wanita bekerja meningkat juga
dan kemungkinan besar terjadi karena di pasaran tenaga kerja yang memperoleh
pekerjaan yang ditawarkan adalah yang mampu.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Peran perempuan dahulu diidentifikasikan hanya mengurus keperluan
domestic rumah tangga saja, yaitu memasak, bersolek, melahirkan anak. Adanya
pandangan tersebut menyebabkan perempuan tidak diperbolehkan menampakkan
diri dalam ruang publik baik dalam bidang ekonomi, pendidikan, maupun politik
mengingat system kebudayaan di Indonesia adalah patriarki, dimana laki-laki
yang memiliki hak dan kewajiban lebih besar dibandingkan perempuan. Namun,
gerakan perempuan/feminis timbul karena perempuan sadar bahwa harus terdapat
kesetaraan gender karena perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki di
ruang publik. Gerakan feminis ini kemudian menggeser paradigma yang
menganggap perempuan lemah dan tidak memiliki hak yang sama dengan laki-
laki di ruang publik, menjadi memperbolehkan perempuan memiliki hak yang
sama dengan laki-laki sehingga perempuan di Indonesia saat ini sudah banyak
yang memperoleh pendidikan tinggi dan bekerja di berbagai sector perekonomian,
bahkan melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh laki-laki. Saat ini,
fungsi dan peranan perempuan dalam rumah tangga mengalami perubahan.
Perempuan tidak hanya mengurus anak, melahirkan, mendidik anak, namun
perempuan sebagai istri mampu bekerja untuk membantu suami mencari nafkah
sehingga kesejahteraan ekonomi keluarga meningkat.

Daftar Pustaka

Tuwu, Darmin. 2018. Peran Pekerja Perempuan dalam Memenuhi Ekonomi


Keluarga: Dari Peran Domestik Menuju Sektor Publik. Al-Izzah : Jurnal Hasil
Penelitian-ISSN: 1978-9726, 13 (1), 66-67.
Bhasin, Kamla. 2000. Menggugat Patriarki, Yogyakarta: Yayasan Bentang
Budaya

Djhantini, Noordjanah. 2006. Memecah Kebisuan, Agama Mendengar Suara


Perempuan Korban Kekerasan Demi Keadilan. Jakarta: Komnas Perempuan,

Irianto, Sulistyowati. 2003. Perempuan Diantara Berbagai Pilihan Hukum,


Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

J. Goode, William. 2006. Sosiologi Keluarga. Jakarta: Bumi Aksara

K. Garna, Judistira. 1992. Teori-Teori Perubahan Sosial. Bandung: Universitas


Padjajaran

Kalyanamedia. 2006. Gender dalam Keluarga, Jakarta: Kalyanamitra

Saptari, Ratna dan Brigette Holzner. 1997. Perempuan Kerja dan Perubahan
Sosial, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti

Sunarto, Kamanto. 1993. Pengantar Sosiologi, Jakarta: Fakultas Ekonomi


Universitas Indonesia

http://bps.jakarta.go.id/,

Anda mungkin juga menyukai