Anda di halaman 1dari 38

1. Gender dan jenis kelamin merupakan dua hal yang berbeda.

Jenis kelamin dipengaruhi oleh


faktor biologis, misalnya laki-laki mempunyai penis dan perempuan mempunyai vagina.

Gender dipengaruhi oleh konstruksi sosial, misalnya peran gender dan identitas gender yang
mengaitkan diri dengan jenis kelamin. Pandangan masyarakat dan budaya tentang laki-laki adalah
bahwa ia harus kuat, sedangkan perempuan biasanya lebih lemah lembut dan gemulai.

Gender dalam sosiologi merupakan bentuk dari bagaimana masyarakat memandang laki-laki dan
perempuan. Hal ini disebut dengan gender roles atau peran gender. Sebagai konstruksi sosial,
perempuan dan laki-laki mempunyai identitasnya sendiri sesuai dengan tuntutan atau bagaimana
suatu masyarakat memandang jenis kelamin tertentu.

Dalam sosiologi juga dikenal dengan feminitas dan maskulinitas. Feminitas merupakan bagaimana
masyarakat memandang perempuan, sedangkan maskulinitas yaitu bagaimana masyarakat
memandang laki-laki.

Dalam sebuah jurnal yang ditulis oleh Vina Salviana sebagaimana dijelaskan menurut Jary dan Jary
dalam Dictionary of Sociology (1991: 254) ada dua pengertian mengenai sosiologi gender.

Pertama, kata gender biasa digunakan untuk membedakan antara laki-laki dan perempuan
berdasarkan anatomi jenis kelamin. Kedua, terutama pengertian yang digagas para sosiolog dan
psikolog bahwa gender lebih diartikan ke dalam pembagian masculine dan feminine melalui atribut-
atribut yang melekat secara sosial dan psikologi sosial.

Banyak sosiolog yang menekankan bahwa gender digunakan ketika diciptakan pembagian secara
sosial dalam masyarakat ke dalam kategori siapa yang masculine dan siapa yang feminine.

Maskulinitas dan Feminitas dalam Sosiologi Gender

Perbedaan antara maskulinitas dan feminitas dibentuk karena konstruksi sosial. Feminitas
merupakan pandangan masyarakat terhadap perempuan dan maskulinitas pandangan masyarakat
terhadap laki-laki.

Jika dikaji secara sosiologis, feminitas merupakan anggapan perempuan ideal, misalnya perempuan
yang bekerja sebagai ibu rumah tangga dan membantu laki-laki.

Pernyataan tersebut sesuai dengan apa yang pernah dikatakan Arief Budiman dalam buku
Pembagian Kerja Secara Seksual (1985:2). Ia menyatakan, di negara barat pada dekade 1980-an telah
berkembang pandangan yang sangat kuat mengenai perempuan di rumah tangga dan laki-laki di luar
rumah, hanya menguntungkan laki-laki saja.

Pembagian kerja yang menempatkan perempuan pada ranah rumah tangga untuk memasak dan
mengurus anak membuat perempuan tidak berkembang secara manusiawi.

Mereka menjadi sangat kerdil sepanjang hidupnya karena ruang gerak yang sangat terbatas,
sedangkan laki-laki memperoleh ruang dan kesempatan yang lebih untuk bergerak dalam kehidupan
di luar rumah dan mengembangkan diri secara optimal.

Maskulinitas adalah anggapan bagaimana masyarakat memandang laki-laki. Di mata masyarakat laki-
laki yang ideal adalah pribadi yang kuat, tangguh, dan lain sebagainya.

Tentu dengan adanya anggapan seperti ini laki-laki mempunyai kesempatan yang lebih besar dalam
hidup sehingga terjadi ketimpangan gender terhadap perempuan. Hal ini dapat dilihat sebagai
berikut seperti yang dilansir dari laman resmi Kemendikbud:

1. Bidang Politik

Adanya pandangan bahwa politik itu keras, penuh debat, serta pikiran yang cerdas itu diasumsikan
sebagai dunia laki-laki bukan milik perempuan. Sehingga area publik menjadi milik laki-laki
sedangkan area domestik menjadi milik perempuan. Ketercapaian minimal 30% anggota DPR/DPRD
di berbagai daerah tidak terpenuhi.

2. Bidang Ekonomi

Masih sedikit pengakuan pada kaum perempuan ketika mereka sukses dan berhasil menjadi pelaku
ekonomi karena masyarakat menganggap aktivitas ekonomi yang dijalani perempuan sekadar
sampingan bukan kerja yang prestisius seperti yang dilakukan laki-laki.

3. Bidang Dunia Kerja

Dalam dunia kerja perempuan harus berjuang untuk menunjukkan bahwa mereka juga dapat
menjadi tenaga profesional yang tidak kalah dari laki-laki.

4. Bidang Pendidikan
Ketimpangan gender dalam bidang pendidikan dialami perempuan yang tinggal di pedesaan,
pemikiran bahwa perempuan bersekolah hanya untuk dapat membaca dan menulis saja karena pada
akhirnya perempuan akan menjadi ibu rumah tangga.

2. Dari rangkaian perkembangan sejarah dan budaya bisa kita cermati, bahwa ternyata
ketimpangan gender juga mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan laki-laki dan
perempuan, terutama dalam kesehatan reproduksi. Pengaruh tersebut semakin terasa
karena ;
3.
4. Masalah kesehatan reproduksi dapat terjadi sepanjang siklus hidup manusia misal masalah
inses yang terjadi pada masa anak-anak dirumah, masalah pergaulan bebas , kehamilan
remaja.
5. Perempuan lebih rentan dalam menghadapi resiko kesehatan reproduksi seperti kehamilan,
melahirkan, aborsi tidak aman dan pemakaian alat kontrasepsi. Karena struktur alat
reproduksi yang rentan secara sosial atau biologis terhadap penularan IMS termasuk
HIV&AIDS.
6. Masalah kesehatan reproduksi tidak terpisah dari hubungan laki-laki dan perempuan. Namun
keterlibatan, motivasi serta partisipasi laki-laki dalam kespro dewasa ini sangat kurang.
7. Laki-laki juga mempunyai masalah kesehatan reproduksi, khusunya berkaitan dengan IMS,
HIV & AIDS. Karena itu dalam menyusun strategi untuk memperbaiki kespro harus
dipertimbangkan pula kebutuhan, kepedulian dan tanggung jawab laki-laki.
8. Perempuan rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga (kekerasan domestik) atau
perlakuan kasar yang bersumber pada ketidak setaraan gender.
9. Kesehatan reproduksi lebih banyak dikaitkan dengan urusan perempuan seperti KB
10. Di bidang keluarga berencana (KB) ketimpangan gender sangat menonjol terutama dalam
penggunaan alat kontrasepsi. Dewasa ini pemakaian alat kontrasespsi lebih banyak menyasar
perempuan. Terjadinya ketimpangan seperti ini dipengaruhi oleh ideologi gender masyarakat
yang cenderung lebih banyak merugikan kaum perempuan. Kemudian masyarakat
menganggap ideologi gender yang sudah ada merupakan sesuatu yang baku dan statis.
Anggapan tersebut ada karena kurangnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang
gender itu sendiri. Untuk memperbaiki kondisi ketimpangan menuju kesetaraan dan keadilan
gender diperlukan adanya pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap konsep
gender serta kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan keluarga.
11.
12. Ketimpangan gender dalam Kesehatan Reproduksi ini, merupakan masalah kesehatan
reproduksi yang terus berkembang diberbagai daerah di indonesia. Akibat dari
permasalahan tersebut muncul pergaulan bebas dikalangan remaja, kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT) merupakan salah satu masalah kespro yang sering muncul didaerah, ini
muncul akibat peran dan fungsi masing-masing anggota keluarga yang belum dipahami.
Selain itu masalah ASI Ekslusif masih merupakan masalah yang kerap kali menghantui
program kesehatan ibu dan anak, disisi lain kesehatan ibu dan anak terus digalakkan dalam
rangka untuk menekan angka kematian bayi dan anak. Masalah lainnya adalah kasus
pendarahan pada ibu hamil, pendarahan ini akan memberikan berbagai dampak yang bisa
muncul diantaranya : anemia, keguguran, dan kematian ibu/janin.
13.
14. Permasalahan yang diuaraikan tersebut merupakan gambaran nyata akan bias gender yang
terjadi di Indonesia. Dengan keadaan seperti ini, kiranya masih jauh dari harapan akan
adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Kesetaraan gender bukan berarti akan
mengenyampingkan budaya-budaya yang menjadi nilai historis bangsa indonesia, namun
kesetaraan gender adalah berupaya menempatkan hak dan kewajiban antara laki-laki dan
perempuan. Sebab, kesepahaman antara laki-laki dan perempuan dalam mengarungi
bahtera rumah tangga adalah modal dasar yang harus dimiliki pasangan suami istri (pasutri).
Tentunya, munculnya bias gender bukan saja tanggung jawab masyarakat namun pemerintah
harus turut berperan untuk memberikan berbagai sosialisasi tentang kesehatan reproduksi
bagi masyarakat.

3. BAB 1PENDAHULUANA.Medikalisasi Medikalisasi adalah proses sosial di mana pengalaman atau


kondisi manusia secara budaya didefinisikan sebagai patologis dan karena itu dapat diobati sebagai
kondisimedis. Obesitas, alkoholisme, penambahan obat-obatan dan seks, hiperaktif masakanak-
kanak, dan pelecehan seksual semuanya telah didefinisikan sebagai masalahmedis yang, akibatnya,
semakin sering dirujuk dan dirawat oleh dokter.B.Sejarah medikalisasi

Pada tahun 1970-an, Thomas Szasz, Peter Conrad, dan Irving Zola memeloporiistilah medikalisasi
untuk menggambarkan fenomena penggunaan obat-obatan untuk mengobaticacat mental yang
ternyata tidak bersifat medis maupun biologis. Parasosiolog ini percaya bahwa medisisasi adalah
upaya oleh kekuatan pemerintahan yanglebih tinggi untuk campur tangan lebih lanjut dalam
kehidupan warga negara biasa. Kaum Marxis seperti Vicente Navarro membawa konsep ini selangkah
lebihmaju. Dia dan rekan-rekannya percaya medisisasi menjadi alat dari masyarakatkapitalis yang
menindas yang bertekad untuk memajukan ketidaksetaraan sosial danekonomi dengan
menyamarkan penyebab penyakit sebagai semacam racun yangdapat dilawan secara kimiawi

4.Terdapat 12 hak-hak reproduksi yang dirumuskan oleh International Planned Parenthood


Federation (IPPF) pada tahun 1996 yaitu :

Hak untuk hidup Setiap perempuan mempunyai hak untuk bebas dari risiko kematian karena
kehamilan.

Hak atas kemerdekaan dan keamanan setiap individu berhak untuk menikmati dan mengatur
kehidupan seksual dan reproduksinya dan tak seorang pun dapat dipaksa untuk hamil, menjalani
sterilisasi dan aborsi.

Hak atas kesetaraan dan bebas dari segala bentuk diskriminasi setiap individu mempunyai hak untuk
bebas dari segala bentuk diskriminasi termasuk kehidupan seksual dan reproduksinya.

Hak Hak atas kerahasiaan pribadi setiap individu mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan seksual dan reproduksi dengan menghormati kerahasiaan pribadi. Setiap perempuan
mempunyai hak untuk menentukan sendiri pilihan reproduksinya.

Hak atas kebebasan berpikir setiap individu bebas dari penafsiran ajaran agama yang sempit,
kepercayaan, filosofi dan tradisi yang membatasi kemerdekaan berpikir tentang pelayanan kesehatan
reproduksi dan seksual.
Hak mendapatkan informasi dan Pendidikan setiap individu mempunyai hak atas informasi dan
pendidikan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dan seksual termasuk jaminan kesehatan
dan kesejahteraan perorangan maupun keluarga.

Hak untuk menikah atau tidak menikah serta membentuk dan merencanakan keluarga

Hak untuk memutuskan mempunyai anak atau tidak dan kapan mempunyai anak

Hak atas pelayanan dan perlindungan kesehatan setiap individu mempunyai hak atas informasi,
keterjangkauan, pilihan, keamanan, kerahasiaan, kepercayaan, harga diri, kenyamanan, dan
kesinambungan pelayanan.

Hak untuk mendapatkan manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan setiap individu mempunyai hak
untuk memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi dengan teknologi mutakhir yang aman dan
dapat diterima.

Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik setiap individu mempunyai hak
untuk mendesak pemerintah agar memprioritaskan kebijakan yang berkaitan dengan hak-hak
kesehatan seksual dan reproduksi.

Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk hak-hak perlindungan anak dari
eksploitasi dan penganiayaan seksual. Setiap individu mempunyai hak untuk dilindungi dari
perkosaan, kekerasan, penyiksaan, dan pelecehan seksual.

5. Dengan mutu layanan kesehatan


Globalisasi mempertinggi arus kompetisi di segala bidang termasuk bidang kesehatan
dimana bidan terlihat didalamnya. Untuk dapat mempertahankan eksistensinya, maka setiap
organisasi dan semua elemen dalam organisasi harus berupaya meningkatkan mutu
pelayanan secara terus menerus. Sistem pengembangan dan manajemen kinerja klinis bagi
bidan terkait erat dan sinkron dengan program jaminan mutu. Kecenderungan masa kini dan
masa depan menunjukkan bahwa masyarakat semakin menyadari pentingnya peningkatan
dan mempertahankan kualitas hidup. Oleh karena itu pelayan kesehatan yang bermutu
semakin dicari untuk memperoleh jaminan kepastian terhadap mutu pelayanan kesehatan
yang diterimanya. Semakin tinggi tingkat pemahaman masyarakat terhadap pentingnya
kesehatan untuk mempertahankan kualitas hidup, maka customer akan semakin kritis dalam
menerima produk jasa, termasuk jasa pelayanan kebidanan, oleh karena itu peningkatan
mutu kinerja setiap bidan perlu dilakukan terus menerus.

1. Pertama, peningkatan akses. Upaya ini dilakukan melalui pemenuhan tenaga


kesehatan, peningkatan sarana pelayanan primer (Puskesmas, klinik pratama, dokter
praktek mandiri), pemenuhan prasarana pendukung (alat kesehatan, obat, dan
bahan habis pakai), serta inovasi untuk pelayanan di daerah terpencil dan sangat
terpencil, dengan pendekatan pelayanan kesehatan bergerak, gugus pulau, atau
telemedicine. Kedua, peningkatan mutu baik fasilitas penyelenggara layanan,
maupun sumber daya manusia kesehatan diantaranya melalui penyediaan norma,
standar, prosedur dan kriteria (NSPK) atau standar prosedur operasional (SPO),
peningkatan kemampuan tenaga kesehatan (Nakes), dokter layanan primer (DLP)
dan akreditasi fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP).Ketiga, regionalisasi rujukan
melalui penguatan sistem rujukan baik di tingkat Kabupaten, Regional, maupun
Nasional. Sejak jaminan kesehatan nasional (JKN) dilaksanakan mulai awal 2014,
kebutuhan penataan sistem rujukan semakin dibutuhkan. Di era JKN, mekanisme
rujukan penting untuk menjamin mutu pelayanan dan efisiensi
pembiayaan.Keempat, penguatan peran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas
Kesehatan Provinsi melalui sosialisasi advokasi dan capacity building Kelima,
penguatan dukungan bagi penguatan pelayanan kesehatan dari lintas sektor, baik itu
berupa regulasi, infrastruktur, maupun pendanaan.

2. Konsep hidup
sehat H.L.Blum
sampai saat ini
masih relevan
untuk
diterapkan.Kon
disi sehat
secara holistik
bukan saja
kondisi sehat
secara fisik
melainkan
jugaspiritual
dan sosial
dalam
bermasyarakat
. Untuk
menciptakan
kondisi sehat
seperti
inidiperlukan
suatu
keharmonisan
dalam
menjaga
kesehatan
tubuh. H.L
Blum
menjelaskanad
a empat faktor
utama yang
mempengaruh
i derajat
kesehatan
masyarakat.
Keempatfaktor
tersebut
merupakan
faktor
determinan
timbulnya
masalah
kesehatan.Kee
mpat faktor
tersebut terdiri
dari
6. faktor
perilaku/gaya
hidup
7. (life style),
8. faktor
lingkungan
9. (sosial,
ekonomi,
politik, budaya),
10. faktor
pelayanan
kesehatan
11. (jenis
cakupan dan
kualitasnya) dan
12. faktor
genetik
(keturunan).
Keempat
faktortersebut
saling
berinteraksi yang
mempengaruhi
kesehatan
perorangan dan
derajatkesehatan
masyarakat.
Diantara faktor
tersebut faktor
perilaku manusia
merupakanfaktor
determinan yang
paling besar dan
paling sukar
ditanggulangi,
disusul
denganfaktor
lingkungan. Hal
ini disebabkan
karena faktor
perilaku yang
lebih
dominandibandin
gkan dengan
faktor lingkungan
karena
lingkungan hidup
manusia juga
sangatdipengaruh
i oleh perilaku
masyarakat.Di
zaman yang
semakin maju
seperti sekarang
ini maka cara
pandang
kitaterhadap
kesehatan juga
mengalami
perubahan.
Apabila dahulu
kita
mempergunakan
paradigma sakit
yakni kesehatan
hanya dipandang
sebagai upaya
menyembuhkan
orangyang sakit
dimana terjalin
hubungan dokter
dengan pasien
(dokter dan
pasien).
Namunsekarang
konse upaya p
yang dipakai
adalah paradigma
sehat,
dimana upaya
kesehatan
dipandang
sebagai suatu
tindakan untuk
menjaga dan
meningkatkan
derajat
kesehatanindivid
u ataupun
masyarakat (SKM
dan
masyarakat).Deng
an demikian
konsep
paradigma sehat
H.L. Blum
memandang pola
hidupsehat
seseorang secara
holistik dan
komprehensif.
Masyarakat yang
sehat tidak
dilihatdari sudut
pandang tindakan
penyembuhan
penyakit
melainkan upaya
yangberkesinamb
ungan dalam
menjaga dan
meningkatkan
derajat kesehatan
masyarakat.Peran
an Sarjana
Kesehatan
Masyarakat
dalam hal ini
memegang
kendali
dominandibandin
gkan peranan
dokter. Sebab
hubungan dokter
dengan pasien
hanya
sebatasindividu
dengan individu
tidak secara
langsung
menyentuh
masyarakat luas.
Ditambahlagi
kompetensi
dalam
memanagement
program lebih
dikuasai lulusan
SKM
sehinggadalam
perkembanganny
a SKM menjadi
ujung tombak
program
kesehatan di
negara-negara
maju.Untuk
negara
berkembang
Untuk negara
berkembang
seperti Indonesia
justru, paradigma
sakit
yangdigunakan.
Dimana kebijakan
pemerintah
berorientasi pada
penyembuhan
pasiensehingga
terlihat jelas
peranan dokter,
perawat dan
bidan sebagai
tenaga medis
danparamedis
mendominasi.
Padahal upaya
semacam itu
sudah lama
ditinggalkan
karenasecara
financial justru
merugikan
Negara. Anggaran
APBN untuk
pendanaan
kesehatandiIndon
esiasemakin
tinggi dan
sebagian besar
digunakan untuk
upaya
pengobatanseper
ti pembelian
obat, sarana
kesehatan dan
pembangunan
gedung.
Seharusnya
untuk meningkat
an derajat
kesehatan kita
harus menaruh
perhatian besar
pada
akarmasalahnya
dan selanjutnya
melakukan upaya
pencegahannya.

3. Penilaian mutu pelayanan kesehatan dapat ditinjau dari beberapa sisi, yaitu sisi

pemakai jasa pelayanan kesehatan dan penyelenggara pelayanan kesehatan. Dari sisi pemakai,
pelayanan kesehatan yang bermutu adalah suatu pelayanan kesehatan yang dapat memenuhi
kebutuhan, diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan mampu
menyembuhkan keluhannya serta mencegah berkembang atau meluasnya penyakit. Masyarakat
menganggap kemudahan mengakses pelayanan, baik itu akses jarak maupun akses bahasa, serta
hubungan interpersonal dengan petugas sebagai suatu dimensi mutu yang sangat penting.

4. 1. Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan

2. Memberi pelayanan dasar pranikah pada anak remaja

3. Memberikan asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan normal


4. Memberi asuhan kebidanan kepada klien dalam masa persalinan dengan melibatkan klien atau
keluarga

5. Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir

6. Memberi asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan melibatkan klien

5.

Anda mungkin juga menyukai