Dosen pengampu :
BAB I
PENDAHULUAN
Saudara mahasiswa, saudara tentu tahu bahwa terdapat banyak perbedaan antara
laki-laki dan perempuan, baik dalam bentuk biologis maupun dalam bentuk peran. Sosiolog
secara tradisional membedakan antara istilah “jenis kelamin” yang secara biologis digunakan
untuk menyebut laki-laki dan perempuan, dan “gender” yang merupakan peranan sosial
yang dipelajari sehingga disebut menjadi maskulin dan feminim (White K., 2011).
Menurut Hillier (1991) jenis kelamin adalah (sex) mengacu pada perbedaan biologis
antara laki-laki dan perempuan. Gejala yang hanya dapat dialami kaum perempuan seperti
menstruasi, kehamilan, melahirkan, abortus, dan menopause dapat kita masukkan dalam
kategori ini. Istilah gender di lain pihak mengacu pada makna sosial yang diberikan pada
perbedaan jenis kelamin. Gambaran mengenai kaum perempuan sebagai makhluk lebih
lemah yang lebih rentan terhadap berbagai penyakit daripada laki-laki sehingga peran yang
dapat diberikan kepada perempuan jauh lebih terbatas daripada peran laki-laki, misalnya
merupakan perbedaan gender. Menurut Waldron faktor sosial (dalam Sunarto, 2014).
Nah, saudara mahasiswa, anda sudah bisa membedakan antara jenis kelamin dan
gender bukan? Jadi, jenis kelamin terberi sebagai substratum biologis laki-laki dan
perempuan, sedangkan gender adalah karakteristik yang dipelajari secara sosial yang selaras
dengan maskulinitas dan feminitas, yakni menjadi laki-laki atau perempuan.gender bukan? Jadi,
jenis kelamin terberi sebagai substratum biologis laki-laki danperempuan, sedangkan gender
adalah karakteristik yang dipelajari secara sosial yang selarasdengan maskulinitas dan feminitas,
yakni menjadi laki-laki atau perempuan.
BAB II
PEMBAHASAN
Sehubungan dengan peran gender, laki-laki tidak terlalu tertarik untuk mempelajari
kesehatan seksual dan reproduksinya. Sehingga pengetahuan mereka cenderung terbatas.Hal ini
menyebabkan laki-laki kurang berminat mencari informasi dan pengobatan terhadap penyakit,
misalnya : Infeksi Menular Seksual (IMS).
Menikah pada usia muda bagi perempuan berdampak negatif terhadap kesehatannya.
Namun menikah di usia muda kebanyakan bukanlah keputusan mereka, melainkan karena
ketidakberdayaannya (isu gender). Di beberapa tempat di Indonesia, kawin muda dianggap
sebagai takdir yang tidak bisa ditolak. Perempuan tidak berdaya untuk memutuskan kawin dan
dengan siapa mereka akan menikah. Keputusan pada umumnya ada di tangan laki-laki; ayah
ataupun keluarga laki-laki lainnya
Salah satu kasus yang terkait dengan masalah gender yaitu : Seorang gadis umur 17 tahun,
mengalami perdarahan. Setelah dirawat di sebuah rumah sakit selama dua jam, dia meninggal
dunia. Gadis tersebut merupakan korban aborsi yang dilakukan oleh seorang dukun. Usaha lain
sebelum melakukan aborsi adalah minum jamu peluntur, pil kina, dan pil lainnya yang dibeli di
apotek. Kemudian dia datang ke seorang dokter kandungan. Dokter menolak melakukan aborsi
karena terikat sumpah dan hukum yang mengkriminalisasi aborsi. Si gadis minta tolong dukun
paraji untuk menggugurkannya. Rupa-rupanya tidak berhasil, malah terjadi perdarahan. Ia masih
sempat menyembunyikan ini semua kepada kedua orang tuanya, selama 4 hari berdiam di kamar
dengan alasan sedang datang bulan. Ia tidak berani bercerita pada siapa-siapa apalagi pada ibu
dan bapaknya. Cerita itu berakhir dengan amat tragis, gadis itu tidak tertolong. Kasus tersebut
menggambarkan ketidakberdayaan si gadis.Ia memilih mekanisme defensif dan menganggapnya
sebagai permasalahan dirinya sendiri. Ia menyembunyikan keadaannya karena malu dan merasa
bersalah. Masyarakat akan menyalahkan karena dia tidak mengikuti apa yang disebut moral atau
aturan sehingga ia memilih mati meskipun tidak sengaja.
Aborsi merupakan dilema bagi perempuan, apa pun latar belakang penyebab
kehamilannya dan apa pun status ekonominya. Untuk menuntut hak reproduksinya dia harus
mendapat dukungan seperti bantuan dari komunitasnya atau dukungan emosional dan tanggung
jawab bersama dari orang yang paling dekat (pacarnya). Dalam konteks ini, maka jelas bahwa
persoalan hak reproduksi pada akhirnya adalah persoalan relasi antara laki-laki yang berbasis
gender serta masyarakat dan negara sebagai perumus, penentu, dan penjaga nilai bagi realisasi
hak reproduksi perempuan.
Pada contoh kasus tersebut merupakan bentuk kekerasan yang berbasis gender yang
memiliki alasan bermacam-macam seperti politik, keyakinan, agama, dan ideologi gender. Salah
satu sumber kekerasan yang diyakini penyebab pada kasus tersebut adalah kekerasan dari laki-
laki terhadap perempuan adalah ideologi gender, misalnya perempuan dikenal lemah lembut,
emosional, cantik, dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap lebih kuat, rasional, jantan, dan
perkasa. Bentuk kekerasan ini merupakan dilanggarnya hak reproduksi akibat perbedaan gender.
Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang.
Perbedaan ini dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksikan secara sosial dan
budaya. Pada akhirnya perbedaan ini dianggap sebagai ketentuan Tuhan yang tidak bisa diubah
dan dianggap sebagai perempuan.
Kekerasan rumah tangga dalam berbagai bentuk sering terus berlangsung meskipun
perempuan tersebut sedang mengandung. Konsekuensi paling merugikan bagi perempuan yang
menjadi korban kekerasan adalah dampak terhadap kondisi kesehatan mentalnya. Dampak ini
terutama menonjol pada perempuan korban kekerasan seksual. Dalam tindak perkosaan,
misalnya, yang diserang memang tubuh perempuan. Namun, yang dihancurkan adalah seluruh
jati diri perempuan yaitu kesehatan fisik, mental psikologi, dan sosialnya.
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Ritzer G, Goodman JD. 2010. Teori Sosiologi Modern, Edisi ke-6. Jakarta; Kencana
Scott J. 2011. Sosiologi: The Key Concepts. Jakarta: Rajawali Pers
Soekanto S. 2014. Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi revisi; cetakan ke-6. Jakarta: RajawaliPers
Tjiptoherijanti P, Soesetyo B. 1993. Ekonomi Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta White K. 2011.
Sosiologi Kesehatan dan Penyakit, Edisi ke-3. Jakarta: Rajawali
Pers Sunaryo, 2014. Sosiologi: Untuk Keperawatan. Jakarta: Bumi Medika
https://ridwanhamid.wordpress.com/2014/04/22/agama-dan-kesehatan/ http://www.
scribd.com/doc/55938723/Agama-Dan-Kesehatan http://id.wikipedia.org/wiki/Agama Effendy,
Ferry. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori Dan Praktik Dalam Keperawatan.
Jakarta. Salemba Medika Setiadi, Elly M, dkk. 2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta :
Kencana Sudarma, Momon. 2008. Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika
http://leksi-ndolu.blogspot.com/ Fakih, Mansour, DR.1997. Analisis Gender dan Transformasi
Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ibrahim, Idi Subandy dan Hanif Suranto, (ed).1998. Wanita
dan Media. Bandung: Remaja Rosdakarya Illich, Ivan.2009. Matinya Gender. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Mosse, Julia Cleves.2012. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta: Rifka Annisa
Women’s Crisis Center dan Pustaka Pelajar