PERSPEKTIF GENDER
1
dzulfikar.mahendra@gmail.com,
mizanulazqiaazqia@gmail.com,3niswatuntasrifah@gmail.com,
2
Vikoeri12345@gmail.com
4
Abstrak
1
A. Pendahuluan
Menurut World Health Organization, kesehatan reproduksi adalah
suatu keadaan sehat baik fisik, mental dan sosial budaya yang utuh (bukan
hanya bebas dari penyakit atau cacat saja) dalam segala aspek yang
berhubungan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi. Masalah
reproduksi tidak dapat dipisahkan dari seksualitas dan tubuh manusia yang
melibatkan masalah kesehatan biologis bagi perempuan. Kesehatan
reproduksi juga terkait dengan isu non biologis seperti pemenuhan hak-
hak reproduksi perempuan. Disebutkan dalam Deklarasi Konferensi
Internasional Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) bahwa ada 4 hak
reproduksi bagi perempuan, yaitu kesehatan reproduksi sebagai bagian
dari kesehatan masyarakat, hak untuk mengambil keputusan terkait
reproduksi, hak atas kesetaraan serta keadilan antara laki-laki dan
perempuan, serta hak atas keamanan seksual dan reproduksi.
Banyak faktor terkait pelaksanaan prokreasi perempuan yang
masih tertinggal, salah satunya dari segi gender. Gender diartikan sebagai
perbedaan peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang
ditentukan secara sosial. Isu gender berkaitan erat dengan kesehatan
reproduksi perempuan, seperti ketidakmampuan perempuan dalam
mengambil keputusan reproduksi serta sikap dan perilaku di lingkungan
yang cenderung mengutamakan laki-laki.
Memperhatikan pentingnya kesehatan reproduksi khususnya bagi
perempuan, maka, penulis melakukan penelitian ini yang bertujuan untuk
membangun kesadaran dari sudut pandang laki-laki dan perempuan
tentang kesehatan reproduksi perempuan dan realisasi hak-hak
reproduksinya.
B. Pembahasan
1. Kesehatan Reproduksi
Reproduksi berasal dari kata re yang artinya kembali dan kata
produksi artinya membuat atau menghasilkan. Jadi istilah reproduksi
mempunyai arti suatu proses kehidupan manusia dalam menghasilkan
2
keturunan demi kelestarian hidupnya. Sedangkan yang disebut organ
reproduksi adalah pertumbuhan tulangtulang dan kematangan seksual
yang berfungsi untuk reproduksi manusia, yang terjadi masa remaja.
Kesehatan reproduksi menurut Kemenkes RI adalah keadaan sehat
secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas
dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan
proses reproduksi. Ruang lingkup pelayanan kesehatan repoduksi
menurut International Conference Population and Development (ICPD)
tahun 1994 di Kairo terdiri dari kesehatan ibu dan anak, keluarga
berencana, pencegahan dan penanganan infeksi menular seksual
termasuk HIV/AIDS, kesehatan reproduksi remaja, pencegahan dan
penanganan komplikasi aborsi, pencegahan dan penanganan infertilitas,
kesehatan reproduksi usia lanjut, deteksi dini kanker saluran
reproduksi serta kesehatan reproduksi lainnya seperti kekerasan
seksual, sunat perempuan dan sebagainya.
Kesehatan reproduksi menurut Depkes RI adalah suatu keadaan
sehat, secara menyeluruh mencakup fisik, mental dan kedudukan sosial
yang berkaitan dengan alat, fungsi serta proses reproduksi, dan
pemikiran kesehatan reproduksi bukan hanya kondisi yang bebas dari
penyakit, melainkan juga bagaimana seseorang dapat memiliki seksual
yang aman dan memuaskan sebelum dan sudah menikah.
Guna mencapai kesejahteraan yang berhubungan dengan
fungsi dan proses sistem reproduksi, maka setiap orang (khususnya
remaja) perlu mengenal dan memahami tentang hak-hak reproduksi
berikut ini.
4. Hak privasi
3
5. Hak kebebasan berpikir
11. Hak atas kebebasa berserikat dan berpartisipasi dalam arena politik
2. Definisi Gender
Istilah gender diambil dari kata bahasa Arab “jinsiyyun” yang
kemudian diadopsi dalam bahasa Perancis dan Inggris menjadi
“gender”. Menurut Santrock (2004: 194), gender adalah dimensi
sosiokultural dan psikologis dari laki-laki dan perempuan. Sedangkan
menurut WHO gender adalah perbedaan status dan peran antara
perempuan dan laki-laki yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan
nilai budaya yang berlaku dalam periode waktu tertentu. Selain itu,
konsep gender sebenarnya ialah suatu sifat yang melekat pada kaum
laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun
kultural. Perubahan ciri sifat-sifat itu terjadi dari waktu ke waktu dan
dari satu tempat ke tempat lainnya, misalnya perempuan itu dikenal:
lemah lembut, cantik, emosional, keibuan, sementara laki-laki
dianggap: kuat, rasional, jantan, perkasa.
Jadi, semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat
perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta
berbeda diberbagai tempat maupun yang berbeda diantara kelas-kelas
masyarakat itulah yang dikenal dengan konsep gender. Dari beberapa
4
definisi tersebut, maka, gender adalah peran-peran dan atribut-atribut
sosial yang diberlakukan atau dikenakan kepada individu berdasarkan
jenis kelaminnya. Peran dan atribut tersebut terbentuk atau
terkonstruksi secara sosio-kultural.
3. Isu Gender dalam Kesehatan Reproduksi
Isu gender adalah suatu kondisi yang menunjukkan
kesenjangan laki-laki dan perempuan yaitu adanya kesenjangan antara
kondisi yang dicita-citakan dengan kondisi sebagaimana adanya.
a. Keluarga Berencana
Keluarga berencana dalam hal ini adalah penggunaan alat
kontrasepsi. Seperti diketahui selama ini ada anggapan bahwa KB
identik dengan perempuan. Hal ini menunjukkan adanya budaya
kuasa dalam pengambilan keputusan untuk ber-KB.
Faktor penyebab kesenjangan:
1) Lingkungan sosial budaya yang menganggap bahwa KB
urusan perempuan, bukan urusan pria/ suami.
2) Pelaksanaan program KB yang sasarannya cenderung
diarahkan kepada kaum perempuan.
3) Terbatasnya tempat pelayanan KB pria.
4) Rendahnya pengetahuan pria tentang KB.
5) Terbatasnya informasi KB bagi pria serta informasi tentang
hak reproduksi bagi pria/ suami dan perempuan/ istri.
6) Sangat terbatasnya jenis kontrasepsi pria.
7) Kurang berminatnya penyedia pelayanan pada KB pria.
b. Kesehatan Ibu Dan Bayi Baru Lahir
Upaya peningkatan derajat kesehatan ibu, bayi (kesehatan ibu dan
bayi baru lahir) dan anak dipengaruhi oleh kesadaran dalam
perawatan dan pengasuhan anak.
Faktor penyebab kesenjangan antara lain:
1) Budaya dalam sikap dan perilaku keluarga yang cenderung
mengutamakan laki-laki, contohnya dalam mengkonsumsi
5
makanan sehari-hari yang menempatkan bapak atau anak
laki-laki pada posisi yang diutamakan daripada ibu dan
anak perempuan. Hal ini sangat merugikan perempuan,
terutama bila sedang hamil.
2) Masih kurangnya pengetahuan suami dan anggota keluarga
tentang perencanaan kehamilan.
3) Perempuan kurang memperoleh informasi dan pelayanan
yang memadai karena alasan ekonomi maupun waktu.
4) Ketidakmampuan perempuan dalam mengambil keputusan
yang berkaitan dengan kesehatan dirinya, misalnya dalam
menentukan kapan hamil, dimana akan melahirkan dan
sebagainya. Hal ini berhubungan dengan kedudukan
perempuan yang lemah di keluarga dan masyarakat.
4. Kebijakan kesehatan dalam kesenjangan gender
Kebijakan dalam bidang kesehatan reproduksi yang perlu
dilakukan untuk menangani kesenjangan gender antara lain:
a. Peningkatan kondisi kesehatan perempuan dan peningkatan
kesempatan kerja. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk
meningkatkan usia nikah dan melahirkan, sehingga resiko selama
kehamilan akan menurun.
b. Pendekatan target pada program KB harus disertai dengan adanya
tenaga dan peralatan medis yang cukup. Hal ini untuk mencegah
terjadinya malpraktek karena keinginan untuk mencapai target.
c. Peningkatan partisipasi laki-laki dalam menurunkan angka
kelahiran. Tidak hanya perempuan yang dituntut untuk mencegah
kehamilan, tetapi juga laki-laki, karena pada saat ini sudah tersedia
beberapa alat kontrasepsi untuk laki-laki.
d. Penyadaran akan kesetaraan dalam menentukan hubungan seksual
dengan laki-laki. Penyadaran bahwa perempuan berhak menolak
berhubungan seksual dengan laki-laki, meskipun itu suaminya, bila
6
hal itu membahayakan kesehatan reproduksinya (misalnya laki-laki
tersebut mengidap HIV/AIDS).
e. Penyuluhan tentang jenis, guna dan resiko penggunaan alat
kontrasepsi. Baik alat kontrasepsi modern maupun tradisional perlu
diperkenalkan guna dan resikonya kepada perempuan. Dengan
demikian perempuan dapat menentukan alat kontrasepsi mana
yang terbak untuk dirinya.
f. Penyuluhan tentang HIV/AIDS dan PMS (penyakit menular
seksual) kepada perempuan.
g. Pendidikan seks pada remaja perempuan dan laki-laki.
5. Kesehatan Reproduksi dalam Perspektif Gender
7
perempuan, dimana hal tersebut dapat timbul pada diri sendiri maupun
dari lingkungan masyarakat. Pendekatan gender mutlak dilakukan. Hal
ini dikarenakan walaupun penyakit tersebut sama dapat terkena oleh
laki-laki maupun perempuan, namun perawatan kesehatan, dampak
dan respons yang dialami dari kedua belah pihak tersebut akan berbeda.
Selain itu perempuan juga mengalami diskriminasi dengan adanya
kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan. Diskriminasi
berdampak juga pada kesehatan mental. Seperti halnya perkawinan
anak yang masih terjadi terutama di daerah pedesaan. Perkawinan ini
terjadi diakibatkan sebuah paksaan yang diakibatkan oleh masalah
ekonomi. Hal ini menyebabkan kondisi kesehatan reproduksinya
mengalami masalah yang dikaitan dengan gender. Perempuan
diharuskan melakukan tugas sebagai istri dan ibu rumah tangga.
Padahal pada dasarnya perempuan juga perlu pendidikan layaknya
laki-laki. Dengan situasi tersebut membuat perempuan berada dalam
kondisi lemah, karena tingkat pendidikan perempuan yang rendah
sehingga mengakibatkan perempuan tidak berdaya secara ekonomi
karena tidak mampu mendapatkan pekerjaan yang baik.
8
3. Memahami sikap antara laki-laki dan perempuan dalam menghadapi
penyakit dan masyarakat harus menentukan sikap yang baik.
9
C. Kesimpulan
Kesehatan reproduksi merupakan salah satu yang harus diperhatikan
mengingat banyaknya faktor yang timbul akibat adanya ketidakadilan dan
ketidaksetaraan gender. Meskipun banyaknya regulasi hukum dan upaya
yang mengatur tentang hak kesehatan reproduksi perempuan hal tersebut
belum memiliki efek yang signifikan pada masalah reproduksi seperti
jumlah angka penderita kanker serviks, HIV ataupun angka kematian ibu.
Penyakit reproduksi menjadi penyakit yang sangat berkaitan dengan isu
negatif dan diskriminasi dimana hal tersebut dapat timbul pada diri sendiri
maupun dari lingkungan masyarakat. Gender sangat berhibungan erat akan
kesehatan reproduksi laki-laki dan perempuan, sehingga perlu adanya
penyadaran diri dan upaya dukungan orang terdekat untuk menghilangkan
stigma negatif terhadap penyakit reproduksi dan meningkatkan kepedulian
terhadap kesehatan reproduksi melalui pelayanan kesehatan reproduksi
yang bersikap Peka Gender.
D. Saran
Mengingat pentingnya kesehatan reproduksi, khususnya bagi perempuan,
karena kesehatan reproduksi menjamin kelangsungan hidupnya, maka
sangat penting untuk memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang
berkualitas dan aman. Sehingga dapat memiliki menurunkan angka
kematian ibu dan anak. Selain itu, kesehatan reproduksi dikatakan penting
karena dengan menjaga kesehatan reproduksi, setiap orang akan terbebas
dari penyakit menular seksual. Saran yang diberikan penulis yaitu:
1. Memberikan sosialisasi tentang pentingnya menjaga kesehatan
reproduksi
2. Meningkatkan pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual yang
dapat menyesuaikan segala kebutuhan dan dapat sesuai dengan
cakupan dan aksesibilitas.
3. Menjalin kerjasama dan kemitraan dalam mengembangkan strategi
masyarakat untuk menciptakan dukungan sosial dan melaksanakan
10
program terintegrasi dengan LSM. Seperti yang dilakukan pada LSM
Muhammadiyah Aisyiyah penyuluhan tentang HIV AIDS
4. Memberdayakan mitra untuk dapat berkomunikasi secara terbuka
tentang kesehatan seksual dan hak-hak reproduksi.
5. Terus membangun komitmen dari semua pihak dengan menjaga
kesehatan reproduksi tanpa bias gender.
11
Daftar Pustaka
Naimah, PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK KESEHATAN
REPRODUKSI PEREMPUAN DARI KEKERASAN BERBASIS GENDER.
12