Anda di halaman 1dari 84

SISTEM REPRODUKSI

1. Kesehatan Reproduksi

a. Definisi kesehatan reproduksi

Kesehatan reproduksi menurut Word Health Organitation (WHO) adalah

kesehatan fisik, mental, dan social yang utuh, bukan hanya bebas dari

penyakit atau kecacatan, dalam segala aspek yang berhubungan dengan

sistem reproduksi, fungsi, serta prosesnya. (Maryam, 2016; h. 2). Menurut

Cholil (2006) dalam Rohan dan Siyoto (2013) dikatakan kesehatan reproduksi

adalah suatu keadaan seahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak

semata-mata/ bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang

berkaitan dengan sistem reproduksi serta fungsi dan prosesnya. Kesehatan

reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh dalam

segala hal yang berkaitan dengan sistem, fungsi-fungsi dan proses reproduksi.

Kesehatan Reproduksi berasal dari kata “sehat” Definisi sehat menurut Word

Health Organitation (WHO) adalah kesehatan mental, fisik, dan sosial yang

utuh. Dengan demikian, sehat berarti bukan sekedar tidak adanya penyakit

ataupun kecacatan, akan tetapi juga kondisi psikis dan sosial yang

mendukung Perempuan

untuk melalui proses reproduksi. (Rohan dan Siyoto, 2013; h. 2-3),

8
9

b. Ruang lingkup kesehatan reproduksi

Ruang lingkup kesehatan reproduksi sebenarnya sangat luas, sesuai dengan

definisi yang tertera di atas, karena mencakup keseluruhan kehidupan

manusia sejak lahir hingga meninggal.Dalam uraian tentang lingkup

kesehatan reproduksi yang lebih rinci digunakan pendekatan siklus hidup

(life-cycle approach) sehingga diperoleh komponen pelayanan yang nyata dan

dapat dilaksanakan.

Ruang lingkup kesehatan reproduksi adalah sebagai berikut.

1) Kesehatan ibu dan bayi baru lahir.

2) Pencegahan dan penanggulangan infeksi saluran reproduksi (ISR)

termasuk Premenstrual Syndrom (PMS) – Human Immunodeficiency Virus

(HIV)/Arquired Immunodeficiency Syndrom (AIDS).

3) Pencegahan dan penanggulangan komplikasi aborsi.

4) Kesehatan reproduksi remaja.

5) Pencegahan dan penanganan infertilitas.

6) Kanker pada usia lanjut dan osteoporosis.

7) Berbagai aspek kesehatan reproduksi lain, misalnya kanker serviks,

mutilasi genital, dan fistula. (Lestari, Ulfina dan Suparmi, 2013; h. 2).

Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang

berkaitan dengan kesehatan reproduksi.Hak reproduksi perorangan.Setiap

orang, baik laki-laki maupun perempuan (tanpa memandang perbedaan

kelas sosial, suku,


10

umur, agama, dll) mempunyai hak yang sama untuk

memutuskan secara bebas dan bertanggung jawab (kepada diri,

keluarga, dan masyarakat) mengenai jumlah anak, jarak antar anak,

serta untuk menentukan waktu kelahiran anak dan tempat melahirkan.

Hak reproduksi ini didasarkan pada pengakuan akan hak asasi

manusia yang diakui internasional. Menurut BKKBN (2000) dalam Lestari,

Ulfariah, dan Suparmi (2013) dikatakan Hak reproduksi dapat

dijabarkan secara praktis sebagai berikut.

a) Setiap orang berhak memeroleh standar pelayanan kesehatan

reproduksi yang terbaik. Hal ini berarti penyedia pelayanan harus

memberikan pelayanan yang berkualitas dengan memerhatikan

kebutuhan klien sehingga menjamin keselamatan dan keamanan klien.

b) Perempuan dan laki-laki, sebagai pasangan atau sebagai individu,

berhak memeroleh informasi lengkap tentang seksualitas, ksehatan

reproduksi, dan manfaat serta efek samping obat-obatan, alat dan

tindakan medis yang digunakan untuk mengatasi masalah

kesehatan reproduksi.

c) Adanya hak untuk memperoleh pelayanan KB yang aman, efektif,

terjangkau, dapat diterima, sesuai dengan pilihan, tanpa paksaan dan

tidak melawan hukum.

d) Perempuan berhak memeroleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkan,

yang memungkinkannya sehat dan selamat


11

dalam menjalani kehamilan, persalinan, serta memeroleh bayi yang

sehat.

e) Hubungan suami istri didasari penghargaan terhadap pasangan

masing-masing dan dilakukan dalam situasi dan kondisi yang

diinginkan bersama, tanpa unsur paksaan, ancaman, dan kekerasan.

f) Remaja, laki-laki maupun perempuan, berhak memeroleh informasi

yang tepat dan benar tentang reproduksi remaja sehingga dapat

berperilaku sehat dan menjalani kehidupan seksual yang bertanggung

jawab.

Diperlukan beberapa tindakan berikut ini untuk mewujudkan

pemenuhan hak reproduksi di Indonesia.

a) Promosi hak reproduksi

Dilaksanakan dengan menganalisis perundang-undangan,

peraturan, dan kebijakan yang saat ini berlaku apakah sudah

seiring dan mendukung hak reproduksi dengan tindak melupakan

kondisi sosial budaya masyarakat setempat.Pelaksanaan upaya

pemenuhan hak reproduksi memerlukan dukungan secara politik

dan legislatif sehingga dapat tercipta undang-undang hak

reproduksi yang memuat aspek pelanggaran hak reproduksi.

b) Advokasi hak reproduksi

Advokasi dimaksudkan agar mendapatkan dukungan komitmen dari

para tokoh politik, tokoh agama, tokoh masyarakat, LSM/LSOM,

dan swasta.Dukungan swasta


12

dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sangat dibutuhkan

karena ruang gerak pemerintah lebih terbatas.Dukungan para tokoh

sangat membantu memperlancar terciptanya pemenuhan hak

reproduksi.Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang

memperjuangkan hak reproduksi sangat penting artinya untuk

terwujudnya pemenuhan hak reproduksi.

c) KIE hak reproduksi

Dengan KIE diharapkan masyarakat semakin mengerti hak

reproduksi sehingga dapat bersama-sama

mewujudkannya.Terpenuhi dan tidak terpenuhinya hak reproduksi

ini akan tercermin dalam derajat kesehatan reproduksi masyarakat.

Di Indonesia, derajat kesehatan reproduksi masih rendah. Hal

tersebut ditunjukkan dengan tingginya angka kematian ibu (AKI),

banyaknya ibu hamil dengan keadaan 4 terlalu (terlalu muda, terlalu

tua, terlalu banyak anak, dan terlalu dekat jarak antar kelahiran),

atau banyaknya masalah kesehatan dan kurang energi kronis

sehingga memperburuk derajat kesehatan reproduksi masyarakat.

Selain itu, kurang terlindungnya perempuan dan rendahnya

pemahaman laki-laki terhadap penularan penyakit menular seksual

(PMS) yang berakibat buruk terhadap kesehatan reproduksi laki-laki

dan perempuan serta kesehatan keturunannya.(Lestari, Ulfariah,

dan Suparmi 2013; h. 2-6).


13

c. Secara umum terdapat 4 faktor yang berhubungan

dengan kesehatan reproduksi, yaitu:

1) Faktor sosial-ekonomi, dan demografi. Faktor ini berhubungan

dengan kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan

ketidaktahuan mengenai perkembangan seksual dan proses

reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil.

2) Faktor budaya dan lingkungan, antara lain adalah praktik

tradisional yang berdampak buruk terhadap kesehatan

reproduksi yang membingungkan anak dan remaja mengenai

fungsi dan proses reproduksi.

3) Faktor psikologis: Keretakan orang tua akan memberikan

dampak pada kehidupan remaja, depesi yang disebabkan

oleh ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharganya

wanita dimata pria yang membeli kebebasan dengan materi.

4) Faktor biologis, antara lain cacat sejak lahir, cacat pada

saluran reproduksi, dan sebagainya. (Notoatmojo, 2011;

h.

269)

2. Masa subur

Masa subur adalah masa dimana terjadinya pelepasan sel telur pada

perempuan.Titik puncak kesuburan terjadi pada hari ke 14 sebelum

masa menstruasi.Berikutnya tanggal menstruasi sering kali tidak pasti

pada remaja atau perkiraan masa subur 3-5 hari sebelum dan

sesudah hari ke 14.(Rohan dan Siyoto, 2013; h. 6).

3. Kesehatan WUS
14

Kelompok remaja usia 10-19 tahun memiliki proposal 18,3% dari total

penduduk (Sensus Penduduk 2010). Remaja merupakan aset dan

potensi bangsa sehingga harus dijamin dapat tumbuh dan

berkembang secara positif dan terbebas dari berbagai permasalahan

yang mengancam termasuk masalah kesehatan reproduksi.

wanita usia subur harus bisa menjaga kesehatan reproduksi agar

dapat berfungsi secara normal, hal ini penting karena kehamilan

hanya akan terjadi pada sistem reproduksi yang sehat diperlukan

kesiapan mental, ekonomi dan pendidikan yang cukup pada setiap

pasangan agar terwujud keturunan yang sehat cerdas dan

berkualitas.

Persiapan menghadapi kehamilan diantaranya dilakukan

dengan cara berikut.

1) Persiapan fisik

a) Kesiapan anatomi organ reproduksi dan terlindungi

dari penyakit infeksi terpenuhinya gizi makro dan mikro

b) Usia baik untuk hamil 20-30 tahun, < 20 dan > 30 disebut

dengan usia berisiko untuk kehamilan, jarak kehamilan yang

baik adalah 3 periode kehamilan

c) Latihan fisik (olahraga teratur) untuk menjaga kebugaran dan

memperlancar peredaran darah sehingga meningkatkan

status kesehatan seorang wanita.

2) Pelayanan imunisasi Tetanus Toxoid


(TT)

Pemberian imunisasi TT pada remaja putri atau Wanita Usia

Subur (WUS) dan pada ibu hamil dilakukan setelah

ditentukan lebih dahulu status imunisasi TT sejak bayi. Untuk

menentukan
15

status imunisasi bisa dilihat dari kartu imunisasi atau

mengeksplorasi pengalaman imunisasi melalui anamnesa

yang adequate. Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) bertujuan

mendapatkan perlindungan untuk mencegah terjadinya tetanus

pada bayi yang dilahirkan.

3) Skrining Wus

a) Skrining kesehatan reproduksi merupakan usaha untuk

mengidentifikasi keadaan penyakit atau kelainan yang secara

klinis belum jelas melalui beberapa cara yaitu tes,

pemeriksaan atau prosedur tertentu yang dapat digunakan

secara cepat untuk menentukan keadaan kesehatan

setiap individu.

b) Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas yang disebabkan

oleh penyakit atau keadaan tertentu melalui pengobatan dini

terhadap kasus-kasus yang diketahui secara dini.

c) Skrining Kesehatan reproduksi dapat dilakukan melalui

berbagai cara baik secara sederhana ataupun cara yang

canggih.

d) Kasus yang perlu ditindak lanjuti melalui skrining antara lain

anemia, diabetes melitus (DM), infeksi menular seksual (IMS),

dan ketergantungan obat-obatan terlarang. (Mulati, 2015;

h.

27-30).
16

4. Genetalia Interna

Gambar 2.1 Anatomi Alat Reproduksi Bagian Dalam.

Sumber : Cuningham (2005; h. 38).

a) Vagina

Merupakan saluran muskulo-membraneus yang


menghubungkan

rahim dengan vulva.Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan

dari muskulus sfigter ani dan muskulus levator ani. Vagina

terletak diantara kandung kemih dan rektum. Panjang bagian

depannya sekitar 9 cm dan dinding belakangnya sekitar 11 cm.

b) Uterus merupakan jaringan otot yang kuat, terletak di pelvik minor

di antara kandung kemih dan rektum. Dinding belakang, depan,

dan atas tertutup peritonium, sedangkan bagian bawah

berhubungan dengan kandung kemih. Vaskularisasi uterus

berasal dari arteri uterine yang merupakan cabang utama dari

arteri uterina yang merupakan cabang utama dari arteri iliaka

intern. Untuk mempertahankan posisinya, uterus disangga

beberapa ligamentum, jaringan ikat dan parametrium.

Ukuran
17

uterus tergantung dari usia wanita dan paritas. Ukuran anak-


anak

2-3 cm, nullipara 6-8 cm, multipara 8-9 cm dan > 80 gram pada

wanita hamil. Uterus dapat menahan hingga 5 liter. Dinding uterus

terdiri dari tiga lapisan, yaitu:

1)
Peritonium

Meliputi dinding rahim bagian luar uterus. Menutupi bagian

luar uterus. Merupakan penebalan yang diisi jaringan ikat dan

pembuluh darah limfe dan urat syaraf. Peritoneum

meliputi tuba dan mencapai dinding abdomen.

2) Lapisan otot

Susunan otot rahim terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan luar,

lapisan tengah, dan lapisan dalam. Pada lapisan tengah

membentuk lapisan tebal anyaman serabut otot rahim.

Lapisan tengah ditembus oleh pembuluh darah arteri dan

vena. Lengkungan serabut otot ini membentuk angka delapan

sehingga saat terjadi kontraksi pembuluh darah terjepit rapat,

dengan demikian pendarahan dapat terhenti. Makin ke arah

serviks, otot rahim makin berkurang, dan jaringan ikatnya

bertambah. Bagian rahim yang terletak antara osteum

uteri internum anatomikum, yang merupakan batas dari kavum

uteri dan kanalis servikalis dengan osteum uteri

histologikum (di mana terjadi perubahan selaput lendir

kavum uteri menjadi selaput lendir serviks) disebut itshmus.

Isthmus uteri ini akan menjadi segmen bawah rahim dan

meregang saat persalinan.


18

3)
Endometrium

Pada endometrium terdapat lubang kecil yang merupakan

muara dan kelenjar endometrium. Variasi tebal, tipisnya, dan

fase pengeluaran lendir endometrium ditentukan oleh

perubahan hormonal dalam siklus menstruasi. Pada saat

konsepsi endometrium mengalami perubahan menjadi

desidua, sehingga memungkinkan terjadi implantasi (nidasi).

c) Tuba fallopii

Tuba fallopi merupakan tubule-muskuler, dengan panjang 12 cm

dan diameter 3-8 mm. berfungsi menangkap ovum yang

dilepaskan saat ovulasi, sebagai saluran dari spermatozoa ovum

dan hasil konsepsi tempat terjadinya konsepsi.

d) Ovarium

Ovarium merupakan kelenjar berbentuk buah kenari terletak di

kiri dan kanan uterus dibawah tuba uterina dan terikat disebelah

belakang oleh ligamentum latum uterus. (Purwoastuti dan

Walyani, 2015; h. 49-53).

5. Definisi Istilah Perubahan Menstruasi

1) Amenorea: Tidak terjadi menstruasi hingga usia 16 tahun

(primer), atau tidak terjadi menstruasi pada wanita yang

sebelumnya pernah menstruasi (sekunder).

2) Menoragia (Hipermenorea): Interval menstruasi normal dengan

perdarahan yang berlebihan dan atau perdarahan di antara

periode menstruasi.
19

3) Metroragia: Menstruasi dengan interval tidak teratur, atau

insiden perdarahan bercak atau perdarahan diantara periode

menstruasi.

4) Menometroragia: menstruasi berlebihan/berkepanjangan

dengan interval tidak teratur.

5) Polimenorea: Menstuasi normal dengan interval lebih sering

dari pada interval normal (yaitu sering menstruasi).

6) Oligomenorea: menstruasi normal dengan interval lebih

panjang dari pada interval normal (jarang menstruasi).

7) Hipomenorea: Perdarahan Kurang dari normal interval

normal. (Komalasari, 2009; h. 105).

6. Mioma uteri

Salah satu masalah kesehatan reproduksi wanita adalah mioma

uteri yang terus meningkat yaitu lebih dari 70% dengan

pemeriksaan patologi anatomi uterus. Mioma uteri sering

ditemukan pada wanita usia reproduksi (20-25%), tetapi faktor

penyebab tidak diketahui secara pasti. Mioma jarang sekali

ditemukan sebelum usia pubertas, sangat dipengaruhi oleh

hormon reproduksi, dan hanya bermanifestasi selama usia

reproduksi. (Adriyani, 2018; h. 40). Kemungkinan untuk memiliki

mioma uteri dapat meningkat apabila ditemukan riwayat keluarga

yang menderita mioma uteri, wanita dengan tingkat kesuburan

yang rendah. (Cahyasari, 2014; h. 22).

a. Definisi

Mioma uteri merupakan Neoplasma jinak berasal dari otot

uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya, sehingga dalam

kepustakaan dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma , atau

pun
20

fiboid. (Wiknjosastro, 2009; h. 338). Mioma uteri merupakan

tumor jinak yang tumbuh di meometrium. Mioma uteri dapat

menyebabkan infertilitas jika terletak pada tempat-tempat tertentu

yang sangat penting bagi sebuah proses kehamilan seperti

mengganggu lapisan endometrium yang penting untuk implantasi

embrio, menyumbat saluran tuba fallopi, merubah bentuk uterus

menjadi tidak normal, mempengaruhi letak serviks sehingga

menghambat masuknya sperma kedalam uterus.

(Sibagariang,

2010; h. 115).

Mioma uteri merupakan tumor jinak yang struktur utamanya

adalah otot polos rahim. Mioma terjadi pada 20% - 25%

perempuan diusia reproduktif, tetapi oleh faktor yang tidak

diketahui secara pasti. Insidennya 3 – 9 kali lebih banyak pada

ras kulit berwarna dibandingkan dengan ras kulit putih.

(Anwar, Baziad dan Prabowo, 2011; h. 274).

b. Etiologi

Penyebab pasti mioma uteri tidak diketahui secara pasti. Mioma

jarang sekali ditemukan sebelum usia pubertas, sangat

dipengaruhi oleh hormone reproduksi, dan hanya bermanifestasi

selama usia reproduktif. Umumnya mioma terjadi di beberapa

tempat. Pertumbuhan mikroskopik menjadi masalah utama dalam

penanganan mioma karena hanya tumor soliter dan tampak

secara makrooskopik yang memungkinkan untuk ditangani

dengan cara enuklasi. Ukuran rerata tumor ini adalah 15

cm, tetapi cukup banyak yang melaporkan kasus mioma uteri

dengan
21

berat mencapai 45 kg. Walaupun seringkali asimtomatik, gejala

yang mungkin ditimbulkan sangat bervariasi, seperti metroragia,

nyeri, menoragia, hingga infertilitas. Perdarahan hebat yang

disebabkan oleh mioma merupakan indikasi utama histerektomi di

Amerika Serikat. (Anwar, 2011; h. 274).

Yang menyulitkan adalah anggapan klasik bahwa mioma

adalah asimtomatik karena hal ini seringkali menyebabkan gejala

yang ditimbulkan dari organ sekitarnya (tuba, ovarium, atau usus)

menjadi terabaikan. Masalah lain terkait dengan asimtomatik

mioma adalah mengabaikan pemeriksaan lanjutan dari specimen

hasil enukleasi atau histerektomi sehingga miosarkoma menjadi

tidak dikenali. Tidak ada bukti yang kuat untuk mengatakan

bahwa ekstrogen menjadi penyebab mioma. Telah diketahui

bahwa hormon memang menjadi precursor pertumbuhan

miomatosa. Konsentrasi reseptor estrogen dalam jaringan mioma

memang lebih tinggi dibandingkan dengan miometrium sekitarnya

tetapi lebih rendah dibandingkan dengan di endometrium. (Anwar,

2011; h. 274).

Mioma tumbuh cepat saat penderita hamil atau terpapar

estrogen dan mengecil atau menghilang setelah menopause.

Walaupun progesterone dianggap sebagai penyeimbang estrogen

tetapi efeknya terhadap pertumbuhan mioma termasuk tidak

konsisten. Walaupun mioma tidak mempunyai kapsul yang

sesungguhnya, tetapi jaringannya dengan sangat mudah

dibebaskan dari miometrium sekitarnya sehingga mudah

dikupas
22

(enukleasi). Mioma berwarna lebih pucat, relative bulat, kenyal,

berbanding licin, dan apabila dibelah bagian dalamnya akan

menonjol keluar sehingga mengesankan bahwa permukaan

luarnya adalah kapsul. (Anwar, 2011; h. 274-275).

c. Patofisiologi

Stimulasi estrogen diduga sangat berperan untuk terjadinya

mioma uteri. Hipotesis ini didukung oleh adanya mioma uteri yang

banyak ditemukan pada usia reproduksi dan kejadiannya rendah

pada usia menopause. Ichmura mengatakan bahwa hormon

ovarium dipercaya menstimulasi pertumbuhan mioma karena

adanya peningkatan insidennya setelah menarche. Pada

kehamilan pertumbuhan tumor ini makin besar, tetapi menurun

setelah menopause. Perempuan nulipara mempunyai resiko yang

tinggi untuk terjadinya mioma uteri, sedangkan perempuan

multipara mempunyai risiko relative menurun untuk terjadinya

mioma uteri. Pukka dan kawan-kawan melaporkan bahwa

jaringan mioma uteri lebih banyak mengandung reseptor estrogen

jika dibandingkan dengan miometrium normal. Pertumbuhan

mioma uteri bervariasi pada setiap individu, bahkan di antara

nodul mioma pada uterus yang sama. Perbedaan ini berkaitan

dengan jumlah reseptor estrogen dan reseptor progesterone.

Mayer dan De Snoo mengemukakan pathogenesis mioma uteri

dengan teori cell nest atau genitoblas. Pendapat ini lebih lanjut

diperkuat oleh hasil penelitian Miller dan Lipschutz yang

mengatakan bahwa terjadinya mioma ueri bergantung pada sel-

sel otot imatur yang


23

terdapat pada cell nest yang selanjutnya dapat dirangsang terus

menerus oleh estrogen. (Prawirohardjo, 2009; h. 891-892).

d. Klasifikasi

Mioma uteri berasal dari miometrium dan klasifikasinya dibuat

berdasarkan lokasinya. Mioma submukosa menempati lapisan

dibawah endometrium dan menonjol ke dalam (kavum uteri).

Pengaruhnya pada vaskularisasi dan luas permukaan

endometrium menyebabkan terjadinya perdarahan ireguler.

Mioma jenis ini dapat bertangkai panjang sehingga dapat keluar

melalui ostium serviks. Yang harus diperhatikan dalam

menangani mioma bertangkai adalah kemungkinan terjadinya

torsi dan nekrosis sehingga resiko infeksi sangatlah tinggi.

Mioma intramural atau insterstisial adalah mioma yang

berkembang diantara miometrium. Mioma subserosa adalah

mioma yang tumbuh dibawah lapisan serosa uterus dan dapat

bertumbuh ke arah luar dan juga bertangkai. Mioma subserosa

juga dapat menjadi parasit

omentum atau usus untuk vaskularisasi tambahan bagi

pertumbuhannya. (Anwar, 2011; h. 275).


24

Gambar 2.2Klasifikasi mioma uteri.

Sumber : Anwar (2011; h. 274).

Tipe mioma uteri :

1) Mioma submukosa: Terdapat sedikit di bawah lapisan desidua

endometrium yang menonjol ke dalam rongga uterus.

Mioma ini menjadi masalah jika menyumbat tuba fallopi. Area

permukaan endometrium yang meluas menyebabkan

peningkatan perdarahan menstruasi, dan dapat menyebabkan

infertilitas, abortus spontan, dan dapat berpedunkulata.

2) Mioma intramural atauinterstisial : Berbentuk bundar dan

terdapat di dalam miometrium. Mioma ini membentuk

komponen subserosa, atau submukosa. Mioma intramural

lakan menyebabkan kavum uteri menjadi luas, yang

ditegakkan dengan pemeriksaan dengan uterus sonde.

(Wiknjosastro, 2009; h. 344).


25

Mioma uteri jenis intramural dan submukosa sangat sering

menimbulkan keluhan perdarahan dan khusus pada

mioma intramural sering menimbulkan gangguan kelanjutan

proses konsepsi yang membuat seseorang sering abortus

berulang. (Andalas, 2014; h.183).

3) Mioma subserosa : Terdapat sedikit dibawah serosa uterus,

menonjol keluar melalui dinding luar uterus. Mioma ini tidak

menyebabkan infertilitas, kecuali jika menyumbat tuba falopi.

Mioma pendunkulata adalah mioma submukosa atau

subserosa yang melekat pada uterus melalui suatu pedikulus.

4) Mioma parasitik : Keluar dari uterus disertai suplai darah

tambahan, misalnya yang berasal dari omentum. Mioma ini

meluas hingga ke dalam ligamentum latum uterus atau dapat

menyebabkan hidroureter.

5) Mioma intraligamentosa : Terdapat didalam ligamentum latum.

Mioma servikal biasanya kecil dan asimtomtik. Mioma ini

dapat menjadi pedunkulatum atau menonjol keluar dari

serviks dan menjadi terinfeksi. Mioma ini dapat masuk lagi ke

dalam uterus karena kehamilan. (Wahyuningsih, 2009; h. 609-

610).

e. Perubahan sekunder

a) Atrofi: Sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan

mioma uteri menjadi


kecil.

b) Degenerasi hialin: Perubahan ini sering terjadi terutama pada

penderita berusia lanjut. Tumor kehilangan struktur aslinya

menjadi hemo gen. Dapat meliputi sebagian besar atau

hanya
26

sebagian kecil dari padanya seolah-olah memisahkan

satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya.

c) Degenerasi kistik: dapat meliputi daerah kecil maupun luas,

dimana sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk

ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi seperti agar-agar,

dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan

limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi

yang lunak ini tumor sukar dibedakan dari kista ovarium atau

suatu kehamilan.

d) Degenerasi membatu (calcareous degeneration): Terutama

terjadi pada wanita usia lanjut oleh karena adanya gangguan

dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur

pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan

memberikan bayangan pada foto rontgen.

e) Degenerasi merah (carneous degeneration): perubahan ini

biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Pathogenesis:

diperkirakan karena suatu nekrosis sub akut sebagai

gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat

sarang mioma seperti dinding mentah berwarna merah

disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin.

Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada

kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam,

kesakitan, tumor pada uterus membesar dan nyeri pada

perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tankai

tumor ovarium atau mioma bertangkai.


27

f) Degenerasi lemak: jarang terjadi, merupakan

kelanjutan degenerasi hialin.

f. Komplikasi

Torsi (putaran tangkai)

Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul

gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis.

Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi

terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini

hendaknya dibedakan dengan suatu keadaan di mana

terdapat banyak sarang mioma dalam rongga peritoneum.

Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang

diperkirakakan karena gangguan sirkulasi darah padanya.

Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan hingga perdarahan

berupa metroragia atau menoragia di sertai leukore dan

gangguan-gangguan yang disebabkan oleh infeksi dari uterus

sendiri. (Wiknjosastro, 2009; h. 340-341).

g. Perdarahan Abnormal uterus

Perdarahan menjadi manifestasi klinik utama pada mioma dan hal

ini terjadi pada mioma dan hal ini terjadi pada 30% penderita. Bila

terjadi secara kronis maka dapat terjadi anemia defisiensi zat bezi

dan bila berlangsung lama dan dalam jumlah yang besar

maka sulit untuk dikoreksi dengan suplementasi zat bezi.

Perdarahan pada mioma submukosa seringkali diakibatkan oleh

hambatan pasokan darah endometrium, tekanan, dan bendungan

pembuluh darah diarea tumor (terutama vena) atau ulserasi

endometrium
28

diatas tumor. Tumor bertangkai seringkali menyebabkan

thrombosis vena dan nekrosis endometrium akibat tarikan

dan infeksi (vagina dan kavum uteri terhubung oleh tangkai

yang keluar dari ostium serviks). Dismenorea dapat disbabkan

oleh efek tekanan, kompresi, termasuk hipoksia lokal

miometrium. (Anwar,

2011; h. 276-277).

h. Nyeri

Mioma tidak menyebabkan nyeri dalam pada uterus kecuali

apabila kemudian terjadi gangguan vaskuler. Nyeri lebih banyak

terkait dengan proses degenerasi akibat oklusi pembuluh darah,

infeksi, torsi tangkai mioma atau kontraksi uterus sebagai upaya

untuk mengeluarkan mioma subserosa dari cavum uteri. Gejala

abdomen akut dapat terjadi bila torsi berlanjut dengan terjadinya

infark atau degenerasi merah yang mengiritasi selaput peritoneum

(seperti peritonitis). Mioma yang besar dapat menekan rectum

sehingga menimbulkan sensasi untuk mengedan .nyeri pinggang

dapat terjadi pada penderita mioma yang menekan persyarafan

yang berjalan diatas permukaan tulang pelvis.

i. Efek penekanan

Walaupun mioma dihubungkan dengan adanya desakan tekan,

tetapi tidaklah mudah untuk menghubungkan adanya penekanan

organ dengan mioma. Mioma intramural sering dikaitkan dengan

penekanan terhadap organ sekitar. Parasitik mioma dapat

menyebabkan obstruksi saluran cerna perlekatannya dengan

omentum menyebabkan stragulasi usus. Mioma serviks

dapat
29

menyebabkan secret serosanguinea vaginal, perdarahan,

dispareunia, dan infertilitas. Bila ukuran tumor lebih besar lagi,

akan terjadi penekanan utreter, kandung kemih dan rectum.

Semua efek penekanan ini dapat dikenali melalui pemeriksaan

IPV, kontras saluran cerna, dan MRI. (Anwar, 2011; h. 276-277).

j. Tanda dan gejala

Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan

pada pemeriksaan ginekologi karena tumor ini tidak mengganggu.

Gejala yang dikeluhkan sangat tergantung pada tempat sarang

mioma ini berada (Serviks, intramural, submukus, subserus),

besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala

tersebut dapat digolongkan sebagai berikut.

Perdarahan abnormal. Gangguan perdarahan yang terjadi

umumnya adalah hipermenorea, menoragia dan dapat juga terjadi

metroragia dan dapat juga terjadi metroragia. Beberapa

faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini, antara lain adalah:

a) Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia

endometrium sampai adenokarsinoma endometrium.

b) Permukaan endometrium yang lebih luas dari pada

biasa. c) Atrofi endometrium di atas mioma submukosum

d) Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya

sarang mioma di antara serabut miometrium, sehingga tidak

dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.

Rasa nyeri. Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat

timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma,

yang
30

disertai nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran

mioma submukosum yang akan dilahirkan pula pertumbuhannya

yang menyempitkan kanalis servikalis dapat menyebabkan juga

dismenore.

Gejala dan tanda penekanan. Ganguan ini tergantung dari

besar dan tempat mioma uteri. Penekanan pada kandung kemih

akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan

retensio urin, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter

dan hidronefrosis, pada rectum dapat menyebabkan obstipasi dan

tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul

dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.

(Wiknjosastro, 2009; h. 342).

k. Mioma uteri dan kehamilan

Mioma uteri dapat mempengaruhi kehamilan, misalnya

menyebabkan infertilitas, resiko terjadinya abortus bertambah

karena distorsi rongga uterus, khususnya pada mioma

submukosum, letak janin, menghalangi kemajuan persalinan

karena letaknya pada serviks uteri, menyebabkan inersia maupun

atonia uteri, sehingga menyebabkan perdarahan pasca persalinan

karena adanya gangguan mekanik dalam fungsi miometrium,

menyebabkan plasenta sukar lepas dari dasarnya, dan

mengganggu proses involusi dalam nifas. (Wiknjosastro, 2009;

h.

343).
31

l. Pengaruh mioma pada kehamilan dan persalinan

Terdapatnya mioma uteri mungkin mengakibatkan hal-hal

sebagai berikut:

1) Mengurangi kemungkinan perempuan menjadi hamil, terutama

pada mioma uteri submukosum.

2) Kemungkinan abortus bertambah.

3) Kelainan letak janin dalam rahim, terutama pada mioma yang

besar dan letak subserosum.

4) Menghalangi lahirnya bayi, terutama pada mioma yng

letaknya diserviks.

5) Inersia uteri dan atonia uteri, terutama pada mioma yang

letaknya didalam dinding rahim atau apabila terdapat banyak

mioma.

6) Mempersulit lepasnya plasenta, terutama pada mioma yang

submukosum dan intramural. (Prawirohadjo, 2014; h.

892-

893).

m. Pengaruh Kehamilan dan persalinan pada Mioma Uteri

Sebaliknya, kehamilan dan persalinan dapat mempengaruhi

mioma uteri menjadi:

1) Tumor tumbuh lebih cepat dalam kehamilan akibat

hipertrofi dan edema, terutama dalam bulan-bulan pertama,

mungkin karena pengaruh hormonal. Setelah kehamilan 4

bulan tumor tidak bertambah besar lagi.

2) Tumor menjadi lebih lunak dalam kehamilan, dapat berubah

bentuk, dan mudah terjadi gangguan sirkulasi

didalamnya,
32

sehingga terjadi perdarahan dan nekrosis, terutama ditengah-

tengah tumor. Tumor tampak merah (degenerasi merah) atau

tampak seperti daging (degenerasi karnosa). Perubahan ini

menyebabkan rasa nyeri diperut yang disertai gejala-

gejala rangsangan peritoneum dan gejala-gejala peradangan,

walaupun dalam hal ini peradangan bersifat suci hama (steril).

3) Mioma uteri subserosum yang bertangkai dapat mengalami

putaran tangkai akibat desakan uterus yang makin lama

makin membesar. Torsi menyebabkan gangguan sirkulasi dan

nekrosis yang menimbulkan gambaran klinik nyeri perut

mendadak. (Prawirohardjo, 2014; h. 893).

n. Diagnosis

Seringkali penderita penderita sendiri mengeluh akan

rasa berat dan adanya benjolan pada perut bagian bawah.

Pemeriksaan bimanual akan mengungkapkan tumor padat uterus,

yang umumnya terletak digaris tengah ataupun agak ke samping,

seringkali teraba terbenjol-benjol. Mioma subserosum dapat

mempunyai tangkai yang berhubungan dengan uterus. Mioma

intramural akan menyebabkan kavum uteri menjadi luas. Mioma

submukosum kadang-kala dapat teraba dengan jari yang masuk

ke dalam kanalis servikalis, dan terasanya benjolan pada

permukaan kavum uteri. Diagnosis banding yang perlu kita

pikirkan tumor abdomen dibagian bawah atau panggul ialah

mioma subserosum dan kehamilan; mioma submukosum yang

dilahirkan harus dibedakan dengan inversion uteri;

mioma
33

intramural harus dibedakan dengan suatu adenomiosis,

khoriokarsinoma, karsinoma korporis uteri atau suatu sarcoma

uteri. USG abdominal dan transaginal dapat membantu dan

menegakkan dugaan klinis.(Wiknjosastro, 2009; h. 344).

Dengan berkembangnya ultrasonografi, baik abdominal

maupun transfersal, diagnosis mioma sangat dipermudah.

MRI (Magnetic resonance imaging) juga dapat dipergunakan

dalam kehamilan karena MRI tidak memakai radiasi ionisasi. CT-

Scan merupakan kontraindikasi oleh karena radiasi. Diagnosis

mioma uteri dalam kehamilan biasanya tidak sulit walaupun

kadang- kadang dibuat kesalahan. Terutama kehamilan

kembar, neoplasma ovarium, dan uterus didelfis dapat

menyesatkan diagnosis. Ada kalanya mioma besar teraba seperti

kepala janin, sehingga kehamilan tunggal disangka kehamilan

kembar; atau mioma kecil disangka bagian kecil janin. Dalam

persalinan mioma lebih menonjol sewaktu ada his sehingga

mudah dikenal. Mioma yang lunak dan tidak memyebabkan

kelainan bentuk uterus sangat sulit untuk dibedakan dari uterus

gravidus. Bahkan, pada laparatomi waktu perut terbuka, kadang-

kadang tidak mungkin untuk dibuat diagnosis yang tepat.

(Prawirohardjo, 2014; h. 893)

1) Dasar diagnosis mioma


uteri

Untuk menegakkan diagnose mioma uteri sebagai berikut:

a) Anamnesa

(1) Keluhan utama yang dikemukakan:


34

(a) Terasa kemeng-discimfort atau desakan pada perut

bagian bawah.

(b) Terdapat gangguan menstruasi; menorrhagia,

menometrorragia, disertai gumpalan darah,

perdarahan yang berkepanjangan, Dismenorragia.

(c) Keluhan sekunder

Sering mengalami abortus, persalinan

prematuritas, infertilitas, dan keluhan akibat

anemia.

(d) Jarang ditemukan keluhan


komplikasi

Datang mendadak akibat terjadi torsi mioma

bertangkai intra abdomen atau transvaginal.

b) Pemeriksaan fisik

(1) Palpasi abdomen

(a) Teraba tumor bagian bawah abdomen, padat.

(b) Konsistensi padat atau padat kenyal.

(2) Pemeriksaan dalam

Teraba uterus membesar, berbenjol-benjol.

(3) Pemeriksaan spekulum.

Sonde memastikan besarnya mioma

Prdarahan dilakukan mikrokuretase untuk pemeriksaan

patologi anatomi kemungkinan kombinasi dengan

endometrial karsinoma.

(4) Pemeriksaan penunjang

USG – transvaginal / abdominal; Tampak

uterus membesar, ekonya merata mungkin sudah

mulai kistik
35

degenerasi, dapat dilakukan tambahan


pemeriksaan

CT-SCAN untuk konfirmasi lebih


jelas.

Berdasarkan pemeriksaan diagnose mioma uteri dapat

ditegakkan untuk terapi lebih lanjut yaitu seperti

konvermatif, operatif, dan hormonal. (Manuaba,

2010; h. 326).

o. Penanganan

Pada umumnya tidak dilakukan operasi untuk mengangkat mioma

dalam kehamilan. Demikian pula tidak dilakukan abortus

provokatus. Apabila terjadi degenerasi merah pada mioma

dengan gejala-gejala seperti disebut diatas, biasanya sikap

konservatif dengan istirahat baring dan pengawasan yang ketat

memberikan hasil yang cukup memuaskan. Antibiotika tidak

banyak gunanya karena proses peradangannya bersifat suci

hama. Akan tetapi, apabila dianggap perlu, dapat dilakukan

laparatomi percobaan dan tindakan selanjutnya disesuaikan

dengan apa yang ditemukan waktu perut dibuka. Apabila mioma

menghalang-halangi lahirnya janin, harus dilakukan seksio

sesaria. Dalam masa nifas mioma dibiarkan kecuali apabila timbul

gejala-gejala akut yang membahayakan. Pengangkatannya

dilakukan secepat-cepatnya setelah tiga bulan; akan tetapi pada

saat itu mioma kadang- kadang sudah demikian mengecil

sehingga tidak memerlukan pembedahan. (Catatan: operasi untuk

mengangkat mioma dalam kehamilan dapat menyebabkan

banyak perdarahan). (Prawirohardjo, 2009; h. 894)


36

Histerektomi obstetrik adalah pengangkatan rahim atas indikasi

obstetrik. Indikasi dilakukan histerektomi yaitu: Ruptur uteri,

perdarahan yang tidak dapat dikontrol, infeksi intrapartum berat,

uterus miomatosus yang besar, kematian janin dalam rahim dan

missed abortion dengan kelainan darah, kanker leher rahim.

(Sofian, 2011; h. 98).

Pada pemeriksaan, fibroid tampak berbentuk tidak teratur,

simetris, atau multilobular. Pada palpasi, mioma elastic dan

padat, melingkar, sering kali multiple, dan dapat mengeras.

Uterus membesar, tetapi tidak nyeri tekan. Mioma yang menyusut

teraba lebih lunak dan seperti kista. Mioma pendunkulata dapat

menyerupai massa adneksa atau ovarium. Uterus yang retroversi

dapat menyerupai mioma posterior. Ukuran mioma harus

menyusut pada saat menopause. (Wahyuningsih, 2009; h. 609).

p. Pengobatan

Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55%

dari semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan

dalam bentuk apapun, terutama apabila mioma itu masih kecil

dan tidak menimbulkan gannguan atau keluhan. Walaupun

demikian mioma uteri memerlukan pengamatan setiap 3-6 bulan.

Dalam menopause dapat berhenti pertumbuhannya atau

menjadi lisut. Apabila terlihat adanya suatu perubahan yang

berbahaya dapat terdeteksi dengan cepat agar dapat diadakan

tindakan segera. Dalam decade terakhir ada usaha mengobati

mioma uterus dengan GnRH agonist (GnRHa). Hal ini didasarkan

atas pemikiran
37

leiomioma uterus terdiri atas sel-sel otot yang diperkirakan

dipengaruhi oleh estrogen. GnRH yang mengatur reseptor

gonadotropin dihipofisis akan mengurangi sekresi gonadotropin

yang mempengaruhi leiomioma. Pemberian GnRHa (buseriline

acetate) selama 16 minggu pada moma uteri menghasilkan

degenerasi hialin di miometrium hingga uterus dalam

keseluruhannya menjadi lebih kecil. Akan tetapi setelah

pemberian GnRHa, dihentikan leiomioma yang lisut itu tumbuh

kembali dibawah pengaruh estrogen oleh karena mioma itu masih

mengandung reseptor estrogen dalam konsentrasi yang tinggi.

Perlu diingat bahwa penderita mioma uteri sering mengalami

menopause yang terlambat.

a. Pengobatan operatif.

a) Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja

tanpa pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan

misalnya pada mioma submukoum pada myoma geburt

dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Pengambilan sarang

mioma subserosum dapat mudah dilaksanakan apabila

tumor bertangkai. Apabila miomektomi ini di kerjakan

karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan

akan terjadi kehamilan adalah 30-50%. Perlu disadari

bahwa 25-35% dari penderita tersebut akan masih

memerlukan histerektomi.

b) Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya

merupakan tindakan terpilih. Histerektomi

dapat
38

dilaksanakan per abdominal atau per vaginam. Yang akhir

ini jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari

telor angsa dan tidak ada perlekatan dengan sekitarnya.

Adanya prolapus uteri akan mempermudah prosedur

pembedahan. Histerektomi total umumnya dilakukan

dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma

servikalis uteri. Histerektomi supravaginal hanya dilakukan

apabila terdapat kesukaran teknis dalam mengangkat

uterus keseluruhan.

b. Radioterapi

Tindakan ini bertujuan agar ovarium tidak berfungsi lagi

sehingga penderita mengalami menopause. Radioterapi ini

umumnya hanya dikerjakan kalau terdapat kontraindikasi

operatif. Radioterapi hendaknya hanya dikerjakan apabila

tidak ada keganasan pada uterus. (Wiknjosastro, 2009; h.

344-

345).
39

MIOA UTERI

Teori pembentukan: Gejala klinisnya:


-Sel nest embrional de -Besar, Letak
Snoo-Mayer -Komplikasi
-Estrogen-progesteron -kombinasi dengan
-Faktor hormonal lokal kehamilan

Dasar Diagnosa Mioma


-Anamnesa
-Keluhan klinis
-pemeriksaan fisik
-penunjang
-USG
-Foto
-CT Acan,IVP

Tata laksana mioma


kurang dari 12 minggu Tatalaksana mioma di
-Konservatif atas 14 minggu
-operatif
Bentuk tindakan opeerasi: Indikasi Operasi Laparatomi
-miomektomi -Perdarahan
-Histerektomi -Komplikasi
Keadaan buruk -Torsi
-Eksternal radiasi -Degenerasi
-Hormonal(Tapros) -Infeksi

Skema 2.1 Rancangan skematis tindakan terapi mioma uteri


Sumber: (Manuaba, 2010; h. 327).

7. Mioma intramural

Semakin bertambahnya usia, seseorang akan mengalami proses

kemunduran yang tidak terjadi suatu alat saja tetapi pada seluruh

organ tubuh, terutama kemunduran pada alat reproduksi wanita.

Salah satunya mioma uteri. Wanita yang berusia kurang dari

atau
40

sama dengan 35 tahun akan beresiko mengalami mioma

intramural. (Zulaika, 2015;h. 5).

a. Definisi

Mioma uteri intramural, mioma ini disebut juga sebagai

mioma intra ephitelial. Biasanya, multiple apabila masih kecil

tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan

uterus berbenjol-benjol, bertambah besar, dan berubah

bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang

berarti, kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di

daerah perut sebelah bawah. (Pancawati, 2010; h. 20).

Mioma intramural atau interstisial berbentuk bundar dan

terdapat di dalam meometrium. Mioma ini membentuk

komponen subserosa atau submukosa. (Wahyuningsih, 2009;h.

610). Mioma intramural tumbuh dan berkembang diantara otot

rahim, dapat menjadi besar (sebesar kepala bayi) dan

menimbulkan gejala desakan organ lain serta mengganggu

kontraksi otot rahim. (Manuaba, 2009;h. 200).

b. Gambara Klinis mioma intramural

Terdapat di dinding uterus diantara serabut miometrium. Karena

pertumbuhannya tumor, jaringan otot sekitarnya akan

terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi tumor. Bila

didinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan

mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi

yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus,

dalam pertumbuhnnya
41

akan menekan dan mendorong kandung kemih sehingga dapat

menimbulkan miksi. (Kurniasari, 2010; h. 11).

c.Tanda dan gejala

Gejala atau keluhan dari tumor jinak mioma rahim tergantung dari

beberapa faktor yaitu besarnya tumor, tidak menimbulkan keluhan

apapun (semua berjalan normal), karena besarnya timbul keluhan

desakan (gangguan berkemih, buang air besar, rasa berat diperut,

teraba tumor), terjadi perdarahan (gangguan menstruasi, dalam

bentuk perdarahan banyak, perdarahan diluar menstruasi,

perdarahan lama, jarak menstruasi pendek), dan infertilitas atau

kemandulan karena desakan sekitar saluran telur yang

menyebabkan penutupan total atau sebagian juga terjadi

gangguan migrasi sel telur dan spermatozoa sehingga mengalami

kemandulan. (Manuaba, 2009;h. 200).

Mioma intramural merupakan jenis yang paling sering

ditemukan dan biasanya jarang menimbulkan gelaja. Namun

pada beberapa kasus dapat juga terjadi gangguan menstruasi

dan infertilitas. (effendi, 2018;h. 51). Mioma dapat menyebabkan

infertilitas melalui distorsi atau blok pada tuba falopi dan distorsi

pada rongga uterus. Miomektomi tidak diindikasikan sampai

infertilitas ditetapkan atau sampai terjadi abortus habitualis.

(Wahyuningsih, 2009;h. 610).


42

d. Komplikasi

1) Degenerasi ganas

Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan


hanya

0,32-0,6% dari seluruh mioma; Serta merupakan 50-75% dari

semua sarcoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan

pada pemeriksaan histology uterus yang telah diangkat.

Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat

membesar. (Wiknjosastro,2009; h. 340-341).

2) Perdarahan abnormal uterus

Perdarahan menjadi manifestasi klinis utama pada mioma dan

hal ini terjadi pada 30% penderita.Bila terjadi secara kronis

maka dapat terjadi anemia defisiensi zat besi dan bila

berlangsung lama dan dalam jumlah yang besar maka sulit

untuk dikoreksi dengan suplementasi zat bezi.(Anwar, 2011;

h.

276).

3) Mioma uteri jenis intramural dan submukosa sangat sering

menimbulkan keluhan pendarahan dan khusus pada mioma

intramural sering menimbulkan gangguan kelanjutan

proses konsepsi yang membuat seseorang sering abortus

berulang. (Andalas, 2014;h. 183).

e. Faktor gejala berdasarkan letak dan besar.

1) Faktor gejala mioma intramural berdasarkan

besarnya a) Rasa tidak enak dibagian bawah,

sekitar pelvik.

b) Terasa penuh karena desakan pada organ.

c) Karena besarnya kavum uteri makin lebar atau


luas.
43

(1) Menimbulkan menorragia, metroragia,

disertai gumpalan.

(2) Spotting.

(3) Sekunder terjadi anemia dan gangguan fungsi jantung.

d) Gangguan kontraksi otot uterus menimbulkan

perdarahan

menstruasi panjang.

e) Gangguan implantasi (infertilitas atau abortus).

2) Faktor gejala berdasarkan letak pada kornula tuba dekat

insersio. Mengganggu gerak spermatozoa, menimbulkan

infertilitas, Tuba fallopi tertutup menimbulkan infertilitas.

(Manuaba, 2010:h. 324).

3) Gangguan menstruasi akibat mioma

a) Menoragia

Menoragia adalah istilah medis untuk perdarahan

menstruasi yang berlebihan. Dalam satu siklus menstruasi

normal perempuan rata-rata kehilangan sekitar 30-40 ml

darah selama sekitar 5-7 hari atau terlalu deras

(melebihi

80 ml). Penyebab menoragia yaitu antara lain

ketidakseimbangan hormonal, adanya tumor fibroid rahim,

polip servik, polip endometrium, radang panggul.

Ketidaksembangan hormonal, yaitu ketidakseimbangan

jumlah estrogen dan progesterone dalam tubuh

merupakan penyebab utama menoragia. Ketidak

seimbangan tersebut menyebakan endometrium terus

terbentuk. (Sinaga, 2017; h. 71)


44

b) Metroragia

Metroragia merupakan perdarahan diluar haid, perdarahan

ini dapat disebabkan oleh keadaan bersifat hormonal dan

kelainan antomis. Pada kelainan hormonal terjadi

gangguan poros hipotlamus-hipofise, ovarium (indung

telur), dan rangsangan estrogen dan progesterone dengan

bentuk perdarahan yang terjadi di luar menstruasi,

bentuknya bercak dan terus-menerus, dan perdarahan

menstruasi berkepanjangan. (Manuaba, 2009; 58).

8. Infertilitas

a. Definisi

Infertilitas adalah kegagalan dari pasangan suami istri untuk

mengalami kehamilan setelah melakukan hubungan senggama

secara teratur, tanpa kontrasepsi, selama satu tahun.

Berdasarkan studi epidemiologi, kurang lebih 10% dari pasangan

suami istri gagal memeperoleh keturunan dalam kurun satu tahun

usia pernikahan mereka. Sekitar 50% dari pasangan tersebut

akan berhasil memperoleh keturunan setelah 2 tahun menikah.

Pada kondisi yang normal, kemungkinan seorang wanita, dengan

siklus haid teratur setiap bulan, untuk menjadi hamil adalah

sekitar

30 %. Dan ketika kehamilan terjadi, hanya 50%-60% saja yang

akan berhasil mencapai usia kehamilan lebih dari 20 minggu.

(Sibagarian, 2010; h. 110).

Infertilitas adalah kekurangmampuan pasangan untuk

menghasilkan keturunan, bukan merupakan

ketidakmampuan
45

mutlak untuk memiliki keturunan. (Lestari, 2013; h. 46). Infertilitas

merupakan tidak terjadi konsepsi setelah 12 bulan (usia< 34

tahun) atau 6 bulan (usia ≤ 35 tahun) berhubungan seksual tanpa

menggunakan kontrasepsi. (Turner, 2011;h. 139).

b. Klasifikasi

1) infertilitas primer kalau istri belum pernah hamil walaupun

bersanggama dan dihadapkan kepada kemungkinan

kehamilan selama 12 bulan.

2) infertilitas sekunder kalau istri pernah hamil, akan tetapi

kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun bersenggama

dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12

bulan.

Penyelidikan lamanya waktu yang diperlukan untuk menghasilkan

kehamilan menunjukkan bahwa 32,7% hamil dalam satu bulan

pertama, 57,0% dalam 3 waktu median yang diperlukan untuk

menghasilkan kehamilan ialah 2,3 bulan sampai 2,8 bulan. Makin

lama pasangan itu kawin tanpa kehamilan, makin turun kejadian

kehamilannya. Oleh karena itu, kebanyakan dokter baru

menganggap ada masalah infertilitas kalau pasangan yang ingin

punya anak itu telah dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan

lebih dari 12 bulan. (Wiknjosastro, 2009; h.497).

c. Penyebab infertilitas

1) Penyebab pada pihak istri


46

Penyebab utama dari istri adalah tidak terjadinya ovulasi atau

pelepasan sel telur dari kelenjar ovarium dimana sel telur ini di

reproduksi. Penyebab lainnya adalah:

a) Adanya masalah pada saluran telur (tuba


fallopi)

tuba fallopi bisa tersumbat karena adanya infeksi di

daerah ini atau ada tumor yang tumbuh disekitar tubuh ini.

b) Zat lendir yang di keluarkan dari dinding mulut raahim istri

bisa juga mengandung zat-zat yang bisa mengahancurkan

sperma atau mengganggu lancarnya perjalanan sperma.

c) Berat badan yang ada diatas normal atau jauh di bawah

normal juga bisa mempengaruhi susahnya terjadi

kehamilan. ( Ayustawati,2011;h. 80).

d) Infertilitas dan abortus

Infertilitas dapat terjadi apabila sarang sarang mioma

menutup atau menekan pars interstisialis tuba, sedangkan

mioma submukosum juga memudahkan terjadinya abortus

oleh karena distorsi rongga uterus. Robin (1958)

menyatakan bahwa apabila penyebab lain infertilitas

sudah disingkirkan, dan mioma merupakan penyebab

infertilitas tersebut, maka merupakan suatu indikasi untuk

dilakukan miomektomi.

Olah raga yang berlebih, walaupun sebagian besar

hormone estrogen dihasilkan oleh ovarium, namun

30% estrogen tersebut dihasilkan juga oleh lemak tubuh

melalui proses aromatis dengan androgen

sebagai zat
47

pembekalnya. Jika seorang wanita memiliki berat badan

yang berlebih (over weigh) atau mengalami kegemukan

(obesitas), atau dengan istilah lain memiliki lemak

tubuh

10%-15% dari lemak tubuh normal, maka wanita tersebut

akan menderita gangguan pertumbuhan folikel di ovarium

yang terkait dengan sebuah sindrom yaitu ovarium kistik

sindrom ini juga terkait erat dengan resistensi insulin dan

diabetes mellitus. Disamping berat badan yang berlebih

maka berat badan yang sangat rendah juga dapat

mengganggu fungsi fertilitas seorang wanita. Zat gizi yang

cukup seperti karbohidrat, lemat, dan protein sangat

diperlukan untuk pembentukan hormon reproduksi,

sehingga pada wanita kurus akibat asupan gizi yang

sangat kurang akan mengalami defisiensi hormon

reproduksi yang berakibat terhadap peningkatan kejadian

infertilitas pada wanita tersebut. Wanita-wanita yang

sering mengalami masalah asupan gizi tersebut sering kali

terkait yaitu: Anoreksia nervosa atau bulimia, vegetarian

yang fanatik, pelari marathon dan pelari profesional.

(Sibagariang, 2010; h. 111).

e) Umur

Umur juga bisa menyebabkan susahnya terjadi kehamilan.

Biasanya kesuburan seorang wanita akan menurun dratis

setelah mereka menginjak usia 35 tahun. Usia puncak

fertilitas untuk pria adalah usia 24-25 tahun dan wanita

21-
48

24 tahun. Sebelum usia tersebut kesuburan belum benar-

benar matang dan setelahnya berangsur menurun.

(Lestari, 2013; h. 46).

Ketika seorang wanita semakin berumur, maka

semakin kecil pula kemungkinan wanita tersebut untuk

hamil. Kejadian infertilitas berbanding lurus dengan

pertambahan usia wanita. Wanita yang sudah berumur

akan memiliki kualitas oosit yang tidak baik akibat adanya

kelainan kromosom pada oosit tersebut. Disamping itu

wanita yang sudah berumur juga cenderung memiliki

gangguan fungsi kesahatan kesehatan sehingga

menurunkan pula fungsi kesuburannya.Kejadian abortus

juga meningkat ketika kehamilan terjadi pada ibu yang

sudah berumur. Wanita dengan rentang usia 19-26 tahun

memiliki kemungkinan hamil 2 kali lebih besar dari pada

wanita dengan rentang usia antara 35-39 tahun. .

(Sibagariang, 2010; h. 111).

f) Hiperprolaktinemia

Pada kondisi normal, prolaktin yang dihasilkan kelenjar

hipofisis diperlukan untuk membantu proses pertumbuhan

kelenjar payudara dan sekaligus berperan penting pada

produksi air susu ibu (ASI). Pada kondisi tertentu misalkan

terdapat tumor tumbuh di kelenjar hipofisis (prolaktinoma),

maka prolaktin akan diproduksi berlebihan sehingga

menimbulkan penekanan terhadap sekresi

gonadotropin
49

sehingga terjadi gangguan proses ovulasi.


(Sibagariang,

2010; h. 115).

2) Penyakit penyebab infertilitas

a) Menopause prekoks atau kegagalan ovarium dini

Menopause prekoks atau menopause dini dapat terjadi

ketika fungsi ovarium menurun atau berkurang ketika

wanita berusia kurang dari 40 tahun. Pada kasus

kegagalan ovarium dini, kemungkinan bagi wanita

untuk hamil spontan hanya terjadi sebesar 5-10%

saja. Kegagalan ovarium dini dapat terjadi akibat

radiasi, kemoterapi, kelainan genetik, penyakit autoimun,

kelainan kromosom dan sebagainya.

b) Mioma uteri

Mioma uteri merupkan tumor jinak yang tumbuh di

meometrium.Mioma uteri dapat menyebabkan infertilitas

jika terletak pada tempat-tempat tertentu yang sangat

penting bagi sebuah proses kehamilan seperti

mengganggu lapisan endometrium yang penting untuk

implantasi embrio, menyumbat saluran tuba fallopi,

merubah bentuk uterus menjadi tidak normal,

mempengaruhi letak serviks sehingga menghambat

masuknya sperma kedalam uterus. (Sibagariang, 2010;

h.

114-115).

Disamping ada istri yang dapat hamil dan melahirkan

seperti biasa dengan mioma uteri, ada juga istri yang

tidak
50

dapat hamil dan satu-satunya kelainan yang dapat

ditemukan adalah mioma uteri. Bagaimana mekanisme

mioma uteri sampai menghambat terjadinya kehamilan

belum jelas diketahui. Mungkin disebabkan oleh tekanan

pada tuba, distrosi atau elongsi kavum uteri, iritasi

miometrium, atau torsi oleh mioma yang bertangkai.

Apapun mekanismenya, bahwa 50% istri yang dilakukan

miomektomi dapat menjadi hamil membuktikan bahwa

mioma uteri itu adalah sebabnya. Waktu yang diperlukan

untuk menjadi hamil setelah dilakukan miomektomi kira-

kira 18 bulan. Sebagaimana dilaporkan oleh Malone dan

Ingersol kemungkinan mioma uteri kambuh setelah

dilakukan miomektomi terjadi pada 15 – 45%. Memang

tidak selalu semua benih mioma uteri dapat dikeluarkan

dengan pembedahan. (Wiknjosastro, 2009; h. 523-525).

c) Faktor tuba falopii

Infertilitas faktor tuba disebabkan karena kondisi tuba

mengalami abnormalitas anatomi sehingga menghambat

fertilisasi sel telur oleh sperma. Oklusi proksimal tuba

menghambat sperma untuk mencapai bagian distal tuba

fallopi yang merupakan tempat terjadinya fertilisasi secara

normal. Adhesi atau oklusi distal tuba mengganggu

aktivitas penjemputan sel telur dari ovarium terdekat.

Penyakit pada bagian distal tuba berkisar dari ringan

(fibrial adhesion) sampai berat (oklusi sutuhnya).

Jika
51

sumbatan terjadi hanya pada bagian ujung distal tuba

maka cairan tidak dapat disekresikan dari ujung tuba.

Akumulasi cairan di dalam tuba, atau yang lebih dikenal

dengan hidrosalping, memiliki dampak negatif yang sangat

besar terhadap ferlilitas bahkan ketika pasangan menjalani

prosedur fertilisasi in vitro (FIV) sebagai metode terapi

infertilitas. Dengan demikian, permasalahan pada tuba

memiliki dampak yang besar terhadap fertilitas seorang

wanita sehingga adanya gangguan pada organ reproduksi

ini memerlukan perhatian dan penanganan yang serius.

Diperlukan terapi yang tepat dan efektif untuk menangani

masalah infertilitas karena faktor tuba. (Djuwantono, 2013;

h. 26-27).

d) Masalah serviks

Infertilitas yang berhubungan dengan faktor serviks dapat

disebabkan oleh sumbatan kanalis servikalis, lendir

serviks yang abnormal, malposisi dari serviks, atau

kombinasinya. Terdapat berbagai kelainan anatomi serviks

yang dapat berperan dalam infertilitas, yaitu cacat bawaan

(atresia), polip serviks, stenosis akibat trauma,

peradangan (servisitis menahun), sineka (biasanya

bersamaan dengan sineka intrauterin) setelah konisasi,

dan inseminasi yang tidak adekuat. Pernah bahwa

vaginitis yang disebabkan oleh Trikomonas vaginalis dan

kandida albikans dapat menghambat motilitas

spermatozoa. Akan tetapi


52

perubahan Ph akibat vaginitis ternyata tidak menghambat

motilitasnya. Gnarpe dan Friberg memperoleh lebih

banyak T-Mikroplasma pada biakan lender serviks istri

infertile dari pada yang fertile, walaupun laporan lainnya

ternyata tidak demikian. (Wiknjosastro, 2009; h. 505).

e) Infeksi panggul

Infeksi panggul adalah suatu kumpulan penyakit pada

saluran reproduksi wanita bagian atas, meliputi radang

pada rahim, saluran telur, indung telur, atau dinding dalam

panggul. Gejala umum infeksi panggul adalah nyeri pada

bagian pusar ke bawah (pada sisi kanan dan kiri), nyeri

pada awal haid, mual, nyeri saat berkemih, demam, dan

keputihan dengan cairan yang kental dan berbau.

f) Polip

Polip adalah suatu jaringan yang membesar dan menjulur

yang biasanya diakibatkan oleh mioma uteri yang

membesar dan teremas-remas oleh kontraksi rahim.

g) Sel telur

Kelainan sel telur dapat mengakibatkan infertilitas yang

umumnya merupakan manifestasi dari gangguan proses

pelepasan sel telur (ovulasi). Delapan puluh persen

penyebab gangguan ovulasi adalah sindrom ovarium

polikistik. Gangguan ovulasi biasanya direfleksikan

dengan gangguan haid. Haid yang normal memiliki

siklus antara

26-35 hari, dengan jumlah darah haid 80 cc dan lama


haid
53

antara 3-7 hari. (Purwoastuti dan Walyani, 2015; h. 219-

220).

d. Pencegahan infertilitas/kemandulan

Salah satu yang paling ditakutkan adalah ketidak suburan atau

infertilitas yang sering dikaitkan dengan kemandulan pada salah

satu pasangan. Bagi wanita, ketidaksuburan atau infertilitas

disebabkan karena gagalnya pelepasan sel telur atau indung telur

tidak dapat menghasilkan sel telur yang matang. Dengan

demikian tidak terjadi ovulasi sehingga sel telur tidak masuk ke

saluran telur yang menyebabkan tidak dapat terjadi

pembuahan. Kondisi ini disebut sebagai ovulation disorder.

penyebab lainnya adalah tertutupnya atau tersumbatnya tuba

falopi atau saluran telur. Atau adanya endometriosis atau sering

dikenal sebagai kista yaitu tumbuhnya jaringan dinding di luar

rahim. Banyak sekali faktor- faktor penyebab kemandulan yaitu

mulai dari faktor genetika atau bawaan sejak lahir dan ada yang

karena akibat penyakit bawaan, contohnya adalah struktur

reproduksi yang tidak normal dan penyakit kelamin yang sudah

sampai tingkat tertentu atau Torch yang disebabkan oleh hewan

peliharaan yaitu kucing. Untuk mengetahui wanita yang infertil

tidak bisa dilihat secara fisik atau kebiasaan tertentu, misalnya

menstruasi yang sering, terlambat atau darah haid yang banyak

dan sedikit. Cara pencegahan infertilitas yaitu; pola sex yang

sehat, pola hidup sehat, cukup vitamin dan mineral, jangan

merokok, jangan minum-minuman beralkohol. (Sibagariang, 2010;

h. 123-124).
54

e. Pemeriksaan

Dengan memperhatikan kemungkinan penyebab infertilitas, pada

wanita dapat di sampaikan rencana pemeriksaan yang dilakukan

seperti berikut:

1) Pemeriksaan dalam

Pemeriksaan dalam diharapkan dapat memberi gambaran

tentang alat kelamin wanita secara umum. Misalnya kelainan

rahim, kelainan pada tuba falopi, dan kelainan fungsi alat

kelamin secara kasar.

2) Pemeriksaan teradap ovulasi

Pemeriksaan ovulasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan

suhu basal tubuh, uji lender rahim dan sitologi vagina, dan

biopsi lapisan dalam rahim.

3) Pemeriksaan khusus

Macam-macam pemeriksaan khusus:

a. Pemeriksaan histeroskopi

Pemeriksaan histeroskopi merupakan pemeriksaan

dengan memasukkan alat optik ke dalam rahim untuk

mendapatkan keterangan tentang mulut saluran dalam

rahim.

b. Pemeriksaan laparaskopi

Pemeriksaan laparaskopi adalah pemeriksaan dengan

memasukkaan alat optik ke dalam abdomen untuk

mendapatkan keterangan tentang keadaan indung telu.

.
55

c. Pemeriksaan ultrasonografi

Dilakukan sekitar waktu ovulasi dan didahului dengan

pemberian klimofen sitral. Pemeriksaan ini untuk

mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai

anatomi alat kelamin bagian dalam, mengikuti tumbuh

kembang folikel graff, dan sebagainya.

d. Pemeriksaan hormonal

Untuk mengetahui keterangan tentang hubungan

hipotalamus dengan hipofisis dan ovarial aksis. (Lestari,

Ulfianah dan Suparmi, 2013; h. 49-50).

Hasil pemeriksaan hormonal dengan RIA harus selalu

dibandingkan dengan nilai normal masing-masing

laboratorium. Pemeriksaan FSH ber turut-turut untuk

memeriksa kenaikan FSH tidak selalu mudah, karena

perbedaan kenaikannya tidak sangat nyata, kecuali pada

tengah-tengah siklus haid (walaupun masih kurang nyata

dibandingkan dengan puncah LH). Pada fungsi ovarium

tidak aktif, nilai FSH yang rendah sampai normal.

menunjukkan kelainan pada tingkat hipotalamus atau

hipofisis.Sedangkan nilai yang tinggi menjunjukkan

kelainan primernya pada ovarium.(Purwoastuti dan

Walyani, 2015; h. 221-222).

f. Prognosis infertilitas

Menurut Behrman & Kistner dalam , prognosis

terjadinya kehamilan tergantung pada umur suami, umur istri,

dan lamanya
56

dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan (frekuensi sanggama

dan lamanya perkawinan). Fertilitas maksimal wanita dicapai

pada umur 24 tahun, kemudian menurunkan perlahan-lahan

sampai umur 30 tahun, dan setelah itu menurun dengan cepat.

(Wiknjosastro, 2009; h. 517-521).

Dengan berkembangnya ultrasonografi, baik abdominal

maupun transfersal, diagnosis mioma sangat dipermudah.

MRI (Magnetic resonance imaging) juga dapat dipergunakan

dalam kehamilan karena MRI tidak memakai radiasi ionisasi. CT-

Scan merupakan kontraindikasi oleh karena radiasi. Diagnosis

mioma uteri dalam kehamilan biasanya tidak sulit walaupun

kadang- kadang dibuat kesalahan. Terutama kehamilan

kembar, neoplasma ovarium, dan uterus didelfis dapat

menyesatkan diagnosis. Ada kalanya mioma besar teraba seperti

kepala janin, sehingga kehamilan tunggal disangka kehamilan

kembar; atau mioma kecil disangka bagian kecil janin. Dalam

persalinan mioma lebih menonjol sewaktu ada his sehingga

mudah dikenal. Mioma yang lunak dan tidak menyebabkan

kelainan bentuk uterus sangat. Sulit untuk dibedakan dari uterus

gravidus. Bahkan, pada laparatomi waktu perut terbuka, kadang-

kadang tidak mungkin untuk dibuat diagnosis yang tepat.

(Prawirohardjo, 2014; h. 893)

g. Penatalaksanaan infertilitas

Setelah mengetahui penyebab infertilitas pada suami istri, dapat

diperkirakan pengobatan yang dapat diberikan didasarkan

penyebabnya adalah sebagai berikut :


57

1) Penyebab idiopatik infertilitas

Semua baik-baik saja, tetapi belum juga hamil. Akan

tetapi, jika ini terjadi, masih diperkirakan faktor alergi atau

faktor stres. Oleh sebab itu, pengobatan yang dilakukan

sebaiknya berupa pengobatan medis disertai doa kepada

Tuhan yang Maha Esa.

2) Penyebab infertilitas karena gangguan hormonal

a) Bila gngguan karena proses ovulasi ,pengobatan yang

dilakukan adalah induksi ovulasi atau klimofen sitrat

b) Bila gangguan akibat faktor peningkatan kadar prolaktin,

pengobatan dilakukan dengan pemberian bromokriptin

atau parlodel.

c) Bila akibat kurangnya kadar progesteron, pengobatan

dilakukan dengan menambah progesteron.

3) Kelainan yang terletak pada tuba

Kelainan tuba akibat kelainan infeksi yang

menimbulkan gangguan fungsi dapat diselesaikan dengan

bedah rekontruksi tuba dengan berbagai implikasi operasinya.

Pemecahan kegagalan fungsi tuba dapat diselesaikan

dengan rekayasa canggih assisted fertilization invitro (bayi

tabung). (Lestari,

2013; h. 50-51).

4) Pembedahan

Tindakan pembedahan dapat dilakukan dapat

dilakukan pasien mioma dan tuba yang tersumbat.


58

5) Terapi

Terapi dapat dilakukan pada penderita endometriosis. Terapi

endometriosis terdiri dari menunggu sampai terjadi kehamilan

sendiri, pengobatan hormonal, atau pembedahan konservatif.

(Purwoastuti, 2015; h. 226).

h. Penanganan infertilitas

Penanganan infertilitas dapat dibedakan menjadi 7 langkah yaitu:

1) Langkah I (anamnesis), cara yang terbaik untuk mencari

penyebab infertilitas pada wanita. Banyak faktor penting yang

berkaitan dengan infertilitas dapat ditanyakan pada pasien.

Anaamnesis meliputi hal-hal berikut: Lama fertilitas,

riwayat haid dan dismenorea, riwayat sanggama, dispereunia,

riwayat komplikasi pascapartum, abortus, kehamilan ektopik,

kehamilan terakhir, kontrasepsi yang pernah digunakan,

pemeriksaan infertilitas dan pengobatan sebelumnya, riwayat

penyakit sistematik (tuberculosis, diabetes mellitus, tiroid),

riwayat bedah perut atau hipofisis/ginekologi, riwayat

keluar asi, pengetahuan kesuburan.

2) Langkah II (analisis hormonal), dilakukan jika hasil anamnesis

ditemukan riwayat, atau sedang mengalami gangguan haid,

atau dari pemeriksaan dengan suhu basal badan (SBB)

ditemukan anovulasi. Hiperprolaktinemia menyebabkan

gangguan sekresi GnRH yang akibatnya terjadi anovulasi.

Kadar normal prolaktin adalah 5-25 ng/ml. pemeriksaan

dilakukan antara pukul 7 sampai 10. Jika ditemukan kadar


59

prolaktin >50 ng/ml disertai gangguan haid, perlu

dipikirkan ada tumor dihipofisis.

3) Langkah III (uji pasca sanggama). Tes ini dapat memberi

informasi tentang interaksi antara sperma dan getah serviks.

Untuk pelaksanaan uji pascasanggama telah dijelaskan

sebelumnya. Jika hasil UPS negatif, perlu dilakukan evaluasi

kembali terhadap sperma. Hasil UPS yang normal dapat

menyimpulkan penyebab infertilitas suami.

4) Langkah IV (peniliaian ovulasi ). Penilaian ovulasi dapat

diukur dengan pengukuran suhu basal badan (SBB). SBB

dikerjakan setiap hari pada saat bangun pagi hari, sebelum

bangkit dari tempat tidur, atau sebelum makan atau minum.

Jika wanita memiliki siklus haid berovulasi, grafik akan

memperlihatkan gambar bifasik, sedangkan yang tidak

berovulasi grafiknya monofasik.

5) Langkah V (pemeriksaan bakteriologi). Perlu dilakukan

pemeriksaan bakteriologi dari vagina dan porsio. Infeksi

akibat clamydia trachomatis dan gonokokus sering

menyebabkan sumbatan tuba. Jika ditemukan riwayat abortus

berulang atau kelainan bawaan pada kehamilan sebelumnya

perlu dilakukan pemeriksaan TORCH.

6) Langkah VI (Analisis fase luteal). Kadar estradiol yang tinggi

pada fase luteal dapat menghambat implantasi dan keadaan

seperti ini sering ditemukan unexplained infertilitas.

Pengobatan insufisiensi korpus loteum dengan

pemberian
60

sediaan progesterone alamiah. Lebih diutamakan

progerteron intravagina dengan dosis 50-200 mg daripada

pemberian oral.

7) Langkah VII (diagnosis tuba fallopi). Karena makin

meningkatnya penyakit akibat hubungan seksual,

pemeriksaan tuba menjadi sangat penting. Tuba yang

tersumbat, gangguan hormon dan anovulasi merupakan

penyebab tersering infertilitas. (Syafrudin, 2009;h. 46-47).

9. Pembedahan atau Operasi

a. Definisi

Pembedahan adalah semua tindakan pengobatan yang

menggunakan cara invasive dengan membuka atau menampilkan

bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini

pula umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah

bagian yang akan ditangani tampak, dilakukan tindakan perbaikan

yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka.

(Kinasih,

2018; h. 171).

b. Perawatan praoperasi

Perawatan pra operasi merupakan perawatan yang dilakukan

pada pasien yang akan dilakukan tindakan operasi. Perawatan

praoperasi ini bertujuan untuk menunjang keberhasilan

selama dan pasca operasi sekaligus mencegah berbagai aspek

yang umumnya dapat ditimbulkan akibat tindakan operasi.

c. Persiapan operasi

Persiapan operasi dilakukan sejak pasien masuk ke ruang

perawatan sampai saat pasien berada dikamar operasi

sebelum
61

tindakan pembedahan dilakukan. Persiapan mental

dapat dilakukan oleh keluarga dan perawat dengan cara

membantu pasien mengetahui tindakan-tindakan yang

dialami pasien sebelum operasi, memberikan informasi pada

pasien tentang waktu operasi, hal-hal yang akan dialami oleh

pasien selama proses operasi, menunjukkaan tempat operasi,

dan sebagainya. Tahap-tahap yang dilakukan sebelum

pembedahan

Persiapan fisik, persiapan mental, atau psikis, informed

consent dan pemberian obat-obatan pre medikasi. (Kurniawan.

2018; h.

148).

10. Perawatan pasca operasi dilakukan setelah tindakan

operasi diberikan. Perawatan ini dilakukan dengan beberapa tahap,

yakni tahap pascadini dan pasca lanjut. Pasca dini di fokuskan pada

tindakan seperti mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

serta tindakan untuk membebaskan jalan napas, karena perlu

disiapkan oksigenasi alat penghisap, peralatan resusitasi, monitor


62

jantung, dan lain-lain. Pasca operasi lanjut difokuskan pada

peningkatan proses penyembuhan luka dan mengurangi rasa nyeri

serta mempertahankan fungsi organ lain. (uliyah, 2016; h282).

11. Laparatomi

a. Definisi

Pembedahan perut sampai membuka selaput perut. Ada 4 cara

yaitu:

1) Midline incision

2) Paramedian, yaitu; sedikit ketepi dari garris tengah (2,5 cm),

panjang (12,5 cm).

b. Pre operasi

Semua pasien dipuasakan 6 jam sebelum operasi, dan kebutuhan

cairan selama puasa dipenuhi sebelum operasi dengan

menggunakan Ringer Laktat. Sesampai diruang operasi semua

pasien diukur vital sign tekanan darah, denyut jantung, dan laju

pernafasan.(Yuniafri, 2018; h. 52).

c. Perawatan intraoperasi dilakukan oleh tim pembedahan.

Berikut adalah beberapa tindakan yang umumnya dilakukan.

1) Penggunaan bajju sragam operasi. Bajju sragam operasi

didesain secara khusus dengan harapan dapat mencegah

kontaminasi dari luar. Prinsipnya adalah semua baju

diluar harus diganti dengan baju operasi yang steril atau

semua bagian atas steril harus dimasukkan kedalam

celana atau harus menutupi pinggang untuk mengurangi

keluarnya bakteri. Baju steril harus menutup daerah

pinggang, kemudian
63

menggunakan tutup kepala, masker, sarung tangan,

dan celemek steril.

2) Mencuci tangan sebelum operasi

3) Menerima pasien didaerah operasi. Sebelum memasuki

daerah operasi, pasien akan diterima diruang penerimaan

sebbelum ke ruang operasi dengan cara meminta agar pasien

menyebutkan namanya, operasi apa yang akan dilakukan,

kemudian cek nama, nomor status registrasi pasien, setelah

itu cek berbagai hasil laboratorium. Cek alat dll

4) Pengiriman dan pengaturan posisi ke kamar bedah, posisi

yang dianjurkan pada umumnya antara lain terlentang,

terlungkup, trandelenburg, litotomi, lateral dll

5) Pembersihan dan persiapankulit, pelaksanaan ini bertujuan

untuk membuat daerah yang akan dibedah bebas dari

kotoran, lemak kulit, serta mengurangi jumlah mikroba.

6) Penutupan daerah steril, penutupan daerah steril

dilakukan dengan menggunakan duk steril agar daerah

seputar operasi tetap steril dan mencegah berpindahnya

mikroorganisme antara daerah steril dan tidak.

7) Pelaksanaan anastesi, pelaksanaan anastesi ini dapat

dilakukan dengan berbagai macam diantaranya anestesi

umum, dengan atau intervena, anastesi regional dengan cara

mengeblok saraf, anastesi lokas dll


64

8) Pelaksanaan pembedahan, setelah dilakukan anastesi maka

tim bedah kan melakukan sesuai dengan ketentuan

pembedahan. (Uliyah, 2016; h. 280-281).

d. Post laparatomi

Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan

yang diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani

operasi pembedahan perut.

Tujuan perawatan laparatomi

1) Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.

2) Mempercepat penyembuhan.

3) Mengembalikan fungsi fasien semaksimal mungkin seperti

sebelum operasi.

4) Mempertahankan konsep diri pasien.

5) Mempersiapkan pasien pulang. (Jitowiyono, 2010; h. 93-96)

Mual muntah pasca operasi dalam bahasa inggris disebut

sebagai Post Operatif Nausea and Vomiting (PONV). Mual

muntah terjadi pada dalam waktu 24 jam setelah operasi.

Penyebab mual muntah pasca anastesi dianggap

multifaktor, karena bisa melibatkan faktor resiko dari

individunya, jenis anastesi dan bahkan tindakan

pembedahannya.(Kinasih, 2018; h. 171).

e. Proses penyembuhan luka

1) Fase pertama

Berlangsung sampai hari ke 3.Batang lekosit banyak

yang rusak/rapuh.Sel-sel darah baru berkembang

menjadi
65

penyembuh dimana serabut-serabut bening digunakan

sebagai kerangka.

2) Fase kedua

Dari hari ke 3 sampai hari ke 14.Pengisian oleh kolagen,

seluruh pinggiran sel epitel timbul sempurna dalam 1

minggu.Jaringan baru tumbuh dengan kuat dan kemerahan.

3) Fase ketiga

Sekitar 2 sampai 10 minggu.Kolagen terus-menerus ditimbun,

timbul jaringan-jaringan baru dan otot dapat digunakan

kembali.

4) Fase keempat

Fase terakhir. Penyembuhan akan menyusut dan mengkerut.

Intervensi untuk meningkatkan penyembuhan yaitu

dengan meningkatkan intake makanan tinggi protein dan

vitamin C.(Jitowiyono, 2010; h. 93-96)

f. Menurut Chrish Tanda (2014; h. 560) setelah menjalani

tindakan operasi, pasien dipantau secara ketat didalam ruangan

yang disebut sebagai kamar pulih khusus. Lokasi kamar pulih

khuusus biasanya tidak jauh dari ruang operasi agar jika terjadi

kegawatan dapat segera dilakukan manajemen yang sesuai.

Pengawasan dikamar pulih khusus dilakukan secara intensif

dengan peralatan yang lengkap dan terpisah dari peralatan

dikamar operasi. Kondisi ideal yang diharapkan pada pasien

pascaoperasi adalah pasien bangun secara bertahap, cepat, dan

tana keluhan.
66

B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan

1. Konsep asuhan kebidanan

Menejemen asuhan kebidanan adalah suatu pendekatan dan

kerangka piker yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan

metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari

pengumpulan data, diagnose kebidanan, perencanaan, pelaaksanaan

dan evaluasi. (Permenkes RI, 2010;h. 4)

1) Langkah I - Pengumpulan data dasar

Pengumpulan data dasar yang menyeluruh untuk mengevaluasi

ibu. Data dasar ini meliputi pengkajian riwayat, pemeriksaan fisik

sesuai indikasi, meninjau kembali proses perkembangan saat ini

atau catatan rumah sakit terdahulu. Bidan mengumpulkan data

dasar awal lengkap, bahkan jika ibu mengalami komplikasi yang

mengharuskan mereka mendapat konsultasi dokter sebagai

bagian dari penatalaksanaan kolaborasi.

2) Langkah II – Interpretasi data dasar

Bermula dari data dasar, menginterpretassi data untuk kemudian

diproses menjadi masalah atau diagnosis serta kebutuhan

perawatan kesehatan yang diidentifikasikan khusus.

3) Langkah III – Identifikasi diagnosis atau masalah potensial

Mengidentifikasi masalah atau diagnose potensial

berdasarkan masalah dan diagnosis saat ini berkenan

dengan tindakan antisipasi, pencegahan jika memungkinkan

mengunggu dengan waspada penuh, dan persiapan terhadap

semua kadaan yang mungkin muuncul.


67

4) Langkah IV – Kolaborasi dengan Dokter untuk penatalaksanaan

wanita yang mengalami semua komp]likasi. Komplikasi atau

p]enatalaksanaan kolaborasi dengan tim kesehatan lain, misalnya

ahli nutrisi, atau p]erawat klinik spesialis. Bidan kemudian

mengevaluasi setiap situasi klinik.

5) Langkah V - Perencanaan asuhan secara menyeluruh

Mengembangkan sebuah rencana keperawatan yang

menyeluruh ditentukan dengan mengacu pada

hasil langkah sebelumnya.Langkah ini merupakan

pengembangan masalah atau diagnosis yang diidentifikasi baik

pada saat ini maupun yang dapat diantisipasi serta perawatan

kkesehatan yang dibutuhkan.

6) Langkah VI - Pelaksanaan

Melaksanakan rencana perawatan secara menyeluruh.

Langkah ini dapat dilakukan secara keeseluruhan oleh bidan atau

dilakukan sebagian oleh ibu atau orang tua, bidan atau anggota

tim kesehatan lain.

7) Langkah VII – Evaluasi

Tindakan untuk memeriksa apakah rencana perawatan yang

dilakukan benar-benar telah mencapai tujuan yaitu memenuhi

kebutuhan ibu, sepeerti yang diidentifikasikan pada langkah

kedua tentang masalah, diagnosis, maupun kebutuhan perawatan

kesehatan. (Varney,h.26-28).
68

2. Penerapan asuhan kebidanan

a. Data Subyektif

Subyektif merupakan data dasar, data dari hasil pengkajian awal

ketika pasien masuk rumah sakit. Data ini menckup semua

informasi yang didapat dari pasien seperti identitas, riwayat

kesehatan, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan laboratorium

yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi berbagai diagnosis

dan masalah pasien. (hidayat, 2008;hal.17)

b. Data Objektif

1) Mencatat hasil pemeriksaan (PMK,


2007)

2) Data ini memberi bukti gejala klinis pasien dan fakta yang

berhubungan dengan diagnose. Data fisiologis, hasil

observasi yang jujur, informasi kajian teknologi (hasil

laboratorium, USG, dan lain-lain) dan informasi dari keluarga

atau orang lain dapat dimasukkan dalam kategori ini. Apa

yang dapat diobservasi oleh bidan akan menjadi komponen

yang berarti dari diagnosa yang akan ditegakkan. (Handayani,

2012, h. 41-42)

c. Analisa/Assesment

1) Hasil anamnesa, mencatat diagnose dan masalah kebidanan.

(PMK, 2007)

2) Masalah ataau diagnose yang ditegakkan berdasarkan data

atau informasi subyektif maupun objektif yang

dikumpulkan atau disimpulkan. Karena keadaan pasien terus

berubah dan selalu ada informasi baru baik subyektif maupun

objektif dan
69

sering diungkapkan secara terpisah-pisah, maka proses

pengkajian adalah suatu proses yang dinamik. Sering

menganalisa adalah suatu yang penting dalam menmgikuti

perkembangan pasien dan menjamin suatu perubahan baru

cepat diketahui dan dapat diikuti sehingga dapat diiambil

tindakan yang tepat. (Handayani, 2012, h. 41-42)

d. Perencanaan / Plan

1) Pelaksanaan, penatalaksanaan, mencatat seluruh

perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan

seperti tindakan antisipasi, tindakan segera, tindakan secara

komprehensif: penyuluhan, dukungan, kolaborasi,

evaluasi/follow up dan rujukan. (PMK, 2007)

2) Membuat rencana tindakan saat itu atau yang akan datang

mungkin atau menjaga /mempertahankan kesejahteraannya.

Proses ini termasuk criteria tujuan tertentu dari kebutuhan

pasien yang harus dicapai dalam batas waktu tertentu,

tindakan yang diambil harus memmbantu pasien mencapai

kemajuan dalam kesehatan dan hasrus mendukung rencana

dokter jika melakukan kolaborasi. Pelaksanaan tindakan untuk

mengatasi masalah, keluhan atau mencapai tujuan pasien.

Tujuan ini harus disetujui oleh pasien kecuali bila tidak

dilaksanakan .Oleh karena itu klien harus sebanyak mungkin

menjadi bagian dari proses ini. Bila kondisi klien berubah,

intervensi mungkin juga harus berubah atau

disesuaikan.Tafsiran dari efek tentang tindakan yang

telah
70

diambil merupakan hal penting untuk menilai keefektifan

asuhan yang diberikan. Analisis dari hasil yang dicapai

menjadi focus dari penilaian ketepatan tindakan. Jika criteria

tujuan tidak tercapai, proses evaluasi dapat menjadi dasar

untuk mengembangkan tindakan alternative sehingga

mencapai tujuan.(Handayani, 2012, h. 41-42)

Penerapan dalam kaasus

a) Data subjektif

Anamnesa

1) Nama : Digunakan untuk membedakan antara klien

yang satu dengan yang lain

2) Umur : Untuk mengetahui masa reproduksi

klienberesiko tinggi atau tidak.

3) Suku/bangsa: untuk menentukan adat istiadat

atau budayanya.

4) Agama : untuk menentukan bagaimana kita

memberikan dukungan kepada ibu selama memberikan

asuhan.

5) Pekerjaan ibu: pekerjaan ibu dapat mengetahui

apakah pekerjaan yang berat dapat mengakibatkan ibu

kelelahan.
71

6) Alamat : untuk mengetahui keadaan lingkungan dan

tempat tinggal. (Marmi, 2011: h. 179).

7) Keluhan utama : untuk mengetahui keluhan apa yang

ibu rasakan saat ini (Marmi, 20011; h. 180).

8) Riwayat menstruasi

Data yang kita peroleh akan mempunyai gambaran

tentang keadaan dasar dan organ reproduksinya.

Beberapa data yang harus kita peroleh dari riwayat

menstruasi antara lain.

a) Menarche : Menarche adalah usia pertama kali

mengalami menstruasi wanita Indonesia pada

umumnya mengalami menarche sekitar 12-16 tahun.

b) Siklus : Siklus menstruasi adalah jarak menstruasi

yang dialami dengan menstruasi berikutnya. Dalam

hitungan hari biasanya sekitar 23-32 hari

c) Data ini menjelaskan seberapa banyak darah

menstruasi yang dikeluarkan kadang kita akan

kesulitan untuk mendapatkan data yang valid sebagai

acuan biasanya kita gunakan criteria banyak, sedikit,

dan sedang. Jawaban yang diberikan oleh pasien

biasanyabersifat subjektif, namun kita dapat lebih

mengkaji lebih dalam lagi denganbeberapa pertanyaan

mendukung misalnya sampai berapa kali ganti

pembalut dalam sehari.


72

d) Keluhan : beberapa wanita menyampaikan keluhan

yang dirasakan ketika mengalami menstruasi, misalnya

nyeri hebat, sakit kepala sampaaipinggang, atau

jumlah darah yang banyak,

9) Riwayat kesehatan : data dari riwayat kesehatan ini dapat

kita gunakan sebagai “penanda” (warning)akan adanya

penyulit. Adanya perubahan fisik yang fisiologi yang

melibatkan dalam tubuh akan mempengaruhi organ yang

mempengaruhi gangguan. Beberapa data penting tentang

riwayat kesehatan pasien yang perlu kita ketahui adalah

apakah pasien pernah atau sedang menderita penyakit

seperti jantung, diabetes meletus, hipertensi.

10) Riwayat pernikahan: ini penting dikaji kerena dari data

ini kita akan mendapatkan gambaran mengetahui suasana

rumah tangga pasangan, beberapa pertanyan yang dapat

diajukan antara lain sebagai berikut:

a) Berapa tahun usia ibu ketika menikah pertama

kali b) Status pernikahan

c) Lama pernikahan,

d) Ini dalah suami yang ke berapa

11) Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari

a) Pola makan

Ini penting untuk diketahui supaya kita mendapatkan

gambaran bagaimana ppasien mencukupi pasien

mencukupi asupan gizinya.Kita bisa menggali

dari
73

pasien tentang makanan yang disukai dan yang tidak

disukai, seberappa banyak dengan standar

pemenuhan, maka kita dapat memberikanklarifikasi

dalam pemberian pendidikan kesehatan mengenai

gizi.Beberapa hal yangperlu kita tanyakan pada pasien

berkaitan dengan pola makan.

(1) Menu

Disini dapat menanyakan pda pasien tentang apa

saja yang ia makan dalam sehari (Nasi, sayur, lauk,

buah, makanan selingan, dan lain-lain).

(2) Frekuensi: Data ini akan memberikan petunjuk bagi

kita tentang beberapa bnyak asuhan makanan yang

dikonsumsi ibu.

(3) Jumlah perhari

Data ini memberikan volume atau beberapa banyak

makanan yang ibu makan dalam waktu satu kali

makan. Untuk mendapatkan gambaran total

makanan yang ibu makan, bidan bidan dapat

menggalinya dengan frekuensi makan dlam sehari.

(4) Pantangan : ini juga penting untuk kita kaji karena

ada kemungkinan pasien berpantang makanan

justru pada makanan yang sangat mendukung

pemulihan fisiknya misalnya daging, ikan, telur.

b) Pola minum
74

Kita dapat memperoleh data dari kebiasaan parien

dalam memenuhi kebutuhan caairannya. Hal-hal yang

perlu kita tanyakan kepada pasien tentang pola miinum

adalah sebagai berikut :

(1) Frekuensi: Bila dapat ditanyakan pada pasien

berapa kali ia minum dalam sehari dan dalam

sekali minum menghabiskan beberapa gelas.

(2) Jumlah perhari

Frekuensi minum dikalikan berapa banyak ia

minum dalam sehari waktu minum akan didapatkan

jumlah asupan cairan dalam sehari.

(3) Jeniis minuman

Kdang pasien mengkonsumsi minuman yang

sebenarnya kurang baik untuk kesehatannya.

c) Pola istirahat

Istirahat sangat diperlukan oleh ibu hamil. Oleh karena

itu bidan perlu mengaji kebiasaan istirahat supaya

diketahaui hambatan yang mungkin muncul jika

didapatkan data yang senjang tentang berapa lama ia

tidur malam dan tidur siang

(1) Istirahat malam hari

Rata-rata lama tidur malam yang normal 6-8

jam. (2) Istirahat siang hari

Tidak semua wanita mempunyai kebiasaan tidur

siang oleh karena itu hal ini dapat kita

sampaikan
75

kepada pasien bahwa tidur siang sangat

penting untuk menjaga kesehatannya.

d) Aktifitas sehari-hari

Bila perlu mengaji aktifitas pasien karena data ini

memberikan gambaran tentang seberapa berat

aktifitasyang biasa dilakukan pasien dirumah. Jika

kegiatan pasien terlalu berat mak kita dapat

membiarkan peringatan sedini mungkin kepada pasien

untuk membatasi dahulu kegiatannya ia sehatdan pulih

kembali.

e) Personal hygiene

Data ini perlu kita kaji karena bagaimanapun juga

hal ini akan mempengaruhi kesehatan pasien. Jika

pasien mempunyai kebiasaan kesehatan yang kurang

baik dalam perawatan kebersihan dirinya, maka bidan

harus dapat memberikan bimbingan mengenai cara

perawatan kebersihan diri sedini mungkin. Beberapa

kebiasaan yang dilakukan dalam perawatan kebersihan

diri diantaranya adalah sebagai berikut:

Mandi, Keramas, Sikat gigi, ganti baju dan celana

dalam, kebersihan kuku.

f) Aktifitas seksual

Walaupun ini adalah hal privasi bagi pasien namun

bidan harus menggali data dari kebiasaan ini. Karena

terjadi beberapa kasus keluhan dalam aktiiitas

seksual
76

yang cukup mengganggu pasien umum ia tidak tahu

karena ia harus konsultas. Dengan teknik komunikasi

yang senyaman mungkin bagi pasien bidan

menanyakan hal-hal yang berkaitaan dengan aktifitas

seksual melalui pertanyaan tersebut

(1) Frekuensi : kita tanyakan berapa kali melakukan

hubungan seksual dalam seminggu.

(2) Gangguan : kita tanyakan apabila pasien

mengalami gangguan ketika melakukan hubungan

sexual misalnya nyeri saat berhubungan, ada

tidaknya puasan dalam suami, kurangnya keinginan

untuk melakukan hubungan dan lain sebaginya.

Jika kita mendapatkan data-data tersebut diatas

maka sebaiknya kita membantu pasien untuk

mengtasi permasalahan dengan konseling

mengenal hal ini.

b) Data Objektif

Setelah data subjektif kita dapatkan untuk melengkapi

data, data menegakkan diagnosis, maka kita harus

melakukan pengkajian data objektif melalui pemeriksaan

inpeksi, palpasi, auskultasi,dan perkusi yang dilakukan sesuai

berurutan. Langakah-langkah pemeriksaanya sebagai berikut

(1) Keadaan umum


77

Untuk mengetahui data ini kita cukup dengan mengamati

keadaan pasien secara keseluruhan. Hasil pengamatan ini

kita laporkan dengan kriteria sebagai berikut

(a) Baik : Jika pasien memperlihatkan respon yang baik

terhadap lingkungan dan orang lain, serta secara fisik

pasien tidak mengalami ketergantungan dalam

berjalan.

(b) Lemah : Pasien diimasukkan dalam kriteria ini jika ia

kurang atau tidak memberikan respon yang baik

terhadap lingkungan dan orang lain, dan pasien sudah

tidak mampu lagi untuk berjalan sendiri.

(2) Kesadaran

Untuk mendapatkan gambaran tentng kesadaran pasien,

kita dapat melakukan pengkajian tingkat kesadaran mulai

dari keadaan composmenthis (kesadaran makssimal)

sampai dengan koma (pasien tidak dalam keadaan sadar).

(sulistyowaati, 2012; h. 180-194).

(3) Tanda-tanda vital


0 0
(a) Suhu : 36,4 C sampai 37,4 C

(b) Nafas normal : 16-20x/meniit

(c) Nadi normal : 80-100x/menit

(d) TD normal : 120/80 mmHg

(4) Pemeriksaan fisik


78

(a) Muka : Kelopak mata: adaa edema atau tidak,

konjungtiva merah muda atau pucat, sclera: putih atau

tidak s

(b) Hidung : Meliputi kebersihan, polip, alergi debu

(c) Mulut dan gigi : lidah bersih, gigi : ada karies tidaknya

(d) Leher : kelenjar tyroid ada pembesaran atau tidak,

kelenjar parotis ada pembengkakan atau tidak

(e) Dada, jantung : irama jantung teratur, paru-paru; ada

ronchi atau tidak

(f) Payudara : bentuk simetris atau tidak

(g) Abdomen : bekas luka operasi : untuk mengetahui

apakah pernah SC atau operasai lain.

Konsistensi : keras atautidak,, benjolan ada atau

tidak. (h) Ekstermitas

(a) Atas meliputi : gangguan/kelainan, bentuk

(b) Bawah meliputi : bentuk, odem, varises

(i) Genetalia : kebersihan, tanda-tanda inveksi vagina

(j) Anus : adanya haemoroid atau tidak,

kebersihan c) Assessment

Pada langkah ini dilakukan identitas yang benar terhadap

diagnose masalah dan kebutuhan klien berdasarkan

interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan

(1) Anamnesa : Jumlah kelahiran, pernah abortus atau

tidak,

masa setelah melahirkan


79

(2) Masalah : berkaitan dengan keadaan psikologis ibu,

normalnya tidak ada masalah.

(3) Kebutuhan : berdasarkan atas keadaan umum dan

keadaan fisik ibu bisanya dibutuhkan konseling lebih lanjut

(Marni, 2011; h. 183).

d) Planning

Pada langkah ini dilakukan perencanaan asuhan yang

menyeluruh dan rasional, meliputi : terapi dan asuhan,

pendidikan kesehatan, konseling, kolaborasi (bila diperlukan).

(Marmi, 2011;h. 183).

C. Landasan Hukum Kewenangan Bidan.

a. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2019

12) Bidan adalah seorang perempuan yang telah masal 46

Dalam Penyelenggarakan Praktik Kebidanan, bidan bertugas

memberikan pelayanan yang meliputi:

a) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan

keluarga berencana.

13) Paragraf 3 : Pelayanan Kesehatan Reproduksi Perempuan dan

Keluarga Berencana.

Pasal 51

Dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan kesehatan

reproduksi perempuan dan keluarga berencana sebagaimana

dimaksud dalam pasal 46 ayat 1 huruf c, bidan berwenang

melakukan komunikasi, informasi, edukasi, konseling,

dan
80

memberikan pelayanan kontrasepsi sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. PERATURAN MENTRI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 28 TAHUN 2017 TENTANG IZIN DAN

PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN.

Pasal 18

Dalam penyelenggaraan praktik kebidanan, bidan memiliki

kewenangan untuk memberikan

14) Pelayanan kesehatan ibu.

15) Pelayanan kesehatan anak; dan

16) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan

keluarga berencana.

Pasal 21

Dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan

keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 huruf c,

bidan berwenang memberikan:

1) Penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan

dan keluarga berencana; dan

2) Pelayanan kontrasepsi oral, kondom, dan

suntikan. c. Standar praktik kebidanan

1) Standar I : Metode asuhan

Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen

kebidanan dengan langkah pengumpulan data dan analisa data,

penegakan diagnose, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi

dan dokumentasi.
81

2) Standar II : Pengkajian

Pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan

secara sistematis dan berkesinambungan.Data yang diperoleh

dicatat dan dianalisis.

3) Standar III : Diagnosa Kebidanan

Diagnosa kebidann dirumuskan berdasarkan analisis data

yang telah dikumpulkan.

Definisi operasional :

a) Diagnosa kebidanan dibuat sesuai dengan hasil

analisa kebidanan

b) Diagnose kebidanan dirumuskan


secarasistematis.

4) Standar IV : Rencana asuhan

Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan

diagnose kebidanan

Definisi operasional

a) Ada format rencana asuhan


kebidanan

b) Format rencana asuhan kebidanan berdasarkan

diagnosa, berisi rencana tindakan, evaluasi dan tindakan.

5) Standar V ; Tindakan

Tindakan kebidanan dilakukan berdasarkan diagnosa,

rencana dan perkembangan keadaan klien.

Definisi operasional :

a) Ada format tindakan kebidanan dan


eavluasi.

b) Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana

dan perkembangan klien.


82

c) Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan

prosedur tetep dan wewenang bidan atau hasil kolaborasi.

d) Tindakan kebidanan dilaksanan dengan menerapkan etika

dan kode etik kebidanan.

e) Seluruh tindakan kebidanan dicatat pada format yang

telah tersedia.

6) Standar VI : Partisipasi klien

Klien dan keluarga dilibatkan dalam rangka

peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.

Definisi operasional :

a) Klien/keluarga mendapatkan informasi tentang

: (1) Status kesehatan saat ini

(2) Rencana tindakan yang akan dilaksanakan

(3) Peranan klien/keluarga dalam dimanfaatkan

b) Klien dan keluarga dilibatkan dalam menentukan pilihan

dan mengambil keputusan dalam asuhan.

c) Pasien dan keluarga diberdaayakan dalam

terlaksananya rencana asuhan klien.

7) Standar VII : Pengawasan

Monitor atau pengawasan klien dilaksanakan secara

terus menerus dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan

klien. Definisi operasional:

a) Adanya format pengawasan klien.

b) Pengawasan dilaksanakan secara terus menerus

dan sistematis untuk mengetahui perkembangan klien.


83

c) Pengawasan yang dilaksanakan dicatat dan dievaluasi.

8) Standar VIII : Evaluasi

Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus

sesuai dengan tindakan kebidanan dan rencana yang telah

dirumuskan. Definisi operasional

a) Evaluasi dilaksanakan pada tiap tahapan pelaksanaan

asuhan sesuai standar.

b) Hasil evaluasi dicatat pada format yang telah disediakan.

9) Standar XI : Dokumentasi

Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan

standar dokumentasi asuhan kebidanan.

Definisi operasional :

a) Dokumentasi dilaksanakan pada setiap tahapan

asuhan kebidanan.

b) Dokumentasi dilaksanakan secara sistematis, tepat dan jelas.

c) Dokumentasi merupakan bukti legal dari pelaksanaan

asuhan

kebidanan. (IBI, 2010; h. 31-33).

d. STANDAR ASUHAN KEBIDANAN

Pengertian Standar Asuhan


Kebidanan

Standar asuhan kebidanan adalah acuan dalam proses pengambilan

keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan

wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat

kebidanan. Mulai dari pengkajian, perumusan diagnose dan atau

masalah kebidaan, perencanaan, implementasi, evaluasi dan

pencatatan asuhan kebidanan.


84

1) STANDAR I : Pengkajian

a) Pernyataan Standar

Bidan mengumpulkan semua informasi yang akurat, relevan

dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan

kondisi klien.

b) Kriteria Pengkajian

(1) Data tepat, akurat dan lengkap

(2) Terdiri dari data subjektif (hasil anamnesa, biodata, keluha

utama, riwayat obstetric, riwayat kesehata da latar

belakang sosial budaya)

(3) Data objektif (hasil pemeriksaan fisik, psikologi dan

pemeriksaan penunjang).

2) STANDAR II : Perumusan Diagnosa dan atau Masalah

Kebidanan

a) Pernyataan standar

Bidan menganalisa data yang diperoleh pada pengkajian,

menginterprestasikannya secara akurat dan logis untuk

menegakan diagnose dan masalah kebidanan yang tepat.

b) Kriteria perumusan diagnose dan atau masalah

(1) Diagnosa sesuai dengan nomenklakur


kebidanan

(2) Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi


klien

(3) Dapat diselesaikan dengann Asuhan Kebidanan

secara mandiri, kolaborasi, dan rujukan.

3) STANDAR III : Perencanaan

a) Pernyataan Standar
85

Bidan merencanakan asuhan kebidanan berdasarka diagnosa

dan masalah yang ditegakkan.

b) Kriteria perencanaan

(1) Rencana tidakan disusun berdasarkan prioritas masalah

dan kondisi klien; tindakan segera, tindakan antisipasi,

dan asuhan secara komprehensif

(2) Melibatkan klien/pasien dan atau


keluarga

(3) Mempertimbangkan kondisi psikologi, sosial budaya

klien/keluarga.

(4) Memilih tindakan yang aman sesuai dan kebutuhan klien

berdasarkan evidence besed dan memastikan bahwa

asuhan yang diberikan bermanfaat untuk klien.

(5) Mempertimbangkan kebijakan dan peaturan yang berlaku,

sumberdaya serta fasilitas yang ada.

4) STANDAR IV : Implementasi

a) Pernyataan standar

Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara

komprehensif, efektif, efisiensi dan aman berdasarkan

evidence based kepada klien/pasien, dalam bentuk upaya

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Dilaksanakan

secara mandiri, kolaborasi dan rujukan.

b) Kriteria

(1) Memperhatikan keunikan klien sebagai makhluk bio-psiko-

spiritual-kultural
86

(2) Setiap tindakan asuhan harus mendapatkan

persetujuan dari klien dan atau keluarganya (informed

consent)

(3) Melaksanakan tindakan asuhan kebidanan

berdasarka evidence based

(4) Melibatkan klien dalam setiap


tindakan

(5) Menjaga privacy


klien/pasien

(6) Melaksanakan prinsip pencegahan


infeksi

(7) Mengikuti perkembangan kondisi klien

secara berkesinambungan

(8) Menggunakan sumber daya, sarana dan fasilitas yang

ada dan sesuai

(9) Melakukan tindakan sesuai


standar

(10) Mencatat semua tindakan yang telah


dilakukan

5) STANDAR V : Evaluasi

a) Peryataan standar

Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan

berkesinambungan untuk melihat keefektifan dari asuhan

yang sudah diberikan, sesuai dengan perubahan

perkembangan kondisi klien.

b) Kiteria Evaluasi

(1) Penilaian dilakukan segera setelah selesai

melaksanakan asuhan sesuai kondisi klien.

(2) Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan

pada klien dan atau keluarga.


87
(3) Evaluasi dilakukan sesuai dengan
standar.
88

(4) Hasil evaluasi ditindak lanjuti sesuai dengan kondisi klien

atau pasien.

6) STANDAR VI : Penncaatatan Asuhan Kebidanan

a) Pernyataan standar

Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat

dan jelas mengenai keadaan atau kejadian yang ditemukan

dalaam memberikan asuhan kebidanan.

b) Kriteria Pencatatan Asuhan Kebidanan

(1) Pencatatan dilakuakan segera setelah melaksanakan

asuhan pada formulir yang tersedia (Rekam

medis/KMS/status pasien/buku KIA)

(2) Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP

(3) S adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa

(4) O adalah data objektif, mencatat hasil

pemeriksaan

(5) A adalah hasil analisa, mencatat diagnose dan masalah

kebidanan

(6) P adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh

perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan

seperti tindakan antisipatif, tindakan segera, tindakan

secara komprehensif; penyuluhan, dukungan, kolaborasi,

evaluasi/follow up dan rujukan. (IBI,2010).

e. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61

TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

Pasal 1
89

a. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan atau

serangkaian kegitan pelayanan kesehatan yang bersifat

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

b. Kesehatan Reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik,

mental, dan social secara utuh, tidak semata-mata bebas dari

penyakit atau keccatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi,

dan proses reproduksi.

c. Pelayanan Sistem Kesehatan Reproduksi adalah pelayanan

kesehatan yang ditujukan kepada suatu rangkaian organ,

interaksi organ, dan zat dalam tubuh manusia yang

dipergunakan untuk berkembangbiak.

f. ASUHAN PADA IBU/WANITA DENGAN GANGGUAN REPRODUKSI

Pengetahuan Dasar.

1) Pengetahuan Dasar

a) Penyuluhan Kesehatan mengenai kesehatan reproduksi,

penyakit menular seksual (PMS), HIV/AIDS.

b) Tanda dan gejala infeksi saluran kemih serta penyakit seksual

yang lazim terjadi.

c) Tanda, gejala, dan penatalaksanaan pada kelainan ginekologi

meliputi: keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan

haid.

2) Keterampilan Dasar

a) Mengidentifikasi gangguan masalah dan kelainan-kelainan

system reproduksi.
90

b) Memberikan pengobatan pada perdarahan abnormal dan

abortus spontan (bila belum sempurna).

c) Melaksanakan kolaborasi dan atau rujukan secara tepat pada

wanita/ibu dengan gangguan sistem reproduksi.

d) Memberikan pelayanan dan pengobatan sesuai dengan

kewenangan pada gangguan sistem reproduksi meliputi:

keutihan, perdarahan tidak teratur, dan penundaan haid.

e) Mikroskop dan penggunaannya.

f) Teknik pengambilan dan pengiriman sediaan pap smear.

3) Ketermpilan Tambahan

a) Menggunakan mikroskop untuk pemeriksaan hapusan vagina.

b) Mengambil dan proses pengiriman sediaaan pap smear.

(IBI,

2010 h. 22).
91

DAFTAR PUSTAKA

1. Maryam, S. 2016. Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Salemba Medika


2. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4 Cetakan ke-2. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan
Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan Pedoman Bagi Tenaga
Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013.
4. Yulianto, BS. Perilaku Terhadap Proses Kehamilan dan Persalinan dalam
Masyarakat. Jakarta: Salemba Medika, 2009
5. Notoatmodjo, S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Penerbit
Rineka Cipta, 2010.

Anda mungkin juga menyukai