Anda di halaman 1dari 49

ASUHAN

KEPERAWATAN
PADA IBU POST
PARTUM

Oleh :
Sri Mudayati.,SKP.,M.kes
PENDAHULUAN
Masa post partum adalah masa sejak
melahirkan sampai dengan pulihnya alat-alat
reproduksi dan anggota tubuh lainnya yang
berlangsung sampai sekitar 40 hari (Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 1990).

Masa nifas atau masa puerperium adalah masa


setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-
kira 6 minggu (Kapita Selekta, 1999).
Post partum dibagi dalam 3 fase, yaitu
immediate post partum yang berlangsung
dalam 24 jam pertama, early post partum
yang berlangsung sampai minggu
pertama dan late post partum yang
berlangsung sampai masa post partum
berakhir.
ADAPTASI FISIOLOGIS PADA
MASA POST PARTUM
Tanda-tanda vital
Suhu oral dalam 24 jam pertama meningkat <
38C sebagai akibat dari adanya dehidrasi,
peregangan muskuler dan perubahan hormonal.
Suhu badan post partum dapat meningkat lebih
dari 0,5C dari keadaan normal tapi tidak lebih
dari 39C. Sesudah 12 jam pertama melahirkan
umumnya suhu badan kembali normal. Jika
setelah 24 jam didapatkan peningkatan suhu
tubuh > 38C selama 2 hari berturut-turut dalam
10 hari post partum, maka dicurigai adanya
sepsis puerperial, infeksi saluran kemih,
endometriosis, ,mastitis atau infeksi lainnya.
Nadi umumnya 60-80 denyut per menit dan segera
setelah partum dapat terjadi takikardi. Bila terdapat
takikardi dan badan tidak panas mungkin ada
perdarahan berlebih atau ada penyakit jantung. Pada
masa nifas umumnya denyut nadi lebih labil
dibandingkan suhu badan
Adaptasi sistem kardiovaskuler
Tekanan darah ibu stabil. Terjadi
penurunan tekanan darah sistolik < 120
mmHg pada saat perubahan posisi tidur
ke duduk, disebut hipotensi ortostatik.
Yang merupakan kompensasi
kardiovaskuler terhadap penurunan
resistensi vaskuler didaerah panggul.
Kenaikan tekanan sistolok 30 mmHg atau
diastolik 15 mmHg dan bila disertai rasa
sakit kepala atau gangguan pengelihatan
maka harus dicurigai adanya pre
eklampsi post partum.
Adaptasi sistem urinaria
Selama proses persalinan kandung kemih
mengalami trauma yang dapat mengakibatkan
edema dan menurunnya sensitifitas terhadap
tekanan cairan. Perubahan ini menyebabkan
tekanan yang berlebihan dan pengosongan
kandung kemih yang tidak tuntas. Biasanya ibu
mengalami kesulitan BAK sampai 2 hari pertama
post partum. Penimbunan cairan dalam jaringan
selama hamil dikeluarkan dengan diuresis, yang
mulai dalam 24 jam pertama post partum.
Diuresis ini mengakibatkan penurunan berat
badan kurang lebih 2,5 kg pada masa early post
partum.
Hematuri pada masa early post partum menandakan
adanya trauma pada kandung kemih pada waktu
persalinan, bila berlanjut dikhawatirkan ada infeksi
saluran kemih. Acetonuria ringan juga timbul pada
early post partum menunjukkan adanya dehidrasi
setelah partus lama, meskipun proteinuria
menunjukkan proses katabolisme yang merupakan
bagian dari proses involusi uteri. Fungsi ginjal akan
kembali normal seperti sebelum hamil pada bulan
pertama post partum. Miksi harus secepatnya
dilakukan sendiri. Bila kandung kemih penuh dan
tidak bisa miksi sendiri, dilakukan kateterisasi. Bila
perlu dipasang urine chateter tube atau indwelling
chateter untuk mengistirahatkan otot-otot kandung
kending. Dengan melakukan moblisasi secepatnya,
tak jarang kesulitan miksi dapat diatasi.
Adaptasi sistem endokrin
Sistem endokrin mulai mengalami
perubahan pada kala IV persalinan.
Mengikuti lahirnya plasenta, terjadi
penurunan yang cepat dari esterogen,
progesteron dan prolaktin. Kadar prolaktin
pada ibu tidak menyusui akan berada
dalam batas normal sampai beberapa hari
post partum. Sedangkan pada ibu
menyusui kadar prolaktin akan meningkat
sebagai respon terhadap rangsangan dari
isapan bayi. Esterogen pada ibu tidak
menyusui akan meningkat secara
bertahap, ditemukan fase folikullar dalam
3 minggu setelah melahirkan.
Menstruasi biasanya terjadi pada 12 minggu
postpartum dan pada ibu menyusui terjadi pada
minggu ke-36. Siklus menstruasi yang pertama
tidak terjadi ovulasi (anovulasi). Walaupun
menyusui dapat memperlambat siklus
menstruasi, namun menyusui bukan metode
kontrasepsi yang efektif. Payudara telah
dipersiapkan untuk laktasi sejak kehamilan,
dibawah pengaruh hormon esterogen dan
progesteron. Adanya pembesaran payudara
terjadi karena peningkatan sistem vaskuler dan
limfatik yang mengelilingi payudara. Payudara
menjadi besar, kenyal, kencang dan nyeri jika
disentuh.
Produksi ASI mulai dalam sel-sel alveolar
atas pengaruh hormon prolaktin. Reflek let
down (keluarnya ASI ke ductus lactiferus)
yang disebabkan oleh kontraksi sel-sel
myoepitel adalah tergantung pada banyaknya
sekresi oksitosinyang distimulasi oleh isapan
bayi. Jika laktasi mulai, ibu mengalami
pembengkakan payudara karena distensi
lobus dan peningkatan produksi ASI, hal ini
berlangsung sampai laktasi berlangsung baik
dan menetap. Kolostrum, cairan yang keluar
mendahului ASI ada sejak kehamilan
trimester ketigadan berlanjut sampai minggu
pertama post partum.
Umumnya produksi ASI baru terjadi hari kedua atau
ketiga post partum. Pada hari pertama keluar
kolostrum, cairan kuning yang lebih kentaldari pada
ASI, yang mengandung banyak protein albumin,
globulin dan benda-benda kolostrum. Bila bayi
meninggal, laktasi harus dihentikan dengan membalut
kedua mammae hingga tertekan atau memberikan
bromokriptin hingga hormon laktogenik tertekan.
Kesulitan yang dapat terjadi selama
masa laktasi adalah :
Puting rata. Sejak hamil, ibu dapat menarik-
narik puting susu. Ibu harus tetap menyusui
agar puting selalu tertarik.
Puting lecet. Puting lecet dapat disebabkan
cara menyusui atau perawatan payudara yang
tidak benar dan infeksi monilia.
Penatalaksanaan dengan melakukan tehnik
menyusui, puting harus kering saat menyusui,
puting diberi lanolin, monilia diterapi, dan
menyusui pada payudara yang tidak lecet. Bila
lecetnya luas, menyusui ditunda24-48 jam dan
ASI dikeluarkan dengan tangan atau pompa.
Payudara bengkak. Payudara bengkak
disebabkan pengeluaran ASI tidak lancar karena
bayi tidak cukup sering menyusui atau terlalu
cepat disapih. Penatalaksanaan dengan
menyusui lebih sering, kompres hangat, ASI
dikeluarkan dengan pompa, dan pemberian
analgesik.
Mastitis. Payudara tampak edema,
kemereahan, dan nyeri yang iasanya terjadi
beberapa minggu setelah melahirkan.
Penatalaksanaan dengan kompres
hangat/dingin, pemberian antibiotik dan
analgesik, menyusui tidak dihentikan.
Abses payudara. Pada payudara dengan
abses, ASI dipompa, abses diinsisi, diberikan
antibiotik dan analgesik.
Bayi tidak suka menyusui. Keadaan ini dapat
disebabkan pancaran ASI terlalu kuat sehingga
mulut bayi terlalu penuh, bingung puting pada
bayi yang menyusui diselang-seling dengan
susu botol, puting rata dan terlalu kecil, atau
bayi mengantuk. Pancaran ASI terlalu kuat
diatasi dengan menyusui sering, memijat
payudara sebelum menyusui, serta menyusui
dengan terlentang dengan bayi ditaruh diatas
payudara. Pada bayi dengan bingung puting,
hindari pemakai dot botol dan gunakan sendok
atau pipet untuk memberikan pengganti ASI.
Pada bayi mengantuk yang sudah waktunya
diberikan ASI, usahakan agar bayi terbangun.
Adaptasi sistem gastrointestinal
Pengembalian fungsi defekasi secara
normal terjadi lambat dalam minggu
pertama postpartum. Hal ini
berhubungan dengan penurunan
motilitas usus, kehilangan cairan dan
ketidaknyamanan perineal. Tindakan
klisma pada kala I dan penurunan otot
abdomen juga merupakan predisposisi
konstipasi. Fungsi defekasi kembali
normal pada akhir minggu pertama
sebagaimana pulihnya selera makan ibu
dan peningkatan cairan dan makanan
berserat serta berkurangnya
ketidaknyamanan perineal.
Defekasi harus ada dalam 3 hari postpartum. Bila
terjadi konstipasi dan timbul koprostase hingga
skibala tertimbun di rectum, mungkin terjadi febris.
Lakukan klisma atau berikan laksan peroral. Dengan
melakukan mobilisasi sedini mungkin, tidak jarang
kesulitan defekasi dapat diatasi.
Adaptasi sistem muskuloskeletal
Otot abdomen terus menerus teregang selama
kehamilan, yang mengakibatkan berkurangnya
tonus otot yang tamapk pada masa postpartum.
Dinding perut sering terasa lembek, lemah dan
kendor. Selama kehamilan otot-otot abdomen
terpisah, disebut diastasis recti abdominis. Jika
terjadi pemisahan maka uterus dan kandung
kemih mudah dipalpasi melalui dinding abdomen
bila terlentang.

Ibu juga mengalami peregangan dan penekanan
otot akibat proses persalinan. Penurunan
aktifitas dan peningkatan prothrombinmerupakan
faktor predidposisi terjadi thromboplebitis. Jika
terdapat edema selama hamil akan berkurang
pada minggu pertama. Latihan ringan seperti
senam nifas akan membantu penyembuhan
alamiah dan kembalinya otot-otot pada kondisi
normal. Latihan senam dapat diberikan mulai hari
kedua
Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat,
tidur terlentang selama 8 jam post partum. Kemudian
boleh miring-miring ke kanan dan ke kiri untuk
mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli.
Pada hari ke-2 diperbolehkan duduk, hari ke-3 jalan-
jalan, hari ke-4 atau ke-5 sudah diperbolehkan
pulang. Mobilisasi diatas mempunyai variasi,
bergantung pada komplikasi persalinan, nifas dan
sembuhnya luka-luka.
Adaptasi organ reproduksi
Involusio uteri segera setelah lahir dan
prosesnya berlangsung cepat. Setelah
plasenta lahir fundus uteri dapat
dipalpasi didaerah pusat. Kontraksi
uterus pada masa immediate kira-kira
sebesar buah anggur.
Waktu sejak Posisi fundus Berat uterus Lochea
melahirkan uteri
1-2 hari Setinggi pusat 1000 gram Rubra
1 cm bawah Rubra
pusat
3-7 hari 2 cm bawah Sanguinolenta
pusat
3 cm bawah
7-14 hari Serosa
pusat (terus
menurun 1
cm/hari)
14 hari Tidak teraba 500 gram Alba
5-6 minggu Tidak teraba, 40 s/d 50 gram Tidak ada
sedikit lebih
besar daripada
nulipara
Involusio uterus
Dalam 12 jam setelah melahirkan fundus
teraba 1 cm dibawah pusat. Kontraksi
terus berlanjut sampai plasenta
dilahirkan. Pada primipara tonus uterus
tinggi dan kontraksi jelas. Pada multipara
kontraksi uterus secara periodik dan
relaksasi biasanya sering menyebabkan
afterpains yang menimbulkan
ketidaknyamanan selama 2-3 hari dan
sebanding dengan isapan bayi.
Dalam 2-3 minggu postpartum kelenjar endometrium
dan stroma dari jaringan konektif inter glandular
sudah melakukan proliferasi, endometrium secara
keseluruhan pulih, kecuali pada daerah bekas
palsenta.
Lochea
Setelah melahirkan uterus membersihkan
dirinya sendiri dari debris dengan pengeluaran
pervaginam yang disebut lochea. Jenis-jenis
lochea adalah : Lochea rubra yaitu pengeluaran
pervaginam pada 3 hari pertama post partum
berupa darah segar bercampur sisa selaput
ketuban, sel desidua, sisa verniks kaseosa,
lanugo dan mekonium.
Lochea sanguinolenta berwarna merah kuning
berisi darah dan lendir, pengeluaran hari ke 3-7
postpartum. Lochea serosa berwarna lebih
terang, seperti pink atau kecoklatan, cairan tidak
berdarah lagi, pada hari ke 7-14. Lochea alba
yaitu pengeluaran setelah dua minggu, warna
kuning keputihan, mengandung banyak sel
leukosit dan sel-sel debris. Bau lochea sedikit
amis dan segar seperti darah menstruasi. Bau
busuk menunjukkan adanya infeksi dan setelah
2-3 minggu mungkin disebabkan endometriosis.
Lochea Batas waktu Pengeluaran Pengeluaran
sejak normal tidak normal
melahirkan
Rubra Hari 1-3 Darah dengan Banyak bekuan,
bekuan, bau bau busuk,
amis, meningkat pembalut penuh
dengan darah
bergerak,
meneteki,
peregangan
Berisi darah dan
lendir, warna Bau busuk,
Sanguinolenta Hari 3-7 pembalut penuh
merah kuning
darah
Lochea Batas waktu Pengeluaran Pengeluaran
sejak normal tidak normal
melahirkan
Serosa Hari 7-14 Pink atau Bau busuk,
kecoklatan pembalut penuh
dengan darah
konsistensi
serosanguineou
s, bau amis
Kuning-putih,
bau amis Bau busuk,
Alba > 2 minggu
pembalut penuh
darah, lochea
serosa menetap
kembali ke
pengeluaran
pink atau
merah,
pengeluaran
lebih dari 2-3
minggu.
Involusio tempat menempelnya plasenta
Diameter tempat menempelnya plasenta kurang
lebih 8-9 cm. Perdarahan di tempat tersebut
dapat berhenti dengan adanya kompresi pada
pembuluh darah oleh kontraksi serat otot
uterus. Pembuluh darah tersebut mengalami
pembekuan dan digantikan oleh pembuluh baru
yang lebih kecil. Tempat tersebut pulih oleh
eksfoliasi, dimana pada tempat tersebut tumbuh
jaringan endometrium baru yang dimulai dari
pinggir dan proliferasi kelenjar endometrium
pada lapisan basal. Jaringan menjadi nekrosis
dan terlepas, biasanya sekitar 6 minggu
postpartum.
Proses tersebut menyebabkan tidak adanya
luka parut pada endometrium yang dapat
menghambat implantasiberikutnya.
Melambatnya atau gagalnya penyembuhan
tempat menempelnya plasenta disebut sub
involusio tempat plasenta, mungkin
mengakibatkan lochea yang persisten dan
perdarahan pervaginam tanpa nyeri.
Perubahan pada vagina
Dinding vagina tampak edema dan
memerah, serta sedikit darah lecet.
Rugae tidak ada. Hymen tampak tersisa
pada beberapa tempat. Rugae akan
kembali dalam 3 minggu. Mukosa vaginal
atropi sampai menstruasi terjadi kembali.
Labiya mayora dan minora tetap atropi
dan lunak serta tidak pernah kembali
kepada kondisi sebelum hamil.
Perubahan pada perineum
Tindakan episiotomi pada kala II persalinan
dilakukan untuk mencegah peregangan yang
berlebihan pada perineum dan kelemahan otot
perineum, yang merupakan faktor predisposisi
ibu mengalami sistokel dan rektokel. Bila
dilakukan episiotomi seharusnya pada daerah
insisi sudah merapat (approximated) dan tidak
ada ekimosisyang dapat memperlambat
pemulihan perineum.
Ketidaknyamanan yang terjadi bergantung pada
jenis dan besarnya luka, penekanan daerah
perineum dan keefektifan penanganan. Dan
berlangsung selama masa postpartum. Latihan
ringan dapat mempercepat penyembuhan.
ADAPTASI PSIKOSOSIAL PADA
POST PARTUM
Ikatan kasih dan keterikatan(bonding and
attachment) antara ibu-ayah-bayi dimulai
pada kala IV. Perlu peran perawat sebagai
fasilitator yang mempermudah
pelaksanaannya. Partisipasi suami dalam
persalinan merupakan salah satu upaya
dalam proses tersebut. Adapun fase
maternal dalam masa postpartum menurut
Rubin adalah sebagai berikut :
Fase taking in : masa dimana ibu
berperilaku tergantung pada orang lain.
Perhatian ibu berfokus pada dirinya
sendiri, pasif, tergantung, terkenang
dengan pengalamannya saat persalinan,
membutuhkan banyak makan dan
istirahat. Belum ingin kontak atau merawat
bayinya. Berlangsung sekitar 1-2 hari
Fase taking hold : masa antara perilaku
tergantung dan mandiri. Fokus perhatian
lebih luas termasuk pada bayinya. Mandiri
dan berinisiatif dalam perawatan bayinya.
Banyak bertanya tentang berbagai hal
yang berkaitan dengan perawatan diri dan
bayinya. Timbul rasa kurang percaya diri,
sehingga mudah mengatakan tidak
mampu. Fase ini merupakan fase yang
paling tepat untuk diberikan pendidikan
kesehatan pada ibu nifas, berlangsung
kurang lebih 10 hari.
Fase letting go : memperoleh peran dan
tanggung jawab baru, Kemandirian dalam
perawatan diri dan bayinya semakin
meningkat. Menyadari bahwa dirinya
terpisah dari bayinya. Penyesuaian
hubungan keluarga dalam menerima
kehadiran bayinya.
Pada masa postpartum kadang-kadang ibu
mengalami kekecewaan, mudah tersinggung,
sedih sehingga nafsu makan menurundan sulit
tidur. Manifestasi ini disebut postpartum blues
yang biasanya terjadi di rumah sakit.
Diperkirakan hal ini berkaitan dengan perubahan
hormonal dan peran selama masa transisi.

Faktor-faktor yang mendorong terjadinya


postpartum blues adalah rasa tidak nyaman,
kelelahan dan kehabisan tenaga. Menangis
adalah salah satu cara melepaskan diri dari
situasi yang menekan. Keadaaan ini bila
berlanjut akan mengakibatkan depresi
postpartum. Oleh karena itu perlu bagi seorang
perawat untuk memahami permasalahan ibu dan
memberikan bantuan yang dibutuhkan
ASUHAN KEPERAWATAN IBU
POST PARTUM
Pengkajian
Dari masa prenatal perlu diketahui adanya
masalah kesehatan selama kehamilan yang
pernah timbul, seperti anemia, hipertensi dalam
kehamilan dan diabetes. Pada beberapa kasus
kondisi demikian akan mempengaruhi kondisi
bayi pada masa postpartum. Sedangkan dari
proses persalinan hal yang perlu diperhatikan
adalah : lamanya dan jenis persalinan, kondisi
selaput dan cairan ketuban, respon bayi
terhadap persalinan, obat-obatan yang
digunakan, respon keluarga khususnya ayah
pada persalinan dan kelahiran.
Pengkajian fisiologik ibu postpartum harus
dilakukan segera pada masa immediate
postpartum, seperti observasi tanda-tanda
vital, keseimbangan cairan, pencegahan
kehilangan darah yang abnormal dan
eleminasi urin. Pengkajian fisiologik meliputi :
Tanda-tanda vital. Harus dimonitor secara teratur
pada masa early postpartum, terutama pengkajian
terhadap adaptasi kardiovaskuler dan tanda-tanda
infeksi. Biasanya tanda vital diukur setiap 4 jam
selama 24 jam pertama dan selanjutnya setiap 8
jam.
Tonus, posisi dan tinggi fundus uteri. Adanya
involusio uterus akan teraba bulat dan keras, bila
teraba lembek maka resiko terjadi perdarahan.
Sedangkan posisi uterusyang tidak di garis tengah
menunjukkan adanya distensi kandung kemih.
Berpindahnya uterus karena kandung kemih yang
penuh akan menjadi predisposisi atonia uterus dan
perdarahan postpartum. Pada saat palpasi uterus,
perawat harus mencatat adanya diastasis rectus
abdominis, jika ada, ukur panjang dan lebarnya
dengan jari. Umumnya tonus, posisi dan tinggi
fundus uteri dikaji tiap 4 jam selama 24 jam
postpartum.
Jenis dan jumlah lochea. Kaji jumlah, warna, bau
dan adanya bekuan darah. Perawat harus
menanyakan kepada ibu berapa kali ganti pembalut
dan tingkat saturasinya. Aliran lochea sifatnya
banyak, sedang dan ringan. Jika ibu mengganti
pembalut tiap 2 jam berarti banyak. Jika seperti
menstruasi berarti ringan, jika kurang berarti sedikit.
Jika lochea banyak maka dibutuhkan pengkajian
lebih lengkap untuk mengetahui penyebabnya.

Perubahan payudara. Sebelum terjadi laktasi,


payudara terasa lembek. Bila pembesaran terjadi
kaji tingkat kenyamanan ibu. Puting payudara juga
perlu diperhatikan apakah ada lecet atau luka,
menonjol atau tidak.
Kondisi perineum dan rectum. Dikaji tiap selama
24 jam pertama dan selanjutnya setiap hari. Posisi
ibu pada saat pengkajian adalah miring dengan kaki
ditekuk. Jika ibu dilakukan episiotomi, perawat
mengkaji adanya kemerahan (redness), edema,
ekimosis, pengeluran (discharge) dan approximation
pada luka (REEDA). Jika tidak diepisiotomi kaji
adanya edema dan bruising. Tanyakan tingkat
ketidaknyamanan ibu. Adanya bruising, edema dan
nyeri mungkin menunjukkan adanya hemoatoma.
Sedangkan untuk rectum kaji adanya hemoroid.

Fungsi Kandung kemih. Kaji adanya kesulitan BAK


dan pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas.
Mungkin perlu tindakan kateterisasi. Ibu harus
dimotivasi untuk BAK setiap 3-4 jam. Kaji adanya
rasa seperti terbakar bila BAK karena ini merupakan
tanda adanya infeksi saluran kemih.
Fungsi gastrointestinal. Kaji bising usus, adanya
mual muntah tanyakan apakah ibu sudah flatus atau
BAB. Umumnya dikaji dua kali sehari sampai kondisi
kembali normal. Diet ibu postpartum tinggi protein
dengan pemasukan cairan sekitar 3000 ml per hari
untuk membantu proses penyembuhan dan
mencegah konstipasi.

Ekstremitas bawah. Kaji sensasinya, peregangan,


edema dan tanda-tanda thromboembolism pada
masa immediate postpartum. Laporkan pada tim
kesehatan jika terjadi :
Kemerahan, rasa hangat dan nyeri
Perasaan berat pada ekstremitas
Tanda homan positif
Kenyamanan dan istirahat. Yang perlu dikaji pola
dan jumlah jam tidur, apa yang dapat dilakukan
untuk membantu ibu meningkatkan istirahat selama
di rumah sakit. Kaji rasa tidak nyaman yang timbul.

Aspek psikologis. Yang diperhatikan antara lain


respon ibu terhadap persalinan, persepsi ibu
terhadap respon keluarga dan status psikologi yang
ditemukan pada saat itu. Pengkajian adaptasi
keluarga meliputi : status psikologis ayah,
kemampuan orang tua dalam perawatan anak,
respon keluarga terhadap bayi, dukungan dan
bantuan keluarga setelah pulang.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada postpartum
tergantung pada kondisi ibu saat itu dan
hal ini berkaitan dengan fase dimana ibu
berada. Kemungkinan diagnosa
keperawatannya adalah sebagai berikut :
Resiko tinggi terjadinya kekurangan cairan b/d
kehilangan darah, pengeluaran yang berlebihan
melalui keringat, diuresis

Perubahan pola eleminasi BAB : konstipasi b/d


kurangnya mobilisasi, diet yang tidak
seimbang, trauma persalinan
Perubahan pola eleminasi urin b/d
ketidaknyamanan perineum, trauma saluran
kemih

Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d peregangan


perineum, luka episiotomi, involusio uteri,
hemoroid, pembengkakan payudara

Resiko infeksi b/d trauma jalan lahir

Harga diri rendah b/d belum pengalaman dalam


persalinan dan merawat bayi

Resiko perubahan parenting b/d kurangnya


pengetahuan tentang cara merawat bayi

Proses laktasi tidak efektif b/d kurang


pengetahuan tentang perawatan payudara dan
cara menyusui.
Perawat juga harus selalu memonitor adanya
komplikasi seperti :
Perdarahan postpartum
Gangguan mood
Infeksi postpartum
Dan komplikasi lain yang membutuhkan kolaborasi dengan
tim kesehatan lainnya.
Perencanaan dan Implementasi

Kebutuhan klien tergantung pada kebutuhannya,
perawat dalam membuat perncanaan tergantung
pada :

Kondisi ibu dan bayi

Antisipasi lamanya perawatan ibu dan bayi

Kemungkinan ayah terlibat dalam perawatan dan
pendidikan kesehatan

Sedangkan tujuan dari perawatan ibu postpartum
antara lain :
Bebas dari infeksi
Menunjukkan fungsi eleminasi (BAB dan BAK) yang
normal
Mendapat istirahat yang cukup
Ungkapan verbal tentang kenyamanan yang terpenuhi,
bebas dari injuri
Menunjukkan involusi yang normal dan perubahan
pengeluaran lochea tanpa perdarahan
Dapat mengungkapkan perasaannya tentang
pengalaman persalinannya
Mampu menyusui dengan benar
Menunjukkan kemampuan dalam merawat bayi dan
dirinya sendiri
Implementasi meliputi monitor dan perawatan
secara langsung, seperti :

Monitor tanda-tanda vital

Monitor dan meningkatkan tonus otot uterus secara
optimal

Monitor pengeluaran lochea

Monitor ekstremitas dari thrombophlebitis

Meningkatkan pemulihan fungsi-fungsi tubuh, yaitu
fungsi kandung kemih, gastrointestinal

Meningkatkan istirahat dan kenyamanan

Memberikan perawatan perineum dan rectum

Meningkatkan perawatan payudara

Meningkatkan adaptasi psikologis ibu

Meningkatkan kemampuan sebagai orang tua

Meningkatkan adaptasi keluarga
Evaluasi
Evaluasi merupakan proses yang berlangsung
terus menerus. Bayi, orang tua dan keluarga
secara konsisten dikaji dan menjadi indikator
penetapan kesehatan keluarga setelah kelahiran
bayi. Pemulihan kondisi fisiologis ibu
merupakan hal yang utama. Pengkajian dan
intervensi berfokus pada monitor perubahan
fisiologis, peningkatan istirahat dan
kenyamanan, dan meningkatkan keberhasilan
menyusui.
Pengkajian dan intervensi keperawatan juga
secara langsung mengidentifikasi kebutuhan
akan informasi dalam rangka meningkatkan
adaptasi individu dan keluarga yang optimal dan
perawatan diri yang efektif.
THANKS FOR YOUR ATTENTIONS

Anda mungkin juga menyukai