Surabaya
Di susun oleh:
NIM: 1714901036
2018
LEMBAR PENGESAHAN
Penyusun
Mahasiswa Profesi Ners
Cicilia Desy. M
( ) ( )
Mengetahui,
Kepala Ruangan Flamboyan RSJ Menur Surabaya
( )
GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM
b) Klasifikasi Waham
1. Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau
kekuasaan khusus yang diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai
kenyataan. Misalnya, “Saya ini pejabat di separtemen kesehatan lho!” atau,
“Saya punya tambang emas.”
2. Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang
berusaha merugikan/mencederai dirinya dan siucapkan berulang kali, tetapi
tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Saya tidak tahu seluruh saudara saya ingin
menghancurkan hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya.”
3. Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatu agama
secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh, “Kalau saya mau masuk surga, saya harus menggunakan pakaian
putih setiap hari.”
4. Waham somatic: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan. Misalnya, “Saya sakit kanker.” (Kenyataannya
pada pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi
pasien terus mengatakan bahwa ia sakit kanker).
5. Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di
dunia/meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, ”Ini kan alam kubur ya, sewmua yang ada disini adalah roh-roh”.
6. Waham sisip pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang
disisipkan ke dalam pikirannya.
7. Waham siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa yang
dia pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya kepada orang
tersebut
8. Waham kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh
kekuatan di luar dirinya.
Kategori Waham :
1. Waham sistematis: konsisten, berdasarkan pemikiran mungkin terjadi
walaupun hanya secara teoritis.
2. Waham nonsistematis: tidak konsisten, yang secara logis dan teoritis tidak
mungkin
Faktor pencetus:
Perubahan isi pikir:
1. Proses pengolahan informasi
waham
yang berlebihan
2. Mekanisme pengahantaran
listrik yang berlebihan
3. Adanya gejala pemicu
Harga diri rendah
Faktor penyebab:
1. Genetik
2. Neurobiologis
3. Psikologis
4. Neurotransmitter
5. Virus
6. Penatalaksanaan Waham
a. Psikofarmakologi
b. Pasien hiperaktif / agitasi anti psikotik low potensial
c. penarikan diri high potensial
d. ECT tipe katatonik
e. Psikoterapi
f. Perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga, terapi supportif
DAFTAR PUSTAKA
Farida dan yudi. 2012. Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta : Salemba Medika
Keliat Budi Ana. 1999. Gangguan Konsep Diri, Edisi I. Jakarta : EGC
Mukhripah dan iskandar. 2012. Asuhan keperawatan jiwa. Bandung: Refika
Aditama
GANGGUAN ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI
Menurut stuart sundeen rebtang respons klien ditinjau dari interaksinya dengan
lingkungan sosial merupakan suatu kontinum yang bertentang antara respons
adaptif dengan maladaptip sebagai berikut:
a. Respons adaptif
Respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan secara umum serta masih dalam batas normal dalam
menyelesaikan masalah
1) Menyendiri: respons yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan apa yank telah terjadi di lingkungan sosialnya.
2) Otonomi: kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
3) Bekerjasama: kemampuan individu yang saling membutuhkan
satu sama lain.
4) Interdependen: saling ketergantungan antara individu dengan
orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
b. Respons maladaptif
Respons yang di berikan individu yang menyimpang dari norma
sosial. Yang termasuk respons maladaptif adalah:
1) Menarik diri: seseorang yang mengalami kesulitan dalam
membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
2) Ketergantungan: seseorang gagal mengembangkan rasa percaya
diri sehingga tergantung dengan orang lain.
3) Manipulasi: seseorang yang menggau orang lain sebagai objek
individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara
mendalam.
4) Curiga: seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap
orang lain.
7. Tanda Dan Gejala Menarik Diri (Budi Anna Keliat, 1998)
a) Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
b) Menghindar dari orang lain (menyendiri)
c) Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan
klien lain/perawat
d) Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
e) Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas
f) Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan
atau pergi jika diajak bercakap-cakap
g) Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
8. Penatalaksanaan
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan
tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham,
halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak
terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak
mampu bekerja, berhubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi)
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan
irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia
sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic
(Soundiee). Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk pemakaian
jangka panjang. Kontraindikasi terhadap penyakit hati, penyakit darah,
epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental
serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti
gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur
, tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi
terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung
(Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan
fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering,
penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi,
takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine. Kontraindikasi terhadap
hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut sempit, psikosis
berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat
diberikan strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-
masing strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat
mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan pasien
mengenai keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan tidak
berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan, dan
memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke
dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara
berkenalan dengan satu orang, dan membantu pasien memasukkan kegiatan
berbincang-bincang dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.
Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien,
memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan
menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya
(Purba, dkk. 2008)
3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan
bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
sehari-hari yang meliputi:
1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu
bangun tidur.
2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua
bentuk tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan
BAK.
3) Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam
kegiatan mandi dan sesudah mandi.
4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
keperluan berganti pakaian.
5) Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu,
sedang dan setelah makan dan minum.
6) Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan
kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan
kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan
dapat menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak
menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan, tidak merokok
sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang
positif.
8) Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk
pergi tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini
perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang
muncul padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala
insomnia (gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau mengawali
tidurnya.
b. Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial
pasien dalam kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
1) Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya
menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan sebagainya.
2) Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk
melakukan hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa,
menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan
dan sebagainya.
3) Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara
dengan orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap
sebagai tanda adanya kesungguhan dalam berkomunikasi.
4) Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan
bergaul dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).
5) Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
6) Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata
krama atau sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun
orang lain.
7) Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang
bersifat mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya,
seperti tidak meludah sembarangan, tidak membuang puntung
rokok sembarangan dan sebagainya.
9. Asuhan Keperawatan Dengan Isolasi Sosial
A. Pengkajian
1. Identitas
Sering ditemukan pada usia dini atau muncul pertama kali pada masa pubertas
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang menyebabkan pasien dibawa kerumah sakit biasanya
akibat adanya kemunduran kemauan dan kedangkalan emosi
3. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi sangat erat kaitannya dengan faktor etiologi yakni
keturunan, endokrin, metabolism, susunan saraf pusat, dan kelenahan ego
4. Psikososial
a. Genogram
Orangtua penderita skizofrenia, salah satu kemungkinan anaknya 7-16%
skizofrenia, bila keduanya menderita 40-68%, saudara tiri kemungkinan
0,9-1,8%, saudara kembar 2-15%, dan saudara kandung 7-15%
b. Konsep diri
Kemunduran kemauan dan kedangkalan emosi yang mengenai pasien akan
mempengaruhi konsep diri pasien
c. Hubungan social
Klien cenderung menarik diri dari lingkungan pergaulan, suka melamun,
dan berdiam diri.
d. Spiritual
Aktivitas spiritual menurun seiring dengan kemunduran kemauan
5. Status mental
a. Pasien tampak lesu, tak bergairah, rambut acak-acakan,kancing baju tidak
tepat,resleting tak terkunci, baju tak diganti,baju terbaik sebagai
manifestasi kemunduran kemauan pasien
b. Pembicaraan
Nada suara rendah, lambat,kurang bicara dan apatis
c. Aktivitas motorik
Kegiatan yang dilakukan tidak bervariatif,kecenderungan mempertahankan
pada satu posisi yang dibuatnya sendiri (katalepsia).
d. Emosi
Emosi dangkal
e. Afek
Dangkal, tak ada ekspresi roman muka
f. Interaksi selama wawancara
Cenderung tidak kooperatif, kontak mata kurang, tidak mau menatap lawan
bicara,diam
g. Persepsi
Tidak terdapat halusinasi atau waham
h. Proses berpikir
Gangguan proses berpikir jarang ditemukan
i. Kesadaran
Keasadaran berubah, kemampuan mengadakan hubungan serta pembatasan
dengan dunia luar dan dirinya sendiri sudah terganggu pada taraf tidak
sesuai dengan kenyataan (secara kualitatif)
j. Memori
Tidak ditemukan gangguan spesifik, orientasi tempat, waktu dan orang
k. Kemampuan penelitian
Tidak dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu
keadaan, selalu memberikan alasan meskupun alasan tidak jelas atau tidak
tepat
l. Tilik diri
Tak ada yang khas
6. Kebutuhan sehari-hari
Pada permulaan penderita kurang memperhatikan diri dan keluarganya, makin
mundur dalam pekerjaan akibat kemunduran kemauan. Minat untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri sangat menurun dalam hal makan. BAB/BAK, mandi,
berpakaian, dan istirahat tidur.
B. Diagnosis Keperawatan
Isolasi social b.d kurangnya rasa percaya kepada orang lain,panic, regresi
ketahap perkembangan sebelumnya, sukar berinteraksi dengan orang lain
pada masa lampau.
Dibuktikan oleh hal-hal berikut ini :
1. Menyendiri dalam ruangan
2. Tidak berkomunikasi, menarik diri, tidak melakukan kontak mata
3. Sedih, efek datar
4. Pethatian dan tindakan yang tidak sesuai dengan perkembangan usianya
5. Berpikir menurut pikirannya sendiri, tindakan berulang dan tidak bermakna
6. Mengekspresikan penolakan atau kesepian pada orang lain
Tujuan jangka pendek :
Pasien siap masuk dalam terapi aktivitas ditemani oleh seorang perawat yang
dipercayainya dalam 1 minggu.
Tujuan jangka panjang :
Pasien dapat secara sukarela meluangkan waktu bersama pasien lain dan
perawat dalam aktivitas kelompok di unit rawat inap
Kriteria Hasil:
1. Pasien dapat mendemonstrasikan keinginan dan hasrat untuk bersosialisasi
dengan orang lain
2. Pasien dapat mengikuti aktivitas kelompok tanpa disuruh
3. Pasien melakukan pendekatan interaksi satu-satu dengan orang lain dengan
cara yang sesuai atau dapat diterima.
Intervensi Keperawatan Rasional
Strategi pelaksanaan
SP I P SP 1 K
1. Mengidentifikasi penyebab isolasi 1. Mendiskusikan masalah yang
sosial pasien dirasakan keluarga dalam merawat
2. Mengidentifikasi keuntungan pasien
berinteraksi dengan orang lain 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
3. Mengidentifikasi kerugian tidak gejala isolasi sosial yang di alami
berinteraksi dengan orang lain pasien beserta proses terjadinya
4. Melatih pasien berkenalan dengan 3. Menjelaskan cara-cara merawat
satu orang pasien isolasi sosial
5. Membimbing pasien memasukkan
jadwal kegiatan harian
SP II P SP II K
1. Memvalidasi masalah dan latihan 1. Melatih keluarga mempraktekkan
sebelumnya cara merawat pasien dengan isolasi
2. Melatih pasien berkenalan dengan sosial
dua orang atau lebih 2. Melatih keluarga melakukan cara
3. Membimbing pasien memasukkan merawat langsung kepada pasien
dalam kegiatan harian isolasi sosial
SP III P SP III K
1. Memvalidasi masalah dan latihan 1. Membantu keluarga membuat
sebelumnya jadwal aktivitas di rumah termasuk
2. Melatih pasien berinteraksi dalam minum obat
kelompok 2. Menjelaskan follow up pasien
3. Membimbing pasien memasukkan setelah pulang
dalam jadwal kegiatan harian
DAFTAR PUSTAKA
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa (edisi revisi). Bandung: PT. Refika
Aditama
Farida Kusumawati Dan Yudi Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika
Keliat, Budi Anna, dan Akemat . Model Praktek Keperawatan Profesional
Jiwa. Jakarta: EGC; 2009. p. 98-108.
PERILAKU KEKERASAN
1. Pengertian
B. Faktor presipitasi
4. Pohon Masalah
Stuart dan Sundeen (1997) dalam (Yosep, 2013) mengidentifikasi pohon
masalah perilaku kekerasan sebagai berikut :
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien :
Data Subjektif :
a. Klien mengatakan pernah melakukan tindak kekerasan
b. Klien mengatakan merasa orang lain mengancam
c. Klien mengatakan orang lain jahat
Data objektif :
a. Klien tampak tegang saat bercerita
b. Pembicaraan klien kasar jika dia menceritakan marahnya
c. Mata melotot, pandangan tajam
d. Mengancam secara verbal dan fisik
e. Nada suara tinggi
f. Tangan mengepal
g. Berteriak/menjerit
h. Memukul jika marah
2. Diagnosa Keperawatan
1. Perilaku kekerasan
2. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
3. Isolasi social
3. Tujuan:
a. Tujuan umum
Klien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan baik secara
fisik, sosial atau verbal, spiritual, dan terapi psikoformatika.
b. Tujuan khusus
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
2) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan
3) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
4) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dapat dilakukan
5) Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
6) Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
7) Klien dapat mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan
8) Klien dapat memasukkan latihan ke dalam jadwal kegiatan harian.
4. Tindakan :
1) Bina hubungan saling percaya
2) Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan marahnya
3) Bantu klien mengungkapkan penyebab perilaku kekerasan
4) Bantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang
dialaminya
5) Diskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang dilakukan selama ini
6) Diskusikan dengan klien akibat negative (kerugian) cara yang dilakukan
pada diri sendiri, orang lain/keluarga, dan lingkungan
7) Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
: teknik napas dalam
8) Anjurkan klien untuk memasukkan kegiatan didalam jadwal kegiatan
harian
B. Tindakan Keperawatan Untuk Keluarga
a. Tujuan
Keluarga dapat merawat pasien di rumah
b. Tindakan
1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku
tersebut)
3. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul
benda/orang lain
4. Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan
a) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan
yang telah diajarkan oleh perawat
b) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila
pasien dapt melakukan kegiatan tersebut secara tepat
c) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila
pasien menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan
5. Buat perencanaan pulang bersama keluarga
C. Tindakan Keperawatan
1) Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar
klien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan perawar :
a) Mengucapkan salam terapeutik
b) Berjabat tangan
c) Menjelaskan tujuan interaksi
d) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu dengan
klien
2) Diskusikan bersama klien mengenai penyebab perilaku kekerasan saat ini
dan yang lalu
3) Diskusikan perasaan klien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan :
a) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik.
b) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis.
c) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial.
d) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual.
e) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual.
4) Diskusikan bersama klien perilaku yang bisa pada saat marah secara
verbal terhadap orang lain, terhadap diri sendiri, terhadap lingkungan.
5) Diskusikan dengan klien akibat perilakunya.
6) Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik:
distraksi melalui pekerjaan seperti membersihkan lantai, membuat batako,
olahraga, dan sebagainya.
7) Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan secara
asertif.
8) Diskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan secara
spiritual : sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Yosep, Iyus. 2013. Keperawatan Jiwan (Edisi Revisi). Bandung: Refika aditama.
Townsend, Mary C. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
Psikiatri Edisi 3. Jakarta: EGC.
RESIKO BUNUH DIRI
C. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sundeen (2004), faktor predisposisi bunuh diri antara lain :
1. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh
diri adalah rasa
bermusuhan, implisif dan depresi.
2. Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian,
kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor
penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
3. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
resiko penting untuk prilaku destruktif.
4. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik
menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.
D. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2006) faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh
diri adalah:
1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti.
2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada
diri sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
E. Mekanisme Koping
1. Mood/affek: Depresi yang persisten, merasa hopelessness, helplessness,
isolation, sedih, merasa jauh dari orang lain, afek datar, sering mendengar atau
melihat bunyi yang sedih dan unhappy, membenci diri sendiri, merasa dihina,
sering menampilkan sesuatu yang tidak adekuat di sekolah, mengharapkan
untuk dihukum.
2. Perilaku/behavior: Perubahan pada penampilan fisik, kehilangan fungsi, tak
berdaya seperti tidak intrest, kurang mendengarkan, gangguan tidur, sensitive,
mengeluh sakit perut, kepala sakit, perilaku antisocial : menolak untuk
minum, menggunakan obat-obatan, berkelahi, lari dari rumah.
3. Sekolah dan hubungan interpersonal: Menolak untuk ke sekolah, bolos dari
sekolah, sosial teman-temannya, kegiatan-kegiatan sekolah dan hanya interest
pada hal – hal yang menyenangkan, kekurangan system pendukung sosial
yang efektif.
4. Keterampilan koping: Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan
diri, tidak menggunakan support system, melihat diri sebagai orang yang
secara total tidak berdaya.
Pohon Masalah
B. DIAGNOSA
1. Risiko Bunuh Diri.
2. Harga diri rendah kronik
3. Risiko perilaku kekerasan pada diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1 Risiko 1.klien dapat 1. Menjawab salam 1.1 Kenalkan diri pada klien
bunuh diri membina
hubungan saling 2.Kontak mata 1.2 Tanggapi perbicaraan
percaya klien dengan sabar dan tidak
3.Menerima menyangkal
perawat
1.3 Bicara tega,sjelas,jujur
4.Berjabat tangan
1.4 Bersifat hargai dan
bersahabat
1.5 Temani klien saat keinginan
menciderai diri meningkat
1.6 Jauhkan klien dari benda
benda yang
membahayakan(seperti
pisau,silet,gunting,tali kaca,dll
No SP II Pasien SP II Keluarga
1. Menidentifikasi aspek positif Melatih keluarga mempraktikkan
klien cara merawat klien dengan resiko
2. Mendorong berpikir positif bunuh diri.
untuk diri sendiri
3. Mendorong menghargai diri Melatih keluarga mempraktikkan
sebagai individu yang berharga cara merawat klien dengan resiko
bunuh diri
No SP III Pasien SP III Keluarga
1. Mengidentifikasi pola koping Membantu keluarga membuat jadwal
yang biasa digunakan atau aktivitas di rumah termasuk minum
diterapkan klien obat (discharge planning).
2. Menilai pola koping yang biasa
dilakukan
3. Mengidentifikasi pola koping Menjelaskan follow up klien setelah
yang konstruktif pulang
4. Mendorong klien memilih pola
koping yang konstruktif
5. Menganjurkan klien menerapkan
pola koping konstruktif dalam
kegiatan harian.
E. Strategi Penatalaksanaan
1. Bantu klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif yang diarahkan
pada diri sendiri, dengan cara :
a. Kaji tingkat resiko yang dialami pasien (tinggi, sedang, dan rendah)
b. Kaji level long –Term Risk yang meliputi : Lifestyle / gaya hidup,
dukungan social yang tersedia, rencana tindakan yang bisa
mengancam kehidupannya, koping mekanisme yang biasa digunakan.
2. Berikan lingkungan yang aman (safety) berdasarkan tingkat resiko,
managemen untuk klien yang memiliki resiko tinggi.
a. Orang yang ingin suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempakan
didekat ruang perawatan yang mudah dimonitor oleh perawat
b. Mengidentifikasikan dan mengamankan benda – benda yang dapat
membahayakan klien, misalnya : pisau, gunting, kabel listrik, sabuk,
hanger , dan barang membahayakan lainnya
3. Membantu meningkatkan harga diri klien
a. Tidak menghakimi dan empati
b. Mengidentifikasi aspek positif yang dimiliki
c. Mendorong berfikir positif dan berinteraksi denan oran lain
d. Berikan jadwal aktifitas harian yang terencana untk klien dengan
control impuls yang rendah
e. Melakukan terapi kelompok dan terapi kognitif serta perilaku bila
diindikasikan
4. Bantu klien untuk mengidentifikasikan dan mendapatkan dukungan social
a. Informasikan kepada keluarga dan saudara klien bahwa klien
membutuhkan dukungan social yang adekuat
b. Bersama klien menulis daftar dukungan social yang dipunyai termasuk
jejaring social yang bisa diakses
c. Dorong klien untuk melakukan aktifitas social
5. Membantu klien mengembangkan mekanisme koping yang positif
a. Mendorong ekspresi marah dan bermusuhan secara asertif
b. Lakukan pembatasan pada ruminations tentang percobaan bunuh diri
c. Bantu klien untuk mengetahui factor predisposisi
d. Eksplorasi perilaku alternative
e. Gunakan modifikasi perilaku yang sesuai
DAFTAR PUSTAKA
Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1.
Jakarta : EGC
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM. 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
perawatan pasien. EGC : Jakarta
Sujono & Teguh. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Graha Ilmu :
Yogyakarta
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DEFISIT PERAWATAN DIRI
Cause
B. Diagnosis Keperawatan
1) Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
2) Defisit perawatan diri; kebersihan diri, makan, berdandan, dan BAK/BAB
C. Rencana Intervensi
No Dx Perencanaan Intervensi
Dx Keperawat Tujuan Kriteria evaluasi
an
1 Defisit TUM: Ekspresi wajah Bina hubungan saling percaya
perawatan Klien dapat bersahabat, dengan prinsip komunikasi
diri memelihara menunjukkan rasa terapeutik
kebersihan diri senang, klien 1. Sapa klien dengan ramah baik
secara mandiri dan bersedia berjabat verbal maupun nonverbal
Klien tidak tangan, klien 2. Perkenalkan diri dengan sopan
mengalami defisit bersedia 3. Tanyakan nama lengkap klien
perawatan diri menyebutkan nama, dan nama panggilan
TUK: ada kontak mata, 4. Jelaskan tujuan pertemuan
1. Klien dapat klien besedia duduk 5. Jujur dan menempati janji
membina berdampingan 6. Tunjukkan sikap empati dan
hubungan saling dengan perawat, menerima klien apa adanya
percaya klien bersedia 7. Beri perhatian pada pemenuhan
mengutarakan kebutuhan dasar klien
masalah yang
dihadapinya
2. Mengidentifikasi Klien dapat 1. Kaji pengetahuan klien tentang
kebersihan diri menyebutkan kebersihan diri dan tandanya
klien kebersihan dirinya 2. Beri kesempatan klien untuk
menjawab pertanyaan
3. Berikan pujian terhadap
kemampuan klien menjawab
pertanyaan
3. Menjelaskan Klien dapat 1. Menjelaskan pentingnya
pentingnya memahami kebersihan diri
kebersihan diri pentingnya 2. Meminta klien menjelaskan
kebersihan diri kembali pentingnya kebersihan
diri
3. Diskusikan dengan klien
tentang kebersihan diri
4. Beri penguat positif atas
jawabannya
4. Menjelaskan cara Klien mampu 1. Menjelaskan cara makan yang
makan yang benar melakukan makan benar
dengan baik 2. Melatih pasien makan secara
mandiri
a) Menjelaskan cara
mempersiapkan makan
b) Menjelaskan cara makan
yang tertib
c) Menjelaskan cara
merapihkan peralatan
makan setelah makan
d) Praktek makan sesuai
dengan tahapan makan
yang baik
5. Menjelaskan cara Klien dapat mengerti 1. Menjelaskan cara mandi yang
mandi yang benar cara mandi yang benar
benar 2. Beri kesempatan untuk bertanya
dan mendemonstrasikan cara
yang benar
3. Memberi pujian positif terhadap
klien
6. Menjelaskan cara Klien mampu 1. Menjelaskan cara berdandan
berdandan yang melakukan yang benar
benar berhias/berdandan 2. Melatih pasien
secara baik berdandan/berhias
Untuk pasien laki-laki latihan
meliputi:
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Bercukur
Untuk pasien wanita,
latihannya meliputi :
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Berhias
7. Menjelaskan cara Klien mampu 1. Menjelaskan cara toileting yang
toileting yang melakukan benar
benar BAB/BAK secara 2. Mengajarkan pasien melakukan
mandiri BAB/BAK secara mandiri
a) Menjelaskan tempat
BAB/BAK yang sesuai
b) Menjelaskan cara
membersihkan diri
setelah BAB dan BAK
c) Menjelaskan cara
membersihkan tempat
BAB dan BAK
8. Menjelaskan cara Klien mampu 1. Melatih pasien cara-cara
menjaga melakukan perawatan kebersihan diri
kebersihan diri kebersihan diri a) Menjelasan pentingnya
secara mandiri menjaga kebersihan diri.
b) Menjelaskan alat-alat
untuk menjaga
kebersihan diri
c) Menjelaskan cara-cara
melakukan kebersihan
diri
d) Melatih pasien
mempraktekkan cara
menjaga kebersihan diri
9. Klien dapat Klien selalu tampak 1. Beri reinforcement positif
mempertahankan bersih dan rapi setelah klien mampu melakukan
kebersihan diri kebersihan diri
secara mandiri
10. Mendiskusikan Keluarga dapat 1. Menjelaskan kepada keluarga
masalah yang mengerti tentang tentang pengertian tanda gejala
dirasakan klien merawat klien defisit perawatan diri, dan jenis
dalam merawat defisit perawatan diri yang
pasien pada dialami pasein beserta proses
keluarga terjadinya
2. Menjelaskan kepada keluarga
cara-cara merawat pasien defisit
perawatan diri
3. Beri kesempatan keluarga untuk
bertanya
4. Beri pujian positif terhadap
keluarga
11. Klien dapat Keluarga 1. Jelaskan kepada keluarga
dukungan menyiapkan sarana tentang manfaat sarana yang
keluarga dalam untuk membantu lengkap dalam menjaga
meningkatkan klien dalam menjaga kebersihan diri klien
kebersihan diri kebersihan diri 2. Anjurkan keluarga untuk
menyiapkan sarana dalam
menjaga kebersihan diri
3. Diskusikan bersama keluarga
cara membantu klien menjaga
kebersihan diri
Keluarga membantu 1. Diskusikan dengan keluarga
dan membimbing mengenai hal-hal yang
klien dalam menjaga dilakukan, misalnya:
kebersihan diri a. Mengingatkan klien pada
waktu mandi
b. Sikat gigi, keramas, ganti
baju, dan lain-lain
2. Membantu klien apabila
mengalami hambatan, memberi
pujian atau keberhasilan klien.
SP IV pasien
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Menjelaskan cara berdandan
3. Membantu pasien mempraktekkan cara
berdandan
4. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, Ah, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika.
Damaiyanti, Mukhripah dan Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa.
Jakarta : Refika Aditama.
Keliat, Budi A, dkk. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas.
Jakarta : EGC.
Fitria, Nita. 2014. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP
dan SP): Untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi
Program S-1 Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA HARGA DIRI RENDAH (HDR)
A. Definisi
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan
tidak dapat bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri.
Harga diri rendah adalah perasan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri
yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negativ terhadap diri sendiri atau
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena
tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri (keliat, 2009)
Gangguan harga diri yang disebut harga diri rendah dapat terjadi secara :
a. Situational, yaitu terjadi tertama yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami atau istri, putus sekolah, putus hubungan kerja,
perasaan malu karena sesuatu ( korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara
tiba-tiba ).
b. Kronik, yaitu perassan negativ terhadap diri berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit atau dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negativ.
Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negativ terhadap
dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respon mal yang adaptif. Kondisi ini
dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronik atau pada klien
gangguan jiwa.
B. Etiologi
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri
seseorang. Dalam tinjuan life span history klien, penyebab terjadinya harga
diri rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas
keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang
dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal
sering gagal disekolah, pekerjaan atau pergaulan. Harga diri rendah muncul
saat lingkungan cenderung mengucilkan dan menuntut lebih dari
kemampuannya ( yosep,2009 ).
Menurut stuart (2006), faktor-faktor yang mengakibatkan harga diri
rendah kronik meliputi faktor predisposisi dan faktor presipitasi sebagai
berikut :
a. Faktor predisposisi
1. Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang,
kurang mempunyai tanggung jawab yang tidak realistis, kegagalan
yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang tidak realitis.
2. Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah sterotipe peran
gender, tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya
3. Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidak
percayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan
struktur sosial.
b. Faktor presipitasi
Menurut yosep (2009), faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah
biasanya adalah kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk
tubuh, kegagalan atau produktivitas yang menurun. Secara umum,
gangguan konsep harga diri rendah dapat terjadi secara situasional atau
kronik.secara situasional karena trauma yang muncul secara tiba-tiba,
misalnya harus dioperasi, kecelakaan,perkosaan,atau penjara, termasuk
dirawat di rumah sakit bisa menyebabkan harga diri rendah disebabkan
karena penyakit fisik atau pemasangan alat bantu yang membuat klien
tidak nyaman. Harga diri rendah kronik, biasanya dirasakan klien sebelum
sakit atau sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan
meningkat saat dirawat.
Selain data diatas, dapat juga mengamati penampilan seseorang dengan harga
diri rendah, terlihat dari kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian
tidak rapi, selera makan kurang,tidak berani menatap lawan bicara, lebih
banyak menunduk, bicara lambat dengan suara nada lemah
D. Rentang respon
Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif
dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
Konsep diri positif merupakan bagaimana seseorang memandang apa
yang ada pada dirinya meliputi cita dirinya, ideal dirinya, harga dirinya,
penampilan peran serta identitas dirinya secara positif. Hal ini akan
menunjukkan bahwa individu itu akan menjadi individu yang sukses.
Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap dirinya
sendiri, termasuk kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak berguna,
pesimis, tidak ada harapan dan putus asa. Adapun perilaku yang berhubungan
dengan harga diri yang rendah yaitu mengkritik diri sendiri dan atau orang
lain, penurunan produktifitas, destruktif yang diarahkan kepada orang lain,
gangguan dalam berhubungan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, perassan
negatif mengenai tubuhnya sendiri, keluhan fisik, menarik diri secara sosial,
khawatir, serta meanarik diri dari realitas.
Kerancuan identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk
mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-kanak kedalam
kepribadian psikososial dewasa yang harmonis. Adapun perilaku yang
berhubungan dengan kerancuan identitas yaitu tidak ada kode moral, sifat
kepribadian yang bertentangan, hubungan interpersonal eksploitasi, perassan
hampa. Perasaan mengambang tentang diri sendiri, tingkat ansietas yang
tinggi, ketidak mampuan untuk empati terhadap orang lain.
Depersonalisasi merupakan suatu perasaan yang tidak realistis dimana
klien tidak dapat membedakan stimulus dari alam atau luar dirinya. Individu
mengalami kesulitan untuk membedakan dirinya sendiri dari orang lain, dan
tubuhnya sendiri merasa tidak nyata dan asing baginya.
Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang
mempunyai tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan
ideal diri yag tidak realistis. Sedangkan stresor pencetus mungkin ditimbulkan
dari sumber internal dan eksternal seperti :
1. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menaksika
kejadian yang megancam.
2. Ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jeis transisi
peran :
a. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang
berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap
perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-
norma budaya, nilai-nilai tekanan untuk peyesuaian diri.
b. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c. Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan
sehat ke keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh
kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan
fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur medis dan keperawatan.
Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara:
1. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misal harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubugan kerja dll. Pada
pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena privacy yang
kurang diperhatikan : pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan
alat yang tidak sopani (pemasangan kateter, pemeriksaan pemeriksaan
perianal dll.), harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak
tercapai karena di rawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak
menghargai.
2. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama
E. POHON MASALAH
Isolasi sosial
3. Diagnosa keperawatan
a. Harga diri rendah
b. Koping individu tidak efektif
c. Isolasi sosial
4. Tindakan keperawatan
A. Tindakan Keperawatan pada pasien
1) Tujuan keperawatan
a. Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
c. Pasien dapat memilih kegiatan sesuai dengan kemampuan
d. Pasien dapat melatih kegiatan yang dipilih sesuai kemampuan
e. Pasien dapat melakukan kegiatan yang sudah dilatih sesuai jadwal
2) Tindakan keperawatan
a. Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien.
a) Diskusikan tentang sejumlah kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki pasien seperti kegiatan pasien di rumah sakit, dan dirumah,
adanyan keluarga dan lingkungan terdekat pasien.
b) Beri pujian yang realistik dan hindarkan penilaian yang negatif.
b. Bantu pasien menilai kemampuan yang dapat digunakan dengan cara
berikut:
a) Diskusikan dengan pasien mengenai kemampuan yang masih dapat
digunakan saat ini.
b) Bantu pasien menyebutkannya dan beri penguatan terhadap
kemampuan diri.
c) Perlihatkan respons yang kondusif dan upayaka menjadi pendengar
yang aktif
c. Membantu pasien untuk memilih / menetapkan kemampuan yang akan
dilatih.
a) Diskusikan dengan pasien kegiatan yang akan dipilih
b) Bantu pasien untuk memilih kegiatan yang dapat dilakukan mandiri
d. Latih kemampuan yang dipilih pasien
a) Diskusikan dengan pasien langkah-langkah pelaksanaan kegiatan
b) Bersama pasien, peragakan kegiatan yang ditetapkan
c) Beri dukungan dan pujian pada setiap kegiatan yang dapat dilakukan
pasien.
e. Bantu pasien menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih
a) Beri kesempatan kepada pasien untuk mencoba kegiatan yang telah
dilatihkan
b) Beri pujian atas segala kegiatan yang dapat dilakukan pasien setia hari
c) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan
setiap kegiatan
d) Berikan pasien kesempatan mengungkapkan perasaanya setelah
pelaksanaan kegiatan.
SP Pasien
SP 1 :
a. Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
b. Membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan
c. Membantu pasien memilih kemampuan yang akan dilatih
d. Melatih kemampuan yang sudah dipilih
e. Menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah di latih dalam rencana
harian
SP 2 :
a. Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan
pasien
b. Latihan dapat dilanjutkan untuk kemampuan lain sampai semua
kemampuan dilatih.
c. Setiap kemampuan yang dimiliki akan meningkatkan harga diri pasien.
B. Tindakan keperawatan pada keluarga
1) Tujuan keperawatan
a. Keluarga dapat membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
pasien
b. Keluarga dapat memfasilitasi pelaksanaan kemampuan yang masih dimiliki
pasien
c. Keluarga dapat memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan yang sudah
dilatih dan membri pujian
d. Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan pasien.
2) Tindakan keperawatan
a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
b. Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang dialami pasien
c. Diskusi dengan keluarga mengenai kemampuan yang dimiliki pasien dan puji
pasien
d. Jelaskan cara merawat pasien harga diri rendah
SP Keluarga
SP 1 :
Mendiskusikan msalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
dirumah, menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala HDR, cara
merawat pasien HDR, mendemonstrasikan cara merawat & memberi
kesempatan untuk mempraktekkan cara merawat.
SP 2 :
Melatih keluarga praktek merawat pasien langsung dihadapan pasien
SP 3:
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.
A. DEFINISI
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi dan pendapat tentang lingkungan tanpa objek atau rangsangan
yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara padahal tidrak ada
orang yang berbicara.
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami
perubahan sensori persepsi: merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghiduan.
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang
nyata, artinya klien menginterpretasikan ssuatu yang nyata tanpa stimulus atau
rangsangan dari luar. (Herman, Ade Surya 2011)
a. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial bdaya
yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon
adaptif:
1. Fikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
2. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
3. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli.
4. Perilaku sosial adalah sikap dan tnkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
5. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi denga orang lain dan
lingkungan.
b. Respon Psikososial
Respon psikososial mliputi:
1) Proses pikir tergangu adalah proses fikir yang menimbulkan gangguan
2) Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan
yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca indera
3) Emosi berlebihan atau berkurang
4) Perilaku yang biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain
c. Respons Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon indifidu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun respon
maladaptif meliputi:
1. Kelainan fikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
meskipun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial
2. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal
yang tidak realita atau tidak benar
3. Kerusakan proses emosi adalah perubahan suatu yang timbul dari hati
4. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur
5. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan
yang negatif mengancam
C. TANDA-TANDA HALUSINASI
Menurut Hamid (2000), tanda-tanda perilaku klien dengan halusinasi :
1. Bicara sendiri
2. Senyum sendiri
3. Ketawa sendiri
4. Menggerakkan bibir tanpa suara
5. Pergerakan mata yang cepat
6. Respon verbal yang lambat
7. Menarik diri dari orang lain
8. Berusaha menghindari orang lain
9. Tidak dapat membedakan mana yang nyata mana yang tidak nyata
10. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah
11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik
12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori
13. Sulit berhubungan dengan orang lain
14. Ekspresi muka tegang
15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah
16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawata
17. Tampak tremor dan berkeringat
18. Perilaku panik
19. Agitasi dan kataton
20. Curiga dan bermusuhan
21. Betindak merusak diri, orang lain, dan lingkungan
22. Ketakutan
23. Tidak dapat mengurus diri
24. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempst, dan orang
E. KLASIFIKASI HALUSINASI
Menurut yosep (2007) halusinasi terdiri dari delapan jenis. Penjelasan secara
detail mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi adalah sebagai berikut:
a. Halusinasi pendengaran (Auditif, Akustik)
Halusinasi sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara bising
yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering mendengar sebagai sebuah kata
atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut ditujukan pada penderita
sehingga tidak jarang penderta bertengkar dan berdebat dengan suara-suara
tersebut.
b. Halusinasi penglihatan (visual, optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik). Biasanya
sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa
takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan
c. Halusinasi penciuman (olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium suatu bau terentu dan dirasakan tidak
enak, melambangkan rasa tdak bersalah pada penderita, bau dilambangkan
sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebgai suatu kombinasi moral.
d. Halusinasi pengecapan (gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman.
Penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gastorik lebih jarang pada
halusinasi gustatorik.
e. Halusinasi perabaan (taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak dibawah
kulit. Terutama pada keadaan delirium toksis dan skizofrenia.
f. Halusinasi seksual, ini merupakan halusinasi raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skiziprenia dengan waham
kebesaran terutama mengenai organ-organ
g. Halusinasi kinistetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau anggota
badannya bergerak-gerak. Misalnya: phantom phenomenom atau yungkai
yang diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb). Sering pada
skizofrenia dalam keadaan toksik tertentu akibat pemakaian obat tertentu.
h. Halusinasi viseral
Timbul perasaaan tertentu didalam tubuhnya
1. Dipersonalisasi adalah erasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya sudah
tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
Sering pada skizofrenia dan sindrom lobus perietalis. Misalnya sering
merasa dirinya terpecah dua.
Jenis Halusinasi Data Objectif Data Subjectif
Halusinasi pendengaran a. Bicara atau ketawa a. Mendengar suara atau
sendiri kegaduhan
b. Marah-marah tanpa b. Mendengar suara yang
sebab mengajak bercakap-
c. Mengarahkan telinga cakap
kearah tertentu c. Mendengar suara yang
d. Menutup telinga menyuruh melakukan
sesuatu yang berbahaya
Halusinasi penglihatan a. Menunjuk-nunjuk kearah a. Melihat bayangan,
tertentu sinarbentuk geometris,
b. Ketakutan pada sesuatu bentuk karton, melihat
yang tidj jelas hantu atau menster
Halusinasi penghidu a. Menghidu seperti sedang a. Membau bau-bauan
membau bau-bauan seperti bau darah, urine,
terentu fasese kadang-kadang
b. Menutup hidung bau itu menyenangkan
Halusinasi pengecap a. Sering meludah a. Merasakan rasa seperti
b. Muntah darah, urine atau fases
Halusinasi perabaan a. Menggaruk-garuk a. Menyatakan ada
permukaan kulit serangan dipermukaan
kulit merasa tersengat
listrik
F. ETIOLOGI HALUSINASI
3. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perilaku mencederai diri berhubungan dengan halusinasi
pendengaran
2. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan
menarik diri
3. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
4. Tindakan Keperawatan
a. Tindakan keperawatan pada pasien
1. Tujuan keperawatan
a) Pasien dapat mengenali halusinasi yang dialaminya
b) Pasien dapat mengontrol halusinasi
c) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
2. Tindakan keperawatan
a) Bantu pasien menganli halusinasi
b) Melatih pasien mengontrol halusinasi
1) Menghardik halusinasi
2) Bercaka-cakap dengan orang lain
3) Melakukan aktivitas yang terjadwal
4) Minum obat secara teratur
Dengan
mengetahui
5.1.3 Anjurkan efek
5.3 Klien klien bicara samping
dapat dengan dokter obat klien
informasi tentang manfaat akan tahu
tentang efek dan efek samping apa yang
samping obat obat yang harus
dirasakan dilakukan
setelah
minum obat.
Progrm
pengobatan
5.1.4 Diskusikan dapat
akinat berhenti berjalan
5.4 Klien minum obat tanpa sesuai
dapat konsultasi rencana
memahami
akibat berhenti Dengan
minum obat. mengetahui
5.1.5 Bantu klien prinsip
menggunakan penggunaan
obat dengan obat, maka
5.5 klien dapat prinsip benar kemandirian
menyebutkan klien untuk
prinsip 5 benar pengobatan
penggunaan dapat
obat ditingkatkan
secara
bertahap.
SP4P
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
2) Memberikan penkes tentang penggunaan
obat secara teratur.
3) Menganjurkan klien memasukkan kedalam
jadwal kegiatan harian.
DAFTAR PUSTAKA
Yosep, Iyus S.kp M.Si. 2007. Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung : PT Revika
Aditama
Herman Surya Direja, Ade. dkk. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta : Nuha Medika
Kusumawati, Farida dan Hartono Yudi. 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :
Salemba Medika
Damaiyanti, Mukhripah S. Kep. Ns dan Iskandar S. Kep. Ns. 2012. Asuhan
Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Revika Aditama
A. Pengertian
Gangguan alam perasaan ditandai oleh depresi atau peningkatan alam
perasaan. Gangguan ini memunculkan gejala yang mengindikasikan disfungsi
afek, emosi, pikiran, dan aktivitas-aktivitas umum(Linda : 2007).
Alam perasaan adalah keadaan emosional yang berkepanjangan yang
mempengaruhi seluruh kepribadian dan fungsi kehidupan seseorang. Gangguan
alam perasaan adalah gangguan emosional yang disertai gejala mania atau
depresi (Wahyu : 2010).
Perasaan suasana hati yang mewarnai kehidupan psikis seseorang dan
mempengaruhi seseorang dalam waktu yang lama. Misalnya seseorang yang
sedih, malas untuk berkomunikasi,makan ,bekerja, dan sebagainya (Iyus Yosep:
2009).
Rentang respon emosi seseorang yang normal bergerak secara dinamis. Tidak
merupakan suatu titik yang statis dan tetap. Dinamisasi tersebut dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti organobiologis, psikoedukatif, sosiokultural. Pada klien yang
mengalami gangguan alam perasan, reaksinya cenderung menetap dan memanjang.
Rentang respon emosi bergerak daro emotional responsive samapai mania/depresi
denga cirri-ciri sebagai berikut (Gail Stuart:2006) :
a. Responsive: klien lebih terbuka, menyadari perasaannya, dapat berpartisipasi
dengan dunia internal.
b. Reaksi kehilangan yang wajar: klien merasa bersedih, kegiatan klien
berhenti (misalnya : bekerja, sekolah).
c. Supresi: merupakan tahap awal dimana coping individu termasuk
maladaptive klien menyangkal perasaannya sendiri, klien berusaha menekan
atau mengalihkan perhatiannya terhadap lingkungan.
d. Depresi: gangguan alam perasaan yang ditandai denga perasaan sedih yang
berlebihan, murung, tidak bersemangat, perasaan tidak berharga.
B. Klasifikasi
1. Depresi reaktif
Depresi reaktif adalah jenis depresi yang paling um8m di jumpai.Depresi ini
kemungkinan disebabkan oleh reaksi terhadap peristiwa eksternal, seperti;
kehilangan orang yang di cintai atau akibat bencana alam.Kondisi ini biasanya
tidakresponsif terhadap berbagai terapi fisik, seperti; obat dan ECT
(Electorcon vulsive terapy/ terapi kejut listrik).Kondisi ini tidak di turunkan
secara genetis, dalam siklus tertentu atau terjadi secara berulang, dan biasanya
lebih ringan dari pada depresi endogen.
2. Depresi endogen (depresi otonom).
Depresi endogen ini berkaitan dengan asal-usul atau proses internal yang idak
diketaghui, dan tidak berkaitan dengan peristiwa-peristiwa ekternal. Depresi
jenis ini biasanya terjadi dalam berbagai siklus (kadang- kadang/ sekali-
sekali),respons terhadap obat-obatan dan ECT (shock treatment/ perlakuan
kejut)dan ada dugaan bahwakecendrungan hormonal dan genetis merupakan
dua macam faktor yang trut berkontribusi terhadap munculnya kondisi ini.
Gejala – gejala tersebut umumnya lebih serius dari pada dalam depresi reaktif.
3. Bipolar depression/ depresi bipolar
- Pasien mengalami episode depresi dan maniak
- Maniak seperti kegembiraan dan kehebohan yang bersifat ekstrim, cermin dari
gambaran depresi
4. Uni-polar depression: tidak memiliki episode maniak.
2. Faktor Presipitasi
Stressor yang dapat menyebabkan gangguan alam perasaanmeliputi faktor
biologis, psikologis dan sosial budaya. Faktor biologis meliputi perubahan
fisiologis yang disebabkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik seperti
infeksi, neoplasma dan ketidakseimbangan metabolisme. Faktor psikologis
meliputi kehilangan kasih sayang,termasuk kehilangan cinta, seseorang, dan
kehilangan harga diri. Faktor sosial budaya meliputi kehilangan peran, perceraan,
kehilangan pekerjaan.
E. Tanda klinis
Berikut adalah berbagai tampilan klinis depresi (Ana : 2013):
1. Mood/perasaan: sedih, tidak bahagia, murung menangis,
2. Pemikiran: pesimisme, ide-ide tentang perasaan bersalah, kebncian terhadap
diri sendiriakibat kehilangan minat dan motivasi, hingga menurunkan efisiensi
dan konsentrasi.
3. Perilaku dan penampilan:
4. Mengabaikan penampilan pribadi.
5. Retardasi agitasi psikomotorik.
6. Somatis
a. Kehilanagan selera makan, atau sebaliknya nafsu makan bertambah.
b. Kehilangan atau kelebihan berat badan.
c. Sembelit.
d. Kurang tidur (insomnia atau hyperinsomnia)
e. Nyeri-nyeri dan terasa sakit.
f. Perubahan siklus menstruasi pada pasien wanita.
g. Kehilangan libido.
7. Tampilan kecemasan, seperti:
a. Jantung berdebar-debar.
b. Berkeringat.
c. Gemetaran.
d. Berpikir, mengancam atau berupaya melakukan bunuh diri, dan
sebagainya.
e. Retardasi psikomotorik.
f. Agitasi.
G. Penatalaksanaan
1. Terapi individual
Eksplorasi perasaan kehilangan, dan fasilitasi proses berduka.
Diskusikan perilaku mengalahkan diri, harapan yang tidak realistis, dan
kemungkinan distorsi dari realita.
Kaji bagaimana distorsi kognitif bagi klien turut menyebabkan depresi.
Dorong pengungkapan rasa frustasi, marah dan putus asa
Upaya untuk mengubah pola berfikir negatif otomatis tentang diri, orang lain,
lingkungan, dan masa depan.
Beri kesempatan kepada klien, seperti berdiskusi dan bermain peran untuk
menyelesaikan masalah interpersonal
Monitor masalah-masalah fisiologis yang diinduksi atau diperburuk oleh
depresi.
2. Terapi keluarga
Kaji fungsi keluarga, pola komunikasi, peran yang diharapkan, keterampilan
menyelesaikan masalah, dan stresor.
Dapatkan informasi dari masing-masing anggota keluarga tentang situasi
keluarga saat ini.
Tentukan bagaimana konflik atau krisis ditangani, dan evaluasi dukungan
anggota keluarga yang satu terhadap yang lain.
Kaji tingkat ketertutupan dan ketidakpedulian anggota keluarga.
Fokuskan pada mengidentifikasi dan menginterversi distorsi kognitif yang
mengganggu fungsi keluarga yang sehat.
Ajarkan anggota keluarga tentang keterampilan komunikasi, penyelesaian
masalah, pengelolaan stres dan ekspresi perasaan yang konstruktif.
3. Terapi kelompok
Berupaya untuk meningkatkan harga diri dan mengakui kekuatan masing-
masing anggota kelompok.
Ajarkan klien tentang cara membentuk dan mempertahankan hubungan
interpersonal, terutama setelah mengalami kehilangan.
Bantu klien mengembangkan strategi untuk memperoleh dukungan sosial,
mengurangi rasa kesepian, mendapatkan umpan balik dari orang lain, dan
mengatasi stresor.
Ajarkan klien tentang bagaimana dengan dukungan dan bantuan teman sebaya
mempelajari cara untuk menurunkan dan kemudian menghilangkan distorsi
kognitif.
3. Diagnosis Keperawatan
1) Duka Cita Maladaptif
Intervensi
a. Dorong klien untuk mendiskusikan kehilangan yang aktual atau yang
dirasakan.
b. Jelaskan fase-fase berduka, dan dorong klien untuk mengidentifikasi tahap
yang tampak sesuai untuk mendeskripsikan perasaannya sekarang.
c. Dorong pengungkapan perasaan yang berhubungan dengan kehilangan.
d. Dorong klien untuk menceritakan kemarahan, kesedihan, rasa bersalah, dan
kesepian yang umumnya menyertai berduka.
e. Bantu klien menentukan tujuan untuk mengatasi rasa berduka. Caraa yang
sering membantu yaitu, menghabiskan waktu dengan teman lama, berjalan-
jalan dengan benda-benda milik orang yang dicintai sebelum membuang dan
menyimpannya, atau mengunjungi beberapa tempat yang bermakna bagi klien
maupun orang yang sudah meninggal.
f. Ajarkan pilihan cara-cara yang sehat terutama yang disalurkaan secara fisik
untuk mengekspresikan perasaan yang kuat, dan dorong klien untuk
menggunakan alternatif-alternatif pada kehidupan sehari-hari.
g. Ajari klien keterampilan penyelesaian masalah, bersikap asertif, penguatan
diri, dan keterampilan koping lain yaang sesuai.
h. Identifikasi sumber-sumber dukungan, ceritakan tentang bagaimana dukungan
telah diubah oleh kehilangan, dan mulai dukungan baru.
DAFTAR PUSTAKA
Copel, Linda Carman. 2007. Kesehatan Jiwa Dan Psikiatri:Pedoman Klinis Perawat.
Jakarta:EGC
Purwaningsih,Wahyu. 2010. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta:Nuha Medika
Stuart,Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa.Jakarta : EGC
Yosep,iyus.2009. Keperawatan Jiwa.Edisi Revisi.Bandung: Resika Aditama
I saucs, Ann.2004. Panduan Belajar: Keperawatan Kesehatan Jiwa Dan Lesiatrik.
Jakarta:EGC
April Styawati, Ana.2003. Keperawatan Psikiatri Dan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta:
Imperium