Anda di halaman 1dari 15

DAFTAR PUSTAKA

https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1439/mencapai-kesetaraan-gender-dan-
memberdayakan-kaum-perempuan#:~:text=Pengertian%20kesetaraan%20gender%20merujuk
%20kepada,dalam%20kesetaraan%20gender%20dewasa%20ini.

https://id.wikipedia.org/wiki/Kesetaraan_gender

Sumber: https://mediaindonesia.com/humaniora/351154/kesetaraan-gender-di-indonesia-
masih-rendah

https://www.uii.ac.id/berkaca-dari-kesetaraan-gender-di-empat-negara/

https://www.kemkes.go.id/article/print/153/kesetaraan-gender-menjadi-dasar-pembangunan-
kesehatan.html

https://inforial.tempo.co/info/1000084/kesehatan-reproduksi-di-era-ketidaksetaraan

epository.poltekkes-kdi.ac.id/702/1/SKRIPSI%20KONMANG%20RUSMINI.
%20NIM.P00312017068.pdf

http://www.akbidsismadi.ac.id/2016/11/gender-akademi-kebidanan-sismadi.html

https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/1979/peningkatan-kualitas-pekerja-
perempuan-untuk-menghadapi-era-4-0

file:///C:/Users/Tanti%20Santina/Downloads/28-Article%20Text-87-2-10-20190918.pdf

https://elearning.menlhk.go.id/pluginfile.php/854/mod_resource/content/1/analisis%20gender/
pengertian_gender.html

https://eprints.uny.ac.id/9812/2/BAB%202%20-%2008110241024.pdf

http://repository.um-surabaya.ac.id/4832/3/bab_2.pdf

https://unpar.ac.id/kesetaraan-gender-dalam-dunia-pendidikan/

https://e-jurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/view/377/259
Bagaimana peran bidan dalam menghadapi kesetaraan gender?
Bidan berperan aktif dalam mewujudkan kesetaraan gender terkait pelayanan
KB melalui berbagai cara sosialisasi alat kontrasepsi beserta efek samping,
promosi dan KIE kepada keluarga akan kesetaraan gender dalam pelayanan
KB, melibatkan suami berperan aktif dalam kesertaan dan persetujuan
menggunakan alat kontrasepsi
 Gender adalah peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang ditentukan secara
social. Gender berhubungan dengan persepsi dan pemikiran serta tindakan yang diharapkan
sebagai perempuan dan laki-laki yang dibentuk masyarakat, bukan karena perbedaan
biologis (WHO, 1998).

 Definisi “keadilan gender dalam kesehatan” menurut WHO mengandung 2 aspek :

 1. Keadilan dalam status kesehatan yaitu tercapainya derajat kesehatan yang setinggi
mungkin (fisik, psikologi dan social).

 2. Keadilan dalam pelayanan kesehatan yang berarti bahwa pelayanan diberikan sesuai
dengan kebutuhan tanpa tergantung pada kedudukan sosial dan diberikan sebagai respon
terhadap harapan yang pantas dari masyarakat dengan penarikan biaya pelayanan yang
sesuai dengan kemampuan.

Gender mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan laki-laki dan perempuan. Hal ini semakin
dirasakan dalam ruang lingkup kesehatan reproduksi antara lain karena hal berikut :

 Masalah kesehatan reproduksi dapat terjadi sepanjang siklus hidup manusia missal masalah
inses yang terjadi pada masa anak-anak dirumah, masalah pergaulan bebas , kehamilan
remaja.

 Perempuan rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga (kekerasan domestic) atau
perlakuan kasar yang pada dasarnya bersumber gender yamg tidak setara.

 Kesehatan reproduksi lebih banyak dikaitkan dengan urusan perempuan seperti KB<>

 adalah termasuk hak asasi perempuan untuk dapat secara bebas dan bertanggung jawab
mengontrol dan memutuskan hal-hal yang terkait dengan seksualitasnya termasuk
kesehatan reproduksi dan seksual, bebas dari paksaan, diskriminasi dan kekerasan (FWCW
Platform, 1996)

Mengacu pada hak-hak asasi manusia seperti tercantum dalam hukum internasional dan nasional
serta dokumen-dokumen hak asasi manusia (HAM) mencakup :

 Hak dasar individu dan pasangan untuk menentukan secara bebas dan bertanggung jawab
atas jumlah dan jarak anak, mendapatkan informasi serta cara-cara untuk melaksanakan hal
tersebut

 Hak untuk mancapai standar tertinggi kesehatan reproduksi dan seksual

 Hak untuk membuat keputusan yang terbatas dari diskriminasi, paksaan dan kekerasan
 Hak atas kesehatan sebagai hak asasi manusia telah diakui dan diatur dalam berbagai
instrumen internasional maupun nasional. Jaminan pengakuan hak atas kesehatan tersebut
secara eksplisit dapat dilihat dari beberapa instrumen sebagai berikut :

 Instrumen Nasional

1. Amandemen- II Pasal 28 ayat (1) UUD 1945.

2. Pasal 9 UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

3. Pasal 4 UU Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.

4. UU Nomor 11 tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

 Antara Hak Asasi Manusia dan Kesehatan terdapat hubungan yang saling mempengaruhi.
Seringkali akibat dari pelanggaran HAM adalah gangguan terhadap

kesehatan demikian pula sebaliknya, pelanggaran terhadap hak atas kesehatan juga merupakan
pelanggaran terhadap HAM

 Pengertian kesehatan sangat luas dan merupakan konsep yang subjektif, serta dipengaruhi
oleh berbagai faktor, seperti faktor-faktor geografis, budaya dan sosio ekonomi.

 Core content (PBB) terdiri dari seperangkat unsur-unsur yang harus dijamin oleh negara
dalam keadaan apapun, tanpa mempertimbangkan ketersediaan sumber daya, yang terdiri
dari :

 1. Perawatan kesehatan :

 a. Perawatan kesehatan ibu dan anak, termasuk keluarga berencana;

 b. Imunisasi;

 c. Tindakan yang layak untuk penyakit-penyakit biasa (common disease) dan kecelakaan;

 d. Penyediaan obat-obatan yang pokok (essential drugs).

 2. Prakondisi dasar untuk kesehatan :

 a. Pendidikan untuk menangani masalah kesehatan termasuk metode-metode untuk


mencegah dan mengedalikannya;

 b. Promosi penyediaan makanan dan nutrisi yang tepat;

 c. Penyediaan air bersih dan sanitasi dasar.

 (ICESCR) memberikan contoh umum dan spesifik berbagai langkah-langkah yang muncul dari
adanya definisi yang luas dari hak atas kesehatan dalam pasal 12 ayat (1) sehingga dapat
dapat menggambarkan isi dari hak atas tersebut, yaitu :

a. Hak ibu, Hak anak dan kesehatan reproduksi.


b. mengurangi angka kematian bayi dan anak di bawah usia 5 tahun;
c. pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi;
d. akses terhadap Keluarga Berencana (KB);
e. perawatan sebelum dan sesudah melahirkan;
f. pelayanan gawat darurat dalam bidang obstetri (kebidanan);
g. akses dan sumber daya yang dibutuhkan sehubungan dengan kesehatan reproduksi.
. Topik khusus dan penerapan yang lebih luas.
 Non diskriminasi dan perlakuan yang sama;
 Perspektif gender
 Kesehatan anak dan remaja, orang tua, penyandang cacat dan masyarakat adat.
Implementasi Hak Atas Kesehatan Dalam Konteks HAM
Mengimplementasikan norma-norma HAM pada hak atas kesehatan harus memenuhi
prinsip-prinsip :
1. Ketersediaan pelayanan kesehatan
2. Aksesibilitas Fasilitas kesehatan, barang dan jasa .
Syaratnya :tidak diskriminatif, terjangkau secara fisik, terjangkau secara ekonomi
dan akses informasi untuk mencari, menerima dan atau menyebarkan informasi dan ide
mengenai masalah-masalah kesehatan.
3. Penerimaan (oleh etika medis dan sesuai secara budaya)
4. Kualitas (secara ilmu ,medis dan budaya)

Sekitar Masalah Gender


 Oleh : Kusuma Dini, AMKeb, SKM, MKM

Istilah gender diambil dari kata dalam bahasa Arab “Jinsiyyun” yang kemudian diadopsi dalam
bahasa Perancis dan Inggris menjadi “gender” (Faqih, 1999). Gender diartikan sebagai perbedaan
peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang ditentukan secara sosial. Gender
berhubungan dengan bagaimana persepsi dan pemikiran serta tindakan yang diharapkan sebagai
perempuan dan laki-laki yang dibentuk masyarakat, bukan karena perbedaan biologis. Peran gender
dibentuk secara sosial., institusi sosial memainkan peranan penting dalam pembentukkan peran
gender dan hubungan.

Kesetaraan gender adalah tidak adanya diskriminasi berdasarkan jenis kelamin seseorang dalam
memperoleh kesempatan dsan alokasi sumber daya, manfaat atau dalam mengakses pelayanan.
Berbeda halnya dengan keadilan gender merupakan  keadilan pendistribusian manfaat dan tanggung
jawab perempuan dan laki-laki. Konsep yang mengenali adanya perbedaan kebutuhan dan
kekuasaan antara perempuan dan laki-laki, yang harus diidentifikasi dan diatasi dengan cara
memperbaiki ketidakseimbangan antara jenis kelamin. Masalah gender muncul bila ditemukan
perbedaan hak, peran dan tanggung jawab   karena adanya nilai-nilai sosial budaya yang tidak
menguntungkan salah satu jenis kelamin (lazimnya perempuan).

Untuk itu perlu dilakukan rekontruksi sosial sehingga nilai-nilai sosial budaya yang tidak
menguntungkan tersebut dapat dihilangkan. Sehingga masalah kesehatan reproduksi yang erat
kaitannya dengan ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender dapat dihindari, khususnya kematian
ibu dan anak yang masih tinggi di Indonesia.
Pembahasan dalam topik isu gender ini dimaksudkan untuk memberikan informasi sehingga dapat
mengembangkan ide-ide kreatif dan inovatif yang disesuaikan dengan sosial, budaya, kondisi dan
situasi di wilayah setempat untuk megatasi masalah kesehatan reproduksi remaja.

Mengingat masih tingginya “4 TERLALU” ( Terlalu Muda, Terlalu tua, Terlalu Banyak, Terlalu Sering
untuk hamil dan bersalin) yang berhubungan dengan penyebab kematian ibu dan anak kondisi ini
sesungguhnya dapat dicegah, dan tidak terjadi kematian yang sia-sia. Selain itu masalah ksehatan
lainnya penularan dan penyebaran HIV/AIDS. Dengan upaya pemberian informasi kesehatan
diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan remaja yang pada akhirnya remaja mempunyai
pandangan dan sikap yang baik untuk dapat membantu pencegahan penularan HIV/AIDS,
pencegahan kehamilan tidak diharapkan.

Masalah kesehatan reproduksi remaja selain berdampak secara fisik, juga dapat berpengaruh
terhadap kesehatan mental dan emosi, keadaan ekonomi dan kesejahteraan sosial dalam jangka
panjang. Dampak jangka panjang tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap keluarga, masyarakat
dan bangsa akhirnya.
Permasalahan prioritas kesehatan reproduksi pada remaja dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Kehamilan tidak dikehendaki, yang seringkali menjurus kepada aborsi yang tidak aman dan
komplikasinya
b. Kehamilan dan persalinan usia muda yang menambah risiko kesakitan dan kematian ibu dan bayi
c. Masalah Penyakit Menul;ar Seksual termasuk infeksi HIV/AIDS
d. Tindak kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual dan transaksi seks komersial

Kehamilan remaja kurang dari 20 tahun menyumbangkan risiko kematian ibu dan bayi 2 hingga 4 kali
lebih tinggi dibanding kehamilan pada ibu berusia 20 – 35 tahun. Pusat penelitian Kesehatan UI
mengadakan penelitian di Manado dan Bitung ( 1997), menunjukkan bahwa 6% dari 400 pelajar SMU
puteri dan 20% dari 400 pelajar SMU putera pernah melakukan hubungan seksual.Survei Depkes
(1995/1996) pada remaja usia 13 - 19 tahun di Jawa barat (1189) dan di Bali (922) mendapatkan 7%
dan 5 % remaja putri di Jawa Barat dan Bali mengaku pernah terlambat haid atau hamil. Di
Yogyakarta, menurut data sekunder tahun 1996/1997, dari 10.981 pengunjung klinik KB ditemukan
19,3% yang datang dengan kehamilan yang tidak dikehendaki dan telah melakukan tindakan
pengguguran yang disengaja sendiri secara tidak aman. Sekitar 2% diantaranya berusia kurang dari
22 tahun. Dari data PKBI sumbar tahun 1997 ditemukan bahwa remaja yang telah melakukan
hubungan seksual sebelum menikah mengakui kebanyakan melakukannya pertama kali pada usia
antara 15 – 18 tahun.

Ada beberapa fakta berikut yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi remaja bahwa KEK
remaja putri 36% (SKIA : 1995), Anemia Remaja Putri 52% (SDKI : 1995), merokok berusia kurang dari
14 tahun 9% dan kurang dari 19 tahun 53% (Susenas : 1995), Remaja Putri Perokok sebanyak 1% –
8%, peminum minuman keras 6%, pemakai napza 0,3 – 3% (LDFE-UI). Sekitar 70.000 remaja putri
kurang dari 18 tahun terlibat dalam prostitusi industri seks ditemukan di 23 propinsi, seks sebelum
menikah 0,4 – 5% (LDFE-UI : 1999), 2,4 juta aborsi/ tahun, 21% diantaranya terjadi pada remaja, 11%
kelahiran terjadi pada usia remaja, 43% perempuan melahirkan anak pertama dengan usia
pernikahan kurang dari 9 bulan.

Informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja dewasa ini belum memadai, dan kebanyakan
baru ditangani oleh swadaya masyarakat di kota-kota besar.(Depkes : 2001). Dari berbagai penelitian
terbatas diketahui angka prevalensi Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) di Indonesia cukup tinggi,
diantaranya penelitian pada 312 akseptor KB di Jakarta Utara (1998) angka prevalensi ISR 24,7%
dengan infeksi klamidia yang tertinggi yaitu 10,3%, kemudian trikomoniasis 5,4%, dan gonore 0,3%.
Penelitian lain di Surabaya pada 599 ibu hamil didapatkan infeksi virus herpessimpleks sebesar 9,9%,
klamidia 8,2% trikomoniasis 4,8%, gonore 0,8% dan sifilis 0,7%. Suatu survey di 3 Puskesmas di
Surabaya (1999 (pada 195 pasien pengunjung KIA/BP diperoleh proorsi tertinggi infeksi trikomoniasis
6,2%, kemudian sifilis 4,6% dan klamidia 3,6%. Upaya pencegahan dan penanggulangan ISR di tingkat
pelaynan dasar masih jauh yang diharapkan. Upaya tersebut baru dilaksanakan secara terbatas di
beberapa propinsi. Hambatan sosio-budaya sering mengakibatkan ketidak tuntasan dalam
pengobatanya, sehingga menimbulkan komplikasi ISR yang serius seperti kemandulan, keguguran,
dan kecacatan janin

Hingga bulan Desember 2006 tercatat jumlah kumulatif kasus HIV sebanyak 5230 dan kasus AIDS
sebanyak 8190. Dari penderita AIDS tersebut, 6604 kasus (80,7%) adalah laki-laki dan 1529 kasus
(18,6%) adalah perempuan dan tidak diketahui 61 kasus (0,7%). Dari segi usia rebanyak pada usia 20
- 29 tahun sebanyak 4487 kasus ( 54,7%), usia 30 – 39 tahun sebanyak 2226 kasus ( 27,2%), usia 40 –
49 sebannyak 647 kasus (7,9%), usia 15 – 19 tahun sebanyak 222 kasus (2,7%),usia 5 – 14 tahun 22
kasus (0,26%), dengan jumlah kasus terbanyak berada di DKI Jakarta 2565 (31,3%).
Dengan faktor risiko penularan yaitu narkoba suntik 50,3%, heteroseksual 40,3%, homo biseksual
4,2%, transfuse darah 0,1% transmisi perinatal 1,5%, tidak diketahui 3,6%. Jumlah penderita
HIV/AIDS yang sebenarnya diperkirakan 100 kali lipat dari jumlah yang dilaporkan.. Strategi
Penanggulangan AIDS Nasional 2003-2007 menyatakan bahwa pencegahan dan penularan HIV dari
ibu ke bayi merupakan sebuah program prioritas. Masih banyak isu gender lainnya yang terkait
dengan kesehatan reproduksi remaja,  diantaranya sunat pada perempuan, kekerasan terhadap
perempuan/dalam rumah tangga, perlecehan seksual/pemerkosaan, perdagangan
manusia/perempuan.

Program ini akan membahas mengenai fakta dan upaya mengatasi ketidaksetaraan berbasis gender
yang terjadi di masyarakat, data yang akan ditunjukkan dalam bidang pendidikan, partisipasi politik
dan ekonomi, mengingat perempuan yang paling terkena dampak dari ketidaksetaraan ini
diantaranya perempuan dinilai kurang bernilai daripada laki-laki maka data yang akan di sajikan akan
lebih banyak mengenai keterlibatan perempuan.

MACAM-MACAM KETIDAKADILAN GENDER

Laki-laki dan perempuan berada di muka bumi ini mempunyai tugasnya masing-masing. Tugas
itu bisa berupa tugas alami atau kodrati dan tugas yang melekat padanya karena bangunan atau
konstruksi sosial, adat, agama dan masyarakat di mana mereka huni. Masing-masing ada jatahnya.
Berpijak pada analisis gender yang bertujuan untuk menghapus kesalahpahaman masyarakat
tentang dua kata “gender dan sex” juga bertujuan untuk menghilangkan ketidakadilan gender
(gender inequality). Ketidakadilan gender berdampak buruk terutama terhadap perempuan yang
sering dirugikan akibat kesalahpahaman tersebut.

Sosialisasi gender yang telah berlangsung di tengah masyarakat dalam waktu yang tidak sedikit
mengakibatkan menancapnya pemahaman, bahkan keyakinan, bahwa apa yang dilakukan
perempuan dan laki-laki serta perannya dalam masyarakat merupakan hal yang kodrati. Oleh karena
itu, pandangan umum masyarakat tentang perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan sudah
tidak bisa dipertukarkan.

Dalam makalah ini kami bermaksud membahas tentang pandangan sebelah mata terhadap
keberadaan dan peran perempuan atau ketidakadilan gender yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat serta mengurai sedikit berbagai macamnya.

Ketidakadilan Gender (Gender Inequality)

Perbedaan gender sesunggunhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan


ketidakadilan gender (Gender Inequality).[1] Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur di
mana baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi korban dari sistem tersebut.[2] Ketidakadilan
gender itu menurut para feminis akibat dari kesalahpahaman terhadap konsep gender yang
disamakan dengan konsep seks.[3] Perbedaan gender mengakibatkan ketidakadilan. Ketidakadilan
tyersebut bisa disimpulkan dari manifestasi ketidakadilan tersebut yakni: Marginalisasi, subordinasi,
stereotipe, kekerasan (violence) dan beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden) atau
(double burden). Berikut kita uraikan masing-masing dari bentuk ketidakadilan gender tersebut.

       Marginalisasi:

Marginalisasi artinya : suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang
mengakibatkan kemiskinan.

Banyak cara yang dapat digunakan untuk memarjinalkan seseorang atau kelompok. Salah satunya
adalah dengan menggunakan asumsi gender. Misalnya dengan anggapan bahwa perempuan
berfungsi sebagai pencari nafkah tambahan, maka ketika mereka bekerja diluar rumah (sector
public), seringkali dinilai dengan anggapan tersebut. Jika hal tersebut terjadi, maka sebenarnya telah
berlangsung proses pemiskinan dengan alasan gender.

Contoh :

1)   Guru TK, perawat, pekerja konveksi, buruh pabrik, pembantu rumah tangga dinilai sebagai pekerja
rendah, sehingga berpengaruh pada tingkat gaji/upah yang diterima.
2)   Masih banyaknya pekerja perempuan dipabrik yang rentan terhadap PHK dikarenakan tidak
mempunyai ikatan formal dari perusahaan tempat bekerja karena alasan-alasan gender, seperti 
sebagai pencari nafkah tambahan, pekerja sambilan dan juga alasan factor reproduksinya, seperti
menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui.

3)   Perubahan dari sistem pertanian tradisional kepada sistem pertanian modern dengan menggunakan
mesin-mesin traktor telah memarjinalkan pekerja perempuan.

       Subordinasi

Subordinasi Artinya : suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang dilakukan oleh satu
jenis kelamin lebih rendah dari yang lain.

Telah diketahui, nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, telah memisahkan dan memilah-milah peran-
peran gender, laki-laki dan perempuan. Perempuan dianggap bertanggung jawab dan memiliki peran
dalam urusan domestik atau reproduksi, sementara laki-laki dalam urusan public atau produksi.

Pertanyaannya adalah, apakah peran dan fungsi dalam urusan domestic dan reproduksi mendapat
penghargaan yang sama dengan peran publik dan produksi? Jika jawabannya “tidak sama”, maka itu
berarti peran dan fungsi public laki-laki. Sepanjang penghargaan social terhadap peran domestic dan
reproduksi berbeda dengan peran publik dan reproduksi, sepanjang itu pula ketidakadilan masih
berlangsung.

Contoh :

1.    Masih sedikitnya jumlah perempuan yang bekerja pada posisi atau peran pengambil keputusan atau
penentu kebijakan disbanding laki-laki.

2.    Dalam pengupahan, perempuan yang menikah dianggap sebagai lajang, karena mendapat nafkah
dari suami dan terkadang terkena potongan pajak.

3.    Masih sedikitnya jumlah keterwakilan perempuan dalam dunia politik (anggota legislative dan
eksekutif).

       Sterotipe atau Pelabelan Negatif

Semua bentuk ketidakadilan gender diatas sebenarnya berpangkal pada satu sumber kekeliruan
yang sama, yaitu stereotype gender laki-laki dan perempuan.Stereotype itu sendiri berarti
pemberian citra bakuatau label/cap kepada seseorang atau kelompok yang didasarkan pada suatu
anggapan yang salah atau sesat.

Pelabelan umumnya dilakukan dalam dua hubungan atau lebih dan seringkali digunakan sebagai
alasan untuk membenarkan suatu tindakan dari satu kelompok atas kelompok lainnya.Pelabelan
juga menunjukkan adanya relasi kekuasaan yang timpang atau tidak seimbang  yang bertujuan untuk
menaklukkan atau menguasai pihak lain.Pelabelan negative juga dapat dilakukan atas dasar
anggapan gender. Namun seringkali pelabelan negative ditimpakan kepada perempuan.
Contoh :

a)  Perempuan dianggap cengeng, suka digoda.

b)  Perempuan tidak rasional, emosional.

c)  Perempuan tidak bisa mengambil keputusan penting.

d)  Perempuan sebagai ibu rumah tangga dan pencari nafkah tambahan.

e)  Laki-laki sebagai pencari nafkah utama.

       Kekerasan

     Kekerasan (violence) artinya tindak kekerasan, baik fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh salah
satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat atau negara terhadap jenis kelamin
lainnya. Peran gender telah membedakan karakter perempuan dan laki-laki. Perempuan dianggap
feminism dan laki-laki maskulin. Karakter ini kemudian mewujud dalam ciri-ciri psikologis, seperti
laki-laki dianggap gagah, kuat, berani dan sebagainya. Sebaliknya perempuan dianggap lembut,
lemah, penurut dan sebagainya.

     Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pembedaan itu. Namun ternyata pembedaan karakter
tersebut melahirkan tindakan kekerasan. Dengan anggapan bahwa perempuan itu lemah, itu
diartikan sebagai alasan untuk diperlakukan semena-mena, berupa tindakan kekerasan.

     Contoh :

1.    Kekerasan fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh suami terhadap isterinya di dalam rumah 
tangga.

2.    Pemukulan, penyiksaan dan perkosaan yang mengakibatkan perasaan tersiksa dan tertekan.
Perkosaan juga bisa terjadi dalam rumah tangga karena konsekuensi tertententu yang dibebankan
kepada istri untuk harus melayani suaminya. Hal ini bisa terjadi karena konstruksi yang melekatinya.

3.    Pelecehan seksual (molestation), yaitu jenis kekerasan yang terselubung dengan cara memegang
atau menyentuh bagian tertentu dari tubuh perempuan tanpa kerelaan si pemilik tubuh.

4.    Eksploitasi seks terhadap perempuan dan pornografi.

5.    Genital mutilation: penyunatan terhadap anak perempuan. Hal ini terjadi karena alasan untuk
mengontrol perempuan.
6.    Prostitution: pelacuran. Pelacuran dilarang oleh pemerintah tetapi juga dipungut pajak darinya.
Inilah bentuk ketidakadilan yang diakibatkan oleh sistem tertentu dan pekerjaan pelacuran juga
dianggap rendah.

       Beban ganda (double burden)

Beban ganda (double burden) artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih
banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya.

Peran reproduksi perempuan seringkali dianggap peran yang statis dan permanen. Walaupun sudah
ada peningkatan jumlah perempuan yang bekerja diwilayah public, namun tidak diiringi dengan
berkurangnya beban mereka di wilayah domestic. Upaya maksimal yang dilakukan mereka adalah
mensubstitusikan pekerjaan tersebut kepada perempuan lain, seperti pembantu rumah tangga atau
anggota keluarga perempuan lainnya. Namun demikian, tanggung jawabnya masih tetap berada di
pundak perempuan. Akibatnya mereka mengalami beban yang berlipat ganda.

Segala bentuk ketidakadilan gender tersebut di atas termanifestasikan dalam banyak tingkatan yaitu
di tingkat negara, tempat kerja, organisasi, adat istiadat masyarakat dan rumah tangga.

Tidak ada prioritas atau anggapan bahwa bentuk ketidakadilan satu lebih utama atau berbahaya dari
bentuk yang lain. Bentuk-bentuk ketidakadilan tersebut saling berhubungan, misalnya seorang
perempuan yang dianggap emosional dan dianggap cocok untuk menempati suatu bentuk pekerjaan
tertentu, maka juga bisa melahirkan subordinasi.

Perbedaan gender akan melahirkan ketidakadilan yang saling berhubungan dengan perbedaan
tersebut berikut tabelnya analisanya:

  

Keyakinan Gender Bentuk Ketidakadilan Gender

Perempuan: lembut dan bersifat emosional Tidak boleh menjadi manajer atau pemimpin
sebuah institusi

Perempuan: pekerjaan utamanya di rumah dan Dibayar lebih rendah dan tidak perlu
kalau bekerja hanya membantu suami kedudukan yang tinggi/penting
(tambahan)

Lelaki: berwatak tegas dan rasional Cocok menjadi pemimpin dan tidak pantas
kerja dirumah dan memasak
Globalisasi merupakan tantangan tersendiri bagi usaha untiuk meniadakan ketidakadilan ini. Televisi
adalah bentuk nyata dari arus globalisasi tersebut di mana televisi seakan menjadi transformasi nilai.
Penayangan iklan-iklan tertentu yang berlebihan adalah sumber pemicunya. Contoh nyata adalah
iklan produk susu yang mengakibatkan ASI dipandang tidak begitu penting dalam perkembangan
anak, padahal sebaliknya. Contoh lain adalah iklan yang mempertontonkan gambar-gambar wanita
yang vulgar. Gamba-gambar tersebut merupakan salah satu bentuk pornografi. Iklan-iklan produk
tertentu juga sering menggunakan model perempuan yang dianggap cocok dengan karakter produk
mereka, misalnya kelembutan, keanggunan dan kelincahah.

Di sisi lain para ahli dari kalangan akademis maupun non akademis menyelenggarakan acara seminar
guna meluruskan kesalahpahaman tentang konsep gender dan sex yang menimbulkan ketidakadilan
seperti seminar yang diadakan oleh Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dengan
menghadirkan Guru Besar, Prof Dr Markamah, dalam seminar Sastra Nasional Pembelajaran Sastra
Berperspektif Kesetaraan Gender.

Kesimpulan

         Perbedaan gender bukanlah masalah sepanjang perbedaan ini tidak menimbulkan ketimpangan
dan ketidakadilan. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman yang tuntas mengenai konsep gender
dan sex. Karena konsep gender yang telah melekat dalam masyarakat dengan proses yang panjang,
maka pelurusan pemahaman juga membutuhkan waktu yang tidak singkat.

Referensi

Abdullah, Irwan, Sangkan Paran Gender,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.

Fakih, Mansour, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997.

Gandhi, Mahatma, Woman and Social Injustice, terj. Siti Farida (Perempuan dan Ketidakadilan
Sosial),Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006.

Ilyas, Yunahar, Feminisme Dalam Kajian Tafsir Al-Qur’an Klasik dan Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1998.         

Nugroho, Riant, Gender dan Strategi Pengarusutamaannya Di Indonesia,Yogyakarta : Pustaka Pelajar,


2008.

http://harianjoglosemar.com/berita/persepsi-gender-salah-timbulan-ketidakadilan-gender-14142.html

http://atwarbajari.wordpress.com/2008/04/17/wanita-dan-iklan-tv-ketidakadilan-gender/
ISU GENDER DALAM BIDANG KESEHATAN

Gender mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan laki-laki dan perempuan. Baik laki-laki
maupun perempuan sama-sama terkena dampak dan gender stereotype masing-masing. Misalnya
sesuai dengan pola perilaku yang diharapkan sebagai laki-laki, maka laki-laki dianggap tidak pantas
memperlihatkan rasa sakit atau mempertunjukkan kelemahan-kelemahan serta keluhannya.
Perempuan yang diharapkan memiliki toleransi yang tinggi, berdampak terhadap cara mereka
menunda-nunda pencarian pengobatan, terutama dalam situasi social ekonomi yang kurang dan
harus memilih prioritas, maka biasanya perempuan dianggap wajar untuk berkorban.

Keadaan ini juga dapat berpengaruh terhadap konsekuensi kesehatan yang dihadapi laki-laki dan
perempuan. Misalnya kanker paru-paru banyak diderita oleh laki-laki diwaspadai ada kaitannya
dengan kebiasaan merokok. Penderita depresi pada perempuan  dua kali sampai tiga kali lebih
banyak dibandingkan dengan laki-laki. Perempuan lebih banyak menderita penyakit menahun yang
berkepanjangan (TBC), akan tetapi ada kecenderungan dari perhitungan, karena kebiasaan
perempuan untuk mengabaikan atau menunda mencari pengobatan, jika penyakit itu masih bisa
ditanggungnya.

Penting sekali memahami realitas, bahwa perempuan dan laki-laki menghadapi penyakit dan
kesakitan bisa berbeda. Informasi  itu hanya didapat jika  kita memiliki data klen, seperti data umur,
status, social ekonomi yang terpilah menurut jenis kelamin.

Hal-hal yang diperlukan untuk memahami isu gender berkaitan dengan kesehatan adalah :

1.    Mengumpulkan data dan informasi yang memperlihatkan bukti adanya ketimpangan berbasis
gender dalam kesehatan perempuan dan laki-laki; 

2.    Menyatakan data dan informasi tersebut serta memperhitungkannya ketika mengembangkan


kebijakan dan program kesehatan;

3.    Mengimplementasikan program-program yang sensitive gender untuk memperbaiki ketimpangan;

4.    Mengembangkan mekanisme monitoring yang responsive terhadap isu gender, untuk memastikan
ketimpangan gender dipantau secara teratur.

Isu-isu gender dalam berbagai siklus kehidupan. Pada kesempatan ini ada 4 (empat) isu gender
dalam berbagai kehidupan, yaitu :
Isu Gender Di Masa Kanak-Kanak.

Isu gender pada anak-anak laki-laki, misalnya: pada beberapa suku tertentu, kelahiran bayi laki-laki
sangat diharapkan dengan alas an, misalnya laki-laki adalah penerus atau pewaris nama keluarga;
laki-laki sebagai pencari nafkah keluarga yang handal; laki-laki sebagai penyanggah orang tuanya di
hari tua., Dan perbedaan perlakuan juga berlanjut pada masa kanak-kanak. Pada masa kanak-kanak,
sifat agresif anak laki-laki serta perilaku yang mengandung resiko diterima sebagai suatu kewajaran,
bahkan didorong kearah itu, karena dianggap sebagai sifat anak laki-laki. Sehingga data
menunjukkan bahwa anak laki-laki lebih sering terluka dan mengalami kecelakaan.

Isu Gender Pada Anak Perempuan.

Secara biologis bayi perempuan lebih tahan daripada bayi laki-laki terhadap penyakit infeksi di
tahun-tahun pertama kehidupannya. Sebab itu jika data memperlihatkan kematian bayi perempuan
lebih tinggi dan bayi laki-laki, patut dicurigai sebagai dampak dari isu gender. Di masa balita,
kematian karena kecelakaan lebih tinggi dialami oleh balita laki-laki, karena sifatnya yang agresif dan
lebih banyak gerak. Data Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI 1991-2002/2003)
menunjukkan : tren kematian bayi  lebih tinggi pada bayi laki-laki daripada bayi perempuan, trend
kematian anak balita lebih tinggi pada balita laki-laki dari pada balita perempuan.

Isu Gender Di Masa Remaja. Isu gender yang berkaitan dengan remaja perempuan, antara lain :
kawin muda, kehamilan remaja, umumnya renmaja puteri kekurangan nutrisi, seperti zat besi,
anemia. Menginjak remaja, gangguan anemia merupakan gejala umum dikalangan remaja putri.
Gerakan serta interaksi social remaja puteri seringkali terbatasi dengan datangnya menarche.
Perkawinan dini pada remaja puteri dapat member tanggung jawab dan beban melampaui usianya.
Belum lagi jika remaja puteri mengalami kehamilan, menempatkan mereka pada resiko tinggi
terhadap kematian. Remaja putreri juga berisiko terhadap pelecehan dan kekerasan seksual, yang
bisa terjadi di dalam rumah sendiri maupun di luar rumah. Remaja putri juga bisa terkena isu
berkaitan dengan kerentanan mereka yang lebih tinggi terhadap perilaku-perilaku steriotipi
maskulin, seperti merokok, tawuran, kecelakaan dalam olah raga, kecelakaan lalu lintas, ekplorasi
seksual sebelum nikah yang berisiko terhadap penyakit-penyakit yang berkaitan dengan :IMS,
HIV/AIDS.

Isu Gender Di Masa Dewasa. Pada tahap dewasa, baik laki-laki maupun perempuan mengalami
masalah-masalah kesehatan yang berbeda, yang disebabkan karena factor biologis maupun karena
perbedaan gender. Perempuan menghadapi masalah kesehatan yang berkaitan dengan fungsi alat
reproduksinya serta ketidaksetaraan gender. Masalah-masalah tersebut, misalnya konsekwensi
dengan kehamilan dan ketika melahirkan seperti anemia, aborsi, puerperal sepsis (infeksi
postpartum), perdarahan, ketidak berdayaan dalam memutuskan bahkan ketika itu menyangkut
tubuhnya sendiri (“tiga terlambat”). Sebagai perempuan, dia juga rentan terpapar penyakit yang
berkaitan dengan IMS dan HIV/AIDS, meskipun mereka sering hanya sebagai korban. Misalnya :
metode KB yang hanya difokuskan pada akseptor perempuan, perempuan juga rentan terhadap
kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan ditempat kerja, dan diperjalanan.

ISU Gender Di Masa Tua. Di usia tua baik laki-laki maupun perempuan keadaan biologis semakin
menurun. Mereka merasa terabaikan terutama yang berkaitan dengan kebutuhan mereka secara
psikologis dianggap semakin meningkat. Secara umum, umur harapan hidup perempuan lebih tinggi
dibandingkan laki-laki. Namun umur panjang perempuan berisiko ringkih, terutama dalam situasi
soaial-ekonomi kurang. Secara kehidupan social biasanya mereka lebih terlantar lagi, terutama yang
berkaitan dengan kebutuhan yang semakin banyak dan semakin tergantung terhadap sumber daya.
Osteoporosis banyak diderita  oleh perempuan di masa tua, yaitu delapan kali lebih banyak dari pada
laki-laki. Depresi mental juga lebih banyak diderita orang tua, terutama karena merasa ditinggalkan.

Referensi :

Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI,  Bahan informasi pengarasutamaan gender.Edisi 2. Jakarta;


Depkes RI, Modul pelatihan pengarasutamaan gender bidang kesehatan, Jakarta, 2006

Capacity Building, Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak RI, Salak Tower Hotel,
31 Oktober – 2 November 2016

American Psychological Association. (http://www/apa/org/topics/lgbt/transgender.aspx diakses Juni 2015)

Badan Pusat Statistik. 2014. (http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1488 diakses Juni 2015)

Badgett, M.V. Lee, et al. 2014. The relationship between LGBT inclusion and economic development: An
analysis of emerging economies. Los Angeles, California: The Williams Institute.

BBC. 2014. MK tolak naikkan batas usia minimal untuk menikah.


(http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/06/150618_indonesia _mk_nikah diakses
Juni 2015)

BBC. 2015. MK tolak uji materi soal nikah beda agama.


(http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/06/150618_indonesia_mk_nikah_bedaaga
ma diakses Juni 2015)

BBC. 2015. Batas usia pernikahan dini digugat.


(http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2014/12/141218_pernikahandini diakses Juni
2015)

Diamond, Milton. 2000. Sex and Gender: Same or Different?, Feminism & Psychology, Vol. 10, No. 1, 46 –
54.
Kompas. 2015. Cegah HIV dengan Pembatasan Kondom, DPRD Bengkulu Dikritik.
(http://regional.kompas.com/read/2015/06/20/03262761/Cegah.HIV.dengan.Pe
mbatasan.Kondom.DPRD.Bengkulu.Dikritik diakses Juni 2015)

Maslim, Rusdi. 2002. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta

Parameters of Social Exlusion of Waria PNPM Peduli, May 2014.

Republika. 2014. Tingkat Perceraian Indonesia Meningkat Setiap Tahun, ini Datanya.
(http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/11/14/nf0ij7-tingkatperceraian-indonesia-
meningkat-setiap-tahun-ini-datanya diakses Juni 2015)

The New York Times. 2015. Supreme Court Ruling Makes Same-Sex Marriage a Right Nationwide.
(http://www.nytimes.com/2015/06/27/us/supreme-court-samesex-marriage.html?_r=0 diakses Juni
2015)

Tempo. 2015. Ratusan Hijaber Terinfeksi HIV/AIDS, ini penyebabnya.


(http://nasional.tempo.co/read/news/2015/06/08/058672908/ratusan-hijaberterinfeksi-hiv-aids-ini-
penyebabnya diakses Juni 2015)

UNDP, USAID. 2014. Being LGBT in Asia: Indonesia Country Report. Bangkok.
(http://www.aidsdatahub.org/sites/default/files/publication/Being_LGBT_in_A
sia_Indonesia_Country_report_2014.pdf Diakses Juni 2015)

Yogyakarta Principles. 2007. Yogyakarta Principles on the application of international human rights
law in relation to sexual orientation and gender identity. (www. yogyakartaprinciples.org diakses
Juni 2015)

Anda mungkin juga menyukai