Pada bulan September 1994 di Kairo, 184 negara berkumpul untuk merencanakan
suatu kesetaraan antara kehidupan manusia dan sumber daya yang ada. Untuk
pertama kalinya, perjanjian internasional
mengenai kependudukan memfokuskan
kesehatan reproduksi dan hak-hak
perempuan sebagai tema sentral.
Konferensi Internasional ini menyetujui
bahwa secara umum akses terhadap
pelayanan kesehatan reproduksi harus
dapat diwujudkan sampai tahun 2015.
Tantangan yang dihadapi para pembuat
kebijakan, pelaksana-pelaksana program
serta para advokator adalah mengajak
pemerintah, lembaga donor dan
kelompok-kelompok perempuan serta
organisasi nonpemerintah lainnya untuk
menjamin bahwa perjanjian yang telah
dibuat tersebut di Kairo secara penuh
dapat diterapkan di masing-masing
negara.
Konvensi Internasional lain yang memuat tentang kesehatan reproduksi serta
diadopsi oleh banyak negara di dunia di antaranya adalah Tujuan Pembangunan
Milenium /Milenium Development Goals. MDGs ini memuat pada tujuan ketiga
(goal 3) adalah kesepakatan untuk mendorong kesetaraan gender dan
pemberdayaan perempuan termasuk upaya tentang peningkatan kesehatan
reproduksi. Pada tujuan keenam (goal 6) diuraikan bahwa salah satu kesepakatan
indikator keberhasilan pembangunan suatu negara dengan mengukur tingkat
pengetahuan yang komprehensif tentang HIV pada wanita berusia 15 24 tahun.
Selain itu jenis kontrasepsi yang dipakai wanita menikah pada usia 15 49 tahun
juga merupakan salah satu indikatornya.
UU nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mencantumkan tentang Kesehatan
Reproduksi pada Bagian Keenam pasal 71 sampai dengan pasal 77. Pada pasal 71
ayat 3 mengamanatkan bahwa kesehatan reproduksi dilaksanakan
melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Setiap orang
(termasuk remaja) berhak memperoleh informasi, edukasi, dan konseling
mengenai kesehatan reproduksi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan
(pasal 72). Oleh sebab itu Pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana
informasi dan sarana pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan
terjangkau masyarakat, termasuk keluarga berencana (pasal 73). Setiap pelayanan
kesehatan reproduksi yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan/atau
rehabilitatif, termasuk reproduksi dengan bantuan dilakukan secara aman dan
sehat dengan memperhatikan aspek-aspek yang khas, khususnya reproduksi
perempuan (pasal 74). Setiap orang dilarang melakukan aborsi kecuali yang
memenuhi syarat tertentu (pasal 75 dan 76). Pemerintah wajib melindungi dan
mencegah perempuan dari aborsi yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak
bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan
peraturan perundang-undangan (pasal 77)
Banyak pula kebijakan regional yang memperhatikan upaya kesehatan reproduksi
remaja terutama kesehatan reproduksi wanita seperti Pendidikan Kesehatan
seksual dan reproduksi (Sri Lanka), Young Inspirers (India), Youth Advisory
Centre (Malaysia), Development and Family Life Education for Youth (Filipina).
Implementasi di Indonesia tentang kebijakan dan peraturan perundang
undangan yang ada dapat dilihat pada tulisan di dalam website ini.
Padaha
l kelompok usia remaja merupakan usia yang paling rentan terinfeksi HIV/AIDs
dan Penyakit Menular Seksual (PMS) lainnya. Bahkan, dalam jangka waktu
tertentu, ketika perempuan remaja menjadi ibu hamil, maka kehamilannya dapat
mengancam kelangsungan hidup janin/bayinya.
Pada dasarnya, kerentanan perempuan, bukan hanya karena faktor biologisnya,
namun juga secara sosial dan kultural kurang berdaya untuk menyuarakan
kepentingan/haknya pada pasangan seksualnya demi keamanan, kenyamanan, dan
kesehatan dirinya. Kepasifan dan ketergantungan sebagai karakter feminin yang
dilekatkan pada perempuan juga melatari kerentanan tersebut. Faktor ekonomi
juga mengkondisikan kerentanan perempuan.
Permasalahan remaja
yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi, sering kali berakar dari kurangnya
informasi, pemahaman dan kesadaran untuk mencapai keadaan sehat secara
reproduksi. Banyak sekali hal-hal yang berkaitan dengan hal ini, mulai dari
pemahaman mengenai perlunya pemeliharaan kebersihan alat reproduksi,
pemahaman mengenai proses-proses reproduksi serta dampak dari perilaku yang
tidak bertanggung jawab seperti kehamilan tak diinginkan, aborsi, penularan
penyakit menular seksual termasuk HIV.
Topik Program Kesehatan Reproduksi Remaja merupakan topik yang perlu
diketahui oleh masyarakat khususnya para remaja agar mereka memiliki informasi
yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada
disekitarnya. Dengan informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan
tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai proses reproduksi. Dalam hal ini
Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem,
fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja. Pengertian sehat disini
tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga
sehat secara mental serta sosial kultural.
Informasi Program Kesehatan Remaja ini juga akan memberikan pelayanan
informasi tentang Kesehatan Remaja yang dilakukan oleh pemerintah maupun
yang diselenggarakan oleh lembaga non pemerintah serta implementasinya di
kalangan masyarakat khususnya para remaja.
Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja
Pendekatan yang dilakukan Youth Center adalah dari, untuk dan oleh remaja.
PKBI secara rutin merekrut remaja untuk diseleksi dan dilatih menjadi peer
educator atau peer counselors. Youth Center ini sepenuhnya dikelola oleh remaja.
Saat ini PKBI memiliki 28 Youth Center yang tersebar di 24 propinsi di seluruh
Indonesia, yaitu DI Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan,
Jambi, Bengkulu, Lampung, Riau, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah,
Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah,
Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulwesi Tengah, dan Papua.
Program Pemerintah