Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia
remaja menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia) adalah 12 sampai 24 tahun. Namun jika pada
usia remaja seseorang sudah menikah, maka ia tergolong dalam dewasa atau bukan lagi remaja.
Sebaliknya, jika usia sudah bukan lagi remaja tetapi masih tergantung pada orang tua (tidak mandiri),
maka dimasukkan ke dalam kelompok remaja.
Pengetahuan dasar apa yang perlu diberikan kepada remaja agar mereka mempunyai kesehatan
reproduksi yang baik?
Pengenalan mengenai sistem, proses dan fungsi alat reproduksi (aspek tumbuh kembang
remaja)
mengapa remaja perlu mendewasakan usia kawin serta bagaimana merencanakan kehamilan
agar sesuai dengan keinginnannya dan pasanganya
Penyakit menular seksual dan HIV/AIDS serta dampaknya terhadap kondisi kesehatan
reproduksi
Bahaya narkoba dan miras pada kesehatan reproduksi
Pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual
Kekerasan seksual dan bagaimana menghindarinya
Mengambangkan kemampuan berkomunikasi termasuk memperkuat kepercayaan diri agar
mampu menangkal hal-hal yang bersifat negatif
Hak-hak reproduksi
halalsehat.com Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (World Health Organization, badan PBB untuk
kesehatan dunia) adalah 12 sampai 24 tahun. Hampir semua remaja dibelahan bumi manapun,
sekarang berada dalam situasi yang penuh godaan dan ujian. Perkembangan teknologi
komunikasi telah menyebarkan berbagai informasi, hiburan, dan budaya. Keadaan ini tidak
mungkin dibendung hanya dengan mengurung anak dirumah atau menyediakan berbagai fasilitas
canggih di rumah. Karena kehidupan menuntut mereka untuk tampil luwes dan lebih bergaul
dengan dunia luar. Itulah yang mendorong mereka lebih menyukai berbagai kegiatan di luar
rumah seperti ke diskotik, kegiatan ekstra sekolah, berwisata, berkemah atau sekedar jalan-jalan
ke maal.
Remaja merupakan bagian fase kehidupan manusia dengan karakter khasnya yang penuh
gejolak. Perkembangan emosi yang belum stabil dan bekal hidup yang masih perlu dipupuk
menjadikan remaja lebih rentan mengalami gejolak sosial. Diakui atau tidak, fakta telah
menjelaskan keteledoran orang tua dan pendidik dalam mengarahkan dan membimbing anaknya
berkontribusi meningkatkan problem-problem sosial dan kriminal.
Dampak pergaulan bebas remaja mengantarkan pada kegiatan tuna sosial di masyarakat.
Beberapa penelitian menunjukkan, remaja putra maupun putri pernah berhubungan seksual. Di
antara mereka yang kemudian hamil pranikah mengaku taat beribadah. Penelitian di Jakarta
tahun 1984 menunjukkan 57,3 persen remaja putri yang hamil pranikah mengaku taat beribadah.
Penelitian di Bali tahun 1989 menyebutkan, 50 persen wanita yang datang di suatu klinik untuk
mendapatkan induksi haid berusia 15-20 tahun. Menurut Prof. Wimpie, induksi haid adalah
nama lain untuk aborsi. Sebagai catatan, kejadian aborsi di Indonesia per tahun cukup tinggi
yaitu 2,3 juta per tahun. “ Dan 20 persen di antaranya remaja,” kata Guru Besar FK Universitas
Udayana, Bali ini.
Penelitian di Bandung tahun 1991 menunjukkan dari pelajar SMP, 10,53 persen pernah
melakukan ciuman bibir, 5,6 persen melakukan ciuman dalam, dan 3,86 persen pernah
berhubungan seksual. Dari aspek medis, menurut Dr. Budi Martino L., SPOG, seks bebas
memiliki banyak konsekwensi misalnya, penyakit menular seksual,(PMS), selain juga infeksi,
infertilitas dan kanker. Tidak heranlah makin banyak kasus kehamilan pranikah, pengguguran
kandungan, dan penyakit kelamin maupun penyakit menular seksual di kalangan remaja
(termasuk HIV/AIDS).
Di Denpasar sendiri, menurut guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, per
November 2007, 441 wanita dari 4.041 orang dengan HIV/AIDS. Dari 441 wanita penderita
HIV/AIDS ini terdiri dari pemakai narkoba suntik 33 orang, 120 pekerja seksual, 228 orang an
baik. Karena keadaan wanita penderita HIV/AIDS mengalami penurunan sistem kekebelan tubuh
menyebabkan 20 kasus HIV/AIDS menyerang anak dan bayi yang dilahirkannya.
Tindakan remaja yang seringkali tanpa kendali menyebabkan bertambah panjangnya problem
sosial yang dialaminya. Menurut WHO, di seluruh dunia, setiap tahun diperkirakan sekitar 40-60
juta ibu yang tidak menginginkan kehamilan melakukan aborsi. Setiap tahun diperkirakan
500.000 ibu mengalami kematian oleh kehamilan dan persalinan. Sekitar 30-50 % diantaranya
meninggal akibat komplikasi abortus yang tidak aman dan 90 % terjadi di negara berkembang
termasuk Indonesia.
Menurut penggagas kespro, masa depan dunia sangat tergantung pada kondisi sehat tidaknya
organ reproduksi remaja. Kehamilan yang tidak diinginkan akan mendorong ibu untuk
melakukan tindakan pengguguran (aborsi). Data WHO, setiap tahun 15 juta remaja mengalamii
kehamilan dimana 60 %-nya berupaya mengakhirinya. Tetapi ketika mengambil keputusan untuk
mengakhiri kehamilan di dalam lingkungan dimana pengguguran masih dilarang atau sukar
didapat, akan mendorong mereka melakukan unsafe abortion. Hal ini menyebabkan komplikasi
akibat aborsi tidak aman berupa perdarahan, infeksi pasca aborsi bahkan sepsis yang dapat
menyebabkan kematian. Disisi lain, pengetahuan remaja tentang resiko melakukan hubungan
seksual masih sangat rendah karena kurangnya informasi mengenahi seksualitas dan reproduksi.
Keadaan ini menjadi alasan pentingnya membentuk wadah konsultasi remaja yang akan
mengarahkan remaja untuk tidak melakukan hubungan seks atau berkata tidak kepada
pasangannya, dan memberi layanan untuk pencegahan kehamilan serta kehamilan tidak
diinginkan.
Gagasan kespro ini, menurut Tini Hadad (ketua Yayasan Kesehatan Perempuan) dilatarbelakangi
oleh banyaknya angka kematian ibu dan bayi, juga banyaknya kasus-kasus pelanggaran hak
reproduksi perempuan seperti kasus perkosaan dalam perkawinan, perjodohan, larangan aborsi,
pelecehan seksual, penyiksaan, paksaan terhadap penggunaan alat-alat kontrasepsi, tidak adanya
akses mudah terhadap masalah kesehatan reproduksi, dan berbagai bentuk diskriminasi yang
menomorduakan kedudukan perempuan.
Gagasan kespro ini pertama kali dipopulerkan oleh International Conference On Population and
Development (ICPD)/ Konferensi International Kependudukan dan Pembangunan yang
berlangsung 5-13 September 1994 di Kairo. Hal ini dapat dilihat dari 4 kerangka tujuan ICPD:
Tujuan agar setiap kegiatan seks harus bebas dari paksaan serta berdasarkan pilihan yang
dipahami dan bertanggung jawab.
Setiap tindakan seks harus bebas dari infeksi. Diantaranya dengan kondomisasi bagi yang aktif
secara seksual dengan lebih dari satu pasangan.
Definisi reproduksi menurut mereka adalah keadaan yang menunjukkan kondisi kesehatan fisik,
mental dan sosial yang dihubungkan dengan fungsi dan proses reproduksi. Sasaran program ini
tentunya bukan hanya perempuan yang menikah tetapi remaja putri juga harus memahami
konsep kespro ini. Oleh karena itu, Pendidikan seks bagi remaja menjadi program yang harus
direalisasikan. Tak hanya dari orang tua, tetapi juga pendidikan di sekolah. Pengetahuan remaja
tentang seks masih sangat kurang. Faktor ini ditambah dengan informasi keliru yang diperoleh
dari sumber yang salah, seperti mitos seputar seks, VCD porno, situs porno di internet, dan
lainnya akan membuat pemahaman dan persepsi anak tentang seks menjadi salah. Tujuan dari
pendidikan seks ini adalah agar remaja menyadari bahwa pemegang kendali utama tubuh kita
adalah diri kita sendiri bukan orang tua, pacar, atau teman dari berbagai paksaan yang
menyangkut tubuh dan jiwa kita.
Pada faktanya, pelaksanaan pendidikan seks pada remaja justru memarakkan seks bebas itu
sendiri. Bagaimana tidak, program pendidikan seksual yang komprehensif tidak hanya mencakup
fakta-fakta biologis, tapi juga menyuguhkan informasi dan ketrampilan praktis kepada para
pemuda mengenahi soal berkencan, hubungan seks, dan penggunaan kontrasepsi. Di Indonesia
sendiri, pemerintah mengeluarkan kebijakan pendidikan kespro melalui penyuluhan dan seminar
oleh BKKBN, buku saku dan dirumuskan dalam kurikulum formal maupun non formal. Dari
segi muatan (materi) yang memberikan gambar dan penjelasan vulgar, provokatif (keinginan
untuk mencoba), serta tidak tepat sasaran (lebih tepat untuk pasutri). Tidak aneh, jika di Amerika
sendiri, remaja belum menikah yang aktif melakukan kegiatan seks dan menggunakan alat
kontrasepsi lebih besar dari pada yang menikah.
Begitu juga dengan program kondomisasi, didasarkan pada 'niat suci' untuk memberantas
HIV/AIDS. Di Bogor Jawa Barat, misalnya, bertepatan dengan hari AIDS se-dunia pemerintah
membagi-bagikan kondom gratis. Sebanyak 282 boks kondom dibagi-bagikan secara gratis oleh
Dinas Kesehatan bekerja sama dengan Global Pants serta Dinas Kesehatan dan Kebudayaan kota
Bogor kepada hotel-hotel losmen serta wisma. Pemerintah juga mendirikan sejumlah ATM
kondom yang disebar di beberapa daerah di kota-kota besar. Namun solusi ini justru memicu
permasalahan lain yang lebih besar berupa maraknya perzinahan di kalangan remaja, prostitusi
remaja, serta menjamurnya tempat hiburan dan diskotik.
Remaja, seiring dengan perkembangannya mulai berekplorasi dengan diri, nilai-nilai identitas
peran dan perilakunya. Dalam masalah seksualitas sering kali remaja bingung dengan perubahan
yang terjadi pada dirinya. Ketika remaja memasuki masa puber, remaja mengalami perubahan
fisik yang cepat, dan sudah memiliki kemampuan reproduksi.
Tetapi justru banyak fenomena yang memperlihatkan sebagian remaja belum mengetahui dan
memahami tentang kesehatan reproduksinya, misal tentang masa subur, menstruasi, kehamilan
yang tidak diinginkan, Infeksi Menular Seksual (IMS) hingga HIV/AIDS, dan banyak
berkembang mitos-mitos seputar seks dan HIV/AIDS.
Remaja adalah sumberdaya manusia yang berpotensi tinggi, kesadaran mereka tentang kesehatan
reproduksi penting untuk ditumbuhkan.
Remaja dan kesehatan reproduksi sangat penting dibahas. Pertama kita melihat risiko dan
konsekuensi yang mungkin terjadi. Risiko yang dihadapi seperti kehamilan tidak diinginkan
(KTD), IMS termasuk HIV/AIDS, kekerasan seksual dan kegiatan seksual yang tidak diinginkan.
Sedang konsekuensi yang harus ditanggung adalah dari segi medis, psikologis, sosial dan
ekonomis. Isu remaja merupakan masalah yang menarik untuk dibahas, karena data
menunjukkan kurang lebih 37 % dari jumlah penduduk di Indonesiaaadalah remaja, masa remaja
adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa, mempunyai kesempatan dan risiko terhadap
kesehatan reproduksinya.
Remaja, seiring dengan perkembangannya mulai berekplorasi dengan diri, nilai-nilai identitas
peran dan perilakunya. Dalam masalah seksualitas sering kali remaja bingung dengan perubahan
yang terjadi pada dirinya. Ketika remaja memasuki masa puber, remaja mengalami perubahan
fisik yang cepat, dan sudah memiliki kemampuan reproduksi. Tetapi justru banyak fenomena
yang memperlihatkan sebagian remaja belum mengetahui dan memahami tentang kesehatan
reproduksinya, misal tentang masa subur, menstruasi, kehamilan yang tidak diinginkan, Infeksi
Menular Seksual (IMS) hingga HIV/AIDS, dan banyak berkembang mitos-mitos seputar seks
dan HIV/AIDS.
Remaja adalah sumber daya manusia yang berpotensi tinggi, kesadaran mereka tentang
kesehatan reproduksi penting untuk ditumbuhkan.
Remaja dan kesehatan reproduksi sangat penting dibahas. Pertama kita melihat risiko dan
konsekuensi yang mungkin terjadi. Risiko yang dihadapi seperti kehamilan tidak diinginkan
(KTD), IMS termasuk HIV/AIDS, kekerasan seksual dan kegiatan seksual yang tidak diinginkan.
Sedang konsekuensi yang harus ditanggung adalah dari segi medis, psikologis, sosial dan
ekonomis.