Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja

Remaja merupakan kelompok umur yang berada dalam masa peralihan dan rentan

terhadap berbagai faktor eksternal dan internal yang berakibat perilaku negatif dan

tidak sehat baik secara fisik, mental maupun sosial. Masa remaja adalah penduduk

berusia 10 – 19 tahun dan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat

pesat secara fisik, psikologis dan intelektual. Masa remaja merupakan periode

terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik,psikologis,

maupun intelektual. Sifat khas remaja yang memiliki rasa keingintahuan yang besar,

menyukai petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko

tanpa pertimbangan yang matang, salah satu permasalahan yang terjadi pada masa

remaja adalah perilaku seks pranikah. Perilaku seksual pranikah merupakan salah

satu akibat dari pergaulan bebas (Kemenkes RI, 2017).

Masa remaja juga adalah masa transisi antara masa kanak – kanak dan masa dewasa.

Masa transisi seringkali menghadapkan individu yang bersangkutan pada situasi yang

membingungkan, disatu pihak masih kanak – kanak dan dilain pihak ia harus

bertingkah laku seperti orang dewasa. Hal ini dapat menimbulkan konflik dalam diri

remaja yang sering menimbulkan banyak tingkah laku yang aneh, canggung, dan

kalau tidak dikontrol akan menimbulkan kenakalan pada remaja salah satunya berupa

risiko perilaku seksual berisiko. (Kemenkes RI, 2022).

Remaja harus mampu menghindari dan mengatasi permasalah - permasalahan remaja

seperti kehamilan yang tidak diinginkan (KTD), aborsi, Narkoba, Penyakit Menular
Seksual (PMS) seiring dengan masa transisinya untuk menjadi generasi yang

berkualitas dan menjawab tantangan dunia guna mencapai bonus demografi

Indonesia. Minimnya pengetahuan mereka tentang perubahan fisik dan fisiologis dari

sistem tubuh khususnya sistem reproduksi dapat menjebak remaja. Hal ini berdampak

kepada tingginya angka kejadian kehamilan remaja, seks bebas, dan bahkan

HIV/AIDS.

Ditemukan fakta ternyata banyak remaja yang sudah aktif secara seksual, meskipun

tidak selalu atas kehendak sendiri. Di beberapa negara berkembang kira-kira separuh

dari mereka sudah menikah. Aktifitas seksual dini yang tidak bertanggungjawab

menempatkan remaja menghadapi berbagai tantangan resiko kesehatan reproduksi.

Secara global didapatkan data 40% dari total kasus HIV terjadi pada kaum muda

yang berusia 15-24 tahun atau diperkirakan lebih dari 7.000 remaja terinfeksi HIV

setiap harinya.

B. Kesehatan Reproduksi

Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental dan social secara

utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang

berkaitandengan sistem, fungsi dan proses reproduksi (Atikah Pustikasari,

Lia Fitiryanti,2017) Dengan tingginya kasus seks pranikah berdampak pada

kehamilan padaremaja yang berisiko berdampak negatif pada kesehatan remaja

dan bayinya.

Badan kesehatan dunia (WHO) menjelaskan masalah kesehatan reproduksi pada

perempuan pada kondisi yang tidak baik sudah mencakup angka 33% dari

keseluruhan beban penyakit yang menderita perempuan di dunia (Permatasari &


Suprayitno, 2020). Sebanyak 55,76% (29 orang) remaja di Desa Nambakor mereka

kurang mendapatkan informasi yang optimal tentang kesehatan reproduksi dan

mereka banyak bertanya kepada tenaga kesehatan tetapi informasi yang didapat

kurang maksimal. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak

hingga masa dewasa. Remaja pada tahap ini belum belum mencapai kematangan

mental dan sosial sehingga remaja harus menghadapi banyak tekanan emosi dan

sosial yang saling bertentangan (Permatasari & Suprayitno, 2021).

Pasa masa puber anak dewasa akan mengalami perubahan fisik yang signifikan

seperti kemampuan system reproduksi. Akan Tetapi fakta menunjukkan sebagian

besar remaja tidak paham dan pada kondisi kesehatan reproduksi seperti siklus

menstruasi dan proses terjadinya kehamilan (Ernawati, 2018). Tingginya perilaku

asusila serta pergaulan bebas oleh remaja banyak diakibatkan oleh berbagai faktor.

Sebagai penyebab tertinggi adalah kurangnya pengetahuan tentang seks yang benar

baik pada kalangan remaja. Pendidikan kesehatan reproduksi pada remaja dapat

menjadi salah satu solusi agar para remaja lebih bijak dan berhati-hati dalam

menanggapi perilaku seksual berisiko sehingga dapat terhdindar dari berbagai

penyakit menular seksual dan dapat menerapkan perilaku yang sehat.

C. Masalah Kesehatan Reproduksi Pada Remaja

Permasalahan pada remaja yang paling menonjol yang berkaitan dengan masa

tumbuh kembangnya adalah seksualitas, penggunaan obat-obatan terlarang (Napza),

dan HIV/AIDS atau yang dikenal dengan masalah TRIAD Kesehatan Reproduksi

Remaja (KRR). Kesehatan reproduksi merupakan kondisi sejahtera dalam segala


aspek yang berhubungan dengan fungsi dan peran sistem reproduksi (Junita, 2018)

Menurut World Health Organization (WHO,2017) sekitar seperlima dari penduduk

dunia merupakan remaja berumur 10-19 tahun dan sekitar 900 juta berada di negara

sedang berkembang. Selain itu data demografi di Amerika Serikat menunjukkan

jumlah remaja berumur 10-19 tahun sekitar 15 persen populasi. Di Asia Pasifik

jumlah penduduknya 60 persen dari penduduk dunia, seperlimanya merupakan

remaja umur 10-19 tahun (Budiharjo, 2017).

Kuatnya norma sosial yang menganggap seksualitas adalah tabu akan berdampak

pada kuatnya penolakan terhadap usulan agar pendidikan seksualitas terintegrasikan

ke dalam kurikulum pendidikan. Sekalipun sejak reformasi bergulir hal ini telah

diupayakan oleh sejumlah pihak seperti organisasi-organisasi non pemerintah (NGO),

dan juga pemerintah sendiri (khususnya Departemen Pendidikan Nasional), untuk

memasukkan seksualitas dalam mata pelajaran ’Pendidikan Reproduksi Remaja’;

namun hal ini belum sepenuhnya mampu mengatasi problem riil yang dihadapi

remaja. Faktanya, masalah terkait seksualitas dan kesehatan reproduksi masih banyak

dihadapi oleh remaja.

Masalah-masalah tersebut antara lain :

1. Perkosaan.

Kejahatan perkosaan ini biasanya banyak sekali modusnya. Korbannya tidak

hanya remaja perempuan, tetapi juga laki-laki (sodomi). Remaja perempuan

rentan mengalami perkosaan oleh sang pacar, karena dibujuk dengan alasan

untuk menunjukkan bukti cinta.


2. Free sex.

Seks bebas ini dilakukan dengan pasangan atau pacar yang berganti-ganti.

Seks bebas pada remaja ini (di bawah usia 17 tahun) secara medis selain dapat

memperbesar kemungkinan terkena infeksi menular seksual dan virus HIV

(Human Immuno Deficiency Virus), juga dapat merangsang tumbuhnya sel

kanker pada rahim remaja perempuan. Sebab, pada remaja perempuan usia 12-

17 tahun mengalami perubahan aktif pada sel dalam mulut rahimnya. Selain

itu, seks bebas biasanya juga dibarengi dengan penggunaan obat-obatan

terlarang di kalangan remaja. Sehingga hal ini akan semakin memperparah

persoalan yang dihadapi remaja terkait kesehatan reproduksi ini.

3. Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD).

Hubungan seks pranikah di kalangan remaja didasari pula oleh mitos-mitos

seputar masalah seksualitas. Misalnya saja, mitos berhubungan seksual dengan

pacar merupakan bukti cinta. Atau, mitos bahwa berhubungan seksual hanya

sekali tidak akan menyebabkan kehamilan. Padahal hubungan seks sekalipun

hanya sekali juga dapat menyebabkan kehamilan selama si remaja perempuan

dalam masa subur.

4. Aborsi

Aborsi merupakan keluarnya embrio atau janin dalam kandungan sebelum

waktunya. Aborsi pada remaja terkait KTD biasanya tergolong dalam kategori

aborsi provokatus, atau pengguguran kandungan yang sengaja dilakukan.

Namun begitu, ada juga yang keguguran terjadi secara alamiah atau aborsi

spontan. Hal ini terjadi karena berbagai hal antara lain karena kondisi si
remaja perempuan yang mengalami KTD umumnya tertekan secara

psikologis, karena secara psikososial ia belum siap menjalani kehamilan.

Kondisi psikologis yang tidak sehat ini akan berdampak pula pada kesehatan

fisik yang tidak menunjang untuk melangsungkan kehamilan.

Anda mungkin juga menyukai