Anda di halaman 1dari 5

TUGAS MATA KULIAH KESEHATAN REPRODUKSI

PERMASALAHAN GENDER SEPANJANG SIKLUS HIDUP PEREMPUAN

Disusun oleh:
PIPIT HARYATI
1910104334

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
Isu gender dalam kesehatan mengenali faktor penting sosial budaya, serta hubungan
kekuasaan antara perempuan dan laki-laki berperan dalam mendukung atau mengancam
kesehatan individu. Hal ini termuat dalam konferensi perempuan sedunia ke IV Beijing
tahun 1995.

Proses kehamilan dan melahirkan menunjukan bahwa wanita memerlukan pelayanan


kesehatan reproduksi yang berbeda, dalam keadaan sakit maupun sehat. Sehingga wanita
dianjurkan untuk selalu dapat akses pelayanan kesehatan reproduksi sepanjang siklus
kehidupannya karena hal ini sangat menentukan kesejahteraan dirinya. Penting sekali
mehamami realitas bahwa perempuan dan laki-laki menghadapi penyakit yang berbeda.
Keadaan ini sangat berpengaruh terhadap konsekuesi kesehatan baik laki-laki maupun
wanita.

Dalam berita yang dikutip dari Dinkes Provinsi Bali, ditemukan bahwa isu gender dalam 4
siklus yaitu :

1. Isu Gender Di Masa Kanak-Kanak. Isu gender pada anak-anak laki-laki, misalnya:
pada beberapa suku tertentu, kelahiran bayi laki-laki sangat diharapkan dengan alas
an, misalnya laki-laki adalah penerus atau pewaris nama keluarga; laki-laki sebagai
pencari nafkah keluarga yang handal; laki-laki sebagai penyanggah orang tuanya di
hari tua., Dan perbedaan perlakuan juga berlanjut pada masa kanak-kanak. Pada
masa kanak- kanak, sifat agresif anak laki-laki serta perilaku yang mengandung
resiko diterima sebagai suatu kewajaran, bahkan didorong kearah itu, karena
dianggap sebagai sifat anak laki-laki. Sehingga data menunjukkan bahwa anak laki-
laki lebih sering terluka dan mengalami kecelakaan. Isu Gender Pada Anak
Perempuan secara biologis bayi perempuan lebih tahan daripada bayi laki-laki
terhadap penyakit infeksi di tahun-tahun pertama kehidupannya. Sebab itu jika data
memperlihatkan kematian bayi perempuan lebih tinggi dan bayi laki-laki, patut
dicurigai sebagai dampak dari isu gender.
2. Isu Gender Di Masa Remaja. Isu gender yang berkaitan dengan remaja perempuan,
antara lain : kawin muda, kehamilan remaja, umumnya renmaja puteri kekurangan
nutrisi, seperti zat besi, anemia. Menginjak remaja, gangguan anemia merupakan
gejala umum dikalangan remaja putri. Gerakan serta interaksi social remaja puteri
seringkali terbatasi dengan datangnya menarche. Perkawinan dini pada remaja
puteri dapat member tanggung jawab dan beban melampaui usianya. Belum lagi
jika remaja puteri mengalami kehamilan, menempatkan mereka pada resiko tinggi
terhadap kematian. Remaja putreri juga berisiko terhadap pelecehan dan kekerasan
seksual, yang bisa terjadi di dalam rumah sendiri maupun di luar rumah. Remaja
putri juga bisa terkena isu berkaitan dengan kerentanan mereka yang lebih tinggi
terhadap perilaku-perilaku steriotipi maskulin, seperti merokok, tawuran,
kecelakaan dalam olah raga, kecelakaan lalu lintas, ekplorasi seksual sebelum nikah
yang berisiko terhadap penyakit-penyakit yang berkaitan dengan :IMS, HIV/AIDS.
3. Isu Gender Di Masa Dewasa . Pada tahap dewasa, baik laki-laki maupun
perempuan mengalami masalah-masalah kesehatan yang berbeda, yang disebabkan
karena factor biologis maupun karena perbedaan gender. Perempuan menghadapi
masalah kesehatan yang berkaitan dengan fungsi alat reproduksinya serta
ketidaksetaraan gender. Masalah-masalah tersebut, misalnya konsekwensi dengan
kehamilan dan ketika melahirkan seperti anemia, aborsi, puerperal sepsis (infeksi
postpartum), perdarahan, ketidak berdayaan dalam memutuskan bahkan ketika itu
menyangkut tubuhnya sendiri (“tiga terlambat”). Sebagai perempuan, dia juga
rentan terpapar penyakit yang berkaitan dengan IMS dan HIV/AIDS, meskipun
mereka sering hanya sebagai korban.
4. ISU Gender Di Masa Tua . Di usia tua baik laki-laki maupun perempuan keadaan
biologis semakin menurun. Mereka merasa terabaikan terutama yang berkaitan
dengan kebutuhan mereka secara psikologis dianggap semakin meningkat. Secara
umum, umur harapan hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Namun
umur panjang perempuan berisiko ringkih, terutama dalam situasi sosial-ekonomi
kurang. Secara kehidupan social biasanya mereka lebih terlantar lagi, terutama yang
berkaitan dengan kebutuhan yang semakin banyak dan semakin tergantung terhadap
sumber daya. Osteoporosis banyak diderita oleh perempuan di masa tua, yaitu
delapan kali lebih banyak dari pada laki-laki. Depresi mental juga lebih banyak
diderita orang tua, terutama karena merasa ditinggalkan.

Antara faktor jenis kelamin dan gender dalam kehidupan social, ekonomi, dan budaya
sesorang dapat meingkatkan resiko terhadap beberapa penyakit, sementara juga dapat
memberikan perlindungan terhadap penyakit lainnya. Prinsip kebebasan yang dianut dalam
sistem demokrasi memberikan kebebasan pada wanita untuk menyuarakan kesetaraan untuk
dapat turut berkarir dalam bidang apapun yang bisa dilakukan laki-laki. Dan juga isu tindak
kekerasan pada umumnya berkaitan dengan gender. Secara umum pelaku kekerasan biasanya
laki-laki, yang merefleksikan keinginan untuk menunjukkan maskulinitas, dominasi. Karena
itu kekerasan terhadap perempuan sering disebut sebagai “kekerasan berbasis gender”.
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak membuat program kampanye
He for She. He For She adalah kampanye solidaritas untuk kesetaraan gender yang bertujuan
untuk melibatkan laki-laki dan anak laki-laki sebagai agen perubahan untuk mencapai
kesetaraan gender dan hak-hak perempuan, dan mendorong mereka untuk terlibat dalam
upaya mengakhiri isu-isu terhadap ketidaksetaraan yang dihadapi oleh perempuan dan anak
perempuan. Sebagai Duta HeforShe, Presiden RI melalui pernyataan tertulisnya menyatakan
misinya untuk meningkatkan partisipasi dan keterwakilan perempuan dalam politik dan
pembangunan serta melindungi perempuan, anak-anak, dan kelompok marjinal melalui 3
(tiga) fokus area, yaitu :

1. Peningkatan partisipasi perempuan dalam politik dan pengambilan keputusan;


2. Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) Melahirkan; dan
3. Penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan.

Melihat luasnya dan besarnya cakupan kesetaraan gender dalam berbagai bidang
pembangunan, sinergitas menjadi kata kunci untuk mempercepat perwujudannya. Salah satu
strateginya adalah pengarusutamaan Gender Perencanaan dan Penganggaran yang Resposif
Gender (PPRG), di mana pemerintah pusat dan daerah melakukan analisis gender dalam
proses perencanaan dan penganggaran untuk memastikan ada keadilan dalam hal akses,
partisipasi, kontrol, dan manfaat pembangunan bagi laki-laki, perempuan, anak, lansia,
penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya.
Salah satu tugas bidan dalam permasalahan gender adalah meningkatkan kesadaran
mengenai gender dalam meurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB). Perempuan biasanya tidak boleh bepergian jauh. Jadi kalau rumah sakit atau
puskesmas letaknya jauh, sulit juga perempuan mendapatkan pelayanan kesehatan. Dalam
masalah ini bidan desa atau bidan yang berada di daerah terpencil sangat berperan penting
untuk memberikan pelayanan kesehatan yang layak kepada para wanita ataupun pria yang
menduduki tempat terpencil.
Bidan pun berperan dalam member penyuluhan tentang bahaya melahirkan dirumah
tanpa bantuan tenaga medis. Itu semua dilakukan untuk meminimalisir Angka Kematian Ibu
(AKI) dan Angkan Kematian Bayi (AKB) yang saat ini semakin berkembang setiap
tahunnya.
Referensi :

1. Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Isu gender dalam bidang kesehatan,


www.dinkes.baliprov.go.id.

2. Situs BKKBN (bkkbn.go.id//infoprogram/Documents/431558529.pdf)

3. Soepardan ,Suryani. 2007.Konsep Kebidanan. Jakarta;EGC.

4. http://brilianaputrimawaddah.blogspot.com/2010/10/peran-fungsi-dan-kompetensi-
bidan.html

5. Arnaout and friends, Gender equity in planning, development and management of


human resources for health: a scoping review, Human resources for health, 2019
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6625080/ )

Anda mungkin juga menyukai