Anda di halaman 1dari 53

PROBLEM SOLVING DALAM ASUHAN KESEHATAN REPRODUKSI

A. Defenisi

Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh

bukan hanya bebas dari penyakit atau kecatatan, dalam segala aspek yang berhubungan

dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya.

Agar dapat melaksanakan fungsi reproduksi secara sehat, dalam pengertian

fisik, mental maupun sosial, diperlukan beberapa prasyarat :

1. agar tidak ada kelainan anatomis dan fisiologis baik pada perempuan maupun laki-laki.

Antara lain seorang perempuan harus memiliki rongga pinggul yang cukup besar untuk

mempermudah kelahiran bayinya kelak. Ia juga harus memiliki kelenjar-kelenjar penghasil

hormon yang mampu memproduksi hormon-horman yang diperlukan untuk memfasilitasi

pertumbuhan fisik dan fungsi sistem dan organ reproduksinya. Perkembangan-

perkembangan tersebut sudah berlangsung sejak usia yang sangat muda. Tulang pinggul

berkembang sejak anak belum menginjak remaja dan berhenti ketika anak itu mencapai

usia 18 tahun. Agar semua pertumbuhan itu berlangsung dengan baik, ia memerlukan

makanan dengan mutu gizi yang baik dan seimbang. Hal ini juga berlaku bagi laki-laki.

Seorang lakilaki memerlukan gizi yang baik agar dapat berkembang menjadi laki-laki

dewasa yang sehat.


2. baik laki-laki maupun perempuan memerlukan landasan psikis yang memadai agar

perkembangan emosinya berlangsung dengan baik. Hal ini harus dimulai sejak sejak anak-

anak, bahkan sejak bayi. Sentuhan pada kulitnya melalui rabaan dan usapan yang hangat,

terutama sewaktu menyusu ibunya, akan memberikan rasa terima kasih, tenang, aman dan

kepuasan yang tidak akan ia lupakan sampai ia besar kelak. Perasaan semacam itu akan

menjadi dasar kematangan emosinya dimasa yang akan datang.


3. Setiap orang hendaknya terbebas dari kelainan atau penyakit yang baik langsung maupun

tidak langsung mengenai organ reproduksinya. Setiap kelainan atau penyakit pada organ

reproduksi, akan dapat pula menggangu kemampuan seseorang dalam menjalankan tugas

reproduksinya. Termasuk disini adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan

seksual-misalnya AIDS dan Hepatitis B, infeksi lain pada organ reproduksi, infeksi lain

yang mempengaruhi perkembangan janin, dampak pencemaran lingkungan, tumor atau

kanker pada organ reproduksi, dan ganguan hormonal terutama hormon seksual.
4. Seorang perempuan hamil memerlukan jaminan bahwa ia akan dapat melewati masa

tersebut dengan aman. Kehamilan bukanlah penyakit atau kelainan. Kehamilan adalah

sebuah proses fisiologis. Meskipun demikian, kehamilan dapat pula mencelakai atau

mengganggu kesehatan perempuan yang mengalaminya. Kehamilan dapat menimbulkan

kenaikan tekanan darah tinggi, pendarahan, dan bahkan kematian.Meskipun ia

menginginkan datangnya kehamilan tersebut, tetap saja pikirannya penuh dengan

kecemasan apakah kehamilan itu akan mengubah penampilan tubuhnya dan dapat

menimbulkan perasaan bahwa dirinya tidak menarik lagi bagi suaminya. Ia juga merasa

cemas akan menghadap i rasa sakit ketika melahirkan, dan cemas tentang apa yang terjadi

pada bayinya. Adakah bayinya akan lahir cacat, atau lahir dengan selamat atau hidup.

Perawatan kehamilan yang baik seharusnya dilengkapi dengan konseling yang dapat

menjawab berbagai kecemasan tersebut.

B. Ruang Lingkup Masalah Kesehatan Reproduksi

Isu-isu yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi kadang merupakan isu yang pelik dan

sensitif, seperti hak-hak reproduksi, kesehatan seksual, penyakit menular seksual (PMS)

termasuk HIV/AIDS, kebutuhan khusus remaja, dan perluasan jangkauan pelayanan

kelampisan masyarakat kurang manpu atau meraka yang tersisih. Karena proses reproduksi

nyatanya terjadi terjadi melalui hubungan seksual, defenisi kesehatan reproduksi mencakup

kesehatan seksual yang mengarah.pada peningkatan kualitas hidup dan hubungan antar
individu, jadi bukan hanya konseling dan pelayanan untuk proses reproduksi dan PMS.

Dalam wawasan pengembagan kemanusiaan. Merumuskan pelayanan kesehatan reproduksi

yang

sangat penting mengingat dampaknya juga terasa pada kualitas hidup generasi

berikutnya. Sejauh mana seseorang dapatmenjalankan fungsi dan proses

reproduksinya secara aman dan sehat sesungguhnya tercermin dari kondisi

kesehatan selama siklus kehidupannya, mulai dari saat konsepsi, masa anak,

remaja, dewasa, hingga masa pasca usia reproduksi.

Menurut program kerja WHO ke IX (1996-2001), masalah kesehatan

reproduksi ditinjau dari pendekatan siklus kehidupan keluarga, meliputi :

Praktek tradisional yang berakibat buruk semasa anak-anak (seperti mutilasi,

genital, deskri minasi nilai anak, dsb);

Masalah kesehatan reproduksi remaja (kemungkinan besar dimulai sejak masa

kanak-kanak yang seringkali muncul dalam bentuk kehamilan remaja,

kekerasan/pelecehan seksual dan tindakan seksual yang tidak aman);

Tidak terpenuhinya kebutuhan ber-KB, biasanya terkait dengan isu aborsi tidak

aman;

Mortalitas dan morbiditas ibu dan anak (sebagai kesatuan) selama kehamilan,

persalian dan masa nifas, yang diikuti dengan malnutrisi, anemia, berat bayi lahir

rendah;

Infeksi saluran reproduksi, yang berkaitan dengan penyakit menular seksual;

Kemandulan, yang berkaitan erat dengan infeksi saluran reproduksi dan penyakit

menular seksual;

Sindrom pre dan post menopause dan peningkatan resiko kanker organ

reproduksi;
Kekurangan hormon yang menyebabkan osteoporosis dan masalah ketuaan

lainnya.

Masalah kesehatan reproduksi mencakup area yang jauh lebih luas, dimana

masalah tersebut dapat kita kelompokkan sebagai berikut:

Masalah reproduksi

Kesehatan, morbiditas (gangguan kesehatan) dan kematian peremp uan yang

berkaitan denga kehamilan. Termasuk didalamnya juga maslah gizi dan anemia

dikalangan perempuan, penyebab serta komplikasi dari kehamilan, masalah

kemandulan dan ketidaksuburan;

Peranan atau kendali sosial budaya terhadap masalah reproduksi. Maksudnya

bagaimana pandan gan masyarakat terhadap kesuburan dan kemandulan, nilai

anak dan keluarga, sikap masyarakat terhadap perempuan hamil;

Intervensi pemerintah dan negara terhadap masalah reproduksi. Misalnya

program KB, undang-undang yang berkaitan dengan masalah genetik, dan lain

sebagainya;

Tersediannya pelayanan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana, serta

terjangkaunya secara ekonomi oleh kelompok perempuan dan anak-anak;

Kesehatan bayi dan anak-anak terutama bayi dibawah umur lima tahun;

Dampak pembangunan ekonomi, industrialisasi dan perubahan lingkungan

terhadap kesehatan reproduksi.

Masalah gender dan seksualitas

Pengaturan negara terhadap masalah seksualitas. Maksudnya adalah peraturan

dan kebijakan negara mengenai pornografi, pelacuran dan pendidikan

seksualitas;

2003 Digitized by USU digital library 4


Pengendalian sosio -budaya terhadap masalah seksualitas, bagaimana normanorma

sosial yang berlaku tentang perilaku seks, homoseks, poligami, dan

perceraian;

Seksualitas dikalangan remaja;

Status dan peran perempuan;

Perlindunagn terhadap perempuan pekerja.

Masalah kekerasan dan perkosaan terhadap perempuan

Kencenderungan penggunaan kekerasan secara sengaja kepada perempuan,

perkosaan, serta dampaknya terhadap korban;

Norma sosial mengenai kekerasan dalam rumah tangga, serta mengenai

berbagai tindak kekerasan terhadap perempuan;

Sikap masyarakat mengenai kekerasan perkosaan terhadap pelacur;

Berbagai langkah untuk mengatasi masalah- masalah tersebut.

Masalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual

Masalah penyakit menular seksual yang lama, seperti sifilis, dan gonorhea;

Masalah penyakit menular seksual yang relatif baru seperti chlamydia, dan

herpes;

Masalah HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acguired immunodeficiency

Syndrome);

Dampak sosial dan ekonomi dari penyakit menular seksual;

Kebijakan dan progarm pemerintah dalam mengatasi maslah tersebut (termasuk

penyediaan pelayanan kesehatan bagi pelacur/pekerja seks komersial);

Sikap masyarakat terhadap penyakit menular seksual.

Masalah pelacuran

Demografi pekerja seksual komersial atau pelacuran;


Faktor-faktor yang mendorong pelacuran dan sikap masyarakat terhadapnnya;

Dampaknya terhadap kesehatan reproduksi, baik bagi pelacur itu sendiri maupun

bagi konsumennya dan keluarganya

Masalah sekitar teknologi

Teknologi reproduksi dengan bantuan (inseminasi buatan dan bayi tabung);

Pemilihan bayi berdasarkan jenis kelamin (gender fetal screening);

Pelapisan genetik (genetic screening);

Keterjangkauan dan kesamaan kesempatan;

Etika dan hukum yang berkaitan dengan masalah teknologi reproduksi ini.

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi

Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat

berdampak buruk bagi keseshatan reproduksi:

a. Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan

yang rendah dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan proses

reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil);

b. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang berdampak

buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki,

informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja

karena saling berlawanan satu dengan yang lain, dsb);

c. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi

karena ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria

yang membeli kebebasannya secara materi, dsb);

2003 Digitized by USU digital library 5

d. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit

menular seksual, dsb).


Pengaruh dari semua faktor diatas dapat dikurangi dengan strategi intervensi

yang tepat guna, terfokus pada penerapan hak reproduksi wanita dan pria dengan

dukungan disemua tingkat administrasi, sehingga dapat diintegrasikan kedalam

berbagai program kesehatan, pendidikan, sosial dam pelayanan non kesehatan lain

yang terkait dalam pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.

2.4 Tujuan dan Sasaran Kesehatan Reproduksi

Tujuan Utama

Sehubungan dengan fakta bahwa fungsi dan proses reproduksi harus

didahului oleh hubungan seksual, tujuan utama program kesehatan reproduksi

adalah meningkatkan ksesadaran kemandiriaan wanita dalam mengatur fungsi dan

proses reproduksinya, termasuk kehidupan seksualitasnya, sehingga hak-hak

reproduksinya dapat terpenuhi, yang pada akhirnya menuju penimgkatan kualitas

hidupnya.

Tujuan Khusus

Dari tujuan umum tersebut dapat dijabarkan empat tujuan khusus yaitu :

1. Meningkatnya kemandirian wanita dalam memutuskan peran dan fungsi

reproduksinya;

2. meningkatnya hak dan tanggung jawab sosial wanita dalam menentukan kapan

hamil, jumlah dan jarak kehamilan;

3. meningkatnya peran dan tanggung jawab sosial pria terhadap akibat dari perilaku

seksual dan fertilitasnya kepada kesehatan dan kesejahteraan pasangan dan

anak-anaknya;

4. dukungan yang menunjang wanita untuk menbuat keputusan yang berkaitan

dengan proses reproduksi, berupa pengadaan informasi dan pelayanan yang

dapat memenuhi kebutuhan untuk mencapai kesehatan reproduksi secara


optimal.

Tujuan diatas ditunjang oleh undang-undang No. 23/1992, bab II pasal 3

yang menyatakan: Penyelenggaraan upaya kesehatan bertujuan untuk

meningkatkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, dalam bab III

pasal 4 Setiap orang menpunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat

kesehatan yang optimal.

Sasaran

Indonesia menyetujui ke -tujuh sasaran reproduksi WHO untuk masa 1993-

2001, karena masih dalam jangkauan sasaran Repelita VI, yaitu:

1. Penurunan 33% angka prevalensi anemia pada wanita (usia 15-49 tahun)

2. Penurunan angka kematian ibu hingga 59%;semua wanita hamil mendapatkan

akses pelayanan prenatal, persalinan oleh tenaga terlatih dan kasus kehamilan

resiko tinggi serta kegawatdaruratan kebidanan, dirujuk kekapasilitas kesehatan

3. peningkatan jumlah wanita yang bebas dari kecacatan/gangguan sepanjang

hidupnya sebesar 15% diseluruh lapisan masyarakat;

4. Penurunan proporsi bayi berat lahir rendah (<2,5kg) menjadi kurang dari 10 %;

5. Pemberantasan tetanus neonatarum (angka insiden diharapkan kurang dari satu

kasus per 1000 kelahiran hidup) disemua kabupaten;

2003 Digitized by USU digital library 6

6. Semua individu dan pasangan mendapatkan akses informasi dan pelayanan

pencegahan kehamilan yang terlalu dini, terlalu dekat jaraknya, terlalu tua, dan

telalu banyak;

7. Proporsi yang memanfaatkan pelayanan kesehatan dan pemeriksaan dan

pengobatan PMS minimal mencapai 70% (WHO/SEARO,1995)

2.5 Pelayanan Kesehatan Reproduksi


Sesuai dengan rekomendasi strategi regional WHO untuk negara-negara

anggota di Asia Tenggara, dua peket pelayanan kesehatan reproduksi telah

dirumuskan oleh wakil-wakil sektor dan inter-program dalam beberapa pertemuan

koordinasi pralokakarya nasional di Jakarta. Lima kelompok kerja telah sepakat

untuk melaksankan pelayanan dasar berikut sebagai strategi intervensi nasional

penanggulangan masalah kesehatan reproduksi di Indonesia:

Dengan kedua paket intervensi diatas, komponen intervensi pada kesehatan

reproduksi di Indonesia menjadi lengkap, seperti terlihat dalam diagram berikut:

A. Paket Kesehatan Reproduksi Esensial

1. Kesejahteraan Ibu dan Bayi

2. Keluarga Berencana

3. Pencegahan dan penanganan ISR/PMS/HIV

4. Kesehatah Reproduksi Remaja

B. Paket Kesehatan Reproduksi Komprehensip

5. Pencegahan dan penanganan masalah usia lanjut, selain paket

esensial diatas.

2003 Digitized by USU digital library 7

Keterangan : * Paket pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (Paket PKRE)

** Paket pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif (Paket PKRK)

PKRE terdiri dari :

1. Kesejahteraan Ibu dan bayi

2. Keluarga Berencana

3. Pencegahan dan penanganan ISR/PMS/HIV dan kemandulan

4. Kesehatan Reproduksi Remaja

PKRK terdiri dari :


PKRE+ Pelayanan dan Penanganan Masalah Usila

Sesuai dengan undang-undng Nomor 23/1992 dan undang-undang Nomor

10/1992, Strategi kesehatan reproduksi nasional diarahkan pada rencana intervensi

untuk mengubah perilaku didalam setiap keluarga. Tujuannya adalah menjadikan

keluarga sebagai utama dan pintumasuk upaya promosi pelayanan kesehatan

reproduksi.

Perilaku seseorang tidak akan berubah jika makna dan manfaat perubahan

perilaku tersebut tidak dimengerti terlebih dahulu. Jadi, langkah pertama adalah

meningkatkan kepedulian masyarakat dan menciptakan kepedulian masyarakat dan

menciptakan peminatan keluarga akan materi pelayanan kesehatan reproduksi.

Bahan-bahan KIE perlu dikembangkan sesuai kebutuhan untuk mendukung konsep

kesehatan reproduksi. Sebaiknya digunakan bahasa agama, sosial-politik, dan juga

bahasa remaja dalam memasyarakatkan arti kesehatan reproduksi, yang merupakan

suatu konsep pendekatan baru. Karena itu diperlukan pendekatan multi-sektoral

terpadu, dimana berbagai intervensi dilaksanakan sekaligus oleh berbagai sektor

tetapi dengan tujuan umum yang sama sehingga dampaknya le bih nyata. Karena

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH

Sosek/

Demografi;

Budaya/

lingkungan;

Psikologi;

Biologi;

PAKET

INTERVENSI
PKR

P K R K **

RUANG LINGKUP MASALAH

KESEHATAN REPRODUKSI

Praktek tradisional yang berakibat

buruk

Seks yang beresiko/Kehamilan

remaja

PMS/ HIV/ AIDS

Kekerasan pada wanita

Prostitusi

Kebutuhan KB yang belum

terpenuhi Kematian dan Kesakitan

ibu dan bayi Kurang Gizi/ Anemia/

BBLR

Kemandulan

Kanker

Kerapuhan Tulang (Osteoporosis)

2003 Digitized by USU digital library 8

perubahan perilaku tidak hanya akan membutuhkan waktu, tetapi juga memerlukan

alokasi sumber daya dan sumber dana yang besar.

Diterimanya gagasan kesehatan reproduksi secara nasional diseluruh jajaran

perencanaan program merupakan lagkah pertama keterpaduaan dalam menjawab

tantangan pelaksanaan tahapan yang lebih komprehensif kelak. Persamaan persepsi


ditingkat nasional akan menciptakan kondisi lingkungan yang memungkinkan

opersionalisasi dari perencanaan ditingkat propinsi dan kabupaten. Gagasan

dasarnya adlah Perubahan tingkah laku reproduksi adalah tanggung jawab setiap

orang. Program pemerintah mempunyai keterbatasan sumber daya dalam memikul

beban masalah reproduksi yang dihadapi seseorang sepanjang siklus kehidupannya.

Kunci penyelesaian adalah saling berbagi tanggung jawab antara keluarga dan

masyarakat. Jika program menginginkan keluarga dan masyarakat juga terlibat dan

merasa bertanggung jawab untuk memperbaiki perilaku reproduksinya, pelaksanaan

pelayanan harus mampu memuaskan kebutuhan klien. Jika tidak, walau klien

(keluarga atau masyarakat) mengetahui keberadaan program pun mereka tidak

mersa perlu untuk mengubah perilaku atau memenfaatkan pelayanan tersebut.

Strategi kesehatan reproduksi menurut komponen pelayaanan kesehatan

reproduksi komprehensif dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Komponen Kesejahteraan Ibu dan Anak

Peristiwa kehamilan, persalinan dan masa nifas merupakan kurun kehidupan

wanita yang paling tinggi resikonya karena dapat membawa kematian, dan

makna kematian seorang ibu bukan hanya satu anggota keluarga tetapi

hilangnya kehidupan sebuah keluarga. Peran ibu sebagai wakil pimpinan rumah

tangga sulit digantikan. Untuk mengurangi terjadinya kematian ibu karena

kehamilan dan persalinan, harus dilakukaun pemantauan sejak dini agar dapat

mengambil tindakan yangcepat dan tepat sebelum berlanjut pada keadaan

kebidanan darurat. Upaya intervensi dapat berupa pelayanan ante natal,

pelayanan persalinan/partus dan pelayanan postnatal atau masa nifas. Informasi

yang akurat perlu diberikan atas ketidaktahuan bahwa hubungan seks yang

dilakukan, akan mengakibatkan kehamilan, dan bahwa tanpa menggunakan


kotrasepsi kehamilan yang tidak diinginkan bisa terjadi. Dengan demikian tidak

perlu dilakukan pengguguran yang dapat mengancam jiwa.

2. Komponen Keluarga Berencana

Promosi KB dapat ditujukan pada upaya peningkatan kesejahteraan ibu

sekaligus kesejahteraan keluarga. Calon suami-istri agar merencanakan hidup

berkeluarga atas dasar cinta kasih, serta pertimbangan rasional tentang masa

depan yang baik bagi kehidupan suami istri dan anak-anak mereka serta

masyarakat. Keluarga berencana bukan hanya sebagai upaya/strategi

kependudukan dalam menekan pertumbuhan penduduk agar sesuai dengan daya

dukung lingkungan tetapi juga merupakan strategi bidang kesehatan dalam

upaya peningkatan kesehatan ibu melalui pengaturan jarak dan jumlah kelahiran.

Pelayanan yang berkualitas juga perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan

pandangan klien atau pengguna pelayanan.

3. Komponen Pencegahan dan Penanganan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR),

termasuk Penyakit Menular Seksual dan HIV/AIDS

Pencegahan dan penanganan infeksi ditujukan pada penyakit dan gangguan

yang berdampak pada saluran reproduksi. Baik yang disebabkan penyakit infeksi

yang non PMS. Seperti Tuberculosis, Malaria, Filariasis, dsb; maupun penyakit

infeksi yang tergolong PMS (penyalit menular seksual), seperti gonorrhoea, sifilis,

2003 Digitized by USU digital library 9

herpes genital, chlamydia, dsb; ataupun kondisi infeksi yang berakibat infeksi

rongga panggul (pelvic inflammatory diseases/ PID) seperti alat kontrasepsi

dalam rahim (AKDR), yang dapat berakibat seumur hidup pada wanita maupun

pria, misalnya kemandulan, hal mana akan menurunkan kualitas hidupnya. Salah

satu yang juga sangat mendesak saat ini adalah upaya pencegahan PMS yang
fatal yaitu infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus).

4. Komponen Kesehatan Reproduksi Remaja

Upaya promosi dan pencegahan masalah kesehatan reproduksi juga perlu

diarahkan pada masa remaja, dimana terjadi peralihan dari masa anak menjadi

dewasa, dan perubahan-perubahan dari bentuk dan fungsi tubuh terjadi dalam

waktu relatif cepat. Hal ini ditandai dengan berkembangnya tanda seks sekunder

dan berkembangnya jasmani secara pesat, menyebabkan remaja secara fisik

mampu melakukan fungsi proses reproduksi tetapi belum dapat

mempertanggungjawabkan akibat dari proses reproduksi tersebut. Informasi dan

penyuluhan, konseling dan pelayanan klinis perlu ditingkatkan untuk mengatasi

masalah kesehatan reproduksi remaja ini.

5. Komponen Usia Lanjut

Melengkapi siklus kehidupan keluarga, komponen ini akan mempromosikan

peningkatan kualitas penduduk usia lanjut pada saat menjelang dan setelah akhir

kurun usia reproduksi (menopouse/adropause). Upaya pencegahan dapat

dilakukan melalui skrining keganansan organ reproduksi misalnya kan ker rahim

pada wanita, kanker prostat pada pria serta pencegahan defesiensi hormonal dan

akibatnya seperti kerapuhan tulang dan lain-lain.

Hasil akhir yang diharapkan dai pelaksanaan kesehatan reproduksi yang

dimodifikasikan dari rekomendasi WHO tersebut adalah peningkatan akses :

A. Informasi secara menyeluruh mengenai seksualitas dan reproduksi, masalah

kesehatan reproduksi, manfaat dan resiko obat, alat, perawatan, tindakan

intervensi, dan bagaimana kemampuan memilih dengan tepat sangat

diperlukan.

B. Paket pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas yang menjawab


kebutuhan wanita maupun pria.

C. Kontrasepsi (termasuk strerilisasi) yang aman dan efektif

D. Kehamilan dan persalinan yang direncanakan dan aman

E. Pencegahan dan penanganan tindakan pengguguran kandungan tida k aman.

F. Pencegahan dan penanganan sebab-sebab kemandulan (ISR/PMS).

G. Informasi secara menyeluruh termasuk dampak terhadap otot dan tulang,

libido, dan perlunya skrining keganasan (kanker) organ reproduksi.

Pengukuran perubahan-perubahan yang positif terhadap hasil akhir

diatas akan menunjukkan kemajuan pencapaian tujuan akhir; pelayanan

kesehatan dasar yang menjawab kebutuhan kesehatan reproduksi individu,

suami-istri dan keluarga, hal mana menjadi dasar yang kokoh untuk mengatasi

kesehatan reproduksi yang dihadapi seseorang dalam kurun siklus

reproduksinya.

2003 Digitized by USU digital library 10


A. Kesehatan Reproduksi Remaja

1. Pengertian Kesehatan Reproduksi

Pada dasarnya kesehatan reproduksi merupakan unsur yang dasar dan penting dalam

kesehatan umum, baik untuk laki-laki dan perempuan. Selain itu, kesehatan reproduksi juga

merupakan syarat ensensial bagi kesehatan bayi, anak-anak, remaja, orang dewasa bahkan

orang-orang yang berusia setelah masa reproduksi.

Reproduksi secara sederhana dapat diartikan sebagai kemampun untuk membuat kembali.

Dalam kaitannya dengan kesehatan, reproduksi diartikan sebagai kemampuan seseorang

memperoleh keturunan (beranak).1

1 Zora Adi Baso, Judi Raharjo, Kesehatan Reproduksi Panduan bagi Perempuan (Sulawesi

Selatan : Pustaka Belajar, 1999) hal 1


2 Made Okara Negara, Mengurangi Persoalan Kehidupan Seksual dan Reproduksi

Perempuan dalam Jurnal Perempuan cetakan No.41 ,(Jakarta : Yayasan Jurnal Perempuan,

2005) hal 9

Menurut WHO dan ICPD (International conference on Population and Development) 1994

yang diselenggarakan di Kairo kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat yang menyeluru,

meliputi aspek fisik, mental dan sosial dan bukan sekedar tidak adanya penyakit atau

gangguan segala hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, fungsinya maupun proses

reproduksi itu sendiri.2 20


Sesuai dengan definisi tersebut Pelayanan kesehatan reproduksi secara luas didefinisikan

sebagai konstelasi metode, teknik dan pelayanan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi

dengan cara mencegah dan memecahkan masalah kesehatan reproduksi.

Menurut Mariana Amiruddin, definisi kesehatan reproduksi adalah sekumpulan metode,

teknik, dan pelayanan yang mendukung kesehatan dan kesejahteraan reproduksi melalui

pencegahan dan penyelesaian masalah kesehatan reproduksi yang mencakup kesehatan

seksual, status kehidupan dan hubungan perorangan, bukan semata konsultasi dan perawatan

yang berkaitan dengan reproduksi dan penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks.3

3 Layyin Mahfina, Elfi Yuliani Rohmah, Retno Widyaningrum, Remaja dan Kesehatan

Reproduksi, (Yogyakarta: STAIN Ponorogo, 2009) hal 38

Isu-isu yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi kadang merupakan isu yang pelik dan

sensitif, seperti hak-hak reproduksi, kesehatan seksual, penyakit menular seksual (PMS)

termasuk HIV / AIDS, kebutuhan khusus remaja, dan perluasan jangkauan pelayanan ke

lapisan masyarakat kurang mampu atau mereka yang tersisih. Karena proses reprouksi terjadi

melalui hubungan seksual, definisi kesehatan reproduksi mencakup kesehatan seksual yang

mengarah pada peningkatan kualitas hidup dan hubungan antara individu, jadi bukan hanya

konseling dan pelayanan untuk proses reproduksi dan PMS. Dalam wawasan pengembangan

kemanusiaan, merumuskan pelayanan ksehatan reproduksi sangat penting mengingat

dampaknya juga terasa dalam kualitas 21


hidup pada generasi berikutnya. Sejauh mana orang dapat menjalankan fungsi dan proses

reproduksinya secara aman dan sehat sesunggunya tercermin dari kondisi kesehatan selama

siklus kehidupannya mulai dari saat konsepsi, masak anak, remaja, dewasa hingga masa

paska usia reproduksi.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kesehatan reproduksi adalah suatu cara untuk pencegahan dan

penyelesaian masalah kesehatan reproduksi meliputi kesehatn fisik, mental, sosial dan bukan

sekedar tidak hanya konsultasi dan keperawatan yang berkaitan dengan reproduksi dan

penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks.

Masa remaja sebagai titik awal proses reproduksi menunjukkan persiapan strategi interfrensi

perlu dimulai jauh sebelum masa usia subur. Nilai anak perempuan dan laki-laki dalam

keluarga dan masyarakat, dan bagaimana perlakuan yang mereka terima merupakan faktor

penting yang turut menentukan keshatan reproduksi mereka dimasa datang.

Menurut Robert Havinghurst dalam sarlito, seorang remaja dalam menghadapi tugas-tugas

perkembangan sehubungan dengan perubahan-perubahan fisik dan peran sosial yang sedang

terjadi pada dirinya. tugas-tugas itu adalah menerima kondisi fisiknya yang berubah.4

4 Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001) hal

149.

Bagi masa remaja awal, adanya kematangan jasmani (seksual) itu umumnya digunakan dan

dianggap sebagai ciri-ciri primer akan datangnya 22


masa remaja. Adapun ciri-ciri lain disebutnya sebagai ciri-ciri sekunder dan ciri-ciri tertier.

Ciri-ciri sekunder dapat disebutkan anatara lain :5

5 Abu Ahmadi, Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2005)

hal 122

Ciri-ciri sekunder Pria :

a) Tumbuh suburnya rambut, janggut, kumis, dan lain-lain.

b) Selaput suara semakin membesar dan berat.

c) Badan mulai membentuk segi tiga, urat-urat pun jadi kuat, dan muka bertambah persegi.

Ciri-ciri sekunder wanita :

a) Pinggul semakin besar dan melebar.

b) Kelenjar-kelenjar pada dada menjadi berisi (lemak).

c) Suara menjadi bulat, merdu, dan tinggi.

d) Muka menjadi bulat dan berisi

Adapun ciri-ciri tertier antara lain, biasanya diwujudkan dalam perubahan sikap dan perilaku,

contoh bagi pria ada perubahan mimik jika bicara, cara berpakaian, cara mengatur rambut,

bahasa yang diucapkan, aktingnya dan lain-lain. Bagi wanita, ada perubahan cara bicara, cara

tertawa, cara pakaian, jalannya, dan lain-lain.

Prinsip-prinsip reproduksi yang meliputi menstruasi, kehamilan, proses melahirkan,

memelihara diri agar tetap tampil rapi dan bersih, bertingkah laku 23
sopan dalam menjaga diri, dan menghindari hubungan seksual sebelum menikah.6
6 Maryanti D, dkk. Kesehatan Reproduksi Teori dan Praktikum. (Yogyakarta: Nuha Medica,

2009) hal 23

2. Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi

Menurut Program Kerja WHO ke IX (1996-2001) pada Mei 1994, masalah kesehatan

reproduksi ditinjau dari pendekatan keluarga meliputi :

a. Praktik tradisional yang berakibat buruk semasa anak-anak (seperti : mutilasi genital,

diskriminasi nilai anak).

b. Masalah kesehatan reproduksi remaja (kemungkinan besar dimulai sejak masa kanak-

kanak yang seringkali muncul dalam bentuk kehamilan remaja, kekerasan / pelecehan seksual

dan tindakan seksual tidak aman).

c. Tidak terpenuhinya kebutuhan ber-KB, biasanya terkait dengan isu aborsi tidak aman.

d. Mortalitas dan morbiditas ibu dan anak (sebagai kesatuan) selama kehamilan, persalinan,

dan masa nifas, yang diikuti dengan malnutrisi anemia, bayi berat lahir rendah.

e. Infeksi Saluran Reproduksi (ISR), yang berkaitan dengan Penyakit Menular Seksual

(PMS).

f. Kemandulan yang berkaitan dengan ISR / PMS.

24
g. Sindrom pre dan post menopause (andropause), dan peningkatan resiko kanker organ

reproduksi.

h. Kekurangan hormon yang menyebabkan osteoporosis dan masalah usia lanjut lainnya.

Masa remaja sebagai titik awal proses reproduksi menunjukkan persiapan strategi intervensi

perlu dimulai jauh sebelum masa usia subur. Nilai anak perempuan dan anak laki-laki dalam

keluarga dan masyarakat, dan bagaimana perlakuan yang mereka terima merupakan faktor

penting yang turut menentukan kesehatan reproduksi mereka dimasa mendatang.

Dixon menjelaskan bahwa kondisi seksual dikatakan sehat apabila seseorang berada dalam

beberapa kondisi. Pertama, terbebas dan terlindung dari kemungkinan tertularnya penyakit

yang disebabkan oleh hubungan seksual. Kedua, terlindung dari praktik-praktik berbahaya

dan kekerasan seksual. Ketiga, dapat mengontrol akses seksual orang lain terhadapnya.

Keempat, dapat memperoleh kenikmatan atau kepuasan seksual. Kelima, dapat memperoleh

informasi tentang seksualitas.7 Sedangkan, individu dikatakan bebas dari gangguan

reproduksi apabila yang bersangkutan:

7 Ali Imron, Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2012)

hal 41- 42

a. Aman dari kemungkinan kehamilan yang tidak dikehendaki

b. Terlindung dari praktek reproduksi yang berbahaya

c. Bebas memilih alat kontrasepsi yang cocok baginya

25
d. Memiliki akses terhadap informasi tentang alat kontrasepsi dan reproduksi

e. Memiliki akses terhadap perawatan kehamilan dan pelayanan persalinan yang aman

f. Memiliki akses terhadap pengobatan kemandulan (infirtility).

3. Unsur-unsur Kesehatan Reproduksi Remaja

Upaya promosi dan pencegahan masalah kesehatan reproduksi juga perlu diarahkan pada

masa remaja atau peralihan dari masa anak menjadi dewasa, dimana perubahan-perubahan

dari bentuk dan fungsi tubuh terjadi dalam waktu relatif cepat. Masa pubertas ditandai dengan

berkembangnya tanda seks sekunder dan berkembangnya jasmani secara pesat, menyebabkan

remaja secara fisik mampu melakukan fungsi dan proses reproduksi tersebut. Informasi dan

penyuluhan, konseling dan pelayanan klinis perlu ditingkatkan untuk mengatasi masalah

kesehatan reproduksi remaja.

Remaja merupakan fase kehidupan manusia yang spesifik. Pada saat usia remaja terjadi

peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa ini berdampak macam-macam pada fisik dan

jiwa remaja. Secara fisik akan muncul apa yang disebut sebagai tanda-tanda seks sekunder

seperti payudara membesar, bulu-bulu kemaluan tumbuh, haid pada perempuan, dan mimpi

basah pada laki-laki. Secara psikologis muncul dorongan birahi yang besar tetapi juga secara

psikologis mereka masaih dalam peralihan dari anak-anak kedewasa. Secara biologis

aktivitas organ dan fungsi reproduksi mereka 26


meningkat pesat tetapi secara psikoloogis aktivitas organ dan fungsi reproduksi mereka

meningkat pesat tetapi secara psikologis dan sosiologis mereka dianggap belum siap menjadi

dewasa. Konflik yang terjadi antara berbagai perkembangan tersebut membuat mereka juga

beresiko mengalami masalah kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi tersendiri.

Oleh karena itu kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi remaja perlu ditangani secara

khusus dengan cara-cara yang ditunjukkan untuk menyiapkan mereka menjadi remaja (yang

kelak menjadi orang tua) yang bertanggung jawab. Mereka bukan saja memerlukan informasi

dan pendidikan, tetapi juga pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi mereka. Pemberian

informasi dan pendidikan tersebut harus dilakukan dengan menghormati kerahasiaan dan

hak-hak privasi lain mereka. Masalah kesehatan seksual dan reproduksi adalah isu-isu seksual

remaja, termasuk kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi tidak aman, penyakit menular

melalui seks, dan HIV / Aids, dilakukan pendekatan melalui promosi perilaku seksual yang

bertanggung jawab dan reproduksi yang sehat, termasuk disiplin pribadi yang mandiri serta

dukungan pelayanan yang layak dan konseling yang sesuai secara spesifik untuk umur

mereka. Penekana kehamilan remaja secara umum juga diharapkan. Hal-hal yang ada seputar

kesehatan reproduksi remaja antara lain.8

8 Layyin Mahfina, Elfi Yuliani Rohmah, Retno Widyaningrum, Remaja dan Kesehatan

Reproduksi, (Yogyakarta: STAIN Ponorogo, 2009) hal 49-60 27


a. Kesehatan Alat- alat Reproduksi

Masalah-masalah yang berkaitan dengan kondisi kesehatan lat-alat reproduksi ini menyentuh

remaja perempuan juga remaja laki-laki. Masalah-masalah yang dihadapi remaja perempuan

antara lain adalah payudara mengeluarkan cairan, benjolan pada payudara, masalah seputar

haid (nyeri haid yang tidak teratur), keputihan, dan infeksi saluran reproduksi. Selain itu juga

diajukan pertanyaan-pertanyaan, seputar siklus haid, waktu terjadinya masa subur, masalah

keperawanan dan masalah jerawat. Masalah-masalah yang berkenaan dengan kesehatan alat-

alat reproduksi yang dihadapi oleh remaja laki-laki antara lain adalah masalah bentuk dan

ukuran penis, jumlah testis tidak lengkap dan hernia scrotalis.

b. Hubungan dengan Pacar

Persoalan-persoalan yang mewarnai hubungan dengan pacar adalah masalah kekerasan oleh

pacar, tekanan untuk melakukan hubungan seksual, pacar cemburuan, pacar berselingkuh dan

bagai mana menghadapi pacar yang pemarah. Tindakan seseorang dapat digolongkan sebagai

tindak kekerasan dalam percintaan bila salah satu pihak merasa terpaksa, tersinggung dan

disakiti dengan apa yang telah di lakukan pasangannya. 28


c. Masturbasi

Masturbasi atau onani adalah salah satu cara yang dilakukan jika seseorang tidak mampu

mengendalikan dorongan seksual yang dirasakannya. Jika dibandingkan dengan melakukan

hubungan seksual, maka onani dapat dikatakan mengandung resiko yang lebih kecil bagi

pelakunya untuk menghadapi kehamilan yang tidak dikehendaki dan penularan penyakit

menular seksual. Bahaya onani adalah apabila dilakukan dengan cara tidak sehat misalnya

menggunakan alat yang bisa menyebabkan luka atau infeksi. Onani juga bisa menimbulkan

masalah bila terjadi ketergantungan / ketagihan, bisa juga menimbulkan perasaan bersalah.

d. Hubungan Seksual Sebelum Nikah

Cara para remaja berpacaran dewasa ini berkisar dari melakukan ciuman bibir, raba-raba

daerah sensitif, saling menggesekkan alat kelamin (petting) sampai ada pula yang melakukan

senggama. Perkembangan zaman juga mmpengaruhi perilaku seksual dalam berpacaran para

remaja. Hal ini dapat dilihat bahwa hal-hal yang ditabukan remaja pada beberapa tahun yang

lalu seperti berciuman dan bercumbu, kini sudah dianggap biasa. Bahkan, ada sebagian kecil

dari mereka setuju dengan free sex. Perubahan dalam nilai ini, misalnya terjadi dengan

pandangan mereka terhadap hubungan seksual sebelum menikah. 29


e. Penyakit Menular Seksual

Hubungan seksual sebelum menikah juga berisiko terkena penyakit menular seksual seperti

sifilis, gonorhoe (kencing nanah), herps sampai terinfeksi HIV.

f. Aborsi

Salah satu cara menghadapi kehamilan yang tidak di inginkan adalah dengan melakukan

tindakan aborsi. Aborsi masih merupakan tindakan yang ilegal di Indonesia. Upaya sendiri

untuk melakukan aborsi banyak dilakukan dengan mengkonsumsi obat-obatan tertentu, jamu,

dan lain-lain.

4. Manfaat pengetahuan tentang kesehatan reproduksi

Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi sangat diperlukan oleh remaja. Hal ini

dikarenakan dengan memiliki informasi dan pengetahuan yang benar maka remaja akan

banyak mengambil manfaat. Dampak positif dari pengetahuan yang benar mengenai

kesehatan reproduksi yaitu dapat mencegah perilaku seks pranikah serta dampaknya termasuk

kehamilan tidak di inginkan, HIV/AIDS, dan IMS dapat dicegah.9

9 Ali Imron, Pendidikan kesehatan reproduksi remaja, (Yogyakarta: Ar-ruzz media, 2012) hal

115

Remaja dapat mengambil keputusan apakah memang dia menginginkan atau tidak dengan

pikiran yang sehat, karena remaja sudah mengetahui dampak positif negatifnya. Remaja akan

menghindari situasi-situasi yang membuat 30


remaja terpaksa atau dipaksa untuk melakukan hubungan seksual. Seringkali, dalam suatu

proses berpacaran, remaja diminta oleh pasangannya untuk melakukan hubungan seksual

dengan alasan saling mencintai dan untuk membuktikan cinta tersebut kepasangan. Remaja

yang memahami informasi tentang kesehatan reproduksi dengan baik akan mampu menolak

jika dipaksa oleh pasangannya untuk melakukan hubungan seksual.

Remaja yang mempunyai pengetahuan yang benar mengenai kesehatan reproduksi dapat

berhati-hati dalam melangkah. Remaja akan dapat memberikan penilaian mengenai patut

tidaknya melakukan melakukan hubungan seksual dengan pasangannya sebelum menikah.

Penilaian yang dibuat remaja tersebut dilakukan secara sadar bukan keterpaksaan. 10

10 Oie, t, Hubungan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dengan Sikap terhadap Premarital

Sex. Skipsi S-1 (tidak terbit), (Surabaya:universitas surabaya: 2008) hal 29

11Hallen, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hal 3

B. Layanan Informasi dalam Bimbingan dan Konseling

1. Pengertian Bimbingan dan Konseling

Secara etimologi kata bimbingan merupakan terjemahan dari kataGuidance berasal dari

kata kerja To Guide yang mempunyai artimenunjukkan, membimbing, menuntun ataupun

membantu.11

Definisi bimbingan berarti pemberian bantuan kepada seseorang atau kepada sekelompok

orang di dalam membuat pilihan-pilihan secara 31


bijaksanadan dalam mengadakan penyesuaian diri terhadap tuntunan-tuntunan hidup.Bantuan

itu bersifat psikis (kejiwaan), bukan pertolongan finansial, medisdan sebagainya. Dengan

adanya bantuan ini seseorang akhirnya dapat mengatasi sendiri masalah yang dihadapinya

sekarang dan menjadi lebih mampu untuk menghadapi masalah yang akan dihadapinya kelak

kemudian. Bimbingan merupakan pertolongan yang diberikan seseorang kepada orang lain

dalam membuat pilihan, mengadakan penyesuaian, dan dalam memecahkan masalah.12

12Slameto, Perspektif Bimbingan Konseling dan Penerapannya, (Semarang: Satya Wacana,

1991), hal. 362

13Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2005), hal 6

14Andi Mappiare, Kamus Istilah Konseling dan Terapi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2006), hal 69

Istilah konseling dapat dipahami sebagai bagian dari bimbingan baik sebagai pelayanan

maupun sebagai teknik. Konseling merupakan inti kegiatan bimbingan secara keseluruhan

dan lebih berkenaan dengan masalah individu secara pribadi yang dilakukan secara individual

antara klien dan konselor.13

Dalam kamus konseling dan terapi, konseling diartikan sebagai suatu hubungan profesional

yang dilakukan oleh konselor untuk memperjelas pandangannya untuk dipakai sepanjang

hidup sehingga klien pada tiap kesempatan dapat menentukan pilihan yang berguna,

konseling merupakan suatu proses belajar membelajarkan pada kedua pihak klien dan

konselor.14

Konseling juga diartikan sebagai upaya bantuan yang diberikan seorang pembimbing yang

terlatih dan berpengalaman, terhadap individu-individu yang 32


membutuhkannya, agar individu tersebut mampu mengatasi masalahnya dan mampu

menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah.15

15Sofyan. S. Willis, Konseling Individu Teori dan Praktek, (Bandung : Alfabeta, 2004), hal

18

16Ahmad Juntika Nurihsan, Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan,
(Bandung: PT. Refika Aditama, 2007), hal 12

Tujuan adanya bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut:

a. Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin.

b. Mampu memilih memutuskan, dan merencanakan hidupnya secara bijaksana baik dalam

bidang pendidikan pekerjaan dan sosial pribadi.

c. Mampu mengatasi hambatan serta kesulitan yang dihadapi dalam penyesuaian dengan

lingkungan pendidikan, masyarakat, ataupun lingkungan kerja.

d. Memahami dan mengarahkan diri dalam bersikap dan bertindak sesuai keadaan

lingkungannya.

e. Memelihara dan mencapai kesehatan mental yang positif, menyelesaikan segala sesuatu

dengan bijaksana.16

Adapun fungsi dari bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut:

a. Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan konseling yang akan menghasilkan

pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan

pengembangan peserta didik.

b. Fungsi Penyaluran, yaitu membantu peserta didik dalam memilih jurusan sekolah, jenis

sekolah dan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan minat,

33
bakat dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Kegiatan fungsi penyaluran ini meliputi ketentuan

untuk memantapkan kegiatan belajar.

c. Fungsi Adaptasi, yaitu membantu petugas sekolah khususnya guru untuk mengadaptasikan

program pendidikan terhadap minat, kemampuan dan kebutuhan para peserta didik.

d. Fungsi Penyesuaian, yaitu membantu peserta didik untuk memperoleh penyesuaian pribadi

dan memperoleh kemajuan dalam perkembangannya secara optimal. Fungsi ini dilaksanakan

dalam rangka mengidentifikasi, memahami dan memecahkan masalah.

Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan yaitu akan menghasilkan terpelihara dan

terkembangkannya berbagai potensi dan kondisi positif peserta didik dalam perkembangan

secara berkelanjutan.17

17Yusuf Gunawan, Pengantar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka

Utama, 1992), hal 42-46

18Achmad Juntika Nurihsan, Bimbingan & Konseling,(Bandung: PT Refika Aditama, 2006),

hal 19

2. Pengertian Layanan Informasi

Layanan informasi merupakan layanan memberi informasi yang dibutuhkan oleh

individu.18Kartini Kartono menyebutkan bahwa layanan informasi dimaksudkan untuk

membantu siswa mendapatkan informasi yang diperlukan yang dapat digunakan sebagai

bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan untuk kepentingan peserta didik. Pemberian

informasi dapat 34
dilakukan dengan pendekatan kelompok dan pendekatan individual melalui ceramah,

selebaran, wawancara, serta majalah dinding.19

19Kartini Kartono, Bimbingan dan Dasar-Dasar Pelaksanaannya, (Jakarta: Rajawali, 1985),


hal 149

Dalam pelaksanaan layanan bimbingan di sekolah, ada tiga alasan yang melatar belakangi

diberikannya layanan informasi kepada para siswa di sekolah, di antaranya adalah:

a) Layanan informasi merupakan suatu landasan dasar jika siswa akan diperlengkapi dengan

pengetahuan dasar yang diperlukan untuk memikirkan secara mendalam pokok permasalahan

pribadi yang penting, yaitu taraf pendidikan, pemilihan pekerjaan, dan pemeliharaan

kepribadian. Sasaran layanan informasi bukanlah hanya memberikan informasi, tetapi juga

mendorong siswa untuk menilai ide-ide serta keadaan secara kritis agar mereka memperoleh

pemahaman diri pribadi pada masa kini maupun masa mendatang. Layanan informasi yang

dirancang dan diatur dengan tepat, akan memungkinkan banyak individu dapat mewujudkan

potensi-potensinya dengan lebih menyadari kesempatan-kesempatan yang ada.

b) Layanan informasi merupakan suatu landasan dasar yang dipakai sebagai acuan untuk

mampu mengatur tindakannya sendiri. Mengatur diri sendiri secara mandiri terutama bahwa

individu itu sendiri mampu merencanakan dan mengetahui apa yang semestinya mereka

lakukan didasarkan atas

35
data-data yang mereka ketahui. Dengan kata lain, kematangan perilaku yang telah

direncanakan individu didasarkan pada informasi yang akurat yang ia dapatkan.

c) Layanan informasi merupakan suatu landasan dasar apabila siswa mengeksplorasi dan

menyadari kemungkinan-kemungkinan perubahan ciri-ciri perkembangannya. Siswa perlu

untuk mengeksplorasi posisi-posisi yang memungkinkan untuk diisi atau ditempati setelah

mereka menelusuri satu atau beberapa pilihan. Mereka harus memahami pilihannya serta

konsekuensi yang mungkin timbul dari pilihannya. Pengetahuan tentang pengembangan diri

yang mendalam memberikan kecenderungan pada citra diri yang positif dan mendorong

kepribadian.20

20Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan Dan Konseling, (Denpasar: Bina Aksara, 1988), hal 136-

137

3. Macam-macam Layanan Informasi

Macam-macam layanan informasi adalah sebagai berikut:

a) Layanan informasi dalam bidang bimbingan pribadi

Yaitu suatu kegiatan pemberian informasi tentang tugas-tugas perkembangan yang berkaitan

dengan kemampuan dan perkembangan pribadi individu. Layanan informasi dalam bidang ini

meliputi:

1) Tugas-tugas perkembangan masa remaja akhir, khususnya tentang kemampuan dan

perkembangan pribadi.

36
2) Perlunya pengembangan kebiasaan dan sikap dalam keimanan dan ketaqwaan terhadap

Tuhan Yang Maha Esa.

3) Usaha yang dapat dilakukan dalam mengenal bakat, minat, serta bentuk-bentuk

pembinaan, pengembangan, dan penyalurannya.

4) Perlunya hidup sehat dan upaya melaksanakannya.

5) Usaha yang dapat dilakukan melalui bimbingan dan konseling dalam membantu siswa

menghadapi masa peralihan dari masa remaja ke masa dewasa awal yang penuh tantangan.21

21Dewa Ketut Sukardi, Manajemen Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah, halm 33

b) Layanan informasi dalam bidang bimbingan sosial

Yaitu suatu layanan yang diberikan kepada individu dengan tujuan pemantapan kemampuan

bertingkah laku dan berhubungan sosial. Layanan informasi dalam bidang ini meliputi:

1) Tugas-tugas perkembangan masa remaja tentang kemampuan dan pengembangan

hubungan sosial.

2) Cara bertingkah laku, tata krama, sopan santun, dan disiplin di sekolah.

3) Tata krama pergaulan dengan teman sebaya baik di sekolah maupun di luar sekolah,

dengan guru maupun staff lain dalam rangka menciptakan kehidupan harmonis di sekolah.

4) Suasana dan tata krama kehidupan dalam keluarga.

37
5) Nilai-nilai sosial, agama, adat istiadat, kebiasaan dan tata krama di lingkungan masyarakat.

6) Hak dan kewajiban warga negara.

7) Keamanan dan ketertiban masyarakat.

8) Peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di masyarakat.

9) Permasalahan hubungan sosial dan ketertiban masyarakat beserta berbagai akibatnya.

10) Pengenalan dan manfaat lingkungan yang lebih luas.

11) Pelaksanaan pelayanan bimbingan sosial.22

22Ibid, hal 34

c) Layanan informasi dalam bidang bimbingan belajar

Yaitu suati layanan informasi yang diberikan untuk pemantapan sikap, dan kebiasaan belajar

yang efektif, efisien serta produktif. Layanan informasi dalam bidang ini meliputi:

1) Tugas-tugas perkembangan masa remaja berkenaan dengan pengembangan diri,

keterampilan, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.

2) Perlunya pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, aktif dan terprogram, baik

belajar mandiri maupun berkelompok.

3) Cara belajar di perpustakaan, meringkas buku, membuat catatan dan mengulang pelajaran.

38
4) Kemungkinan timbulnya berbagai masalah belajar dan upaya pengentasannya.

5) Pengajaran perbaikan dan pengayaan.23

23Faddila Rahma, Materi Layanan Informasi, 2012,

(http://faddilarahma.blogspot.com/2012/11/materi-layanan-informasi.html ), diakses 16 Juni

2013

24Djumhur, Bimbingan Dan Penyuluhan Di Sekolah, (Bandung: CV Ilmu, 1994), hal 37

d) Layanan informasi dalam bidang bimbingan karier

Yaitu suatu layanan informasi karier untuk mempersiapkan diri dalam merencanakan, dan

memilih karier yang sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan yang dimiliki individu.

Layanan informasi dalam bidang ini meliputi:

1) Berbagai jenis pekerjaan yang mungkin dapat dimasuki oleh tamatan pendidikan tertentu.

2) Berbagai jenis pendidikan atau latihan tertentu untuk jenis pekerjaan tertentu.

3) Berbagai jenis pekerjaan dengan segala syarat-syarat serta kondisinya (job information).

Penyelenggaraan latihan-latihan tertentu untuk jenis-jenis pekerjaan tertentu.24 39


4. Langkah-langkah Penyajian Informasi

a. Langkah Persiapan

1) Menetapkan tujuan dan isi informasi termasuk alasan-alasannya.

2) Mengidentifikasi sasaran (siswa) yang akan menerima informasi.

3) Mengetahui sumber-sumber informasi.

4) Menetapkan teknik penyampaian informasi.

5) Menetapkan jadwal dan waktu kegiatan.

6) Menetapkan ukuran keberhasilan.25

b. Langkah Pelaksanaan

25Dewa Ketut Sukardi dan Desak P. E. Nila Kusmawati, Proses Bimbingan Dan Konseling

Di Sekolah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008), hal 58

Layanan informasi dapat diselenggarakan melalui ceramah, tanya jawab, dan diskusi yang

dilengkapi dengan peragaan, selebaran, tayangan foto, film atau video tentang obyek yang

dimaksudkan. Berbagai nara sumber baik dari sekolah sendiri atau sekolah lain, lembaga

pemeritahan, serta berbagai kalangan di masyarakat dapat diundang untuk memberikan

informasi kepada siswa. Namun semuanya harus direncanakan dan dikoordinasikan oleh guru

BK.

Papan informasi dapat diselenggarakan untuk menyampaikan berbagai bahan informasi

dalam bentuk gambar, pamflet, dan 40


sebagainya. Layanan informasi dapat diberikan kapan saja bila waktunya memungkinkan.26

26Dewa Ketut Sukardi, Manajemen Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah, hal 35


27Dewa Ketut Sukardi dan Desak P. E. Nila Kusmawati, Proses Bimbingan Dan Konseling

Di Sekolah, hal 59

1) Usahakan tetap menarik minat dan perhatian para siswa.

2) Berikan informasi secara sistematis dan sederhana sehingga jelas isi dan manfaatnya.

3) Bila menggunakan teknik siswa mendapatkan informasi sendiri (karya wisata atau

pemberian tugas), persiapkan sebaik mungkin sehingga setiap siswa mengetahui apa yang

harus diperhatikan, apa yang harus dicatat, dan apa yang harus dilakukan.

4) Bila menggunakan teknik langsung atau tidak langsung, usahakan tidak terjadi kekeliruan.

5) Usahakan selalu berkerjasama dengan guru bidang studi dan wali kelas, agar isi informasi

yang diberikan guru, wali kelas, dan konselor tidak saling bertentangan.27

c. Langkah Evaluasi

1) Konselor mengetahui hasil pemberian informasi.

2) Konselor mengetahui efektivitas suatu teknik.

3) Konselor mengetahui apakah persiapannya sudah cukup matang atau masih banyak

kekurangan.

41
4) Konselor mengetahui kebutuhan siswa akan informasi lain yang sejenis.

5) Bila dilakukan evaluasi, siswa merasa perlu memeperhatikan lebih serius, bukan sambil

lalu. Dengan demikian, timbul sikap positif dan menghargai isi informasi yang

diterimanya.28

28Dewa Ketut Sukardi dan Desak P. E. Nila Kusmawati, Proses Bimbingan Dan Konseling

Di Sekolah, hal 60

Kriteria Penilaian Keberhasilan Layanan Informasi

Layanan informasi dikatakan berhasil jika memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Jika para siswa telah mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya

yang baru.

b. Jika para siswa telah memperoleh sebanyak mungkin sumber informasi tentang cara

belajar, informasi sekolah lanjutan, serta informasi pemilihan jurusan atau program.

5. Tujuan Layanan Informasi

Tujuan adanya layanan informasi untuk membekali individu dengan berbagai pengetahuan

dan pemahaman tentang berbagai hal yang berguna untuk mengenal diri, merencanakan, dan

mengembangkan pola kehidupan sebagai pelajar, anggota dan masyarakat. Pemahaman yang

diperoleh melalui layanan informasi, digunakan sebagai bahan acuan dalam meningkatkan

kegiatan dan 42
prestasi belajar, mengembangkan cita-cita, menyelenggarakan kehidupan sehari-hari dan

mengambil keputusan.29
29Dewa Ketut Sukardi, Manajemen Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah, (Bandung:

Alfabeta, 2003), hal 32

Selain tujuan umum di atas, layanan informasi memiliki tujuan khusus sesuai dengan jenjang

pendidikan individu atau siswa. Penjabaran tujuan tersebut adalah sebagai berikut:

a) Tujuan layanan informasi untuk para siswa di sekolah dasar, meliputi:

1) Untuk mengembangkan kesadaran diri dan penerimaan diri.

2) Mengembangkan pemahaman bahwa perubahan akan terjadi secara berkelanjutan dan

berkesinambungan.

3) Mengembangkan kesadaran akan tujuan pekerjaan yang ada dan bagaimana memenuhi

kebutuhan.

4) Mengembangkan konsep ketidaktergantungan terhadap orang lain, atau bisa juga disebut

mengembangkan kemandirian.

5) Mengembangkan kesadaran bahwa seorang keluarga dan teman memainkan peran yang

berpengaruh dalam mempengaruhi sikap-sikap dan nilai-nilai individual.

6) Membantu mengeksplorasi lapangan pekerjaan dan menilai kekuatan serta minatnya di

mana dia dapat mengembangkan kemampuannya.

43
7) Membantu memberikan pengalaman yang cukup memadai untuk memperkenalkan anak

dengan beberapa macam tipe pekerjaan yang berbeda.

8) Membantu siswa untuk melihat hubungan timbal balik di antara keanekaragaman lapangan

pekerjaan.

9) Membantu siswa dalam membangun kebiasaan kerja dan belajar bagaimana berkerjasama

dengan bermacam-macam orang.

10) Membantu siswa dalam mengembangkan sikap positif terhadap segala macam pekerjaan

yang bermanfaat.

11) Memperkenalkan siswa dengan dengan beberapa masalah yang mungkin dihadapi dalam

memilih suatu pekerjaan.

12) Memperkenalkan siswa dengan beberapa masalah tertentu yang berkaitan dengan fasilitas

yang tersedia dalam pendidikan dan perencanaan kependidikan, agar mereka dapat dibantu

untuk menyeleksi sekolah menengah serta kurikulumnya yang paling sesuai dengan

perencanaan pendidikan masa depan siswa.

13) Membantu siswa yang tidak dapat melanjutkan studi ke sekolah menengah untuk

menemukan pekerjaan dengan didasarkan atas informasi yang valid.30

b) Tujuan atau saran layanan informasi untuk para siswa di sekolah menengah, meliputi:

30Ibid, hlm. 138. 44


1) Untuk menilai kemampuan persepsi diri dan minat siswa terhadap persyaratan pekerjaan.

2) Untuk mengidentifikasi dan memperkenalkan keterampilan-keterampilan kerja yang

diperoleh.

3) Mengembangkan kesadaran diri dan kepercayaan diri individu dalam memilih suatu

jabatan pekerjaan.

4) Menunjukkan keterampilan dasar pemula dalam kompetensi dasar keterampilan untuk

memilih suatu jabatan pekerjaan.

5) Mengembangkan apresiasi terhadap keperluan semua pekerjaan dan pentingnya individu

terlibat dalam masyarakat.

6) Mengembangkan prosedur untuk memperoleh kemampuan yang dibutuhkan dan

pengalaman yang diperlukan dalam memilih suatu jabatan pekerjaan.

7) Mengembangkan penghargaan individu berkaitan dengan nilai-nilai pribadi yang

bermakna dalam pemilihan suatu jabatan pekerjaan.

8) Belajar untuk memperkecil ketidaksesuaian antara apa yang dirasakan dan apa yang

diinginkannya.

9) Melibatkan dalam seleksi antisipasi pekerjaan didasarkan atas sikap, nilai-nilai,

pendidikan, dan kesadaran pekerjaan individu.

10) Memeberikan pemahaman yang mendalam terhadap lapangan pekerjaan.

45
11) Mengambangkan alat-alat untuk membantu siswa dengan studi yang intensif terhadap

beberapa pilihan pekerjaan atau kesempatan latihan pendidikan.

12) Memeperkenalkan secara lengkap kesempatan jabatan dan pendidikan yang ada dalam

masyarakat.

13) Mengembangkan rencana pendidikan dan jabatan suatu pekerjaan berdasarkan studi yang

diambil individu.

14) Menyajikan teknik-teknik khusus untuk membantu dalam memenuhi kebutuhan segera

setelah meninggalkan sekolah, seperti memperoleh pekerjaan atau melanjutkan program

pendidikan ke jenjang selanjutnya.31

31Ibid, hal 139

32 Ali Imron, Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2012)

hal 42

C. Pemahaman Siswa terhadap Kesehatan Reproduksi Remaja melalui Layanan

Informasi

1. Pemahaman Siswa terhadap Kesehatan Reproduksi

Pemahaman siswa tentang kesehatan reproduksi yaitu menunjukkan pada kondisi

kesejahteraan fisik, mental, dan sosial secara utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan

sistem, fungsi, dan proses reproduksi, termasuk hak dan kebebasan untuk bereproduksi secara

aman, efektif, tepat, terjangkau, dan tidak melawan hukum.32 46

33 Tim Poltekkes Depkes Jakarta I. 2010. Kesehatan remaja problem dan solusinya. (akarta:

Salemba Medika)
Kesehatan reproduksi bagi remaja dimaksudkan untuk dapat memberikan pengenalan dan

pencegahan bagi remaja dalam mensosialisasikan pengetahuan, sikap, dan perilaku

reproduksi yang sehat sebagai dasar bagi pengembangan pembinaan, komunikasi, informasi,

dan edukasi bagi remaja.

Menurut Tim Politeknik Kesehatan Departemen Kesehatan Jakarta I bahwa remaja yang

sehat adalah remaja yang produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. Oleh

karena itu, guru pembimbing perlu memberikan pemahaman terhadap tumbuh kembang

remaja dalam menilai keadaannya. Pada masa remaja, sudah memasuki fase selanjutnya yaitu

masa baligh yang ditandai dengan baru berkembangnya organ-organ reproduksi remaja.

Untuk itu, siswa harus memahami kesehatan dari reproduksi remaja.33

Berdasarkan tugas perkembangan remaja, yaitu menerima keadaan fisik dan

mempergunakannya secara efektif. Dimana mencakup bahwa siswa juga mengerti dari

prinsip-prinsip reproduksi yang meliputi menstruasi, kehamilan, proses melahirkan,

memelihara diri agar tetap tampil rapi dan bersih, bertingkah laku sopan dalam menjaga diri,

dan menghindari hubungan seksual sebelum menikah. Program kesehatan reproduksi remaja

sangat diperlukan di sekolah dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman, sikap, dan

prilaku positif siswa tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi, guna meningkatkan derajat

kesehatan reproduksinya dan mempersiapkan kehidupan berkeluarga dalam 47


mendukung upaya peningkatan kualitas generasi mendatang. Selama masa ini siswa harus

lebih peka lagi dengan keadaan fisiknya, yang semula kurang mendapatkan perhatian khusus

dalam perawatan, maka pada saat ini membutuhkan perhatian khusus dalam perawatannya.

Organ-organ yang belum berfungsi secara sempurna ketika usia dini dan setelah usia remaja

berfungsi kembali. Dengan aktifnya dan berfungsinya organ-organ reproduksi itu siswa perlu

memahami bagaimana perkembangan dan pemeliharaan alat dan sistem reproduksi. Siswa

juga perlu mengetahui bahwa jika sistem reproduksi sudah berfungsi, maka siswa sudah

dapat bereproduksi sebagai seorang dewasa normal.

2. Pelaksanaan Layanan Informasi dalam Pemahaman Siswa terhadap Kesehatan Reproduksi

Remaja

Program kesehatan reproduksi remaja sangat diperlukan di sekolah dengan tujuan untuk

meningkatkan pemahaman, sikap, dan prilaku positif siswa tentang kesehatan dan hak-hak

reproduksi, guna meningkatkan derajat kesehatan reproduksinya dan mempersiapkan

kehidupan berkeluarga dalam mendukung upaya peningkatan kualitas generasi mendatang.

Selama masa ini siswa harus lebih peka lagi dengan keadaan fisiknya, yang semula kurang

mendapatkan perhatian khusus dalam perawatan, maka pada saat ini membutuhkan perhatian

khusus dalam perawatannya. Organ-organ yang belum berfungsi secara sempurna ketika usia

dini dan setelah usia remaja 48


berfungsikembali. Dengan aktifnya dan berfungsinya organ-organ reproduksi itu siswa perlu

memahami bagaimana perkembangan dan pemeliharaan alat dan sistem reproduksi. siswa

juga perlu mengetahui bahwa jika sistem reproduksi sudah berfungsi, maka siswa sudah

dapat bereproduksi sebagai seorang dewasa normal.

Minimnya informasi kesehatan reproduksi remaja kerap menjadi salah satu persoalan yang

membuat mereka salah dalam mengambil keputusan. Untuk itu, pelayanan bimbingan dan

konseling sangat berperan penting dalam hal ini dengan memberikan layanan informasi

mengenai kesehatan reproduksi (kespro) pada remaja pria dan wanita agar ditingkatkan lagi,

serta kelompok kaum muda yang sedang tumbuh berkembang ini dapat memperoleh sumber

informasi yang benar. Karenanya, semua siswa memerlukan dukungan dan perawatan selama

masa transisi dari remaja menuju dewasa. Isu pokok kesehatan reproduksi remaja wanita.34

34 Maryanti D, dkk. 2009. Kesehatan reproduksi teori dan praktiku,. (Yogyakarta:

NuhaMedica) hal 22

1) Perkembangan seksual dan seksualitas (termasuk pubertas)

2) Penyakit menular seksual dan HIV/AIDS

3) Kehamilan yang belum diharapkan dan kehamilan berisiko tinggi (kehamilan tak sehat).

Bahwa kesehatan reproduksi sangat berkaitan erat dengan kualitas hidup manusia di masa

mendatang. Untuk itu, sangat pentingnya pemahaman mengenai kesehatan reproduksi bagi

kehidupan seseorang. 49
D. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa

tentang Kesehatan Reproduksi

Faktor-faktor Kesehatan Reproduksi35

35 35 Layyin Mahfina, Elfi Yuliani Rohmah, Retno Widyaningrum, Remaja dan Kesehatan

Reproduksi (Yogyakarta: STAIN Ponorogo, 2009) hal 41

Secara garis besar dapat dikelompokkan empat faktor yang dapat berdampak buruk pada

kesehatan reproduksi :

a. Faktor Sosial-Ekonomi dan Demografi (terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang

rendah, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil)

b. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktik tradisional yang berdampak buruk pada

kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rezeki, infomasi tentang fungsi

reproduksi yang membingungkan anak dan remaja kerana saling berlawanan satu sama lain)

c. Faktor Psikologis (dampak dari keretakan orang tua pada remaja, depresi karena ketidak

seimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria yang membeli kebebasannya

dengan materi)

d. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca PMS)

Pengaruh dari semua faktor diatas dapat dikurangi dengan strategi intervensi yang tepat guna,

terfokus pada penerapan hak reproduksi perempuan 50

dan pria dengan dukungan di semua tingkat administrasi, sehingga dapat diintegrasikan ke

dalam berbagai program kesehatan, penndidikan, sosial, dan pelayanan non-kesehatan lain

yang terkait dalam pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.

Anda mungkin juga menyukai