Anda di halaman 1dari 34

TUGAS KESEHATAN MASYARAKAT

(Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah kesehatan masyarakat)

disusun oleh:
Kelompok 2
Alda Malia Fasha 022015002
Rikke Aprilia Andani 022015029
Sovia Widi 022015043
PRODI D3 KEBIDANAN

SEKOLAH TINNGI ILMU KESEHATAN


AISYIYAH BANDUNG
JL. KH. Ahmad Dahlan (Banteng) Dalam No. 6 Bandung
Telp/Fax. (022) 7305269
2016
TUGAS I

1. Apakah yang dimaksud dengan epidemiologi ?

Jawaban:
Kata Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani kata epi berarti diantara, demos
berarti penduduk dan logos berarti ilmu. Ada juga penjelasan lain yaitu epidemi
yang berarti wabah (penyakit) dan logi adalah ilmu. Dengan demikian
epidemiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari terjadinya penyakit pada
populasi manusia (masyarakat). Epidemiologi merupakan ilmu yang dinamis
(terus berkembang), karena jenis penyakit terus berkembang seiring zaman.
Penemuan-penemuan baru tentang berbagai penyakit semakin bertambah. Oleh
karena itu diperlukan adanya tindakan kuratif atau pengobatannya. Epidemiologi
berdasarkan waktu terbagi atas insiden, prevalen, mordibitas, mortalitas.
Berdasarkan tempat yaitu endemis/endemik, epidemi/epidemik, pandemik.
Endemis/endemik yang berarti hanya disuatu tempat dan jumlahnya stabil/tetap.
Epidemi/epidemik yang berarti hanya disuatu tempat tetapi jumlahnya bertambah.
Sedangkan pandemik adalah, penyakit yang sudah menyebar secara global.
Pada mulanya epidemilogi diartikan sebagai studi tentang epidemi. Hal
ini berarti bahwa epidemiologi hanya mempelajari penyakit-penyakit menular saja
tetapi dalam perkembangan selanjutnya epidemiologi juga mempelajari penyakit-
penyakit non infeksi, sehingga dewasa ini epidemiologi dapat diartikan sebagai
studi tentang penyebaran penyakit pada manusia didalam konteks lingkungannya.
Mencakup juga studi tentang pola-pola penyakit serta pencarian determinan-
determinan penyakit tersebut. Dapat disimpulkan bahwa epidemiologi adalah ilmu
yang mempelajari tentang penyebaran penyakit serta determinan-determinan yang
mempengaruhi penyakit tersebut.
Tujuan Epidemiologi :
1. Etiologi adalah penyebab penyakit
2. Menentukan apakah data epidemiologi yang ada konsisten dengan
hipotensis dengan ilmu terbaru.
3. Mengembangkan langkah-langkah pengendalian dan prosedur
pencegahan (pembuatan program).

2. Apakah yang dimaksud variabel orang dalam epidemiologi ?

Jawaban:

Variable orang dalam epidemiologi adalah karakteristik individu yang ada


hubungannya dengan keterkaitan atau kerentanan terhadap suatu penyakit.
Di sini akan dibicarakan peranan umur, jenis kelamin, kelas social, pekerjaan,
golongan etnik, status perkawinan, besarnya keluarga, struktur keluarga dan
paritas.

1. Umur
Umur adalah variable yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikan
penyelidikan epidemiologi. Angka angka kesakitan maupun kematian di
dalam hampir semua keadaan menunjukan hubungan dengan umur.
Dengan cara ini orang dapat membacanya dengan mudah dan melihat pola
kesakitan atau kematian menurut golongan umur. Persoalan yang dihadapi
adalah apakah umur yang dilaporkan tepat, apakah panjangya interval di
dalam pengelompokan cukup untuk tidak menyembunyikan peranan
umum pada pola kesakitan atau kematian dan apakah pengelompokan
umur dapat dibandingkan dengan pengelompokan umur pada penelitian
orang lain.
Di dalam mendapatkan laporan umur yang tepat pada masyarakat pedesan
yang kebanyakan masih buta huruf. Hendaknya memanfaatkan sumber
informasi seperti catatn petugas agama, guru, lurah, dan sebagainya. Hal
ini tentunya tidak menjadi soal yang berat dikala mengumpulkan
keterangan umur bagi mereka yang telah bersekolah. Untuk keperluan
perbandingan WHO menganjurkan pembagian pembagian umur sebagai
berikut :
a. Menurut tingkat kedewasaan :
0 14 tahun : bayi dan anak
15 49 tahun : orang muda dan dewasa
50 tahun keatas : orang tua
b. Interval 5 tahun :
Kurang dari 1 tahun
14
59
10 14 dan sebagainya
c. Untuk mempelajari penyakit anak
0 4 bulan
5 10 bulan
11 23 bulan
2 4 tahun
5 9 tahun
9 14 tahun.
2. Jenis kelamin
Angka angka diluar negeri menunjukan bahwa angka kesakitan lebih
tinggi di kalangan wanita sedangkan angka kematian lebih tinggi di
kalangan pria, juga pada semua golongan umur. Untuk Indonesia masih
perlu dipelajari lebih lanjut. Perbedaan angka kematian ini, dapat
disebabkan oleh factor factor intrinsik.
Yang pertam diduga meliputi factor keturunan yang terkait dengan jenis
kelamin, atau perbedaan hormonal, sedangkan yang kedua di duga oleh
karena berperannya factor factor lingkungan ( lebih banyak pria
menghisap rokok, minum minuman keras, candu, bekerja, bekerja berat,
berhadapan dengan pekerjaan pekerjaan berbahaya, dan seterusnya ).
Seebab sebab adanya angka kesakitan yang lebih tinggi dikalanga
wanita, di Amerika Serikat dihubungkandengan kemungkinan bahwa
wanita lebih bebas untuk mencari perawatan . Di Indonesia keadaan
tersebut belum diketahui. Terdapat indikasi nahwa kecuali untuk beberapa
penyakit alat kelamin, angka kematian untuk berbagai bagai penyakit
lebih tinggi ada kalangan pria.
3. Kelas social
Kelas social adalah variable yang sering pula dilihat hubungannya dengan
angka kesakitan atau kematian, variable ini menggambarkan tingka
kehidupan seseorang. Kelas social ini ditenukan oleh unsur unsur seperti
pendidikan, pekerjaan, penghasilan dan banyak contoh ditentukan pula
tempat tinggal. Karena hal hal ini dapat mengpengaruhi berbagai aspek
kehidupan termasuk pemeliharaan kesehatan, maka tidaklah
mengherankan apabila kita melihat perbedaan perbedaan dalam angka
kesakitan atau kematian antara berbagai kelas social.
Masalah yang dihadapi dilapangan ialah bagaimana mendapatkan
indicator tunggal bagi kelas social. Di inggris penggolongan kelas social
ini didasarkan atas jenis pekerjaan seseorang yakni 1 profesional, II
menengah, III tenaga terampil, IV tenaga setengah terampil dan V tidak
mempunyai keterampilan. Di Indonesia dewasa ini penggolongan seperti
ini sulit oleh karena jenis pekerjaan tidak memberi jaminan perbedaan
dalam penghasilan. Hubungan antara kelas social dan angka kesakitan atau
kematian kita dapat mempelajari pula dalam hubungan dengan umur,
kelamin.
4. Jenis pekerjaan
Jenis pekerjaan dapat berperan dalam timbulnya penyakit melalui
beberapa jalan yakni :
a. Adanya factor factor lingkungan yang langsung dapat menimbulkan
kesakitan seperti bahan bahan kimia, gas gas beracun, radiasi,
benda benda fisik yang dapat menimbulkan kecelakaan dan
sebagainya.
b. Situasi pekerjaan yang penuh dengan stress ( yang telah dikenal
sebagai factor yang berperan pada timbulnya hypertensi, alcus
lambung ).
c. Ada tidaknya gerak badan di dalam pekerjaan ; di Amerika serikat
ditunjukan bahwa penyakit jantung coroner sering ditemukan di
kalangan mereka yang mempunyai pekerjaan di mana kurang adanya
gerak badan.
d. Karena berkerumun dalam satu tempat yang relative sempit, maka
dapat terjadi proses penularan penyakit antara para pekerja.
e. Penyakit karena cacing tambang telah lama diketahui terkait dengan
pekerjaan di tambang.

penelitian mengenai hubungan jenis pekerjaan dan pola kesakitan banyak


dikerjakan di Indonesia terutama pola penyakit kronis misalnya penyakit
jantung, tekanan darah tinggi, dan kanker.

Jenis pekerjaan apa saja yang hendak dipelajari hubungannya dengan


suatu penyakit dapat pula memperhitungkan pengaruh variable umur dan
kelamin.

5. Penghasilan
Yang sering dilakukan ialah menilai hubungan antara tingkat penghasilan
dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan. Seseorang
kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin oleh karena
tidak mempunyai cukup uang untuk membeli obat.
6. Golongan etnik
Berbagai golongan etnik dapat berbeda di dalam kebiasaan makan,
susunan genetika, gaya hidup, dan sebagainya yang dapat mengakibatkan
perbedaan perbedaan di dalam angka kesakitan atau kematian.
Di dalam memeperbandingkan angka kesakitan atau kematian suatu
penyakit antara golongan etnik hendaknya diingat kedua golongan itu
harus distandarisasikan menurut susunan umur dan kelamin ataupun factor
factor lain yang dianggap mempengaruhi angka kesakitan dan kematian
itu.
Penelitian pada golongan etnik dapat memberikan keterangan mengenai
pengaruh lingkungan terhadap timbulnya suatu penyakit. Contoh yabg
klasik dalam hal ini ialah penelitian mengenai angka kesakitan kanker
lambung. Di dalam penelitian mengenai penyait ini dikalangan penduduk
asli di jepang dan keturunan jepang di Amerika Serikat, ternyata bahwa
penyakit ini menjadi kurang pervalen dikalangan turunan jepang di
Amerika serikat. Ini menunjukan bahwa peranan lingkungan penting di
dalam etiologi kanker lambung.
7. Status perkawinan
Dari penelitian telah ditunjukan bahwa terdapat hubungan antara angka
kesakitan maupun kematian dengan status kawin, tidak kawin, cerai dan
janda; angka kematian antara penyakit penyakit tertentu maupun
kematian karena semua sebab makin meninggi dalam urutan tertentu.
Di duga bahwa sebab sebab angka kematian lebih tinggi pada yang tidak
kawin dibandingkan dengan yang kawin ialah karena ada kecenderungan
orang orang yang tidak kawin kurang sehat. Kecenderungan bagi orang
orang yang tidak kawin lebih sering berhadapan dengan penyakit, atau
karena adanya perbedaan perbedaan dalam gaya hidup yang
berhubungan secara kausal dengan penyebab penyakit penyakit tertentu.
8. Besarnya keluarga
Di dalam keluarga yang besar dan miskin, anak anak dapat menderita
oleh karena penghasilan keluarga harus degunakan oleh banyak orang.
9. Struktur keluarga
Struktu keluarga dapat mempunyai pengaruh terhadap kesakitan ( seperti
penyakit menular, dan gangguan gizi ) dan pemanfaatan pelayanan
kesehatan. Suatu keluarga besar karena besarnya tanggapan secara relative
mungkin harus tinggal berdesak desakan di dalam rumah yang luasnya
terbatas hingga memudahkan penularan penyakit menular dikalangan
anggota anggotanya; karena persediaan harus digunakan untuk anggota
keluarga yang besar maka mungkin pula tidak dapat membeli cukup
makanan yang bernilai gizi cukup atau tidak dapat memanfaatkan fasilitas
kesehatan yang tersedia, dan sebagianya.
10. Paritas
Tingkat paritas telah menarik perhatian para peneliti dalam hubungan
kesehatan si ibu maupun si anak. Dikatakan umpamanya bahwa terdapat
kecenderungan kesehatan ibu yang berparitas rendah lebih baik dari yang
berparitas tinggi, terdapat asosiasi antara tingkat paritas dan penyakit
penyakit tertentu seperti asma bronchiale, ulkus peptikum, pyloric stenosis
dan seterusnya. Tapi kesemuanya masih memerlukan penelitian lebih
lanjut.
11. Budaya/agama
Dalam beberapa hal terdapat hubungan antara kebudayaan masyarakat
atau agama dengan frekuensi penyakit tertetu, misalnya :
a. Balanitis, karsnoam penis banyak ditemukan pada orang yang tidak
melakukan sirkumsisi disertai dengan hygiene perorangan yang jelek.
b. Trisinensis jarang terdapat pada orang islam dan yahudi karena mereka
tidak memakan babi.
c. Kelainan fungsi hati jrang ditemukan pada pemeluk agama islam
Karen ajaran agama islam tidak membenarkan meminum alcohol.
12. Golongan darah ABO
Golongan darah juga dapat memengaruhi insidensi suatu penyakit,
misalnya orang orang dengan golongan darah A meningkatkan risiko
terserang karsinoma lambung, sedangkan golongan darah O lebih banyak
terkena ulkus duodeni.

3. Apakah yang dimaksud variabel waktu dalam epidemiologi ?

Jawaban:

Dalam mempelajari epidemiologi, variabel waktu sangat mempengaruhi. Melihat


panjangnya waktu dimana terjadi perubahan angka kesakitan, maka dibedakan :

Fluktuasi jangka pendek, karena angka kesakitan berlangsung beberapa


jam, hari, minggu, dan bulan.
Perubahan secara siklus dimana perubahan berulang-ulang dengan antara
beberapa hari, beberapa bulan (musiman), tahunan, beberapa tahun.
Perubahan-perubahan angka kesakitan yang berlangsung dalam periode
waktu yang panjang, bertahun-tahun atau berpuluh tahun, yang disebut
secular trends.

1. Fluktuasi jangka pendek

Pola perubahannya terlihat pada epidemi keracunan makanan (beberapa


jam), epidemi influenza (beberapa hari atau minggu), epidemi cacar (beberapa
bulan).
Fluktuasi jangka pendek atau epidemi ini memberikan petunjuk bahwa :
Penderita-penderita terserang penyakit yang sama dalam waktu bersamaan
atau hampir bersamaan.
Waktu inkubasi rata-rata pendek.

2. Perubahan-perubahan secara siklus


Perubahan secara siklus ini didapatkan pada keadaan dimana timbulnya
dan memuncaknya angka-angka kesakitan atau kematian terjadi berulang-ulang
tiap beberapa blan, tiap tahun, atau tiap beberapa tahun. Peristiwa semacam ini
dapat terjadi baik pada penyakit infeksi maupun pada penyakit bukan infeksi.
Timbulnya atau memuncaknya angka kesakitan atau kematian suatu
penyakit yang ditularkan melalui vektor secara siklus ini adalah berhubungan
dengan :
1. Ada tidaknya keadaan yang memungkinkan transmisi penyakit oleh vektor
yang bersangkutan, yakni apakah temperatur dan kelembaman
memungkinkan transmisi.
2. Adanya tempat perkembangbiakan alami dan vektor sedemikian banyak
untuk menjamin adanya kepadatan vektor yang perlu dalam transmisi.
3. Selalu adanya kerentanan dan atau
4. Adanya kegiatan-kegiatan berkala dari orang-orang yang rentan, yang
menyebabkan mereka terserang oleh vektor bornedisease tertentu.
5. Tetapnya kemampuan agen infektif untuk menimbulkan penyakit.
6. Adanya faktor-faktor lain yang belum diketahui.

3. Variasi Musim

Variasi musim ialah terulangnya perubahan frekuensi insidensi dan


prevalensi penyakit yang terjadi dalam satu tahun. Dalam mempelajari morbiditas
dan mortalitas, variasi musim merupakan salah satu hal yang sangat penting
karena siklus penyakit terjadi sesuai dengan perubahan musim dan berulang setiap
tahun.
Penyakit-penyakit yang mempunyai variasi musim antara lain: diare,
influenza, dan tifus abdominalis.

4. Variasi Random

Variasi random dapat diartikan sebagai terjadinya epidemi yang tidak


dapat diramalkan sebelumnya, misalnya epidemi yang terjadi karena adanya
bencana alam seperti banjir dan gempa bumi.

Perubahan-perubahan penyakit menurut waktu dapat menunjukkan adanya


perubahan faktor-faktor etiologis. Manfaat mengetahui penyebaran menurut
karakteristik waktu adalah untuk mengetahui:

1. Kecepatan perjalanan penyakit

Jika suatu penyakit dalam waktu yang singkat menyebar dengan pesat
menunjukkan perjalanan penyakit tersebut berlangsung dengan cepat.

2. Lama terjangkitnya suatu penyakit

Lama terjangkitnya suatu penyakit dapat diketahui dengan memanfaatkan


keterangan tentang waktu terjangkitnya penyakit dan keterangan tentang
kehilangan penyakit tersebut.

Penyebaran masalah kesehatan menurut waktu , dapat dibedakan menjadi 4


macam, yaitu:

1). Penyebaran pada suatu saat

Beberapa kondisi khusu yang ditemukan pada penyebaran penyakit pada satu saat
dibedakan menjadi 2, yaitu:

1. Point Source Epidemic


Sering disebut juga Common Source Epidemic yaitu suatu keadaan wabah yang
ditandai oleh:

Timbulnya gejala penyakit (omset penyakit) yang cepat


Masa inkubasi yang pendek
Episode penyakit merupakan peristiwa tunggal
Hilangnya penyakit dalam waktu yang cepat

Contoh: Keracunan makanan

1. Contagious Diseases Epidemic

Sering disebut juga Propagated Epidemic yaitu suatu keadaan wabah yang
ditandai oleh:

Timbulnya gejala penyakit (omset penyakit) yang pelan


Masa inkubasi yang panjang
Episode penyakit merupakan peristiwa majemuk
Waktu munculnya penyakit tidak jelas
Hilangnya penyakit dalam waktu yang lama

Contoh: Wabah penyakit menular.

2). Penyebaran pada satu kurun waktu

Sering disebut juga Clustering Menurut Waktu. Penyebaran ini dapat digunakan
untuk mencari penyebab penyakit.

3). Penyebaran Siklus

Penyebaran ini terjadi jika frekuensi suatu masalah kesehatan naik atau turun
menurut suatu siklus tertentu, misalnya menurut kalender tertentu (minggu, bulan,
tahun); menurut keadaan cuaca tertentu (musim hujan, musim panas); menurut
peristiwa tertentu (musim panen, paceklik).

Timbulnya angka kesakitan atau kematian suatu penyakit yang ditularkan melalui
vektor secara siklus ini berhubungan dengan:

1. Kondisi yang memungkinkan transmisi penyakit oleh vektor yang


bersangkutan, misalnya apakah temperatur atau kelembapan
memungkinkan transmisi.
2. Tempat perkembangbiakan alami dari vektor untuk menjamin adanya
kepadatan vektor yang perlu dalam transmisi.
3. Adanya kerentanan
4. Adanya kegiatan-kegiatan berkala dari orang-orang yang rentan yang
menyebabkan mereka terserang oleh vektor borne disease tertentu.
5. Menetapkan kemampuan agen infektif untuk menimbulkan penyakit
6. Adanya faktor-faktor lain yang belum diketahui
4). Penyebaran Sekular

Penyebaran ini terjadi jika perubahan yang terjadi berlangsung dalam waktu yang
cukup lama , misalnya lebih dari 10 tahun.

4. Apakah yang dimaksud variabel tempat dalam epidemiologi ?

Jawaban:
Pengetahuan mengenai distribusi geografis dari suatu penyakit berguna untuk
perencanaan pelayanan kesehatan dan dapat memberikan penjelasan mengenai
etiologi penyakit.

Perbandingan pola penyakit sering dilakukan antar:

1) Batas daerah-daerah pemerintahan.


2) kota dan pedesaan
3) Daerah atau tempat berdasarkan batas-batas alam (pegunungan, sungai,
laut atau padang pasir).
4) negara-negara
5) regional.

Untuk kepentingan mendapatkan pengertian tentang etikologi


penyakit.perbandingan menurut batas-batas alam lebih berguna daripada menurut
batas-batas administrasi pemerintahan. Hal-hal yang memberikan kekhususan
pola penyakit di suatu daerah dengan batas-batas alam ialah: Keadaan lingkungan
yang khusus seperti temperature, kelembaban, turun hujan, ketinggian di atas
permukaan laut, keadaan tanah, sumber air, derajat isolasiterhadap pengaruh luar
yang tergambar dalam tingkat kemajuan ekonomi, pendidikan , indusrti,
pelayanan kesehatan, bertahannya tradisi-tradisi yang merupakan hambatan-
hambatan pembangunan, factor-faktor sosial budaya yang tidak menguntungkan
kesehatan atau pengembangan kesehatan, sifat-sifat lingkungan biologis (ada
tidaknya vector penyakit menular tertentu, reservoir penyakit menular tertentu,
dan susunan genetika), dan sebagainya.

Pentingnya peranan tempat di dalam mempelajari etokologi suatu penyakit


menular dapat digambar dengan jelas pada penyelidikan suatu wabah, yang akan
diuraikan nanti.

Di dalam membicarakan perbedaan pola penyakit antara kota dan


pedesaan, factor-fator yang baru saja disebutkan di atas perlu pula diperhatikan.
Hal lain yang perlu diperhatikan selanjutnya ialah akibat migrasi ke kota atau ke
desa terhadap pola penyakit, di kota maupun di desa itu sendiri.
Migrasi antar desa tentunya dapat pula membawa akibat terhadap pola dan
penyebaran penyakit menular di desa-desa yang bersangkutan maupun desa-desa
di sekitarnya.

Peranan migrasi atau mobilitas geografis di dalam mengubah pola


penyakit di berbagai daerah menjadi lebih penting dengan makin lancarnya
perhubungan darat, udara, dan laut; lihatlah umpamanya penyakit demam
berdarah.

Pentingnya pengetahuan mengenai tempat dalam mempelajari etiologi


suatu penyakit dapat digambarkan dengan jelas para penyelidikan suatu wabah
dan pada penyelidikan-penyelidikan mengenai kaum migran. Di dalam
memperbandingkan angka kesakitan atau kematian antar daerah (tempat) perlu
diperhatikan terlebih dahulu di tiap-tiap daerah (tempat):

1) Susunan umur
2) Susunan kelamin
3) Kualitas data, dan
4) Derajat resresentatif dari data terhadap seluruh penduduk.

Walaupun telah diadakan standarisasi berdasarkan umur dan jenis


kelamin, memperbandingkan pola penyakitantar daerah di Indonesia dengan
menggunakan data yang berasal dari fasilitas-fasilitaskesehatan harus
dilaksanakan dengan hati-hati, sebab data tersebut belum tentu resresentatif dan
baik kualitasnya.

Variasi geografis pada terjadinya beberapa penyakit atau keadaan lain


mungkin berhubungan dengan satu atau lebih dari beberapa factor sebagi berikut:

1) Lingkungan fisis, kemis, biologis, sosial dan ekonomi yang berbeda-beda


dari suatu tempat ke tempat lainnya.
2) Konstitusi genetis dan etnis dari penduduk yang berbeda, bervariasi seperti
karakter demografi
3) Variasi cultural terjadi dalam kebiasaan, pekerjaan, keluarga, praktek
hygiene perorangan, dan bahkan persepsi tentang sakit dan sehat.
4) Variasi administrative termasuk factor-faktor seperti tersedianya dan
efisiensi pelayanan medis, program hygiene (sanitasi) dan lain-lain.
Banyaknya penyakit hanya berpengaruh pada daerah tertentu. Misalnya
penyakit demam kuning , kebanyakan terdapat di Amerika Latin. Disrtibusinya
disebabkan oleh adanya reservoir infeksi (manusia atau kera), vector (yaitu
Acdes aegypty), penduduk yang rentan dan keadaan iklim yang memungkinkan
suhunya agn penyebab penyakit. Daerah dimana vector dan persyaratan iklim
ditemukan, tetapi tak ada sumber infeksi, disebut "receptive area untuk demam
kuning.
Contoh-contoh penyakit lainnya yang terbatas pada daerah tertentu atau
yang frekuensinya tinggi pada daerah tertentu, misalnya Schistosomiasis di daerah
di mana terdapat vector snail atau keong (Lembah Nil, Jepang); gondok endemic
(endemic goiter) di daerah yang kekuranagan zat yodium.

5. Apakah kegunaan epidemiologi untuk kebidanan ?

Jawaban:
Untuk mengidentifikasi penyebab penyakit dan factor factor risiko terjadinya
penyakit yang bias menyerang ibu selama masa kehamilan, persalinan dan nifas (
42 hari setelah persalinan ) serta pada bayi dalam kandungan hingga dilahirkan
sampai balita dan diharapkan akan mendapat teknik pencegahannya termasuk
evaluasi program kesehatan dan program intervensinya.
KESIMPULAN

Peran epidemiologi adalah sebagai alat dan sebagai metode atau pendekatan suatu
masalah. Epidemiologi sebagai alat diartikan bahwa dalam melihat suatu masalah
selalu mempertanyakan siapa yang terkena masalah (orang), dimana penyebaran
masalah, serta kapan penyebaran masalah tersebut terjadi.

Di dalam epidemiologi mempelajari bagaimana frekuensi penyakit berubah


menurut perubahan variabel-variabel perubahan epidemologi yang terdiri dari
variabel orang (person), waktu (time), dan tempat (place).

Variabel person berkaitan dengan umur, jenis kelamin, sosial ekonomi, pekerjaan,
ras, suku bangsa, perkawinan, besarnya keluarga, dan golongan darah.

Pada variabel waktu dibahas mengenai kecepatan perjalanan penyakit, dan lama
terjangkitnya suatu penyakit.

Penyebaran masalah kesehatan menurut tempat terjadinya masalah kesehatan


berguna untuk perencanaan pelayanan kesehatan dan dapat memberikan
penjelasan mengenai etiologi penyakit.

SARAN

Dalam epidemiologi tedapat tiga variabel yaitu orang (person), waktu (time) dan
tempat (place). Sebaiknya para peneliti dan para surveilans lebih menekankan dan
menjabarkan secara rinci variabel-variabel yang ada dalam suatu masalah
sehingga data yang diperoleh lebih akurat dan rinci. Dengan mengetahui
penyebab variabel dalam suatu penyakit, akan mudah diketahui pencegahan serta
penekanan angka kesakitan dan kematian dalam penyakit tersebut.

Sumber:

Notoatmodjo, soekidjo.1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar.


Jakarta, PT Rineka CIPTA

Attaryezha, mytha. 2013. V-Behavioururldefaultvmlo

Http:// Mytha Attaryezha. Blogspot.co.id/2013/04.


Behavioururldefaultvmlo.html?m=1
TUGAS II
1. Apa saja indeks penilaian KesMas?
Jawab:
A. Latar Belakang
Sehat adalah sebuah kondisi maksimal, baik dari fisik, mental dan sosial
sehingga dapat melakukan suatu aktifitas yang menghasilkan sesuatu. Kondisi
tubuh yang sehat pada manusia dapat kita lihat dari kebugaran tubuh. Dalam
sebuah lingkungan masyarakat terkadang mengalami beberapa masalah
kesehatan, baik yang muda, tua, wanita maupun pria. Kesehatan dapat diartikan
sebuah investasi penting untuk mendukung pembangunan ekonomi serta
memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam pengukuran Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan adalah salah satu komponen utama
selain pendidikan dan pendapatan Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun
1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera
dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomi. Kondisi pembangunan kesehatan secara umum
dapat dilihat dari status kesehatan dan gizi masyarakat, yaitu angka kematian
bayi, kematian ibu melahirkan, prevalensi gizi kurang dan umur angka harapan
hidup. Angka kematian bayi menurun dari 46 (1997) menjadi 35 per 1.000
kelahiran hidup (20022003) dan angka kematian ibu melahirkan menurun dari
334 (1997) menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup (2002-2003). Umur
harapan hidup meningkat dari 65,8 tahun (1999) menjadi 66,2 tahun (2003).
Umur harapan hidup meningkat dari 65,8 tahun (Susenas 1999) menjadi 66,2
tahun (2003).Prevalensi gizi kurang (underweight) pada anak balita, telah
menurun dari 34,4 persen (1999) menjadi 27,5 persen (2004) dan Indonesia di
urutan ketiga terbanyak penderita kusta di dunia dengan jumlah penderita
18,994 orang (2012). Bila dilihat permasalahan gizi antar provinsi terlihat
sangat bervariasi yaitu terdapat 10 provinsi dengan prevalensi gizi kurang
diatas 30% dan bahkan ada yang diatas 40% yaitu di provinsi Gorontalo, NTB,
NTT dan Papua. Kasus gizi buruk umumnya menimpa penduduk miskin/tidak
mampu. Di sisi lain masalah baru gizi seperti kegemukan, terutama di wilayah
perkotaan cenderung meningkat karena perubahan gaya hidup masyarakat.
Kondisi umum kesehatan seperti dijelaskan di atas dipengaruhi oleh berbagai
faktor yaitu lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan. Sementara itu
pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain ketersediaan
dan mutu fasilitas pelayanan kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, tenaga
kesehatan, pembiayaan dan manajemen kesehatan. Fasilitas pelayanan
kesehatan dasar, yaitu Puskesmas yang diperkuat dengan Puskesmas Pembantu
dan Puskesmas keliling, telah didirikan di hampir seluruh wilayah Indonesia.
Saat ini, jumlah Puskesmas di seluruh Indonesia adalah 7.550 unit, Puskesmas
Pembantu 22.002 unit dan Puskesmas keliling 6.132 unit. Di bidang obat dan
perbekalan kesehatan telah ditetapkan standar Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB) dan jenis obat generik yang mencakup 220 obat. Penggunaan obat
generik dan obat tradisional cenderung mengalami kenaikan, dan 95 persen
kebutuhan obat nasional telah dipenuhi dalam negeri. Demikian juga dengan
vaksin dan sebagian alat-alat kesehatan. Walaupun demikian ketersediaan,
mutu, keamanan obat dan perbekalan kesehatan masih belum optimal serta
belum dapat dijangkau dengan mudah oleh masyarakat. Dalam hal tenaga
kesehatan, Indonesia mengalami kekurangan pada hampir semua jenis tenaga
kesehatan yang diperlukan. Permasalahan besar tentang SDM adalah
inefisiensi dan inefektivitas SDM dalam menanggulangi masalah kesehatan.
Dan dalam aspek manajemen pembangunan kesehatan, dengan diterapkannya
desentralisasi kesehatan, permasalahan yang dihadapi adalah kurangnya
sinkronisasi kegiatan antara Pusat dan Daerah, peningkatan kapasitas SDM
daerah terutama dalam perencanaan, peningkatan sistem informasi, terbatasnya
pemahaman terhadap peraturan perundangan serta struktur organisasi
kesehatan yang tidak konsisten.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut diatas, tulisan ini secara khusus akan membahas
permasalahan :
1) Bagaimana gambaran masalah kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia
saat ini ?
2) Bagaimana strategi paradigma kesehatan dan konsep baru tentang makna
sehat ?
3) Bagaimana mengetahui sasaran dan strategi utama pembangunan kesehatan
?

PEMBAHASAN

A. Masalah Kesehatan Masyarakat di Indonesia Dewasa ini di Indonesia terdapat


beberapa masalah kesehatan penduduk yang masih perlu mendapat perhatian
secara sungguh-sungguh dari semua pihak antara lain: anemia pada ibu hamil,
kekurangan kalori dan protein pada bayi dan anak-anak, terutama di daerah
endemic, kekurangan vitamin A pada anak, anemia pada kelompok mahasiswa,
anak-anak usia sekolah, serta bagaimana mempertahankan dan meningkatkan
cakupan imunisasi. Permasalahan tersebut harus ditangani secara sungguh-
sungguh karena dampaknya akan mempengaruhi kualitas bahan baku sumber
daya manusia Indonesia di masa yang akan datang. Perubahan masalah
kesehatan ditandai dengan terjadinya berbagai macam transisi kesehatan
berupa transisi demografi, transisi epidemiologi, transisi gizi dan transisi
perilaku. Transisi kesehatan ini pada dasarnya telah menciptakan beban ganda
(double burden) masalah kesehatan. 1. Transisi demografi, misalnya
mendorong peningkatan usia harapan hidup yang meningkatkan proporsi
kelompok usia lanjut sementara masalah bayi dan BALITA tetap
menggantung. 2. Transisi epidemiologi, menyebabkan beban ganda atas
penyakit menular yang belum pupus ditambah dengan penyakit tidak menular
yang meningkat dengan drastis. 3. Transisi gizi, ditandai dengan gizi kurang
dibarengi dengan gizi lebih. 4. Transisi perilaku, membawa masyarakat beralih
dari perilaku tradisional menjadi modern yang cenderung membawa resiko.
Masalah kesehatan tidak hanya ditandai dengan keberadaan penyakit, tetapi
gangguan kesehatan yang ditandai dengan adanya perasaan terganggu fisik,
mental dan spiritual. Gangguan pada lingkungan juga merupakan masalah
kesehatan karena dapat memberikan gangguan kesehatan atau sakit. Di negara
kita mereka yang mempunyai penyakit diperkirakan 15% sedangkan yang
merasa sehat atau tidak sakit adalah selebihnya atau 85%. Selama ini nampak
bahwa perhatian yang lebih besar ditujukan kepada mereka yang sakit.
Sedangkan mereka yang berada di antara sehat dan sakit tidak banyak
mendapat upaya promosi. Untuk itu, dalam penyusunan prioritas anggaran,
peletakan perhatian dan biaya sebesar 85 % seharusnya diberikan kepada 85%
masyarakat sehat yang perlu mendapatkan upaya promosi kesehatan. Dengan
adanya tantangan seperti tersebut di atas maka diperlukan suatu perubahan
paradigma dan konsep pembangunan kesehatan. Beberapa permasalahan dan
tantangan yang dihadapi dalam pembangunan kesehatan antara lain : 1. Masih
tingginya disparitas status kesehatan. Meskipun secara nasional kualitas
kesehatan masyarakat telah meningkat, akan tetapi disparitas status kesehatan
antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan antar perkotaan-pedesaan
masih cukup tinggi. 2. Status kesehatan penduduk miskin masih rendah. 3.
Beban ganda penyakit. Dimana pola penyakit yang diderita oleh masyarakat
adalah penyakit infeksi menular dan pada waktu yang bersamaan terjadi
peningkatan penyakit tidak menular, sehingga Indonesia menghadapi beban
ganda pada waktu yang bersamaan (double burden) 4. Kualitas, pemerataan
dan keterjangkauan pelayanan kesehatan masih rendah. 5. Terbatasnya tenaga
kesehatan dan distribusinya tidak merata. 6. Perilaku masyarakat yang kurang
mendukung pola hidup bersih dan sehat. 7. Kinerja pelayanan kesehatan yang
rendah. 8. Rendahnya kondisi kesehatan lingkungan. Masih rendahnya kondisi
kesehatan lingkungan juga berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat.
Kesehatan lingkungan merupakan kegiatan lintas sektor belum dikelola dalam
suatu sistem kesehatan kewilayahan. 9. Lemahnya dukungan peraturan
perundang-undangan, kemampuan sumber daya manusia, standarisasi,
penilaian hasil penelitian produk, pengawasan obat tradisional, kosmetik,
produk terapetik/obat, obat asli Indonesia, dan sistem informasi.

B. Strategi Paradigma Kesehatan Paradigma berkembang sebagai hasil sintesa


dalam kesadaran manusia terhadap informasi-informasi yang diperoleh baik
dari pengalaman ataupun dari penelitian. Dalam perkembangan kebijaksanaan
pembangunan kesehatan maka memasuki era reformasi untuk Indonesia baru
telah terjadi perubahan pola pikir dan konsep dasar strategis pembangunan
kesehatan dalam bentuk paradigma sehat. Sebelumnya pembangunan kesehatan
cenderung menggunakan paradigma sakit dengan menekankan upaya-upaya
pengobatan (kuratif) terhadap masyarakat Indonesia. Perubahan paradigma
kesehatan dan pengalaman kita dalam menangani masalah kesehatan di waktu
yang lalu, memaksa kita untuk melihat kembali prioritas dan penekanan
program dalam upaya meningkatkan kesehatan penduduk yang akan menjadi
pelaku utama dan mempertahankan kesinambungan pembangunan. Indonesia
menjadi sumber daya manusia sehat-produktif-kreatif, kita harus berfikir dan
agak berbeda dengan apa yang kita lakukan sekarang. Kita perlu re-orientasi
dalam strategi dan pendekatan. Pembangunan penduduk yang sehat tidak bisa
dilakukan melalui pengobatan yang sedikit saja. Perubahan paradigma dan re-
orientasi mendasar yang perlu dilakukan adalah paradigma atau konsep yang
semula menekankan pada penyembuhan penyakit berupa pengobatan dan
meringankan beban penyakit diubah ke arah upaya peningkatan kesehatan dari
sebagian besar masyarakat yang belum jatuh sakit agar bias lebih berkontribusi
dalam pembangunan.

C. Konsep Baru Tentang Makna Sehat Konsep sakit-sehat senantiasa berubah


sejalan dengan pengalaman kita tentang nilai, peran penghargaan dan
pemahaman kita terhadap kesehatan. Dimulai pada zaman keemasan Yunani
bahwa sehat itu sebagai virtue, sesuatu yang dibanggakan sedang sakit sebagai
sesuatu yang tidak bermanfaat. Filosofi yang berkembang pada saat ini adalah
filosofi Cartesian yang berorientasi pada kesehatan fisik semata-mata yang
menyatakan bahwa seseorang disebut sehat bila tidak ditemukan disfungsi alat
tubuh. Mental dan roh bukan urusan dokter-dokter melainkan urusan agama.
Setelah ditemukan kuman penyebab penyakit batasan sehat juga berubah.
Seseorang disebut sehat apabila setelah diadakan pemeriksaan secara seksama
tidak ditemukan penyebab penyakit. Di tahun lima puluhan kemudian definisi
sehat WHO mengalami perubahan seperti yang tertera dalam UU kesehatan RI
No. 23 tahun 1992 telah dimasukkan unsur hidup produktif sosial dan
ekonomi. Definisi terkini yang dianut di beberapa negara maju seperti Kanada
yang mengutamakan konsep sehat produktif. Sehat adalah sarana atau alat
untuk hidup sehari-hari secara produktif. 1. Paradigma Baru Kesehatan Setelah
tahun 1974 terjadi penemuan bermakna dalam konsep sehat serta memiliki
makna tersendiri bagi para ahli kesehatan masyarakat di dunia tahun 1994
dianggap sebagai pertanda dimulainya era kebangkitan kesehatan masyarakat
baru, karena sejak tahun 1974 terjadi diskusi intensif yang berskala nasional
dan internasional tentang karakteristik, konsep dan metode untuk
meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Setelah
deklarasi Alma HFA-Year 2000 (1976), pertemuan Mexico (1990) dan Saitama
(1991) para ahli kesehatan dan pembuat kebijakan secara bertahap beralih dari
orientasi sakit ke orientasi sehat. Perubahan tersebut antara lain disebabkan
oleh : a. Transisi epidemiologi pergeseran angka kesakitan dan kematian yang
semula disebabkan oleh penyakit infeksi ke penyakit kronis, degeneratif dan
kecelakaan. b. Batasan tentang sehat dari keadaan atau kondisi ke alat/sarana.
c. Makin jelasnya pemahaman kita tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
kesehatan penduduk. Balonde (1974) dan diperkuat oleh Hendrik L. Blum
(1974) dalam tulisannya secara jelas mengatakan bahwa status kesehatan
penduduk bukanlah hasil pelayanan medis semata-mata. Akan tetapi faktor-
faktor lain seperti lingkungan, perilaku dan genetika justru lebih menentukan
terhadap status kesehatan penduduk, dimana perubahan pemahaman dan
pengetahuan tentang determinan kesehatan tersebut, tidak diikuti dengan
perubahan kebijakan dalam upaya pelayanan kesehatan di Indonesia, seperti
membuat peraturan perundang-undangan yang penting dalam Undang-undang
kesehatan No. 23 tahun 1992 terutama yang berkaitan dengan upaya promotif
dan preventif sebagaimana tujuan program kesehatan dalam GBHN. 2. Upaya
Kesehatan Program kesehatan yang mengutamakan upaya penyembuhan
penyakit dalam jangka panjang dapat menjadi bumerang terhadap program
kesehatan itu sendiri, maka untuk menyongsong PJP-II program kesehatan
yang diperlukan adalah program kesehatan yang lebih efektif yaitu program
kesehatan yang mempunyai model-model pembinaan kesehatan (Health
Development Model) sebagai paradigma pembangunan kesehatan yang
diharapkan mampu menjawab tantangan sekaligus memenuhi PJP-II. Model ini
menekankan pada upaya kesehatan dan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a.
Mempersiapkan bahan baku sumber daya manusia yang berkualitas untuk 20-
25 tahun mendatang. b. Meningkatkan produktivitas sumber daya manusia
yang ada. c. Melindungi masyarakat luas dari pencemaran melalui upaya
promotif-preventif-protektif dengan pendekatan pro-aktif. d. Memberi
pelayanan kesehatan dasar bagi yang sakit. e. Promosi kesehatan yang
memungkinkan penduduk mencapai potensi kesehatannya secara penuh
(peningkatan vitalitas) penduduk yang tidak sakit (85%) agar lebih tahan
terhadap penyakit. f. Pencegahan penyakit melalui imunisasi : bumil (ibu
hamil), bayi, anak, dan juga melindungi masyarakat dari pencemaran. g.
Pencegahan, pengendalian, penanggulangan pencemaran lingkungan serta
perlindungan masyarakat terhadap pengaruh lingkungan buruk (melalui
perubahan perilaku) h. Penggerakan peran serta masyarakat. i. Penciptaan
lingkungan yang memungkinkan masyarakat dapat hidup dan bekerja secara
sehat. j. Pendekatan multi sektor dan inter disipliner. k. Pengembangan
kebijakan yang dapat memberi perlindungan pada kepentingan kesehatan
masyarakat luas (tidak merokok di tempat umum). l. Penyelenggaraan
pelayanan kesehatan dasar bagi yang sakit. Upaya kesehatan seperti tersebut
diatas tidak lain merupakan bentuk-bentuk pelayanan kesehatan yang
berorientasi pada upaya pencegahan. 3. Kebijakan Kesehatan Baru Perubahan
paradigma kesehatan yang kini lebih menekankan pada upaya promotif-
preventif dibandingkan dengan upaya kuratif dan rehabilitatif diharapkan
merupakan titik balik kebijakan Depkes dalam menangani kesehatan penduduk
yang berarti program kesehatan yang menitikberatkan pada pembinaan
kesehatan bangsa bukan sekedar penyembuhan penyakit. Thomas Kuha
menyatakan bahwa hampir setiap terobosan baru perlu didahului dengan
perubahan paradigma untuk merubah kebiasaan dan cara berpikir yang lama.
Upaya kesehatan di masa dating harus mampu menciptakan dan menghasilkan
SDM Indonesia yang sehat produktif sehingga obsesi upaya kesehatan harus
dapat mengantarkan setiap penduduk memiliki status kesehatan yang cukup. 4.
Konsekuensi Implikasi dari Perubahan Paradigma Perubahan paradigma
kesehatan apabila dilaksanakan dapat membawa dampak yang cukup luas. Hal
itu disebabkan karena pengorganisasian upaya kesehatan yang ada, fasilitas
pelayanan kesehatan yang ada, adalah merupakan wahana dan sarana
pendukung dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada
upaya penyembuhan penyakit, maka untuk mendukung terselenggaranya
paradigma sehat yang berorientasi pada upaya promotif-preventif proaktif,
community centered, partisipasi aktif dan pemberdayaan masyarakat, maka
semua wahana tenaga dan sarana yang ada sekarang perlu dilakukan
penyesuaian atau bahkan reformasi termasuk reformasi kegiatan dan program
di pusat penyuluhan kesehatan. 5. Indikator Kesehatan Untuk mengukur status
kesehatan penduduk yang tepat digunakan adalah indikator positif, bukan
hanya indikator negatif (sakit, mati) yang dewasa ini masih dipakai. WHO
menyarankan agar sebagai indikator kesehatan penduduk harus mengacu pada
empat hal sebagai berikut : a. Melihat ada tidaknya kelainan patosiologis pada
seseorang b. Mengukur kemampuan fisik c. Penilaian atas kesehatan sendiri d.
Indeks massa tubuh 6. Tenaga Kesehatan Peranan dokter, dokter gigi, perawat
dan bidan dalam upaya kesehatan yang menekankan penyembuhan penyakit
adalah sangat penting. Pengelolaan upaya kesehatan dan pembinaan bangsa
yang sehat memerlukan pendekatan holistic yang lebih luas, menyeluruh, dan
dilakukan terhadap masyarakat secara kolektif dan tidak individual. Tenaga
kesehatan harus mampu mengajak, memotivasi dan memberdayakan
masyarakat, mampu melibatkan kerjasama lintas sektoral, mampu mengelola
system pelayanan kesehatan yang efisien dan efektif, mampu menjadi
pemimpin, pelopor, pembinaan dan teladan hidup sehat. 7. Pemberdayaan
Masyarakat Dalam pembinaan dan pemberdayaan masyarakat yang sangat
penting adalah bagaimana mengajak dan menggairahkan masyarakat untuk
dapat tertarik dan bertanggungjawab atas kesehatan mereka sendiri dengan
memobilisasi sumber dana yang ada pada mereka. 8. Kesehatan dan Komitmen
Politik Masalah kesehatan pada dasarnya adalah masalah politik oleh karena itu
untuk memecahkan masalah kesehatan diperlukan komitmen politik. Dewasa
ini masih terasa adanya anggapan bahwa unsur kesehatan penduduk tidak
banyak berperan terhadap pembangunan sosial ekonomi. Para penentu
kebijakan banyak beranggapan sektor kesehatan lebih merupakan sektor
konsumtif ketimbang sektor produktif sebagai penyedia sumber daya manusia
yang berkualitas, sehingga apabila ada kegoncangan dalam keadaan ekonomi
negara alokasi terhadap sektor ini tidak akan meningkat.

KESIMPULAN
Paradigma sehat merupakan suatu strategi baru pembangunan kesehatan
yang memandang masalah kesehatan sebagai suatu variable kontinyu,
direncanakan dalam suatu system desentralisasi, dengan kegiatan pelayanan yang
senantiasa bersifat promotif untuk mengentaskan kesehatan masyarakat, oleh
tenaga kesehatan profesional bersama masyarakat yang partisipatif. Selain itu,
dalam paradigma sehat ini pengukuran derajat kesehatan masyarakat tidak semata-
mata dilihat dari penurunan kesakitan/kematian (dengan memakai indikator
negatif), tetapi lebih ditekankan pada pencapaian hasil peningkatan pada angka
kesehatan (indikator Positif). Nilai indikator positif ini diperoleh sebagai dampak
dari upaya kesehatan promotif yang telah dilaksanakan oleh tenaga kesehatan
professional dan didukung besarnya penempatan biaya upaya promotif yang
sesuai. Paradigma sehat mempunyai orientasi dimana upaya peningkatan
kesehatan masyarakat dititik beratkan pada : 1. Promosi kesehatan, peningkatan
vitalitas penduduk yang tidak sakit (85%) agar lebih tahan terhadap penyakit
melalui olah raga, fitness dan vitamin. 2. Pencegahan penyakit melalui imunisasi
pada ibu hamil, bayi dan anak. 3. Pencegahan pengendalian penanggulangan,
pencemaran lingkungan serta perlindungan masyarakat terhadap pengaruh buruk
(melalui perubahan perilaku). 4. Memberi pengobatan bagi penduduk yang sakit,
(15%) melalui pelayanan medis. Paradigma sehat merupakan strategi
pembangunan kesehatan untuk semua sehat di tahun 2010, dimana mengarah
kepada mempertahankan kondisi sehat dan tidak sakit dan produktif yang dikenal
dengan upaya promotif dan preventif ketimbang upaya kuratif yang hanya
menekankan pada upaya penanganan orang-orang sakit.
Indeks fertilitas merupakan hasil reproduksi yang nyata dari seorang atau
sekelompok perempuan. Menyangkut banyaknya bayi dilahirkan hidup.
indeks morbiditas mengacu pada angka kesakitan yaitu ; jumlah orang yang sakit
dibandingkan dengan populasi tertentu yang sering kali merupakan kelompok
yang sehat atau kelompok yang beresiko.
Di dalam Epidemiologi, Ukuran Utama Morbiditas adalah Angka Insidensi
& Prevalensi dan berbagai Ukuran Turunan dari kedua indikator tersebut. Setiap
kejadian penyakit, kondisi gangguan atau kesakitan dapat diukur dengan Angka
Insidensi dan Angka Prevalensi.
a. Angka insidensi
Batasan untuk angka insidensi ialah proporsi kelompok individu yang
terdapat dalam penduduk suatu wilayah atau Negara yang semula tidak sakit
dan menjadi sakit dalam kurun waktu tertentu dan pembimbing pada
proporsi tersebut adalah kasus baru.
b. Angka prevalensi adalah gambaran tentang frekwensi penderita lama
dan baru yang ditemukan pada suatu jangka waktu tertentu di sekelompok
masyarakat tertentu. Pada perhitungan angka Prevalensi, digunakan jumlah
seluruh penduduk tanpa memperhitungkan orang/penduduk yang Kebal atau
Pendeuduk dengan Resiko (Population at Risk)
Mortalitas merupakan istilah epidemiologi dan data statistik vital untuk
Kematian. Dikalangan masyarakat kita, ada 3 hal umum yang menyebabkan
kematian, yaitu :
a) Degenerasi Organ Vital & Kondisi terkait,
b) Status penyakit,
c) Kematian akibat Lingkungan atau Masyarakat ( Bunuh diri, Kecelakaan,
Pembunuhan, Bencana Alam, dsb.)
Macam macam / Jenis Angka Kematian (Mortality Rate/Mortality Ratio) dalam
Epidemiologi antara lain :
1. Angka Kematian Kasar ( Crude Death Rate )
2. Angka Kematian Perinatal ( Perinatal Mortality Rate )
3. Angka Kematian Bayi Baru Lahir ( Neonatal Mortality Rate )
4. Angka Kematian Bayi ( Infant Mortalaity Rate )
5. Angka Kematian Balita ( Under Five Mortalaty Rate )
6. Angka Kematian Pasca-Neonatal (Postneonatal Mortality Rate)
7. Angka Lahir Mati / Angka Kematian Janin(Fetal Death Rate )
8. Angka Kematian Ibu ( Maternal Mortality Rate )
9. Angka Kematian Spesifik Menurut Umur (Age Specific Death Rate)
10. Cause Spesific Mortality Rate ( CSMR )
11. Case Fatality rate ( CFR )

Sumber:
http://learnmine.blogspot.co.id/2014/10/makalah-tentang-masalah-kesehatan.html

TUGAS III
1. Apa yang dimaksud dengan PWS KIA?
Jawab:
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Berdasarkan AKI dan AKB di indonesia masih tinggi hal ini disebabkan oleh
kematian persalinan yang diantaranya perdarahan 40 %, infeksi 30%, toksemia 20
%. Untuk mengatasi masalah tersebut pelayanan KIA dituntut meningkat baik
jangkauan maupun mutunya. Dalam pelaksanaannya pelayanan KIA perlu di
pantau terus menerus untuk mengetahui gambaran tentang kelompok mana yang
dalam wilayah yang paling rawan. Dengan diketahuinya lokasi rawan kesehatan
ibu dan anak tersebut, maka desa tersebut dapat lebih diperhatikan dan dicarikan
pemecahan masalahnya.untuk memantau dan memecahkan masalah tersebut maka
cakupan pelayanan KIA dikembangkan sistem PWS-KIA.

B. Rumusan masalah

Jelaskan apa yang dimaksud dengan PWS KIA ?

C. Tujuan

Mengetahui apa yang dimaksud dengan PWS KIA.

D. Tujuan umum

Meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA diwilayah kerja Puskesmas,


melalui pemantauan cakupan pelayanan KIA di tiap desa secara terus menerus.
E. Tujuan khusus

Memantau cakupan pelayanan KIA secaraterus menerus untuk tiap desa

Menilai kesenjangan antara target dan pencapaian sebenarnya untuk tiap desa

Menentukan urutan desa prioritas yang akan ditangani berdasarkan besarnya


kesenjangan

Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan sumber daya yang tersedia.

Membangkitkan peran pamong setempat dalam penggerakan sasaran dan


mobilisasi sumberdaya
BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian PWS-KIA

Pemantauan Wilayah Setempat KIA (PWS-KIA) adalah alat manajemen


program KIA untuk memantau cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah
(Puskesmas/Kecamatan) secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut
yang cepat dan tepat terhadap desa yang cakupan KIA-nya rendah

Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA)


adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA disuatu
wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat
dan tepat. Program KIA yang dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu
bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi
baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan balita. Dengan
manajemen PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat menjangkau seluruh
sasaran di suatu wilayah kerja sehingga kasus dengan risiko/komplikasi kebidanan
dapat ditemukan sedini mungkin untuk dapat memperoleh penanganan yang
memadai.

Penyajian PWS KIA juga dapat dipakai sebagai alat motivasi, informasi
dan komunikasi kepada sektor terkait, khususnya aparat setempat yang berperan
dalam pendataan dan penggerakan sasaran maupun membantu dalam
memecahkan masalah non teknis misalnya: bumil KEK, rujukan kasus dengan
risiko. Pelaksanaan PWS KIA baru berarti bila dilengkapi dengan tindak lanjut
berupa perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan KIA. PWS KIA dikembangkan
untuk intensifikasi manajemen program. Walaupun demikian, hasil
rekapitulasinya di tingkat puskesmas dan kabupaten dapat dipakai untuk
menentukan puskesmas dan desa/kelurahan yang rawan. Demikian pula
rekapitulasi PWS KIA di tingkat propinsi dapat dipakai untuk menentukan
kabupaten yang rawan.

Indikator Pemantauan PWS KIA


Indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS-KIA meliputi
indikator yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam program
KIA.Ditetapkan 6 indikator PWS-KIA yaitu :

1. Akses pelayanan antenatal ( cakupan K1 )


Indikator akses ini digunakan untuk mengetahui jangkauan pelayanan
antenatal serta,kemampuan program dalam menggerakan masyarakat RUMUS:
Jumlah kunjungan baru (K1) ibu hamil x 100%
Jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun

2. Cakupan ibu hamil ( Cakupan K4 )


Dengan indikator ini dapat diketahui cakupan pelayanan antenatal secara
lengkap
RUMUS:
Jumlah kunjungan ibu hamil (K4) x 100%
Jumlah sasaran ibu hamil dalam satu tahun

3.Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan


Dengan indikator ini dapat diperkirakan proporsi persalinan yang ditangani
oleh tenaga kesehatan, dan ini menggambarkan kemampuan manajemen program
KIA dalam pertolongan persalinan secara professional
RUMUS:
Jumlah persalinan oleh tenakes x 100%
Jumlah seluruh sasaran persalinan dalam satu tahun

4. Deteksi ibu hamil beresiko oleh masyarakat


Dengan indikator ini dapat diukur tingkat kemampuan dan peran serta
masyarakat dalam melakukan deteksi ibu hamil yang beresiko dalam satu wilayah
RUMUS:
Bayi /kader ke tenakes x 100%
Jumlah seluruh sasaran ibu hamil dalam satu tahun

5. Deteksi ibu hamil beresiko oleh tenaga kesehatan


Dengan indikator ini dapat diperkirakan besarnya masalah yang dihadapi oleh
program KIA dan harus ditindak lanjuti dengan intervensi secara intensif
RUMUS:
Jumlah Ibu hamil beresiko yang ditemukan oleh tenakes
dan atau dirujuk oleh dukun bayi dan kader x 100%
Jumlah seluruh sasaran ibu hamil dalam satu tahun
6. Cakupan pelayanan neonatal oleh tenaga kesehatan
Dengan indikator ini dapat diketahui jangkauan dan kualitas pelayanan
kesehatan neonatal .
RUMUS:
Jumlah kunjungan neonatal yang mendapat Pelayanan
kesehatan minimal dua kali oleh tenakes x 100%
Jumlah seluruh sasaran bayi dalam satu tahun
Keenam indikator ini merupakan indikator yang digunakan oleh para
pengelola program KIA, sehingga disesuaikan dengan kebutuhan program.
Karena itu disebut indikator pemantauan teknik

Prinsip Pengelolaan PWS KIA


Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan
jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan
pelayanan KIA dewasa ini diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut:

1. Peningkatan pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh ibu hamil di


semua fasilitas kesehatan.
2. Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten
diarahkan ke fasilitas kesehatan.
3. Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai standar di semua fasilitas
kesehatan.
4. Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di semua fasilitas
kesehatan ataupun melalui kunjungan rumah.
5. Peningkatan deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus
oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat.
6. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus secara adekuat
dan pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.
7. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai standar di semua
fasilitas kesehatan.
8. Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai standar di
semua fasilitas kesehatan.
9. Peningkatan pelayanan KB sesuai standar.

Pelayanan ANC

Standart minimal 5 T:

Timbang berat badan ukur tinggi badan

(Ukur) Tekanan darah

(Pemberian Imunisasi) Tetanus toksoid (TT) lengkap

(Ukur) Tinggi fundus uteri

(Pemberian) Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan

Frekuensi ANC

Minimal 1 kali pada triwulan pertama

Minimal 1 kali pada triwulan kedua

Minimal 2 kali pada triwulan ketiga

Pertolongan Persalinan

Oleh tenaga profesional: Dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan

Memenuhi standart minimal 3 bersih: bersih tangan penolong, bersih alat


pemotong tali pusat, bersih tempat ibu berbaring

Prinsip persalinan: steril, sesuai SOP, merujuk kasus yang tidak mampu ditangani

Strategi Making Pregnancy Safer ( MPS )

Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih

Setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat

Setiap wanita usia subur ( WUS ) mempunyai akses terhadap pencegahan


kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran

Menangani kematian akibat terlambat

Terlambat mengenali bahaya resiko tinggi


Terlambat mengambil keputusan dalam keluarga

Terlambat memperoleh transportasi / rujukan

Terlambat memperoleh penanganan GDON (Gawat Darurat Obstetri Neonatal)


secara memadai

DDRT bumil (deteksi dini risiko tinggi ibu hamil)

Primigravida < 20 tahun atau > 35 tahun

Anak > 4

Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang < 2 tahun Tinggi badan < 145
cm Berat badan < 38 kg atau Lila < 23,5 cm. Riwayat keluarga: DM, HT, cacat
kongenital Kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan tulang belakang atau
panggul RISTI BUMIL Hb kurang dari 8 gr. % Tekanan darah tinggi (sistole >
140 mmHg, diastole > 90 mmHg).

Oedema yang nyata

Eklampsia

Perdarahan per vaginam

Ketuban pecah dini

Letak lintang pada usia kehamilan lebih dari 32 minggu

Letak sungsang pada primigravida

Infeksi berat / sepsis

Persalinan prematur

Kehamilan ganda

Janin yang besar

Penyakit kronis ibu : jantung, paru, ginjal, dll.

Riwayat obstetri buruk, riwayat bedah sesar dan komplikasi kehamilan.

DDRT neonatal

BBLR ( berat lahir kurang dari 2500 gram )

Bayi dengan tetanus neonaturum

Bayi baru lahir dengan asfiksia


Bayi dengan ikterus neonaturum (ikterus > 10 hari setelah lahir )

Bayi baru lahir dengan sepsis

Bayi lahir dengan berat > 4000 gram

Bayi preterm dan post term

Bayi lahir dengan cacat bawaan sedang

Bayi lahir dengan persalinan dengan tindakan

Grafik PWS-KIA

Grafik cakupan K1

Grafik cakupan K4

Grafik cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan

Grafik penjaringan ibu hamil beresiko oleh masyarakat

Grafik penjaringan ibu hamil beresiko oleh tenaga kesehatan

Grafik cakupan neoantal oleh tenaga kesehatan

Cara membuat grafik

Menentukan target rata2 per bulan untuk menggambarkan skala pada garis
vertikal (sumbu Y), caranya target 1 tahun/12

Hasil perhitungan cakupan kumulatif, dimasukan kedalam lajur % kumulatif


secara berurutan sesuai peringkat (tertinggi sebalah kiri)

Nama desa ditulis pada lajur desa, menyesuaikan lajur kumulatif

Hasil perhitungan bulan ini dan bulan lalu untuk tiap desa dimasukan ke lajur
masing2

Gambar anak panah untuk mengisi lajur trend,

Bila bulan ini lebih tinggi dari bulan lalu maka trend naik ()

Bila bulan ini lebih rendah dari bulan lalu maka trend turun ()

Bila bulan ini sama dari bulan lalu maka trend tetap ()

Rencana tindak lanjut


Bagi desa yang berstatus baik atau cukup, pola penyelenggaraan pelayanan KIA
perlu dilanjutkan, dengan beberapa penyesuaian tertentu sesuai kebutuhan

Desa berstatus kurang, yang terutama berstatus jelek perlu diprioritaskan untuk
pembinaan selanjutnya. Perlu dilakukan analisis lebih dalam serta dicari penyebab
rendahnya cakupan, sehingga dapat diupayakan cara penanganan masalah secara
spesifik

Intervensi kegiatan yang bersifat teknis (termasuk logistik) harus dibicarakan


dalam minilokakarya puskesmas dan rapat dinas kesehatan kabupaten

Intervensi kegiatan non teknis (motivasi, penggerakan sasaran, mobilisasi


sumberdaya) harus dibicarakan pada rapat koordinasi kecamatan

Cara pengisian kohort ibu

NO URUT NO INDEK NAMA IBU SUAMI ALAMAT RT/RW

1 2 3 4 5

Kolom 1: diisi nomor urut

Kolom 2: diisi nomor indek dari Family Folder SP2TP

Kolom 3: diisi nama ibu hamil

Kolom 4: diisi suami ibu hamil

Kolom 5: diisi alamat ibu hamil

UMUR IBU KEHAMILAN

<20 20-35 >35 0-12 mg 13-24 >24

6 7 8 9 10 11

6, 7, 8: diisi umur ibu hamil yang sebenarnya dengan angka, misalnya umur 23
tahun diisikan pada kolom 7

9, 10, 11: diisi umur kehamilan ibu pada kunjungan pertama dengan angka,
misalnya 20 minggu diisikan pada kolom 10

HAMIL KE BB TIII <45 Kg TB <145 cm Hb <8 g% TENSI 160/95

1 2-4 5

12 13 14 15 16 17 18
12, 13, 14: diisi jumlah kehamilan yg pernah dialami oleh ibu yg bersangkutan,
misalnya kehamilan ke 4, diisikan angka 4 pada kolom 13 15: diisi tanggal
ditemukan ibu dengan BB kurang dari 45 Kg pada trimester III 16: diisi tanda ()
bila TB ibu < 145 cm 17: diisi tanggal ditemukan ibu hamil dengan Hb < 8 gr%
18: diisi tanggal ditemukan ibu hamil dengan tekanan darah 160/95 mmHg

PENDETEKSI FAK. RISK JARAK KEHAMILAN IMUNISASI

K NK <2TH >2TH TT 1 TT 2 TTU

19 20 21 22 23 24 25

19, 20: diisi tanggal ditemukan ibu hamil dengan risiko tinggi, NK = non
kesehatan, K = kesehatan

21, 22: diisi tanda () bila jarak kehamilan <2tahun atau >2 tahun

23, 24, 25: diisi tanggal ibu hamil mendapat imunisasi TT 1, TT 2 atau TT ulang

Kunjungan ibu

J F M A M J J A S O N D J F M A M J J
A S O N D

26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
45 46 47 48 49

26-49: diisi tanggal pada bulan yang sesuai dengan kunjungan ibu hamil dan
kode:

O Untuk K 1

# Untuk K 4

* Untuk persalinan

+ Untuk kematian ibu

Contoh: K4 pada tanggal 21 januari, ditulis 21 # pada kolom 26 dan 38

PENOLONG PERSALINAN KELAHIRAN IBU MENYUSUI


KET

LM LH

TK DT DTT <2500 2500 <42 hr 42 hr -2 th

50 51 52 53 54 55 56 57
50,51,52: diisi tanda () sesuai penolong persalinan; TK = tenaga kesehatan, DT =
dukun terlatih, DTT = dukun tidak terlatih

53,54: diisi tanggal kelahiran, LM = lahir mati, LH = lahir hidup

55; diisi tanda lidi setiap kali kunjungan, selama masa nifas (diharapkan 2 kali
kunjungan)

56: diisi tanda lidi setiap kali kunjungan, selama periode pasca nifas sampai 2
tahun (diharapkan 4 kali kunjungan setiap tahun)

57: diisi hal lain yang dianggap penting untuk ibu hamil yang bersangkutan

cara pengisian kohort bayi

NO URUT NO INDEK NAMA BAYI TGL LAHIR NAMA ORTU


ALAMAT

1 2 3 4 5 6

1: diisi no urut

2: diisi nomer indeks dari Family Folder SP2TP

3-6: cukup jelas

L/P BBL KUNJUNGANNEONATAL POST


NEONATAL

0-7 Hr 8 Hr-1 Bl

7 8 9 10 11

7: diisi sesuai jenis kelamin, L = laki, P = Perempuan

8: diisi angka dalam gram BB bayi yang baru lahir (BBL)

9, 10, 11: diisi tanggal kunjungan tenaga kesehatan yang memeriksa bayi tsb, dan
ditulis AE1 (ASI Eksklusif bulan pertama)

Hasil Penimbangan

J F M A M J J A S O N D

12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23

12 23: diisi tanggal dan kode BB bayi yang ditimbang; N = naik, T = turun, R =
bawah garis titik-titik (BGT), # = bawah garis merah (BGM)
Kolom 12, 13, 14, 15, 16: berturut turut ditulis AE 2, AE 3, AE 4, AE 5, AE 6 (
ASI Eksklusif ke 1,2,3,4,5,6)

Imunisasi

BCG DPT1/P1 DPT2/P2 DPT3/P3 CAMPAK

24 25 26 27 28

24 28: diisi tanggal bayi mendapat imunisasi

MENINGGAL KET.TGL TETANUS ISPA DIARE


LAIN2

29 30 31 32 33
34

29: diisi tanggal bayi ditemukan meninggal

30 32: diisi tanda () sesuai dengan penyebab kematian bayi tersebut

33: diisi diagnose penyakit penyebab kematian bayi selain, tetanus, ISPA dan
diare

34: diisi hal lain yang dianggap penting untuk bayi yang bersangkutan
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA)


adalah alat manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA disuatu
wilayah kerja secara terus menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat
dan tepat. Program KIA yang dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu
bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi
baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan balita.

Tujuan PWS-KIA adalah Meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan


KIA di wilayah kerja puskesmas, melalui pemantauan cakupan pelayanan KIA di
tiap desa secara terus menerus.

Indikator pemantauan program KIA yang dipakai untuk PWS-KIA


meliputi indikator yang dapat menggambarkan keadaan kegiatan pokok dalam
program KIA.Ditetapkan 6 indikator PWS-KIA yaitu;
1. Akses pelayanan antenatal ( cakupan K1 )
2. Cakupan ibu hamil ( Cakupan K4 )
3. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan
4. Deteksi ibu hamil beresiko oleh masyarakat
5. Deteksi ibu hamil beresiko oleh tenaga kesehatan
6. Cakupan pelayanan neonatal oleh tenaga kesehatan

B. SARAN

Dengan membaca makalah ini diharapkan kepada petugas pelayanan


kesehatan agar dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di
komunitas sesuai dengan kebutuhan masyarakat agar dapat terpenuhi dengan
baik.

Sumber:
http://dr-suparyanto.blogspot.co.id/2009/11/pws-kia.html

Anda mungkin juga menyukai