Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Epidemiologi berasal dari bahasa yunani, yaitu epi yang berarti “permukaan, diatas, menimpa
atau tentang”, Demos yang berarti “orang, populasi, penduduk, manusia “ serta ologi yang berarti
“ilmu tentang”. Secara etiomologis, epidemiologi berarti ilmu mengenai kejadian yang menimpa
penduduk. Epidemiologi lahir berdasarkan dua asumsi dasar. Pertama, penyakit pada populasi
manusia tidak terjadi dan tersebar begitu saja tanpa acak. Kedua, penyakit pada manusia
sesungguhnya mempunyai factor penyebab dan factor preventif yang dapat diidentifikasi melalui
penelitian sistematik pada berbagai populasi, tempat, dan waktu. Berdasarkan asumsi tersebut,
epidemiologi dapat ddefinisikan sebagai “ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan-
determinan frekuensi penyakit dan status kesehatan pada populasi manusia”. Definisi tersebut
mengisyaratkan bahwa epidemiologi pada dasarnya merupakan ilmu empiric kuantitatif, yang
banyak melibatkan pengamatan dan pengukuran yang sistematik tentang frekuensi penyakit dan
sejumlah faktor-faktor yang dipelajari hubungannya dengan penyakit. Tujuan akhir riset
epidemiologi yaitu mencegah kejadian penyakit, mengurangi dampak penyakit dan meningkatkan
status kesehatan manusia. Sasaran epidemiologi adalah populasi manusia, bukan individu. Ciri-ciri
ini yang membedakan epidemiologi dari ilmu kedokteran klinik dan ilmu-ilmu biomedik, yang lebih
memusatkan perhatiannya kepada individu, jaringan, atau organ.
Epidemiologi berguna untuk mengkaji dan menjelaskan dampak dari tindakan pengendalian
kesehatan masyarakat, program pencegahan, intervensi klinis dan pelayanan kesehatan terhadap
penyakit atau mengkaji dan menjelaskan faktor lain yang berdampak pada status kesehatan
penduduk. Epidemiologi penyakit juga dapat menyatakan deskripsi keberadaannya di dalam
populasi dan faktor-faktor yang mengendalikan ada atau tidaknya penyakit tersebut.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa yang dimaksudkan dengan epidemiologi?
2. Apa saja metode yang digunakan dalam epidemiologi?
3. Pengukuran apa sajakah yang digunakan dalam epidemiologi?
4. Bagaimana riwayat timbulnya penyakit?
5. Bagaimana konsep sehat-sakit?
6. Bagaimana pencegahan dan pemberantasan penyakit menular?
7. Apa itu imunisasi?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian epidemiologi
2. Mengetahui metode epidemiologi
3. Mengetahui pengkuran epidemiologi
4. Mengetahui riwayat timbulnya penyakit
5. Mengetahui konsep sehat-sakit
6. Mengetahui pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
7. Mengetahui tentang imunisasi

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Epidemiologi


1. Epidemiologi berasal dari kata ‘’epi’’ (upon,bahasa inggris)yang berarti “keadaan yang
dapat menentukan berbagai macam kejadian mengenai variasi dan distribusi dari
kesehatan, penyakit ,ketidakmampuan badan (disability), dan faktor-faktor lainnya”;dan
“demi “berasal dari kata “demos” (bahasa latin),yang berarti “rakyat”,serta “logi” berasal
dari “logos”(bahasa latin),yang berarti “pengetahuan”.
2. Stedman’s Medical Dictionary (1957) mengatakan bahwa epidemiologi adalah suatu
pengetahuan tentang epidemi (wadah)dan penyakit-penyakit epidemi.
3. Greenwood (1935) ,menyebutkan bahwa epidemiologi adalah suatu ilmu yang
mempelajari tentang penyakit,tiap penyakit sebagai mass phenomenon (peristiwa dalam
masyarakat).
4. Maxcy Dalam Dorland’s Illustrated Medical Dictionary And His Textbook,menyebutkan
bahwa epidemiologi adalah suatu lapangan ilmu pengetahuan kedokteran (medis)yang
meliputi hubungan dari berbagai faktor dan kondisi yang dapat menetukan frekuensi dan
distribusi suatu proses infeksi dari suatu penyakit atau pernyataan dari seseorang yang
sakit didalam suatu masyarakat atau suatu lingkungan. akibat buruk dari penyakit ini
dipelajari dan diadakan tindakan yang efektif dalam hal pencegahan (termasuk
pengontrolan/pengawasan),atau menghilangkan sama sekali unsure penyakit didalm
masyarakat (eradication).
5. Definisi umum dari epidemiologi adalah suatu bagian dari ilmu kedokteran yang
mempelajari dan menyelidiki keadaan penyakit secara alamiah pada manusia dan
lingkungannya.
Adapun satu pedoman yang dapat kita pakai sebagai pedoman dalam mempelajari epidemiologi ,
yang disusun oleh Prof.H.R Leavell dan G. Clark sebagai berikut : epidemiologi adalah ilmu
pengetahuan tentang penyebaran penyakit apapun juga dalam masyarakat dengan akibat-
akibatnya seperti kematian,cacat dan kesembuhan.juga tentang faktor-faktor yang
mempengaruhinya,seperti penyebab penyakit,penjamu dan lingkungan hidup.
Jadi dapat disimpulkan, Epidemiologi itu adalah suatu pengetahuan yang mempelajari dan usaha-
usaha untuk mengadakan tindakan terhadap penyakit infeksi atau penyakit lainnya yang banyak
terdapat dalam masyarakat dan hubungannya dengan sifat-sifat khas dari suatu penyakit dan hal-
hal yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat.
Pada mulanya epidemiologi diartikan sebagai studi tentang epidemic. Hal ini berarti bahwa
epidemiologi hanya mempelajari penyakit-penyakit menular saja tetapi dalam perkembangan
selanjutnya epidemiologi juga mempelajari penyakit-penyakit non infeksi. Sehingga dewasa ini
epidemiologi dapat diartikan sebagai studi tentang penyebaran penyakit pada manusia di dalam
konteks lingkungannya,mencakup juga studi tentang pola-pola penyakit serta pencarian
determinan-determinan penyakit tersebut,dapat disimpulkan bahwa epidemiologi adalah ilmu
yang mempelajari tentang penyebaran penyakit serta determinan-determinan yang
mempengaruhi penyaki tersebut.

2.2 Metode epidemiologi


Di dalam epidemiologi terdapat dua tipe pokok pendekatan atau metode, yakni:
1. Epidemiologi Deskriptif

2
Dalam epidemiologi deskriptif dipelajari bagaimana frekuensi penyakit
berubah menurut perubahan variabel-variabel epidemiologi yang terdiri dari
orang (person), tempat (place), dan waktu (time).
a. Orang (person)
Pada kali ini akan membahas mengenai peranan:
1) Umur
Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan dalam
penyelidikan epidemiologi. Angka-angka kesakitan maupun
kematian didalam hampir semua keadaan menunjukan
hubungan dengan umur. Dengan cara ini dapat membaca
dengan mudah dan melihat pola kesakitan atau kematian
menurut golongan umur. Persoalan yang dihadapi adalah
apakah umur yang dilaporkan tepat, apakah panjang interval
didalam pengelompokkan cukup untuk tidak
menyembunyikan peranan umur pada pola kesakitan atau
kematian, dan apakah pengelompokkan umur dapat
dibandingkan dengan pengelompokkan umur pada penelitian
orang lain.Di dalam mendapatkan laporan umur yang tepat
pada masyarakat pedesaan yang kebanyakan masih buta
huruf hendaknya memanfaatkan sumber informasi seperti
catatan petugas agama, guru, lurah, dan sebagainya. Hal ini
tentu tidak menjadi soal yang berat dikala mengumpulkan
keterangan umur bagi mereka yang telah bersekolah. Untuk
keperluan perbandingan makan WHO menganjurkan
pembagian-pembagian umur sebagai berikut :
 Menurut tingkat kedewasaan, yaitu:
 0 – 14 tahun : bayi dan anak
anak
 15 – 49 tahun : orang muda dan
dewasa
 50 tahun ke atas : orang tua
 Interval 5 tahun:
 Kurang dari 1 tahun,
 1 – 4 tahun,
 5 – 9 tahun,
 10 – 14 tahun, dan sebagainya.
 Untuk mempelajari penyakit anak:
 0 – 4 bulan
 5 – 10 bulan
 11 – 23 bulan
 2 – 4 tahun
 5 – 9 tahun
 9 – 14 tahun

2) Jenis kelamin
Angka-angka dari luar negeri menunjukkan bahwa
angka kesakitan lebih tinggi di kalangan wanita, sedangkan
angka kematian lebih tinggi dikalangan pria pada semua

3
golongan umur. Perbedaan angka kematian ini, dapat
disebabkan oleh faktor-faktor instrinsik, yaitu:
1) Pertama, diduga meliputi faktor keturunan yang
terkait dengan jenis kelamin, atau perbedaan
hormonal.
2) Kedua, diduga karena berperan nya faktor-faktor
lingkungan (lebih banyak pria merokok, minum-
minuman keras, candu, bekerja berat, berhadapan
dengan pekerjaan-pekerjaan berbahaya, dan
seterusnya.)
Sebab – sebab adanya angka kematian yang lebih
tinggi dikalangan wanita, di Amerika Serikat
dihubungkan dengan kemungkinan bahwa wanita
lebih bebas untuk mencari perawatan. Di Indonesia
keadaan tersebut belum diketahui. Teradpat indikasi
bahwa kecuali untuk beberapa penyakit alat kelamin,
angka kematian untuk berbagai penyakit lebih tinggi
pada kalangan pria.
3) Kelas Sosial
Sosial adalah variabel yang sering dilihat hubungan
nya dengan angka kesakitan atau angka kematian, variabel ini
menggambarkan tingkat kehidupan seseorang. Kelas sosial ini
ditentukan oleh unsur-unsur seperti pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, dan banyak contoh ditentukan pula tempat
tinggal. Hal-hal ini dapat mempengaruhi berbagai aspek
kehidupan termasuk pemeliharaan kesehatan maka tidak
heran bila kita melihat perbedaan-perbedaan dalam rangka
kesakitan atau kematian antara berbagai kelas sosial.
Masalah yang dihadapi di lapangan ialah bagaimana
mendapatkan indikator tunggal bagi kelas sosial. Di Inggris,
penggolongan kelas sosial ini didasarkan pada jenis pekerjaan
seseorang :
1. Profeesional
2. Tenaga terampil
3. Tenaga setengah terampil
4. Tidak mempunyai keterampilan
Di Indonesia, penggolongan seperti ini sulit oleh karena jenis
pekerjaan tidak memberi jaminan dalam penghasilan.
Hubungan antara kelas sosial dan angka kesakitan atau
kematian kita dapat mempelajari dalam hubungan dengan
umur dan kelamin.

4) Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan dapat berperan di dalam timbulnya
penyakit melalui beberapa faktor, yakni:
a) Adanya faktor-faktor lingkungan yang langsung dapat
menimbulkan kesakitan seperti bahan-bahan kimia,
gas beracun, radiasi, benda fisik yang dapat
menimbulkan kecelakaan, dan sebagainya.

4
b) Situasi pekerjaan yang penuh dengan stress (yang
telah dikenal sebagai faktor yang berperan pada
timbulnya hipertensi, dan ulcus lambung)
c) Ada tidaknya ‘aktifitas fisik’ di dalam pekerjaan; di
Amerika Serikat ditunjukkan bahwa penyakit jantung
koroner sering ditemukan di kalangan mereka yang
mempunyai pekerjaan di mana kurang adanya
‘aktifitas fisik’.
d) Karena berkerumuman dalam satu tempat yang
relatif sempit maka dapat terjadi proses penularan
penyakit antara para pekerja.
e) Penyakit karena cacing tambang telah lama diketahui
terkait dengan pekerjaan di tambang.
Penelitian mengenai hubungan jenis pekerjaan dan pola
kesakitan banyak dikerjakan di Indonesia terutama pola
penyakit kronis, misalnya penyakit jantung, tekanan darah
tinggi dan kanker. Jenis pekerjaan apa saja yang hendak
dipelajari hubungannya dengan suatu penyakit dapat pula
memperhitungkan pengaruh variabel umur dan kelamin.

5) Pendidikan
Tingkat pendidikan dengan penyebaran penyakit dan
kematian. Kelompok masyarakat yang berpendidikan tinggi
cenderung lebih mengetahui cara-cara mencengah penyakit.

6) Penghasilan
Seseorang kurang memanfaatkan pelayangan
kesehatan yang ada mungkin karena tidak mempunyai cukup
uang untuk membeli obat, membayar transpor, dan
sebagainya.

7) Golongan etnik
Berbagai golongan etnik dapat berbeda di dalam
kebiasaan makan, susunan genetika, gaya hidup, dan
sebagainya yang dapat mengakibatkan perbedaan di dalam
angka kesakitan atu kematian.
Dalam membadingkan angka kesakitan atau
kematian suatu penyakit antargolongan etnik hendaknya
diingat kedua golongan itu harus distandardisaksikan
menurut susunan umur dan kelamin ataupun faktor-faktor
lain yang dianggap mempengaruhi angka kematian dan
kematian itu. Penelitian pada golongan etnik dapat
memberikan keterangan mengenai pengaruh lingkungan
terhadap timbulnya suatu penyakit. Contoh yang klasik dalam
hal ini ialah penelitian mengenai angka kesakitan kanker
lambung. Dalam penelitian mengenai penyakit ini di kalangan
penduduk asli Jepang dan keturunan Jepang di Amerika
Serikat, ternyata bahwa penyakit ini menjadi kurang prevalen
di kalangan turunan Jepang di Amerika Serikat. Ini

5
menunjukkan bahwa peranan lingkungan penting di dalam
etiologi kanker lambung.

8) Status Pernikahan
Dari penelitian telah ditunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara angka kesakitan maupun kematian dengan
status nikah, tidak nikah, cerai, dan janda; angka kematian
karena penyakit-penyakit tertentu maupun kematian karena
semua sebab makin meninggi dalam urutan tertentu.
Diduga bahwa sebab-sebab angka kematian lebih
tinggi pada orang yang tidak menikah dibandingkan dengan
yang menikah ialah karena ada kecenderungan orang-orang
yang tidak menikah lebih sering berhadapan dengan
penuyakit atau karena adanya perbedaan dalam gaya hidup
yang berhubungan secara kausal dengan penyebab penyakit
tertentu.

9) Besarnya Keluarga
Di dalam keluarga besar dan miskin, anak-anak dapat
menderita kekurangan gizi karena penghasilan keluarga harus
digunakan oleh banyak orang.
10) Struktur Keluarga
Struktur keluarga dapat mempunyai pengaruh
terhadap kesakitan (penyakit menular dan gangguan gizi) dan
pemanfaatan pelayanan kesehatan. Suatu keluarga besar
karena besarnya tanggungan secara relatif mungkin harus
tinggal berdesak-desakan di dalam rumah yang luasnya
terbatas. Sehingga memudahkan penularan penyakit
menular dikalangan anggotanya. Keluarga yang besar, juga
mungkin pula tidak dapat membeli cukup makanan yang
bernilai gizi atau tidak dapat memanfaatkan fasilitas
kesehatan yang tersedia; dan sebagainya.
11) Paritas
Tingkat paritas telah menarik perhatian para
penelitian dalam hubungan kesehatan si ibu maupun si anak.
Terdapat kecenderungan kesehatan ibu yang berparitas
rendah lebih baik dari yang berparitas tinggi, terdapat
asosiasi antara tingkat paritas dan penyakit-penyakit
tertentu, seperti asma, bronchiale, ulcus peptikum, pilorik,
stenosis, dan seterusnya.
b. Tempat (place)
Pengetahuan mengenai distribusi geografis dari suatu
penyakit berguna untuk perencanaan pelayanan kesehatan dan dapat
memberikan penjelasan mengenai etiologi penyakit. Perbandingan
pola penyakit sering dilakukan anatara:
1) Batas daerah pemerintahan.
2) Kota dan pedeasaan.
3) Daerah atau tempat berdasakan batas alam (pegunungan,
sungai, laut atau padang pasir).

6
4) Negara-negara, dan
5) Regional.
Untuk kepentingan mendaptakan pengertian tentang etiologi
penyakit, perbandingan menurut batas-batas alam lebih berguna
daripada menurut batas-batas alam lebih berguna daripada menurut
batas-batas administrasi pemerintahan. Hal-hal yang memberikan
kekhususan pola penyakit di suatu daerah dengan batas-batas alam
ialah:
1) Keadaan lingkuan yang khusus seperti tempratur
2) Kelembapan
3) Curah hujan
4) Ketinggian di atas permukaan laut
5) Keadaan tanah
6) Sumber air
7) Derajat isolasi terhadap pengaruh luar yang tergambar dalam
tingkat kemajuan ekonomi, pendidikan, industri, pelayanan
kesehatan, bertahannya tradisi-tradisi yang merupakan
hambatan pembangunan
8) Faktor sosial budaya yang tidak menguntungkan kesehatan
atau pengembangan kesehatan
9) Sifat-sifat lingkungan biologis (ada tidaknya faktor penyakit
menular tertentu, reservoir penyakit menular tertentu, dan
susunan genetika), dan sebagainya.
Pentingnya peranan tempat di dalam mempelajari etiologi suatu
penyakit menular dapat digambarkan dengan jelas pada
penyelidikan suatu wabah, yang akan diuraikan dalam bagian lain.
Dalam membicarakan perbedaan pola penyakit antara kota dan
pedesaan, faktor yang disebutkan di atas perlu diperhatikan. Hal ini
yang perlu diperhatikan selanjutnya ialah akibat migrasi ke kota atau
ke desa terhadap pola penyakit, di kota maupun di desa itu
sendiri.Migrasi antardesa tentunya dapat pula membawa akibat
terhadap pola dan penyebaran penyakit menular di desa-desa yang
bersangkutan maupun desa desa di sekitarnya.
Peranan migrasi atau mobilitas secara geografis di dalam
mengubah pola penyakit di berbagai daeraha menjadi lebih penting
dengan makin lancarnya perhubungan darat, udara, dan laut.
Umpamanya penyakit demam berdarah.
Pentingnya pengetahuan mengenai tempat dalam mempelajari
etiologi suatu penyakit dapat digambarkan dengan jelas pada
penyelidikan suatu wabah dan pada penyelidikan-penyelidikan
mengenai kaum migran. Di dalam membandingkan angka kesakitan
atau kematian antardaerah (tempat) perlu diperhatikan terlebih
dahulu di tiap-tiap daerah (tempat).
1) Susunan umur
2) Susunan kelamin
3) Kualitas data, dan
4) Derajat representatif dan data terhadap seluruh penduduk.
Walaupun telah diadakan standardisasi berdasarkan umur dan
jenis kelamin, membandingkan pola penyakit antardaerah fasilitas-

7
fasilitas kesehatan, harus dilaksanakan dengan hati-hati, sebab data
tersebut belum tentu representatif dan baik kualitasnya.
Variasi geografis untuk terjadinya beberapa penyakit atau
keadaan lain mungkin berhubungan dengan satu atau lebih dari
beberapa faktor, yakni:
1) Lingkungan fisis, biologis, sosial, dan ekonomi yang berbeda-
beda dari suatu tempat ke tempat lainnya.
2) Konstitusi genetis dan etnis dari penduduk yang berbeda,
bervariasi seperti karakteristik demografi.
3) Variasi kultur terjadi dalam kebiasaan, pekerjaan, keluarga,
praktik higiene perorangan, dan bahkan persepsi tentang sakit
dan sehat.
4) Variasi administratif termasuk faktor-faktor seperti
tersedianya dan efisiensi pelayanan medis, program higiene
(sanitasi) dan lain-lain.
Banyaknya penyakit hanya berpengaruh pada daerah tertentu.
Misalnya penyakit demam kuning, kebanyakan terdapat di Amerika
Latin. Distribusinya disebabkan oleh adanya ‘resorvoir’ infeksi
(manusia atau kera), vektor (yaitu Aedes aegypty), penduduk yang
rentan dan keadaan iklim yang memungkinkan suburnya agent
penyebab penyakit. Daerah dimana vektor dan persyaratan iklim
ditemukan, tetapi tidak ada sumber infeksi, disebut ‘receptive area’
untuk demam kuning.
Contoh penyakit lainnya yang terbatas pada daerah tertentu atau
yang frekuensinya tinggi pada daerah tertentu, misalnya
Schistosomiasis di daerah dimana terdapat vektor snail atau keong
(Lembah Nil, Jepang), gondok endemik (endemic goiter) di daerah
yang kekurangan zat yodium.

c. Waktu (time)
Mempelajari hubungan antara waktu dan penyakit
merupakan kebutuhan dasar didalam analisis epidemiologis. Oleh
karena itu, perubahan-perubahan penyakit menurut waktu
menunjukkan adanya perubahan faktor-faktor etiologis. Melihat
panjangnya waktu dimana terjadi perubahan angka kesakitan maka
dibedakan:
1) Fluktuasi jangka pendek, dimana perubahan angka kesakitan
berlangsung beberapa jam, hari, minggu, dan bulan.
2) Perubahan-perubahan secara siklus dimana perubahan-
perubahan angka kesakitan terjadi secara berulang-ulang
diantara beberapa hari, beberapa bulan (musiman), tahunan,
beberapa tahun, dan
3) Perubahan-perubahan angka kesakitan yang berlangsung
dalam periode waktu yang panjang, bertahun-tahun atau
puluhan tahun, yang disebut ‘secular strends’.
Fluktuasi jangka pendek
Pola perubahan kesakitan ini terlihat pada epidemi
umpamanya epidemi keracunan makanan (beberapa jam), epidemi
influenza (beberapa hari atau minggu), epidemi cacar (beberapa

8
bulan). Fluktuasi jangka pendek atau epidemi ini memberikan
petunjuk bahwa:
1) Penderita terserang penyakit yang sama dalam waktu
bersamaan atau hampir bersamaan.
2) Waktu inkubasi rata-rata pendek.
Perubahan-perubahan secara siklus
Perubahan secara siklus ini didapatkan pada keadaan dimana
timbul dan memuncaknya angka-angka keaskitan atau kematian
terjadi berulang-ulang tiap beberapa bulan, tiap tahun, atau tiap
beberapa tahun. Peristiwa semacam ini dapat terjadi baik pada
penyakit infeksi maupun pada penyakit bukan infeksi.
Timbulnya atau memuncaknya angka keaskitan atau
kematian suatu penyakit yang ditularkan melalui vektor secara siklus
ini adalah berhubungan dengan
1) Ada tidaknya keadaan yang memungkinkan transmisi
penyakit oleh vektor yang bersangkutan, yakni apakah
temperatur dan kelembapan memungkinkan transmisi;
2) Adanya tempat perkembangbiakan alami dari vektor
sedemikian banyak untuk menjamin adanya kepadatan
vektor yang perlu dalam transmisi;
3) Selalu adanya kerentaan dan atau;
4) Adanya kegiatan-kegiatan berkala dari orang-orang yang
rentan yang menyebabkan mereka terserang oleh ‘vektor
borne disease’ tertentu;
5) Tetapnya kemampuan agent infektif untuk menimbulkan
penyakit;
6) Adanya faktor-faktor lain yang belum diketahui. Hilangnya
atau berubahnya siklus berarti adanya perubahan dari salah
satu atau lebih hal-hal tersebut.
Penjelasan mengenai timbulnya atau memuncaknya penyakit
menular yang berdasarkan pengetahuan yang kita kenal sebagai
bukan vektor borne diseases yang telah kita kenal. Sebagai contoh,
belum dapat diterangkan secara pasti mengapa wabah influensa A
bertendensi timbul setiap 2-3 tahun, mengapa influenza B timbul
setiap 4-6 tahun, mengapa wabah campak timbul 2-3 tahun (di
Amerika Serikat)
Sebagai salah satu sebab ialah berkurangnya penduduk yang
kebal (meningkatnya kerentanan) dengan asumsi faktor-faktor lain
tetap. Banyak penyakit yang belum diketahui etiologinya
menunjukkan variasi angka kesakitan secara bermusim. Tentunya
observasi ini dapat membantu di dalam memulai dicarinya etiologi
penyakit-penyakit tersebut dengan catatan bahwa interprestasinya
sulit karena banyak keadaan yang berperan terhadap timbulnya
penyakit pada perubahan musim, perubahan populasi hewan,
perubahan tumbuh-tumbuhan yang berperan tempat
perkembangbiakan. Perubahan dalam susunan resevoir penyakit,
perubahan dalam berbagai aspek perilaku manusia, seperti yang
menyangkut pekerjaan, makanan, rekreasi, dan sebagainya.

9
Sebab-sebab timbulnya dan memucuknya beberapa penyakit
karena gangguan gizi secara bermusim belum dapat diterangkan
secara jelas.
Variasi minuman ini telah dihubung-hubungkan dengan
perubahan secara bermusim dari produksi, distribusi, dan konsumsi
dari bahan-bahanan makanan yang mengandung bahan yang
dibutuhkan untuk pemeliharaan gizi, maupun keadaan kesehatan
individu-individu terutama dalam hubungan dengan penyakit infeksi
dan sebagainya.

3) Epidemiologi Analitik (Analytic Epidemiology)


Pendekatan atau studi ini dipergunakan untuk menguji data dan informasi-
informasi yang diperoleh studi epidemiologi deskriptif. Ada tiga studi tentang
epidemiologi ini, yaitu:
1) Studi riwayat kasus (case history studies). Dalam studi ini akan
dibandingkan antara dua kelompok orang, yakni kelompok yang terkena
penyakit denga kelompok orang tidak terkena (kelompok kontrol).
Contoh : Ada hipotesis yang mengatakan bahwa penyebab utama
kanker paru-paru adalah rokok. Untuk menguji hipotesis ini diambil dari
sekelompok orang penderita kanker paru-paru. Kepada si penderita ini
ditanyakan tentang kebiasaan merokok. Dari jawaban pertanyaan
tersebut akan terdapat dua kelompok, yakni penderita yang mempunyai
kebiasaan merokok dan penderita yang tidak merokok. Kemudia, kedua
kelompok ini dijual dengan uji statistik apakah ada perbedaan yang
bermakna antara kedua kelompok tersebut.
2) Studi kohor (kohort studies). Dalam studi ini sekelompok orang
dipaparkan (exposed) pada suatu penyebab penyakit (agent). Kemudian,
diambil sekelompok orang lain yang mempunyai ciri-ciri yang sama
dengan kelompok pertama, tetapi tidak dipaparkan atau dikenakan pada
penyebab penyakit. Kelompok kedua ini disebut kelompok kontrol.
Setelah beberapa saat yang telah ditentukan kedua kelompok tersebut
dibandingkan, dicari perbedaannya antara kedua kelompok tersebut
bermakna atau tidak.
Contoh : untuk membuktikan bahwa merokok merupakan faktor
utama penyebab kanker paru-paru diambil dua kelompok, satu kelompok
terdiri dari orang-orang yang merokok dan satu lagi terdiri dari orang-
orang yang tidak merokok. Kemudian, setelah bebeerapa tahun ke depan
diperiksa apakah ada perbedaan pengidap kanker paru-paru antara
kelompok perokok dan kelompok non-perokok.

4) Epidemiologi Eksperimen
Studi ini dilakukan dengan mengadakan eksperimen (percobaan) kepada
kelompok subjek, kemudian dibandingkan dengan kelompok kontrol (yang tidak
dikenakan percobaan). Contoh : untuk menguji keampuhan suatu vaksin, dapat
diambil suatu kelompok anak kemudian diberikan vaksin tersebut.
Sementara itu diambil sekelompok anak pula sebagai kontrol yang hanya
diberikan placebo. Setelah beberapa tahun kemudian, dilihat kemungkinan-

10
kemungkinan timbulnya penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin tersebut,
kemudian dibandingkan antara kelompok percobaan dan kelompok kontrol.

2.3 Pengukuran epidemiologi


Di dalam uraian terdahulu telah diuraikan bagian dari epideologi yang bertujuan melihat
bagaimana penyebaran kesakitan dan kematian menurut sifat-sifat orang, tempat dan waktu.
Didalam uraian ini akan diuraikan berbagai ukuran kesakitan dan kematian yang lazim dipakai
dalam survei atau penyelidikan-penyelidikan epidemiologi. Ukuran dasar yang akan dibicarakan di
sini adalah “rate”.
Dalam hubungan dalam kesakitan akan dibicarakan insidence rate,plevalence rate(point
period prevalence rate), attack rate dan dalam hubungan dengan kematian akan dibicarakan crude
death rate, disease specific fatality rate, dan adjusted death rate. Sebelum membicarakan masing-
masing rate tersebut diatas perlu dikemuka kan hal-hal sebagai berikut :
1) Untuk penyusunan rate dibutuhkan tiga elemen , yaitu: (a) Jumlah orang yang
terserang penyakit atau yang meninggal, (b) Jumlah penduduk dari mana penderita
berasal(reference population), dan (c) Waktu atau periode dimana oran-orang
terserang penyakit.
2) Apabila pembilang terbatas pada usia, jenis kelamin(seks) atau golongan tertentu
maka pengebut juga harus tebatas pada usia, seks atau golongan yang sama.
3) Bila penyebut terbatas pada mereka yang dapat terserang atau terjangkit penyakit,
maka pengebut tersebut dinamakan “populasi yang mempunyai resiko”atau
population at risk.

A. INCIDENCE RATE (Angka Insidensi)


Incidence rate dari suatu penyakit tertentu adalah jumlah kasus baru penyakit tertentu yang
terjadi di kalangan penduduk pada suatu jangka waktu tertentu (umumnya satu tahaun)
dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit baru tersebut pada
pertengahan tahun jangka waktu yang bersangkutan dalam persen atau permil.

Jumlah kasus baru suatu penyakit

𝑆𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢


Incidence Rate = 𝑃𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑚𝑝𝑢𝑛𝑦𝑎𝑖 𝑟𝑒𝑠𝑖𝑘𝑜 × 1.000

Contoh:
Dikecamatan X dengan jumlah penduduk tanggal 5 september 2019 sebanyak 500
orang balita, dimana seluruh balita tersebut beresiko atau rentan terhadap penyakit campak.
Di temukan laporan penderita baru dari puskesmas X sebagai berikut : bulan januari 10 orang,
maret 15 orang, juni 8 orang, september 12 orang, dan desember 20 orang. Maka incidence
ratenya adalah :

10+15+8+12+20
Incidence rate = 500
× 100%
=13% atau 13 kasus per 100 penduduk balita

Catatan:
1. Dalam mempelajari incidence diperlukan penentuan waktu atau saat timbulnya penyakit
bagi penyakit-penyakit yang akut seperti imflueza, infeksi stapilocacus, gastroenteritis,
acute myocardial infarction, dan ‘cerebral mehorrhage’, penentuan incedence rate ini
tidak begitu sulit berhubung waktu terjadinya dapat diketahui secara pasti atau mendekati

11
pasti. Lain halnya dengan penyakit dimana timbulnya tidak jelas disini, waktu di tegakkan
‘diagnosis pasti’ diartikan sebagai waktu mulai penyakit.
2. Incidence rate selalu dinyatakan dalam hubungan dengan periode waktu tertentu seperti
bulan, tahun, dan seterusya. Apabila penduduk berada dalam ancaman diserangnya
penyakit hanya untuk yang terbatas (seperti hanya dalam epidemi suatu penyakit infeksi),
maka periode waktu terjadinya kasus-kasus baru adalah sama dengan lamanya epidemi.
Incidence rate pada suatu epidemi disebut take rate.

B. Atttack Rate
Attack rate dalam hubungannya dengan waktu tertentu seperti bulan, tahun dan
seterusnya perlu di perhatikan. Angka serangan adalah jumlah penderita baru suatu penyakit
yang ditemukan pada satu saat tertentu dibandingkan dengan jumlah penduduk yang terkena
penyakit pada saat yang sama dalam persen atau permil. Angka serangan diterapkan pada
populasi yang sempit dan terbatas pada suatu periode, misalnya dalam suatu wabah.
Attack rate untuk periode waktu periode waktu bertahun-tahun biasanya untuk penyakit yang
jarang.
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑒𝑝𝑖𝑑𝑒𝑚𝑖
Attack Rate =𝑃𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑚𝑝𝑢𝑛𝑦𝑎𝑖 𝑟𝑒𝑠𝑖𝑘𝑜−𝑟𝑒𝑠𝑖𝑘𝑜 × 𝐾
Contoh :
Terdapat 100 orang siswa di sekolah dasar Y, dimana secara tiba-tiba 20 diantaranya
menderita keracunan setelah jajan bakso di pinggir kali. Maka angka serangannya adalah:
20
Attack Rate = 100 × 100
=20% atau 20 kasus per 100 siswa
Catatan:
1) Untuk penyakit yang jarang maka incidence rate dihitung untuk periode waktu
bertahun-tahun. Didalam periode waktu yang panjang ini penyebut dapat berubah
dalam waktu itu jumlah populasi yang mempunyai resiko juga dapat berubah.
2) Pengetahuan mengenai incidence rate adalah berguna sekali didalam mempelajari
faktor-faktor etiologi dari penyakit yang akut maupun kronis. Incidence rate adalah
satu ukuran langsung dari kemungkinan ( probabilitas) untuk menjadi sakit. Dengan
membandingkan incidence rate suatu penyakit dari berbagai penduduk yang berbeda
di dalam satu atau lebih faktor ( keadaan) maka kita dapat memperoleh keterangan
faktor mana yang menjadi faktor resiko dari penyakit bersangkutan. Kegunaa seperti
ini tidak dipunyai oleh prevalence rate.

C. Prevelance Rate
Prevalence Rate mengukur jumlah orang di kalangan penduduk yang menderita suatu
penyakit pada suatu titik waktu tertentu.
𝑌𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢
Rumus Prevalence Rate= 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎
× 𝐾

Contoh:
Kasus penyakit demam berdarah di kecamatan Z pada waktu dilakukan survei pada
juli 2018 adalah 100 dari 4000 penduduk dikecamatan tersebut makan prevalence rate demam
berdarah di kecamatan tersebut adalah:

100
Prevalence Rate = 4000 × 1.000

12
= 25 kasus per 1000 orang
Catatan:
1) Prevalence rate tergantung pada dua faktor, yaitu (a) berupa jumlah orang yang
telah sakit pada waktu yang lalu dan (b) lamanya menderita sakit. Meskipun hanya
sedikit orang yang sakit dalam setahun, apabilah penyakit tersebut kronis,
jumlahnya akan meningkat dari tahun ke tahun dan dengan demikian prevalence
secara relatif akan lebih tinggi dari incidence. Sebaliknya apabila penyakitnya akut
(lamanya sakit pendek baik karena penyembuhan ataupun karena kematian)
maka prevalence secara relatif akan lebih rendah dari pada incidence.
2) Prevalence (terutama untuk penyakit kronis) penting untuk perencanaan
kebutuhan fasilitas, tenaga, dan pemberantasan penyakit. Prevalence yang
dibicarakan di atas ‘point’prevalence. Jenis ukuran lain yang juga digunakan ialah
period prevalence.

D. Period Prevelance
Period Prevalence adalah jumlah penderita lama dan baru suatu penyakit yang
ditemukan pada suatu waktu jangka tertentu dibagi dengan jumlah penduduk pada
pertengahan jangka waktu yang bersangkutan dalam persen dan permil.

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑒𝑟𝑖𝑡𝑎 𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑑𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑟𝑢


Rumus Period Prevalence = ×
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘

Contoh:
Jumlah penduduk tanggal 1 juli 2011 di daerah margasari adalah 200.000 orang,
menurut laporan puskesmas kecamatan margasari jumlah penyakit penderita TBC adalah 40
kasus lama, 110 kasus baru, maret 65 kasus lama, 85 kasus baru,september 40 kasus lama, 60
kasus baru dan desember 190 kasus lama dan 210 kasus baru, maka prevalencenya adalah:

(40+110)+(65+85)+(15+85)+(40+60)+(190+210)
Period Prevalence = 200.000
× 100%
= 0,45%

E. Crude Death Rate (CDR)


Crude death rate adalah jumlah semua kematian yang ditemukan pada jangka waktu
satu tahun dibanding dengan jumlah penduduk pada pertengahan waktu yang bersangkutan
dalam persen dan permil.
Crude death rate digunakan untuk membandingkan angka kematian antar berbagai
penduduk yang mempunyai susunan umur yang berbeda-beda, tetapi tidak dapat secara
langsung melaikan harus melalui prosedur penyesuaian. Crude death rate ini digunakann
secara luas karena sifatnya dapat dihitung dengan adanya informasi yang minimal.
𝐽𝑢𝑛𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝑑𝑖𝑘𝑎𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑑𝑖𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢
𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
Rumus Crude Death Rate = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎(𝑝𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑔𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑑𝑖 ×𝐾
𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑎)
Contoh:
Di desa X dilaporkan 50 orang yang meninggal akibat menderita berbagai penyakit.
Sedang jumlah penduduk desa tersebut pada tanggal 1 juli 2018 adalah 20.000 orang, maka
angka kematian kasanya dalam persen adalah:
50
CRD = × 100%
20.000
=0,25%

13
Catatan:
1) Jumlah penduduk disini bukanlah merupakan penyebut yang sebenarnya oleh karena
berbagai golongan usia mempunyai kemungkinan meninggal yang berbeda-
beda,sehingga perbedaan dalam susunan usia antara beberapa penduduk akan
menyebabkan perbedaan-perbedaan dalam crude death rate meskipun rate untuk
berbagai golongan usia sama.
2) Kekurangan-kekurangan dari crude death rate ini adalah (a) terlalu menyederhanakan
pola yang kompleks dari rate,dan (b) penggunaanya dalam perbandingan angka
kematian antar berbagai penduduk yang mempunyai susunan umur yang berbeda-
beda,tidak dapat secara langsung melaikan harus melalui prosedur penyesuaian
(adjustment).
3) Meskipun mempunyai kekurangan-kekurangan tersebut,crude death rate ini digunakan
secara luas oleh karena (a) sifatnya yang merupakan “summary rate” dan (b) dapat
dihitung dengan adanya informasi yang minimal.
4) Crude death rate digunakan untuk perbandingan-perbandingan menurut waktu dan
perbandingan-perbandingan internasional.
5) Untuk penyelidikan epidemiologi akan diperlukan “summary rate”yang tidak
mempunyai kelemahan-kelemahan,seperti crude rate.Rate seperti diperoleh dengan
mengadakan penyesuaian pada susunan umur dari berbagai penduduk yang akan
diperbandingkan angka kematiannya, dengan sendirinya ‘adjustment rate’ ini adalah
fiktif.

F. Cause disease spesific death rate ( angka kematian penyebab khusus)


Cause disease spesific death rate adalah jumlah keseluruhan kematian karena suatu
penyebab khusus dalam jangka waktu tertentu dibagi dengan jumlah penduduk pada
pertengahan waktu yang bersangkutan dalam persen atau permil.

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝑘𝑎𝑟𝑒𝑛𝑎 𝑇𝐵𝐶 𝑑𝑖


𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
Rumus = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑟𝑎𝑡𝑎−𝑟𝑎𝑡𝑎(𝑝𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑔𝑎ℎ𝑎𝑛 ×𝐾
𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛) 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑎
Contoh:
Pada pertengahan tahun 2011 di kecamatan Z jumlah penduduknya 5000. Selama
tahun 2011 tersebut terdapat 20 orang yang meninggal dunia karena DBD. Maka kematian
akibat DBD adalah:
20
Cause(DBD)= 5000 × 1.000
= 4 Kematian per 1000 penduduk

G. Age specific death rate (angka kematian pada umur tertentu)


Age specific death rate adalah jumlah keseluruhan kematian pada umur tertentu
dalam jangka waktu tertentu (satu tahun) dibagi dengan jumlah penduduk pada umur yang
bersangkutan dalam persen atau permil.

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 𝑢𝑚𝑢𝑟 20−30 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛


𝑑𝑖𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
Rumus ASDR = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑏𝑒𝑟𝑢𝑚𝑢𝑟 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 20−30 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 ×𝐾
𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑎
Contoh:
Kecamatan G jumlah penduduk yang berumur 20-30 tahun pada pertengahan tahun
2002 adalah 1.000 orang. Dari jumlah tersebut selama tahun 2002 meninggal 5 orang.
Maka, age specific death ratenya adalah

14
5 5
1.000
×1.000 = 1.000 atau 0,005

2.4 Riwayat timbulnya penyakit


Riwayat alamiah penyakit adalah deskripsi tentang perjalanan waktu dan perkembangan
penyakit pada individu, dimulai sejak terjadinya paparan dengan agen kausal hingga terjadinya
akibat penyakit, seperti kesembuhan atau kematian, tanpa terinterupsi oleh suatu intervensi
preventif maupun terapetik. Riwayat alamiah penyakit merupakan salah satu elemen utama
epidemiologi deskriptif.
Perjalanan penyakit dimulai dari terpaparnya individu sebagai penjamu yang rentan
(susetibel) oleh agen kausal. Paparan adalah kontak atau kedekatan dengan sumber agen
penyakit.konsep paparan berlaku untuk penyakit infeksi maupun non infeksi. Contohnya, paparan
virus hepatitis B (HBV) dapat menginduksi terjadinya hepatitis B, paparan stress terus-menerus
dapat menginduksi terjadinya neurosis, paparan radiasi menginduksi terjadinya mutase DNA dan
menyebabkan kanker dan sebagainya. Arti induksi itu sendiri adalah aksi yang mepengaruhi
terjadinya tahap awal suatu hasil, dalam hal ini mempengaruhi terjadinya proses patologis. Jika
terdapat tempat penempelan dan jalan masuk sel yang tepat maka paparan agen inveksi dapat
menyebabkan invasi agen infeksi dan terjadi infeksi. Agen inveksi melakukan multiplikasi yang
mendorong terjadinya proses perubahan patologis, tanpa penjamu menyadarinya.
Periode waktu dari infeksi hingga terdeteksinya infeksi melalui tes laboratorium/ skrining
disebut “window period”. Dalam “window period” individu telah terinfeksi, sehingga dapat
menularkan penyakit, meskipun infeksi tersebut belum terdeteksi oleh tes laboratorium.
Implikasinya, tes laboratorium hendaknya tidak dilakukan selam “window period”,sebab infeksi
tidak akan terdeteksi. Contohnya, antibody HIV (human immuno-deficiency virus) hanya akan
muncul 3 minggu hingga 6 bulan setelah terinfeksi. Jika tes HIV dilakukan dalam “window periode”,
maka sebagian besar orang tidak akan menunjukan hasil positif sebab dalam tubuhnya belum
diproduksi antibodi. Karenanya tes HIV hedaknya ditunda hingga paling sedikit 12 minggu ( 3 bulan
) sejak waktu perkiran paparan. Jika seseorang telah terpapar oleh virus tapi hasil tesnya negatif,
maka perlu dipertimbangkan tes ulang 6 bulan kemudian.
Selanjutnya berlangsung proses promosi pada tahap preklinis, yaitu keadaan patologis yang
iveresibel dan asimtomatis ditingkatkan derajatnya menjadi keadaan dengan manifestasi klinis.
Melalui promosi agen kausal akan meningkatkan aktifitasnya, masuk dalm formasi tubuh,
menyebabkan transformasi sel atau disfungsi sel, sehingga penyakit menunjukan tanda dan gejal
klinis. Dewasa ini telah dikembangkan sejumlah tes skrining atau tes laboratorium untuk
mendeteksi keberadaan tahap preklinis. Waktu sejak penyakit terdeteksi oleh skrining hingga
timbul mnifestasi klinik, disebut “sojourn time”atau “detectable preclinical period”, makin Panjang
sojourn time disebut akselerator atau progressor
Waktu yang diperlukan mulai dari papran agen kausal hingga timbulnya manifestasi klinis
disebut masa inkubasi (penyakit infeksi) atau masa laten (penyaki kronis). Pada fase ini penyakit
belum menampakan tanda dan gejal klinis, disebut penyakit subklinis (asimtomasis). Masa inkubasi
bisa berlangsung dalam hitungan detik pada reaksi toksis atau hipersentivitas. Contoh gejal kolera
timbul beberapa jam hingga 2-3 hari sejak paparan dengan vibro cholera yang toksigenik. Pada
penyakit kronis masa inkubasi (masa laten) bias berlangsung sampai beberapa toksigenik. Kovariat
yang berperan dalam masa inkubasi, yakni faktor yang meningkatkan resiko terjadinya penyakit
klinis, disebut faktor resiko. Sebaliknya, faktor yang menurunkan resiko terjadinya penyakit secara
klinis disebut faktor protektif.
Selanjutnya terjadi inisiasi penyakit klinis. Pada saat ini mulai timbul tanda dan gejala penyakit
secar klinis, dan penjamuyang mengalami manifestasi klinis disebut kasus klinis. Gejal klinis paling

15
awal disebut gejala prodromal. Selam tahap klinis, manisfestasi klinis akan diekpresikan sehingga
terjadi hasil akhir/resolusi penyakit, baik sembuh, remisi, perubahan beratnya penyakit,
komplikasi, rekurens, relaps, sekuelae, cacat atau kematian. Periode waktu untuk mengekpresikan
penyakit klinis hingga terjadi hasil akhir penyakit disebut durasi penyakit. Kovariat yang
mempengaruhi progresi ke arah hasil penyakit, disebut faktor prognostik. Penyakit penyerta yang
mempengaruhi fungsi individu, akibat penyakit, kelangsungan hidup, alias prognosis penyakit,
disebut ko-komorbiditas, contohnya TB dapat menjadi ko-morbiditas HIV/AIDS yang meningkatkan
resiko kematian karena AIDS pada wanita dengan HIV/AIDS.

a) Karakteristik Gen
Dalam epidemiologi penyakit infeksi, individu yang terpapar belum tentu terinfeksi.
Hanya jika agen kausal penyakit infeksi terpapar pada individu lalu memasuki tubuh dan
sel, lalu melakukan multiplikasi dan maturase, dan menimbulkan perubahan patologis yang
dapat dideteksi secara laboratoris atau terwujud secar klinis, maka individu tersebut
dikatakan mengalami infeksi. Dalam riwayat alamiah penyakit infeksi, proses terjadinya
infeksi, penyakit klinis, maupun kematian dari sebuah penyakit tergantung dari berbagai
determinan, baik intrinsik maupun ekstrinsik yang mempengaruhi penjamu maupun agen
kausal. Tergantung tingkat kerentanan individu sebagai penjamu yang terpapar oleh agen
kausal dapat tetap sehat, atau mengalami infeksi (jika penyakit infeksi) dan mengalami
perubahan patologi yang ireversibel. Ukuran yang menunjukan kemmapuan agen penyakit
untuk mempengaruhi riwayat alamiah penyakit sebagai berikut :
1. Infektifitas – kemampuan agen penyakit untuk menyebabkan terjadinya
infeksi, dihitung dari jumlah individu yang terinfeksi dibagi denga jumlah
individu yang terpapar.
2. Patogenesitas – kemampuan agen penyakit untuk menyebabkan penyakit
klinis, dihitung dari jumlah kasus klinis dibagi dengan jumlah individu yang
terinfeksi.
3. Virulensi – kemampuan penyakit untuk menyebabkan kematian, indicator ini
menunjukan kemampuan agen infeksi menyebabkan keparahan penyakit.
Dihitung dari jumlaj kematian dibagi dengan jumlah kasus klinis.
Contoh, Ca serviks merupakan kanker bagian bawah leher uterus yang berhubungan
dengan vagina, kanker tersebut merupakan kanker kedua terbanyak pada wanita dan
penyebab kematian karena kanker paling utama dinegara-negara berkembang. Sekitar
466,000 kasus baru Ca serviks terjadi pada wanita diseluruh dunia setiap tahunnya, sekitar
80 persen berasal dari negara berkembang. Riwayat alamiah penyakit Ca serviks sebagai
berikut.
Agen kausal utama (70%) Ca serviks adalah human papillomavirus (HPV)tipe
16/18,ditularkan melalui kontak genital. Sebagian besar Ca serviks dimulai dengan infeksi
awal oleh HPV, tetapi sebagian besar infeksi HPV tidak berkembang mejadi Ca servis. Infeksi
awal HPV dapat berlanjut dan menjadi displasian atau hilang dengan spontan. Sebagian
besar wanita yang terinfeksi HPV dapat berlanjut dan menjadi displasia tingkat rendah,
disebut CIN 1 (cervical intraepithelial neoplasia 1), dalam beberapa bulan atau tahu
terinfeksi. Sebagian besar (60%) CIN 1 mengalami regresi dan menghilang dengan spontan
dalam tempo 2-3 tahun terutama pada wanita dibawah usia 35 tahun. Dysplasia tingkat
rendah (CIN1) perlu dimonitor tapi tidak perlu diobati, sebagian kecil kasus CIN 1 akan
mengalami progresi menjadi dysplasia tingkat tinggi, disebut CIN 2/3.
Sekitar 15% infeksi HPV yang persisten akan bekembang menjadi CIN 2/3 dalam
tempo 3-4 tahun, baik dengan atau tanapa melalui CIN 1. CIN 2/3 merupakan perkusor Ca
serviks, karena itu harus diobati. Perjalana Ca serviks memiliki masa laten sangat Panjang,

16
hingga 20 tahun. Resiko perkembangan dari lesi prekanker(CIN 2/3) menjadi kanker
invasive adalah sekitar 30-70% dalam tempo waktu 10 tahun. Ca servis paling sering terjadi
pada wanita setelah umur 40 tahun, lebih-lebih wanita diusia 50 dan 60 tahunan.

b) FENOMENA GUNUNG ES
Fenomena gunung es (iceberg phenomenon) merupakan sebuah metafora
(perumpamaan) yang menekankan bahwa bagian yang tidak terlihat dari gunung es jauh
lebih besar daripada bagian yang terlihat diatas air. Artinya pada kebanyakan masalah
kesehatan populasi ,jumlah kasus penyakit yang belum diketahui jauh lebih banyak dari
pada jumlah kasus penyakit yang sudah diketahui. Fenomena gunung es menghalangi
penilaian yang tepat mengenai besarnya beban penyakit (disease burden) dan kebutuhan
pelayanan kesehatan yang sesungguhnya, serta pemilihan kasus yang representative untuk
suatu studi. Mempelajari hanya sebagian dari kasus penyakit yang diketahui memberikan
gambaran yang tidak akurat tentang sifa dan kausa penyakit tersebut.(morris,1975;
ducan,1987,dikutip Wikipedia,2010).

2.5 Konsep Sehat-sakit


A. Konsep Sehat
1. Definisi Sehat
a) Menurut World Health Organization (WHO), sehat adalah suatu keadaan yang
sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit dan
kelemahan. Menurut WHO, ada tiga komponen penting yang merupakan satu
kesatuan dengan definisi sehat yaitu, sehat jasmani, sehat mental dan sehat
spiritual.
b) Menurut Undang-undang No. 23 Tahun 1992, Sehat merupakan keadaan
sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomi.
c) Menurut Perkins, Sehat merupakan suatu keadaan yang seimbang dan
dinamis antar bentuk dan fungsi tubuh juga berbagai faktor yang
mempengaruhinya.
d) Menurut Undang-undang No. 36 Tahun 2009, Kesehatan merupakan keadaan
sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif dan ekonomis.
e) Menurut Paune, Sehat adalah fungsi efektif dari sumber-sumber perawatan
diri (Self Care Resources) yang menjamin tindakan untuk perawatan diri (Self
care action)

2. Ciri-ciri individu sehat


a) Memiliki energi yang cukup untuk beraktifitas seharian
b) Memiliki konsentrasi tinggi dalam aktifivitas sehari-hari
c) Dapat melakukan kegiatan fisik, seperti berolahraga dengan baik
d) Tidak mudah stress
e) Tidak memiliki gangguan pernapasan dan pencernaan dan gangguan penyakit
lainnya.

3. Aspek Pendukung Kesehatan


a) Nutrisi yang lengkap dan seimbang
b) Istirahat yang cukup
c) Olahraga teratur

17
d) Kondisi mental,sosial dan rohani yang seimbang
e) Lingkungan yan bersih.

B. Konsep Sakit
1. Definisi sakit
a) Menurut Undang-undang No. 23 Tahun 1992, Seseorang dikatakan sakit
apabila ia menderita penyakit menahun (Kronis) atau gangguan kesehatan
lain yang menyebabkan aktifivitas kerja atau kegiatannya terganggu.
b) Menurut Parson, sakit adalah gangguan fungsi normal individu sebagai
totalitas, termasuk keadaan organisme sebagai sitem biologis dan
penyesuaian sosialnya.
c) Menurut Bauman (1965), menyatakan seseorang dinyatakan sakit ketika
memenuhi tiga karakteristik yaitu, adanya gejala penyakit, persepsi tentang
bagaimana mereka merasakan suatu penyakit, kemampuan untuk
melaksanakan aktivitas sehari-hari
d) Perkins menyatakan sakit merupakan suatu keadaan yang tidak
menyenangkan yang menimpa seseorang sehingga menimbulkan gangguan
terhadap aktivitas sehari-hari.

2. Fase-fase Sakit
a) Fase Laten
Seseorang sudah terinfeksi suatu mikroorganisme, karena badan
seseorang baik maka gejala-gejala dan tanda-tanda serta keluhan
belum ada, sehingga aktifitas sehari-hari dapat dilakukan.
b) Prodromal
Pada fase ini seseorang sudah terdapat peningkatan, bahwa dirinya
sakit, seperti tidak enak badan atau kadang-kadang lemas.
c) Akut
Tanda dan gejala akan bertambah dan semakin lengkap, bentuknya
disini klien baru sadar bahwa dirinya sakit, kadang-kadang emosinya
tidak stabil dan lekas marah, dan ia hanya mampu memikirkan dirinya
sendiri dan penyakitnya.
d) Resolusi
Klien perlu tindakan yang sifatknya mengembalikan secara normal.

3. Tahapan Sakit
Tahapan sakit menurut Suchman terbagi menjadi 5 tahap yaitu :
a) Tahap gejala/transisi
Individu percaya bahwa ada kelainan dalam tubuh, merasa dirinya
tidak sehat, merasa timbulnya berbagai gejala adanya bahaya.
Mempunyai tiga aspek :
1) Secara fisik : Nyeri, panas tinggi.
2) Kognitif : Interprestasi terhadap gejala
3) Respons emosi terhadap ketakutan/ kecemasan.
b) Tahap asumsi terhadap peran sakit (sick role) yaitu penerimaan terhadap sakit
dimana individu mencari kepastian sakitnya dari keluarga atau teman :
menghasilkan peran sakit, mencari pertolongan dari profesi kesehatan yang
lain mengobati sendiri, mengikuti nasihat teman/ keluarga.
c) Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan

18
Individu yang sakit meminta nasehat dari profesi kesehatan atas
inisiatif sendiri.
Ada tiga tipe informasi :
a. Validasi sakit
b. Penjelasan gejala yang tidak mengerti
c. Keyakinan bahwa mereka akan baik
Jika tidak ada gejala individu mempersepsikan dirinya sembuh jika ada gejala
kembali pada posisi kesehatan.

d) Tahap ketergantungan
Jika profesi kesehatan memvalidasi (menetapkan) bahwa seseorang
sakit maka yang menjadi pasien akan ketergantungan untuk memperoleh
bantuan

e) Tahap penyembuhan
Pasien belajar untuk melepaskan peran sakit.

C. Rentang sehat-sakit
1. Status sehat sakit tidak bersifat mutlak karena sehat-sakit merupakan rentang (Jarak)
2. Skala akur secara hipotesis dengan mengukur kesehatan seseorang. Uraian di atas
menyebutkan bahwa tidak ada standar/ukuran yang pasti untuk mengatakan keadaan
seseorang itu sehat sakit.
3. Dinamis dan Individual
Status kesehatan seseorang sifatnya berubah-ubah dan sifatnya individual.
Intensitasnya dan mekanisme koping yang dipergunakan
4. Jarak sehat optimal-kematian
Rentang sehat-sakit terdiri atas rentang sehat yang dimulai dari sejahtera,
sehat sekali, sehat normal, sedangkan rentang sakit dimulai dari setengah
sakit, sakit, sakit kronis dan berakhir pada kematian.

D. Hubungan sehat-sakit
Hubungan sehat-sakit dapat dijelaskan melalui beberapa model konsep sehat-sakit,
diantaranya (Bustan,1996) :
1. Model ekologi (The Traditional Ecological Model)
Merupakan model status kesehatan seseorang yang ditentukan dengan
adanya hasil interaksi antara Host (Manusia), Agent dan lingkungan.
Hubungan interaksi yang positif akan menimbulakan kondisi yang seimbang
(sehat), dan bila salah satu keyidakseimbangan maka yang lain akan
mengalami kemampuan yang menurun dan menimbulkan sakit.

Gambar 1. Kondisi Seimbang

19
Gambar 2. Kondisi tidak seimbang = Sakit

2. The Health Field Concept Model


Model ini dikembangkan oleh HL Lamfframboise yang menjelaskan bahwa ada 4
faktor yang berperan dalam kondisi status kesehatan diantaranya :
a. Faktor Lingkungan
b. Faktor gaya hidup
c. Faktor biologis
d. Faktor sistem pelayanan kesehatan

3. The Environment of health model


Model ini dikembangkan oleh HL Blum dimana merupakan pengembangan model
sebelumnya dengan memberi penjelasan peranan atau faktor penyebab kondisi
sehat-sakit, diantaranya :
a. Herediter
b. Pelayanan kesehatan
c. Gaya hidup
d. Faktor Lingkungan

2.6 Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular


1. Mencegah penularan dan usaha untuk mempertinggi daya pertahanan tubuh dengan jalan
mengusahakan perlindungan kesehatan:
- Pembasmian sumber penyakit
a. Berusaha mendapatkan diagnosis secepat mungkin, dan mengadakan
pengobatan dengan cepat dan sebaik-baiknya. Selanjutnya berusaha
menemukan penyebab penularan penyakit (case finding) misalnya
dengan jalan kunjungan rumah dan mengadakan penyelidikan tentang
perkembangan penyakit.
b. Usaha isolasi dan desinfeksi termasuk usaha-usaha karantina.

20
c. Home nursing. Terutama penderita-penderita penyakit kronis yang
berobat jalan sebagai lanjutan pengobatan dan perawatan yang telah
dijalankan di rumah-rumah sakit.
d. Usaha-usaha untuk menyehatkan lingkungan hidup, pembuangan
kotoran perumahan yang sehat termasuk pengawasan penjualan
makananan.
- Imunisasi dan vaksinasi
- Makananan dan penyehatan makanan dan minuman
2. Usaha-usaha pemeriksaan di laboratorium.
3. Usaha-usaha pendidikan tentang kesehatan.
4. Usaha yang berhubungan dengan pelaporan dan penyelenggaraan statistik.

Cara-cara pencegahan penyakit menular secara umum

a. Mempertinggi nilai kesehatan


Ditempuh dengan cara usaha kesehatan (hygiene) perorangan dan usaha
kesehatan lingkungan (sanitasi).
b. memberi vaksinasi/imunisasi
merupakan usaha untuk pengebalan tubuh. Ada dua macam yaiitu: pengebalan
aktif, yaitu dengan cara memasukan vaksin (bibit penyakit yang telah
dilemahkan), sehingga tubuh akan dipaksa membuat antibodi.
Contohnya: pemberian vaksin BCG, DPT, campak, dan hepatitis.
Pengebalan pasif, yaitu memasukan serum yang mengandung antibodi.
Contohnya: pemberian ATS (Anti Tetanus Serum).
c. Pemeriksaan kesehatan berkala
Merupakan upaya mencegah munculnya atau menyebabnya suatu penyakit,
sehingga munculnya wabah dapat dideteksi sedini mungkin. Dengan cara ini juga,
masyarakat bisa mendapatkan pengarahan rutin tentang perawatan kesehatan,
penanganan suatu penyakit, usaha mempertinggi nilai kesehatan, dan mendapat
vaksinasi.
Selain cara diatas, gaya hidup sehat merupakan cara yang terpenting untuk
mencegah penyakit.

Untuk mendapatkan kualitas hidup sehat yang lebih agar terhindar dari ada
beberapa cara, antara lain:
1. Udara bersih, paru-paru pun sehat

21
Untuk terhindar dari gangguan pernapasan, hiruplah udara yang bersih dan
sehat.
2. Banyak minum air putih
Air putih adalah yang terbaik dari apapun. Biasakanlah minum air putih 8-10
gelas perhari.
3. Konsumsi menu bergizi dan seimbang
Perbanyak konsumsi sayuran hijau dan buah yang mengandung banyak serat
dan zat gizi yang diperlukan tubuh serat.
4. Seimbangkan anatara kerja, olahraga dan istirahat
Biasakan istirahat teratur 7-8 jam pada malam hari, dan jangan sering
bergadang atau tidur terlalu malam. Gunakan juga waktu untuk berolahraga
2-3 kali per minggu, selama 30-45 menit, cukup membuat tubuh bugar dan
stamina prima.
5. Kontrol kerja otak
Otak, seperti halnya tubuh kita, dia juga butuh istirahat. Jangan terlalu
memberi beban terlalu banyak, karena otak pun memiliki memori yang
terbatas.
6. Jalani hidup secara harmonis
Manusia merupakan mikrokosmos yang harus mematuhi alam sebagai
makrokosmos jika ia ingin tetap sehat.jangan mengorbankan hidup dengan
menuruti kesenangan diri lewat kebiasaan hidup yang buruk dan beresiko.
Misalkan, minum-minuman keras, merokok atau menggunakan obat-obatan
terlarang.
7. Gunakan suplemen bergizi
Tubuh kita memerlukan antioksidan (beta-karoten), vitamin C, vitamin E, dan
selenium. Semua zat ini dibutuhkan oleh tubuh untuk meningkatkan vitalitas
dan memperpanjang usia harapan hidup.

2.7 Imunisasi
1. Pengertian Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata kebal atau resisten imun, kebal atau resisten. Anak
diimunisasi, berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak keba
atauresisten terhadap suatu penyakit, tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang
lain.
2. Macam kekebalan
Kekebalan terhadap suatu penyakit menular dapat digolongkan menjadi dua,yakni:
a. Kekebalan tidak spesifik ( non spesifik resistance)

22
Yang dimaksud dengan faktor faktor nonkhusus adalah pertahanan tubuh
pada manusia yang secara alamiah dapat melindungi badan dari suatu penyakit,
misalnya, kulit, air mata, cairan cairan khusus yang keluar dari perut (usus), adanya
reflek reflek tertentu misalnya batuk, bersin, dan sebagainya.
b. Kekebalan spesifik (specific resistance)
Kekebalan spesifik dapat diperoleh dari dua sumber,yakni:
a) Genetik
Kekebalan yang berasal dari sumber genetic ini biasanya
berhubungan dengan ras (warna kulit) dan kelompok kelompok etnis,
misalnya orang kulit hitam (Negro) cenderung lebih resisten terhadap
penyakit malaria jenis vivax. Contoh lain, orang yang mempunyai
hemoglobin S lebih resisten terhadap penyakit plasmodium falciparum,
daripada orang yang mempunyai hemoglobin AA.
b) Kekebalan yang diperoleh
Kekebalan ini diperoleh Dari luar tubuh anak atau orang yang
bersangkutan. Kekebalan dapat bersifat aktif, dan dapat bersifat pasif.
Kekebalan aktif dapat diperoleh seelah orang sembuh dari penyakit
tertentu. Misalnya, anak yang telah sembuh dari penyakit campak ia akan
kebal terhadap penyakit campak. Kekebalan aktif juga dapat diperoleh
melalui imunisasi, yang berarti ke dalam tubuhnya dimasukkan organisme
patogen (bibit) penyakit. Kekebalan pasif diperoleh dari ibunya melalui
plasenta. Ibu yang telah memperoleh kekebalan terhadap penyakit
tertentu, misalnya campak, malaria, dan tetanus, maka anaknya (bayi)
akan memperoleh kekebalan terhadap penyakit tertentu untuk beberapa
bulan pertama. Kekebalan pasif juga dapat diperoleh melalui serum
antibody dari manusia atau binatang. Kekebalan pasif ini hanya bersifat
sementara ( dalam waktu pendek saja).

3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kekebalan


a) Umur
Untuk beberapa penyakit tertentu pada bayi (anak balita), dan orang
tua mudah terserang. Sedangkan pada usia sangat muda atau tua lebih
rentan, kurang kebak terhadap penyakit-penyait menular tertentu. Hal ini
mungkin disebabkan karena kedua kelompok umur tersebut daya tahan
tubuhnya rendah

b) Seks
Untuk penyakit-penyakit menular tertentu seperti polio dan
diphtheria lebih parah terjadi pada wanita daripada pria.

c) Kehamilan
Wanita yang hamil pada umumnya lebih rentan terhadap penyakit-
penyakit menuar tertentu misalnya, Penyakit Polio, Pneumonia, malaria
serta amebiosis. Sebaliknya untuk penyakit typhoid meningitis jarang
terjadi pada wanita hamil

d) Gizi

23
Giziyang baik pada umumnya akan meningkatkan resistensi tubuh
terhadap penyakit -penyakit infeksi, sebaliknya kekurangan gizi berakibat
kerentanan seseorang terhadap penyakit infeksi

e) Trauma
Stress, salah satu bentuk trauma merupakan penyebab kerentanan
seseorang terhadap suatu penyakit infeksi tertentu.

4. Jenis-jenis Imunisasi
Pada dasarnya ada dua jenis imunisasi, yaitu :
a) Imunisasi pasif (passive immunization)
Imunisasi pasif ini adalah immuno globulin jenis imunisasi ini dapat
mencegah penyakit campak (measles) pada anak-anak.

b) Imunisasi aktif (active immunization)


Imunisasi yang diberikan pada anak adalah:
 BCG, untuk penyakit TBC
 DPT, untuk mencegah penyakit-penyakit difteri, partusis,dan
tetanus.
 Polio, untuk mencegah penyakit poliomilitis.
 Campak, untuk mencegah penyakit campak (measles).

Imunisasi pada ibu hamil dan calon pengantin adalah imunisasi tetanus toxoid.
Imunisasi ini untuk mencegah terjadinya tetanus pada bayi yang dilahirkan.

5. Tujuan program imunisasi


a) Tujuan
Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan
dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.Pada
saat ini penyakit-penyakit tersebut adalah disentri,tetanus,batuk
rejan,campak,polio,dan tuberculosis
b) Sasaran
 Bayi di bawah umur 1 tahun (0 - 11 bulan)
 Ibu hamil (awal kehamilan - 8 bulan)
 Wanita usia subur (calon mempelai wanita.
 Anak sekolah dasar kelas I dan VI
c) Pokok-pokok kegiatan
1) Pencegahan terhadap bayi
 Imunisasi BCG 1
 Imunisasi DPT 3x
 Imunisasi polio 3x
 Imunisasi campak 1x
2) Pencegahan penyakit untuk anak sekolah dasar
 Imunisasi DT
 Imunisasi TT
3) Pencegahan lengkap terhadap ibu hamil dan PUS/calon mempelai
wanita

24
 Imunisasi TT 2x

6. Pemantauan
Pemantauan harus dilakukan oleh semua petugas baik pimpinan
program,supervisor,dan petugas vaksinasi. Tujuan pemantauan untuk mengetahui :
a) Sampai dimana keberhasilan program imunisasi.
b) Mengetahui permasalahan yang ada
c) Hal-hal yang perlu dilakukan untuk memperbaiki program
d) Bantuan yang diharapkan oleh petugas tingkat bawah.

Hal-hal yang perlu dipantau :

a) Coverage dan drop out (cakupan dan drop out imunisasi).


b) Pengelolaan vaksin dan cold chain.
c) Pengamatan penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi

Di lihat dari waktu, maka pemantauan dapat dilakukam dalam :

a) Pemantauan ringan memantau hal-hal sebagai berikut :


 Apakah pelaksanaan memantau sesuai dengan jadwal
 Apakah vaksin cukup
 Pengecekan lemari es setiap hari dan di catat temperaturnya
 Melihat apakah suhu lemari es normal
 Hasil imunisasi dibandingkan dengan sasara yang telah di tentukan
 Peralatan yang cukup untuk penyuntikan yang aman dan steril
 Adakah di antara enam penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi di
jumpai dalam seminggu
b) Pemantauan bulanan
 Jumlah bayi yang seharusnya di imunisasi setiap bulan :

target bayi 1 tahun


Target 1 bulan = 12
 Presentasi bayi yang mendapat imunisasi setiap bulan minimal DPTT I

jumlah yang menerima DPTT I


target per bulan
= 100% 𝑏𝑎𝑦𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑖𝑚𝑢𝑛𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖

 Dihitung presentasi bayi yang telah mendapat imunisasi lengkap (BCG 1x,
DPT 3x, campak 1x).
 Keadaan stok vaksin bukan lalu, apa sesuai dengan kebutuhan.
 Adakah anak di wilayah kerja yang menderita penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi

Cara menghitung target per bulan dari pendududk, missal jumlah kelahiran per tahun
3,1% dari jumlah penduduk.
3,1
Jumlah penduduk 𝑥 = 100 = 𝑡𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝑏𝑎𝑦𝑖 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛

target bayi per tahun


Untuk target per bulan : 12

25
Cara memantau cakupan imunisasi dapat dilakukan melalui beberapa cara antara lain :

 Cakupan dari bulan ke bulan di bandingkan dengan garis target, dapat


digambarkan masing-masing bulan atau dengan cara kumulatif
 Hasil cakupan per triwulan untuk masing-masing desa.

Untuk mengetahui keberhasilan program dapat dengan melihat hal-hal sebagai berikut

 Bila garis pencapaian dalam a tahun terlihat di antara 75% - 100% dari
target, berarti program sangat berhasil
 Bila garis pencapaian dalam a tahun terlihat antara 50% - 75% dari target
berarti program cukup berhasil
 Bil garis pencapaian dalam a tahun terlihat di bawah 50% dari target berarti
program belum berhasi

Jadwal pemberiam imunisasi

Pemberian imunisasi pada bayi, ibu hamil, anak kelas 1 dan 6 SD, dan calon pengantin
mengikuti ketentuan jadwal sebagai berikut:

JENIS VAKSIN JUMLAH VAKSINASI SELANG WAKTU SASARAN


PEMBERIAN
1. BCG 1 kali - Bayi 0 – 11 bln
2. DPT 3 kali ( DPT 1,2,3) 4 minggu Bayi 2 – 11 bln
3. POLIO 3 kali (POL.1,2,3) 4 minggu Bayi 2 – 11 bln
4. CAMPAK 1 kali - Anak 9 – 11 bln
5. TT.IH -1 kali( booster) - - bila ibu hamil pernah
menerima TT 2x pada
waktu calon pemgntin
atau pada kehamilan
sbelumnya
-2 kali 4 minggu - bila ibu hamil belum
pernah divaksinasi TT,
diberikan 2 kali
selama kehamilan.
Bila pada waktu
kontak berikutnya
diberikan dengan
maksud untuk
memberikan
perlindungan kepada
kehamilan berikutnya
6. DT 2 kali 4 minggu Anak kelas 1 SD
wanita
7. TT 2 kali 4 minggu Anak kelas 6 SD
wanita

8. TT calon 2 kali (TT1,2) 4 minggu Calon pemgantin


pengantin sebelum akad nikah
wanita (waktu melapor atau
waktu menerima
nasihat perkawinan)

26
Petunjuk pemberian vaksinasi difteri dan tetanus pada anak sekolah dasar

1. Anak kelas I SD
a) Yang pernah mendapatkan vaksinasi DPT sewaktu bayi diberi DPT 1x suntikan
dengan dosis 0,5cc 1M/SC dalam.
b) Bayi yang belum pernah mendapat vaksinasi DPT sewaktu bayi, diberikan vaksinasi
DT sebanyak 2x suntikan dengan dosis 0,5cc dengan interval minimal 4 minggu
c) Apabila meragukan apakah waktu bayi memperoleh DPT atau tidak maka diberi 2x
suntikan seperti pada butir b
2. Anak kelas VI SD
a) Yang pernah mendapatkan vaksiasi DPT atau DT diberikan vaksinasi TT 1x suntikan
0,5cc IM/SC dalam
b) Yang belum pernah mendapatkan vaksinasi DPT/DT, diberikan vaksinasi DT
sebanyak 2x suntikan 0,5cc dengan interval minimum 4 minggu
c) Apabila meragukan apakah anak sudah memperoleh vksinasi DPT/DT atau tidak
maka diberi 2x seperti pada butir b

27
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Epidemiologi adalah suatu bagian dari ilmu kedokteran yang mempelajari dan menyelidiki
keadaan penyakit secara alamiah pada manusia dan lingkungannya. Metode epidemiologi
mencakup epidemiologi deskriptif, epidemiologi analitik, epidemiologi eksperimen. Pengukuran
meliputi incidence rate ( angka insidensi ), attack rate, ravelance rate, period prevalence,crude
death rate (CDR), kause disease spesifik death rate, age spesifik death rate. Jalannya peyakit hingga
mneyebabkan reaksi cukup panjang,jika seseorang mempunyai imun yang baik maka besar
kemungkinan dia tidak akan terkena penyakit walaupun ia sudah terpapar penyakit oleh agen
kausal. Sehat berarti bukan hanya terhindar dari sakit tetapi meliputi sekuruh kehidupan
manusia,termasuk aspek social, psikologis, spiritual, factor-faktor lingkungan, ekonomi, Pendidikan
dan rekreasi, sedangkan sakit adalah suatu keadaan dimana seseorang berada dalam keadaan tidak
seimbang akibat adanya pengaruh yang datang dari luar atau dari dalam dirinya. Pencegahan
penyakit menular bias diatasi dengan kesadaran diri secara pribadi, kita bias menanggulangi
masalah ini jika kita dapat mempertinggi nilai kesehatan hidup kita. Imunisasi merupakan diberikan
kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit,
tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain.

3.2 Saran
Epidemiologi adalah suatu bagian dari ilmu kedokteran yang mempelajari dan menyelidiki
keadaan penyakit secara alamiah pada manusia dan lingkungannya,sekarang ini telah banyak
pengembangan pengetahuan tentang penyakit antara lain: pendeteksiannya dan pengonatannya,
banyak pengobatan yang ditawarkan oleh petugas kesehatan baik untuk penyakit menular maupun
yang tidak menular tapi sebaiknya kita mencegah penyakit agar tidak menggerogoti kita. Mencegah
lebih baik dari pada mengobati.

28
DAFTAR PUSTAKA
https://pengertianahli.id/2013/10/pengertian-sehat-menurut-ahli-who.html

https://www.alodokter.com/komunitas/topic/ciri-ciri-tubuh-yang-sehat

https://paradigmasehat.wordpress.com/konsep-sehat-sakit/

http://sukma1211.blogspot.com/2015/10/definisi-sehat-dan-sakit-menurut-para.html

http://berbagiinfoaktual.blogspot.com/2014/06/pengertian-konsep-sehat-dan-sakit.html

irianto,koes.2014.ilmu kesehatan masyarakat. Bandung:alfabeta

https://www.slideshare.net/mobile/mansurudin1/makalah -penyakit-menular-dan-tidak-menular

29

Anda mungkin juga menyukai