Anda di halaman 1dari 9

RESUME EPIDEMIOLOGI

Konsep Dasar Ilmu epidemiologi

Disusun Oleh:

Kelompok 1

1.Erlin seftiana putri (F0G021043)

2.Rere Desmi Ananda (F0G021055)

3.Aulia Inka Priya(F0G021067)

4.Zabrina Zahara(F0G021075)

Dosen Pengampuh:

Neng Kurniati .S.ST,.S.KM.,M.Tr..Keb

PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS BENGKULU

1
1. Latar Belakang

Transisi epidemiologi bermula dari suatu perubahan yang kompleks dalam pola kesehatan dan
pola penyakit utama penyebab kematian dimana terjadi penurunan prevalensi penyakit infeksi
(penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin
meningkat. Hal ini terjadi seiring dengan berubahnya gaya hidup, sosial ekonomi dan
meningkatnya umur harapan hidup yang berarti meningkatnya pola risiko timbulnya penyakit
degeneratif seperti penyakit jantung koroner, diabetes melitus, hipertensi, dan lain sebagainya.

Menurut profil kesehatan Indonesia tahun 2005, umur harapan hidup (UHH) penduduk
Indonesia pada tahun 2004 mencapai 67 tahun. Pada tahun 2002 provinsi dengan UHH tertinggi
adalah DI Yogyakarta (72,4 tahun), DKI Jakarta (72,3 tahun), Epidemiologi sebagai suatu ilmu
berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan itu dilaterbelakangi oleh beberapa hal yaitu
tantangan zaman dimana terjadi perubahan masalah dan perubahan pola penyakit. Sewaktu
zaman John Snow, epidemiologi mengarahkan dirinya untuk masalah penyakit infeksi dan
wabah. Dewasa ini telah terjadi perubahan pola penyakit ke arah penyakit tidak menular, dan
epidemiologi tidak hanya dihadapkan dengan masalah penyakit semata tetapi hal-hal baik yang
berkaitan langsung ataupun tidak langsung dengan penyakit, serta masalah kesehatan secara
umum dan perkembangan ilmu pengetahuan lainnya.

2
Pengetahuan kedokteran klinik berkembang begitu pesat disamping perkembangan ilmu-ilmu
lainnya seperti biostatistik, administrasi dan ilmu perilaku. Perkembangan ilmu-ilmu ini juga
membuat ilmu epidemiologi semakin berkembang.Dengan demikian, terjadilah perubahan dan
perkembangan dasar berpikir para ahli kesehatan masyarakat, khususnya epidemiologi dari masa
ke masa sesuai dengan kondisi zaman dimana mereka berada. Dalam kehidupan sehari-hari kita
sering dihadapkan pada fenomena nyata yang ada di populasi, seperti misalnya terjadi outbreak
diare atau pada suatu saat ditemukan banyak penderita demam berdarah. Fenomena ini bisa saja
berasal dari satu atau lebih individu atau sekelompok orang. Kejadian-kejadian yang menimpa
populasi tersebut haruslah dicarikan jalan keluarnya karena tidak mustahil juga akan menimpa
populasi lain secara berurutan. Penanggulangan masalah kesehatan bisa saja dimulai dengan
mengidentifikasi permasalahan yang ada, seperti misalnya tingginya kejadian diare pada suatu
saat. Selanjutnya dengan mengukur beberapa variabel kita akan dapat mengetahui seberapa
besar masalah yang terjadi akan memberi dampak pada populasi.

Dalam upaya mengukur kejadian penyakit tersebut acapkali kita dihadapkan pada kenyataan
adanya keterkaitan antara satu variabel dengan variabel yang lain. Kadang pula dapat ditarik
kesimpulan sementara tentang kemungkinan sebab akibat yang mendasari kejadian tersebut. Jika
ada dua atau beberapa variabel saling berkaitan untuk terjadinya suatu penyakit, maka salah
satu upaya dasar yang dapat dilakukan memutus rantai masalah yang ada. Keilmuan ini dicakup
dalam suatu bidan ilmu yang disebut epidemiologi. Epidemiologi berguna untuk mengkaji dan
menjelaskan dampak dari tindakan pengendalian kesehatan masyarakat, program pencegahan,
intervensi klinis dan pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau mengkaji dan menjelaskan
faktor lain yang berdampak pada status kesehatan penduduk. Epidemiologi penyakit juga dapat
menyertakan deskripsi keberadaannya di dalam populasi dan faktor – faktor yang mengendalikan
ada atau tidaknya penyakit tersebut.

3
A.Sejarah Epidemiologi

1. Sejarah Epidemiologi

Sejarah epidemiologi tidak dapat dipisahkan dengan masa ketika manusia mulai mengenal
penyakit menular. Walaupun pada saat itu sumber dan penyebab penyakit masih dianggap
berasal dari kekuatan gaib dan ruh jahat, tetapi cukup banyak usaha pada zaman purba yang
dapat dianggap sebagai usaha untuk melawan epidemi. Umpamanya pada kira – kira 1000 tahun
SM telah dikenal variolasi di Cina untuk melawan penyakit variola (cacar), sedangkan orang
India

pada saat tersebut selain menggunakan variolasi, juga telah mengenal bahwa penyakit pes erat
hubungannya dengan tikus, sedangkan kusta telah diketahui mempunyai hubungan erat dengan
kepadatan penduduk.Pada zaman kejayaan Yunani dan Romawi Kuno, telah dikenal adanya
proses penularan penyakit pada masyarakat yang sangat erat hubungannya dengan faktor
lingkungan. Hal ini telah dikemukakan oleh Hippocrates (abad ke-5 SM) dalam tulisannya
berjudul Epidemics serta dalam catatannya mengenai “Airs, Waters and Places”, beliau telah
mempelajari masalah penyakit di masyarakat dan mencoba mengemukakan berbagai teori
tentang hubungan sebab akibat terjadinya penyakit dalam masyarakat. Walaupun pada akhirnya
teori tersebut tidak sesuai dengan kenyataan, tetapi telah memberikan dasar pemikiran tentang
adanya hubungan faktor lingkungan dengan kejadian penyakit sehingga dapat dikatakan bahwa
konsep tersebut adalah konsep epidemiologi yang pertama. Kemudian Galen mengemukakan
suatu doktrin epidemiologi yang lebih logis dan konsisten dengan menekankan teori bahwa
beradanya suatu penyakit pada kelompok penduduk tertentu dalam suatu jangka waktu tertentu
(suatu generasi tertentu) dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yakni:

1. Faktor Atmosfir ( the atmospheric factor )

2. Faktor Internal ( internal factor )

3. Faktor Predisposisi ( predisposing factor )

Pada abad ke – 14 dan 15 Masehi, masalah epidemi penyakit dalam masyarakat semakin jelas
melalui berbagai pengamatan peristiwa wabah penyakit pes dan variola yang melanda sebagian
besar penduduk dunia. Pada waktu itu, orang mulai menyadari bahwa sifat penularan penyakit
dapat terjadi terutama karena adanya kontak dengan penderita. Dalam hal ini dikenal jasa
Veronese Fracastorius ( 1483 – 1553 ) dan Sydenham ( 1624 – 1687 ) yang secara luas telah
mengemukakan tentang teori kontak dalam proses penularan penyakit.

4
Berdasarkan teori kontak inilah dimulainya usaha isolasi dan karantina yang kemudian ternyata
mempunyai peranan positif dalam usaha pencegahan penyakit menular hingga saat ini. Konsep
tentang sifat kontagious dan penularan penyakit dalam masyarakat telah disadari dan dikenal
sejak dahulu namun baru pada abad ke-17, teori tentang germ dan perannya dalam penularan
penyakit pada masyarakat mulai dikembangkan. Dalam hal ini Sydenham dapat dianggap
sebagai pioner Epidemiologi walaupun sebagian dari teorinya tidak lagi diterima. Sydenham
dengan teori serta berbagai perkiraannya terhadap kejadian epidemi, perjalanan epidemi dalam
masyarakat serta perkiraan sifat epidemi merupakan suatu model penggunaan metode
epidemiologi. Pada saat yang sama, John Graunt telah mengembangkan teori Statistik Vital
yang sangat bermanfaat dalam bidang epidemiologi. Walaupun Graunt bukan seorang dokter,
tetapi hasil karyanya sangat bermanfaat dalam bidang epidemiologi dengan menganalisis sebab
kematian pada berbagai kejadian kematian di London dan mendapatkan berbagai perbedaan
kejadian kematian antarjenis kelamin serta antara penduduk urban dan rural, maupun perbedaan
berbagai musim tertentu.
Di samping Graunt yang telah mengembangkan Statistik Vital, William Farr mengembangkan
analisis sifat epidemi berdasarkan hukum Matematika. William Farr mengemukakan bahwa
meningkatnya, menurunnya, dan berakhirnya suatu epidemi mempunyai sifat sebagai fenomena
yang berurutan.Jakob Henle pada tahun 1840 mengemukakan teorinya tentang sifat epidemi dan
endemi yang sangat erat hubungannya dengan fenomena biologis. Dalam tulisannya
dikemukakan bahwa yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit adalah organisme yang
hidup. Pendapat ini pada waktu yang sama telah mendorong berbagai ilmuan terkemuka seperti
Robert Koch, Pasteur dan lainnya untuk menemukan mikroorganisme penyebab penyakit
tertentu. Sejak didapatkannya mikroorganisme sebagai penyebab penyakit, para ahli segera
mencoba mencari berbagai penyebab khusus untuk penyakit tertentu. Pada awalnya mereka
hanya melakukan pengamatan terhadap penderita perorangan, tetapi kemudian mulai
berkembang ke arah hubungan sebab akibat yang dapat mengganggu keadaan normal
masyarakat.

Dari usaha pengembangan imunitas perorangan serta kekebalan pejamu (manusia), mulailah
dikembangkan usaha pencegahan penyakit melalui vaksinasi. Perkembangan hubungan sebab
akibat yang bersifat tunggal mulai dirasakan ketidakmampuannya dalam hal memberikan
jawaban terhadap berbagai gangguan kesehatan masyarakat sehingga mulai dipikirkan hubungan
yang lebih kompleks dalam proses sebab terjadinya penyakit serta gangguan kesehatan lainnya.

B. Pengantar Epidemiologi

Epidemiologi dalam layanan kebidanan mengkaji distribusi serta determinan peristiwa


morbiditas dan mortalitas yang terjadi dalam layanan kebidanan. Tujuan epidemiologi
kebidanan adalah mengenali faktor-faktor risiko terhadap ibu selama periode kehamilan,
persalinan, dan masa nifas (42 hari setelah berakhirnya kehamilan) beserta hasil konsepsinya,
5
dan mempelajari cara-cara pencegahannya. Di negara miskin, kurang lebih 25-50% kematian
wanita usia subur terjadi karena penyebab yang berkaitan dengan kehamilan. Tingginya angka
mortalitas pada wanita muda biasanya disebabkan oleh kematian pada saat melahirkan, dengan
perdarahan, infeksi, dan gestosis sebagai penyebab utama kematian. Tahun 1996 diperkirakan
lebih daripada 585,000 wanita per tahun meninggal selama periode kehamilan atau persalinan.
Indikator terpenting bagi kesehatan ibu hamil adalah Angka Kematian Ibu (AKI), sedangkan
indikator utama bagi hasil konsepsi pada kehamilan adalah Angka Kematian Perinatal.
Kematian ibu hamil (kematian maternal) adalah kematian yang terjadi pada ibu karena
kehamilan, persalinan, dan masa nifas, sedangkan Angka Kematian Ibu adalah jumlah kematian
ibu hamil di suatu wilayah tertentu selama 1 tahun dalam 100,000 kelahiran hidup. Kematian
perinatal adalah peristiwa lahir mati serta kematian bayi selama minggu pertama kehidupan,
sedangkan Angka Kematian Perinatal adalah jumlah lahir mati dan bayi yang mati dalam minggu
pertama dalam 1000 kelahiran hidup. Di Indonesia (1994) AKI adalah 390 per 100,000
kelahiran hidup, dengan variasi terendah di Yogyakarta (130 per 100,000 kelahiran hidup)
sampai dengan yang tertinggi di Nusa Tenggara Barat (1,340 per 100,000 kelahiran hidup).
Angka Kematian Perinatal pada periode yang sama di Indonesia adalah 40 per 1,000 kelahiran
hidup.Besarnya beban untuk meningkatkan pelayanan kebidanan di Indonesia dapat dilihat
pada tabel 4.1, yang menunjukkan jumlah penduduk, jumlah wanita usia subur, dan jumlah bayi
selama periode 1980-2005 di Indonesia.

C.Studi Epidemiologi

Desain / Rancangan Studi Epidemiologi Berdasarkan pemberian intervensi atau tidak, studi
epidemiologi di bagi atas 2 yaitu studi observasional & studi eksperimental. Secara garis besar
bisa dilihat pada bagan berikut ini: Desain studi epidemiologi

Desain Studi Observasional Studi observasional merupakan studi yang dilakukan melalui
pengamatan, dimana peneliti mengamati pemaparan yg terjadi secara secara alamiah (peneliti
tidak memanipulasi pemaparan).

Desain studi Observasi Deskriptif

Studi observasional menggunakan desain studi observasi deskriptif & analitik. Ada 3 jenis studi
deskriptif, yaitu:

Case report

Case report (laporan kasus) merupakan studi kasus yang bertujuan mendeskripsikan manifestasi
klinis, perjalanan klinis, dan prognosis kasus. Case report mendeskripsikan cara klinisi
mendiagnosis dan memberi terapi kepada kasus, dan hasil klinis yang diperoleh. Selain tidak

6
terdapat kasus pembanding, hasil klinis yang diperoleh mencerminkan variasi biologis yang lebar
dari sebuah kasus, sehingga case report kurang andal (reliabel) untuk memberikan bukti empiris
tentang gambaran klinis penyakit.

Case series

Case series merupakan studi epidemiologi deskriptif tentang serangkaian kasus, yang berguna
untuk mendeskripsikan spektrum penyakit, manifestasi perjalanan klinis, dan prognosis kasus.
Case series banyak dijumpai dalam literatur kedokteran klinik. Tetapi desain studi ini lemah
untuk memberikan bukti kausal, sebab pada case series tidak dilakukan perbandingan kasus
dengan non-kasus. Case series dapat digunakan untuk merumuskan hipotesis yang akan diuji
dengan desain studi analitik.

Cross sectional

Cross sectional berguna untuk mendeskripsikan penyakit dan paparan pada populasi pada satu
titik waktu tertentu. Data yang dihasilkan dari studi potong-lintang adalah data prevalensi. Tetapi
studi potong-lintang dapat juga digunakan untuk meneliti hubungan paparan-penyakit, meskipun
bukti yang dihasilkan tidak kuat untuk menarik kesimpulan kausal antara paparan dan penyakit,
karena dengan desain studi ini tidak dapat dipastikan bahwa paparan mendahului penyakit.

[14.04, 14/8/2022] Aulia Keb: Desain Studi Observasi Analitik

Studi Analitik merupakan studi yang menganalisa hubungan antara status kesehatan dan variabel
lainnya (Webb P, 2005). Ada beberapa tipe studi observasi analitik yaitu:

Studi kasus control (case control)

Pada desain ini peneliti melakukan pengukuran variabel tergantung, yakni efek, sedangkan
variabel bebasnya di cari secara retrospektif, karena itu studi kasus-kontrol disebut studi
longitudinal, artinya subyek tidak hanya di observasi pada satu saat tetapi diikuti selama periode
yang ditentukan. Pada studi ini dilakukan identifikasi subyek (kasus) yang telah terkena penyakit
(efek), kemudian ditelusuri secara retrospektif ada atau tidak adanya faktor risiko yang diduga
berperan.

Studi Kohort

7
Berlawanan dengan studi kasus-kontrol yang dimulai dengan identifikasi efek, pada penelitian
kohort yang diidentifikasi terlebih dahulu adalah kasusnya, kemudian subyek diikuti secara
prospektif selama periode tertentu untuk mencari ada tidaknya efek. Pada penelitian kohort
murni (internal), yang diamati adalah subyek yang belum mengalami pajanan faktor risiko serta
belum mengalami faktor efek.

Studi potong lintang (studi cross-sectional)

Dalam pengukuran cross-sectional peneliti melakukan observasi atau pengukuran variable pada
saat tertentu. Subyek yang diamati hanya di observasi satu kali saja dan pengukuran variable
subyek dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut. Jadi, pada studi cross-sectional peneliti tidak
melakukan tindak lanjut terhadap pengukuran yang dilakukan. Desain cross-sectional merupakan
desain yang dapat digunakan untuk penelitian deskriptif, namun juga dapat untuk penelitian
analitik sehingga sering digunakan untuk studi klinis maupun lapangan.

Desain Studi Eksperimental

Tujuan dari studi eksperimental adalah untuk mengukur efek dari suatu intervensi terhadap hasil
tertentu yang di prediksi sebelumnya. Desain ini merupakan metode utama untuk
menginvestigasi terapi baru, misal efek dari obat X dan obat Y dari kesembuhan penyakit Z atau
efektivitas suatu program kesehatan terhadap peningkatan kesehatan masyarakat.

Studi eksperimental terbagi menjadi 2 tipe:

Uji kontrol acak (randomized controlled trial)

Uji klinis dan umumnya dilakukan untuk intervensi secara individu seperti percobaan obat baru
atau efektivitas vaksin.

Uji klaster (cluster randomized controlled trial)

Prevalensi, dilakukan untuk intervensi secara kelompok seperti untuk melihat efektivitas promosi
dan pelayanan kesehatan, efektivitas intervensi terpadu pada rumah tangga tanpa asap rokok.

8
D.Kebijakan Terkait Epidemiologi Indonesia

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014


bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu ... penentuan kebijakan
teknis dan/atau pelaksanaan perlindungan terhadap Penyakit Menular. Epidemiologi merupakan
landasan bagi kesehatan masyarakat, yang membentuk pengambilan keputusan dalam kebijakan
publik dan praktik berbasis bukti dengan mengidentifikasi faktor risiko penyakit dan
mengidentifikasi tujuan pencegahan penyakit. Ahli epidemiologi membantu dengan desain studi,
pengumpulan dan analisis statistik data, membuat interpretasi, dan menyebarkan temuannya
(termasuk sesekali tinjauan sejawat dan tinjauan sistematis). Epidemiologi telah membantu
mengembangkan metodologi yang digunakan dalam penelitian klinis, penelitian kesehatan
masyarakat, dan, pada tingkat lebih rendah, penelitian dasar dalam biologi. Bustan (2012)
menggambarkan transisi epidemiologi adalah terjadinya perubahan distribusi dan faktor-faktor
penyebab terkait yang melahirkan masalah epidemiologi baru yang ditandai dengan perubahan
pola frekuensi penyakit.erjadinya transisi epiemiologi ini disebabkan oleh terjadinya perubahan
sosial ekonomi, lingkungan dan perubahan struktur penduduk seperti kebiasaan merokok, kurang
aktifitas fisik, makanan tinggi lemak dan kalori serta konsumsi alkohol yang diduga
berkontribusi menjadi penyebab dalam penyakit PTM (Depkes, 2008).

Anda mungkin juga menyukai