Disusun Oleh :
6. Rosiyana (6411418076)
2019
A. Epidemiologi deskriptif
1. Orang
Pada kelompok ini akan dibahas peranan umur, jenis kelamin, kelas sosial,
pekerjaan, golongan etnik, status perkawinan, besar keluarga, struktur keluarga dan
paritas. Berikut ini akan dijelaskan tentang variabel dari masing – masing kelompok.
a. Umur
Umur adalah variable yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikan
epidemiologi. Angka kesakitan maupun kematian semua keadaan hampir selalu
menunjukan hubungan dengan umur untuk mempelajari hubungan antara kesakitan
dan umur dilakukan langkah sebagai berikut :
Tentukan pengelompokan umur yang cocok dengan sifat dan tujuan dari
penelitian
Hitung jumlah absolut dari kesakitan atau kematian menurut kelompok umur
yang ditetapkan.
Ubahlah angka absolut ke dalam bentuk rate (per 100 per 1000 dan
seterusnya)
Buatlah diagram garis dan histogram atau tabel dari rate
Untuk keperluan pembandingan, WHO menganjurkan pembagian umur
sebagai berikut:
Menurut tingkat kedewasaan:
Umur 0-14 tahun: bayi dan anak-anak
Umur 15-49 tahun : orang muda dan dewasa
Umur 50 ke atas: orang tua
Interval 5 tahun :
Kurang dari 1 tahun:
1-4,5-9,10-14,…..,60 ke atas.
Untuk mempelajari penyakit anak:
Umur 0-4 bulan
Umur 5-10 bulan
Umur 11-23 bulan
Umur 2- 4 tahun
Umur 5- 9 tahun
Umur 10-14 tahun
Tabel 1
Angka kematian dari semua sebab per 100 pria menurut kelas sosial
Dan golongan umur (England & Wales, ‘49-‘53)
d. Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan dapat berperan di dalam timbulnya penyakit melalui hal
berikut ini, yakni:
Adanya faktor lingkungan yang langsung dapat menimbulkan kesakitan
seperti bahan kimia, gas beracun, radiasi benda fisik yang dapat menimbulkan
kecelakaan dan sebagainya.
Situasi pekerjaan yang penuh dengan stress (dikenal sebagi faktor yang
berperan pada timbulnya hipertensi dan ulcus lambung).
Ada tidaknya “gerak badan” di dalam pekerjaan
Karena berkerumun dalam satu tempat relative sempit, maka dapat terjadi
proses penularan penyakit antara para pekerja.
Penyakit karena cacing tambang telah lama diketahui terkait dengan pekerja di
pertambangan.
Penelitian mengenai hubungan jenis pekerjaan dan pola kesakitan banyak
dilakukan di Indonesia terutama terkait pola penyakit kronis, misalnya penyakit
jantung, tekanan darah tinggi, dan kanker.Pengaruh variabel umur dan kelamin
dapat pula diperhitungkan apabila hendak dipelajari hubungan jenis pekerjaaan
dengan suatu penyakit.
e. Penghasilan
Yang sering dilakukan ialah melihat hubungan antara tingkat penghasilan
dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun pencegahan.Sesorang kurang
memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada mungkin karena tidak mempunyai
cukup uang untuk membeli obat, membayar transport, dan sebagainya. Tingkat
penghasilan dapat ditetapkan umpanya dalam dua atau lebih tingkat, seperti yang
digambarkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 2
Tingkat penghasilan dan kunjungan untuk pemeriksaan
Berkala bayi di BKIA menurut jumlah anak dalam tanggungan
Keluarga, periode maret 2018
0 1 2 3 4 5
Dibawah Rp 500.000,-
Antara Rp 500.000 –
Rp 1.000.000,-
Antara Rp 1.000.000 –
Rp 1.500.000
Lebih dari Rp 1.500.000
f. Golongan Etnik
Berbagai golongan etnik dapat berbeda di dalam kebiasan makan, susunan
genetika, gaya hidup, dan sebagainya dengan akibat perbedaan angka kesakitan
dan kematian. Di dalam memperbandingkan angka kesakitan dan kematian suatu
penyakit golongan etnik hendaknya diingat kedua golongan tersebut itu harus
distandarisasikan terlebih dahulu menurut susunan umur dan kelamin ataupun
faktor lainnya yang dianggap mempengaruhi angka kesakitan dqan kematian.
Penelitian pada golongan etnik dapat memberikan keterangan mengenai
pengaruh lingkungan terhadap timbulnya suatu penyakit.Contoh klasik dapat
dilihat pada penelitian angka kesakitan dan kematian kanker lambung.Dalam
penelitian kanker lambung di kalangan penduduk asli di jepang dan keturunan
jepang di Amerika Serikat, ternyata bahwa penyakit ini tidak menjadi kurang
prevalen dikalangan keturunan jepang yang ada di Amerika serikat.Ini
menunjukan bahwa peranan lingkungan penting dalam etilogi kanker lambung.
g. Status Perkawinan
Berbagai penelitian telah menunjukan bahwa hubungan antara angka
kesakitan dan kematian dengan status kawin, tidak kawin, cerai atau janda.Angka
kematian karena penyakit tertentu maupun kematian karena semua sebab yang
makin meninggi dalam urutan tertentu.Dugaan bahwa penyebab angka kematian
lebih tinggi pada yang tidak kawin dibandingkan dengan yang kawin.Karena
orang yang tidak kawin cenderung berperilaku kurang sehat atau lebih sering
berhdapan dengan penyebab penyakit. Perbedaan dalam gaya hidup yang
berhubungan secara kausal dengan penyakit tertentu.
h. Besarnya Keluarga
Di dalam keluarga besar dan miskin, anak dapat menderita karena
penghasilkan keluarga harus digunakan oleh banyak orang. Hubungan antara
besarnya keluarga menurut tingkat penghasilan dan angka kesakitan dapat disusun
dan dipelajari dalam bentuk tabel berikut
Tabel 3
Angka kesakitan penyakit X menurut
Besarnya keluarga dan tingkat penghasilan
Angka kesakitan x menurut tingkat
Besarnya keluarga penghasilan
0 1 2 3
1
2
3
i. Struktur Keluarga
Struktur Keluarga dapat mempunyai pengaruh terhadap kesakitan (seperti
penyakit menular dan penyakit terkait gangguan gizi) dan pemanfaatan pelayanan
kesehatan. Suatu keluarga besar dengan tanggapan secara relative lebih besar
mungkin harus tinggal berdesakan di dalam rumah dengan luas terbatas, sehingga
memudahkan penularan penyakit menular dikalangan anggota keluarga tersebut ,
disamping itu karena persediaan pangan harus digunakan untuk anggota keluarga
yang besar maka jumlah asupan makanan tidak cukup kualitas / nilai gizinya tidak
memadai atau tidak dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia dan
berbagai dampak lain.
j. Paritas
Tingkat paritas telah menarik perhatian para peneliti dalam hubungan
kesehatan ibu-anak.Dikatakan, seumpama terdapat kecenderungan kesehatan ibu
yang berparitas rendah lebih baik daripada yang berparitas tinggi.Terdapat
hubungan tingkat paritas dengan penyakit tertentu asma bronkiale, tukak lambung,
stenosis pilorik dan seterusnya.
2. Tempat
Susunan umur
Susunan kelamin
Kualitas data
Derajat representative data terhadap penduduk.
Variasi geografis pada kejadian beberapa penyakit atau keadaan lain mungkin
berhubungan dengan satu atau lebih dari beberapa faktor berikut:
Lingkungan fisis, khemis, biologis, sosial dan ekonomi yang berbeda dari
satu tempat ke tempat lainnya.
Konstitusi genetis dan etnis penduduk yang berbeda, bervaiasi seperti
karaketristik demografi.
Variasi kultural dalam kebiasaan, pekerjaan, keluarga, praktek hygiene
perorangan, dan bahkan definis tentang sakit dan sehat.
Variasi administrative termasuk faktor seperti ketersediaan dan efisiensi
pelayanan medis, program hygiene (sanitasi), dan lainnya.
3. Waktu
B. Epidemiologi Analitik
1. Studi observasional
Penelitian dimana peneliti melakukan pengamatan terhadap terjadinya
penyakit pada kelompok penduduk atau individu dari suatu kelompok penduduk
menurut faktor risiko(yang diduga menjadi penyebab) seperti, contoh mereka
yang meroko dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok(dalam
mempelajari hubungan kausal antar merokok dan timbulnya kanker paru-paru),
mereka yang telah lama menggunakan tempe dalam makanan dan mereka yang
tidak(dalam mempelajari hubungan kausal antara makan tempe-aflatoxin dan
timbulnya kanker hati), atau antara wanita yang menikah dan yang tidak pernah
melakukan hubungan kelamin(untuk mempelajari faktor hubungan kelamin
dengan Timbulnya kanker mulut rahim), dan sebagainya.
Tidak diketahui "agen" dari berbagai penyakit dan tidak adnya uji
diagnostik menyebabkn kesukaran dalam membedakan siapa yang sakit dn
siapa yang tidak.
Sifat multifaktorial dari etiologi penyakit terutama penyakit
kronis(dibandingkn dengan penyakit karena infeksi) menimbulkan
kesulitan dalam menentukan faktor mana yang berperan utama dalam
menimbulkan penyakit pada sewaktu waktu dan keadaan.
Panjangnya waktu laten / waktu inkubasi penyakit menular pada berbagai
penyakit kronis, menimbulkn kesulitan dalam menentukan faktor mana,
yang mendahului faktor yang langsung menimbulkan penyakit.
Ketidakjelasan waktu timbulnya penyakit menimbulkan kesulitan dalam
mengumpulkan data kasus baru.
Faktor yang sama dapat memberikan pengaruh yang berbeda pada tiap
tahap perjalanan penyakit. Contohnya penyakit jantung koroner lebih
banyak timbul pada orang kota daripada orang di pedesaan, akan tetapi
sesudah penyakit itu timbul prognosis pada orang kota lebih baik
dibandingkan dengan orang pedesaan, karena di kota lebih mudah
mencapai fasilitas perawatan penyakit tersebut.
Numerator di sini adalah jumlah total orang yang sakit pada suatu
saat, tanpa memperhitungkan sejak kapan yang bersangkutan sakit.
Sedangkan denominator adalah jumlah total populasi pada saat itu,
termasuk yang sehat maupun yang sakit.
𝑎
(𝑎−𝑐)
: 𝑐/(𝑎 − 𝑐) 𝑎/𝑐
= 𝑏 = = 𝑎𝑑/𝑏𝑐
: 𝑑/(𝑏 + 𝑑) 𝑏/𝑑
𝑏+𝑑
2. Studi kasus-kontrol dengan ‘matching’
Pada studi kasus control dengan matching individual, harus
dilakukan analisis dengan menjadikan kasus dan control sebagai
pasangan-pasangan. Jadi, bila misalnya terdapat 50 kasus yang masing
masing berpasangan dengan tiap subyek dari 50 kontrol, maka kita
lakukan pengelompokan menjadi 50 pasangan sebagai berikut. Hasil
pengamatan studi kasus-kontrol biasanya disusun dalam table 2 x 2
dengan keterangan sebagai berikut :
KASUS Risiko + A B
Risiko - C D
Rasio adds pada studi kasus control dengan matching ini dihitung
dengan mengabaikan sel a karena baik kasusmaupun control terpajan, dan
sel d, karena baik kasus maupun control tidak terpajan.
Kontrol : Wanita yang melahirkan dalam kurun waktu yang sama tanpa
plasenta previa dan dipilih secara acak.
Plasenta previa
ya Tidak jumlah
RIWAYAT
ABORSI Ya 12 9 21
Tidak 56 59 115
Jumlah 68 68 136
Bias merupakan kesalahan sistematis yang menyebabkan hasil penelitian tidak sesuai
dengan kenyataan. Pada penelitian kasus-kontrol terdapat tiga kelompok bias yang dapat
mempengaruhi hasil, yaitu :
Bias seleksi
Bias informasi
Bias perancu (confounding bias)
a. Informasi tentang faktor risiko atau faktor perancu (confounding factors) mungkin terlupa
oleh subyek penelitian atau tidak tercatat dalam catatan medik kasus (recall bias).
b. Subyek yang terkena efek (kasus), karena ingin mengetahui penyebab penyakitnya lebih
sering melaporkan faktor risiko dibandingkan dengan subyek yang tidak terkena efek
(kontrol).
c. Peneliti kadang sukar menentukan dengan tepat apakah pajanan suatu agen menyebabkan
penyakit ataukah terdapatnya penyakit menyebabkan subyek lebih terpajan oleh agen.
d. Identifikasi subyek sebagai kasus maupun kontrol yang representatif seringkali sangat
sukar
a. Studi kasus-kontrol dapat, atau kadang bahkan merupakan satu-satunya, cara untuk
meneliti kasus yang jarang atau yang masa latennya panjang.
b. Hasil dapat diperoleh dengan cepat.
c. Biaya yang diperlukan relative murah.
d. Memerlukan subyek penelitian yang lebih sedikit.
e. Dapat digunakan untuk mengidentifikasikan berbagai factor resiko sekaligus dalam satu
penelitian.
Kekurangan Rancangan Penelitian Case Control
a. Data mengenai pajanan terhadap faktor resiko diperoleh dengan mengandalakan daya
ingat atau rekam medis. Daya ingat responden ini menyebabkan terjadinya recall bias,
karena responden yang mengalami efek cenderung lebih mengingat pajanan terhadap
faktor resiko dari pada responden yang tidak mengalami efek. Data sekunder, dalam hal
ini rekam medis yang seringkali dipakai sebagai sumber data juga tidak begitu akurat.
b. Validasi mengenai informasi kadang kadang sukar diperoleh.
c. Oleh karena kasus maupun control dipilih oleh peneliti maka sukar untuk meyakinkan
bahwa kedua kelompok tersebut benar sebanding dalam pelbagai faktor eksternal dan
sumber bias lainnya.
d. Tidak dapat memberikan incidence rates.
e. Tidak dapat diapakai untuk menentukan lebih dari 1 variabel dependen, hanya berkaitan
dengan satu penyakit atau efek.
c) Penelitian Cohort
Jika penelitian case control selalu berawal dari kasus atau penyakit,
maka penelitian cohort bermula dari eksposur. Pada studi kohort,
penelitian dimulai dengan melakukan identifikasi faktor (kausa) terlebih
dahulu, kemudian subjek diikuti secara prospektif selama periode
waktutertentu untuk mencari ada atau tidaknya efek (penyakit) yang
ditimbulkan dari faktor risiko tersebut. Sebagai contoh, ketika kita sedang
membeli bensin akan terlihat banyak anak kecil yang menjajakan koran
dan makanan. Mengingat bahwa di sekitar pom bensin tentu banyak
kandungan timbalnya, maka pertanyaannya adalah apa yang akan terjadi
pada anak-anak tersebut setelah sekian lama terpapar lingkungan pom
bensin yang notabene mengandung banyak timbal.
Atas dasar pertanyaan tersebut kemudian peneliti melakukan
observasi secara prospektif pada anak-anak yang berada di sekitar pom
bensin dan diamati hingga muncul outcome, baik berupa penyakit atau
hanya gejala sakit. Sedangkan kelompok kontrol adalah anak-anak yang
sama sekali tidak terpapar oleh timbal, atau tidak bekerja di sekitar pom
bensin.
Pendekatan penelitian cohort harus banyak memperhitungkan segi
logistik, karena pengamatan pada kelompok eksposur untuk terjadinya
outcome bisa sangat lama dan sering tidak menentu. Dapat dibayangkan
apabila kita mengamati dan melakukan follow up terhadap semua orang
yang merokok dan menunggu hingga timbul outcome berupa Ca pulmo.
Waktu yang diperlukan untuk pengamatan tersebut tentu akan sangat lama,
bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun. Oleh sebab itu jarang sekali orang
melakukan penelitian jenis ini jika kemungkinan terjadinya outcome
sangat lama.
Pada studi kohort juga diperlukan adanya suatu hipotesa penelitian.
RR (Risiko Relatif)
1) Kohor prospektif
2) Kohor retrospektif
Umumnya studi kohor bersifat prospektif, di mana
peneliti memulai pengamatan denganmengidentifikasi
kelompok dengan faktor risiko (terpapar) dan kelompok tanpa
faktor risiko (tidak terpapar), kemudian diamati akibat yang
diharapkan terjadi sepanjang waktu tertentu.Namun demikian,
studi kohor dapat pula dilakukan dengan menggunakan data
yang telahdikumpulkan pada waktu yang lalu yang tersimpan
dalam arsip atau bentuk penyimpanan datalainnya.Umpamanya
seorang peneliti yang ingin menganalisis faktor-faktor risiko
dari 78 orangpenderita stroke yang berasaldari kelompok
pegawai perusahaan tertentu yang dijumpainyadalam dua tahun
terakhir, dengan menelusuri catatan kesehatan penderita
tersebut sejakbekerja pada perusahan yang dimaksud.Contoh
lain adalah pengamatan terhadap sejumlah pegawai bagian
produksi dari suatu pabrik
semen tertentu yang sedang menderita sejenis penyakit ganggu
an pernapasan. Peneliti mencoba mengamati faktor risiko yang
berhubungan dengan penyakit tersebut denganmenelusuri data
kesehatan dan faktor lingkungan tempatnya bekerja sejak
pegawai tersebutmulai bekerja pada pabrik tadi.Prinsip studi
kohor retrospektif tetap sama dengan kohor biasa, namun pada
bentuk ini,pengamatan dimulai pada saat akibat (efek) sudah
terjadi. Yang terpenting dalam bentuk iniadalah populasi yang
diamati tetap memenuhi syarat populasi kohort dan yang
diamatiadalah
faktor risiko masa lalu yang diperoleh melalui pencatatan data
yang lengkap. Dengan demikian, bentuk penelitian retrospektif
kohor hanya dapat dilakukan bila data tentang faktorrisiko
tercatat dengan baik sejak terjadinya keterpaparan pada
populasi yang sama dengan efekyang ditemukan pada awal
pengamatan
YA (+) A B A+B
Langkah awal dari suatu studi kohor adalah merumuskan masalah atau
pertanyaan penelitian yang kemudian akan mengantar peneliti merumuskan hipotesis
penelitian yanglebih tepat/sesuai. Dari formulasi hipotesis tersebut, akan tercermin
berbagai variabelyang menjadi variabel penelitian, baik yang bersifat variabel bebas,
variabel terikat ( d e p e n d e n t ) m a u p u n v a r i a b e l - v a r i a b e l l a i n n ya ya n g
h a r u s m e n j a d i p e r h a t i a n p e n e l i t i , antara lain variabel kendali (kontrol),
variabel pengganggu serta variabel lainnya yangharus dipertimbangkan.
c. Besarnya sampel
Sebagaimana diketahui bahwa pada hipotesis nol (Ho) biasanya
dinyatakan bahwabesarnya kelompok yang akan menderita penyakit yang
diteliti pada kelompok terpapart i d a k b e r b e d a d e n g a n k e l o m p o k ya n g
t i d a k t e r p a p a r s e h i n g g a n i l a i R i s i k o R e l a t i f n ya menjadi satu (RR = 1).
Sedangkan hipotesis alternant dapat bersifat satu sisi atau dua sisid e n g a n
R R > 1 a t a u R R < 1 a tau tidak sama dengan satu (RR ≠1). Dalam
menentukanbesarnya sampel pada penelitian ini, umumnya pada sebagian
kasus, besarnya RR dan P 2ditentukan terlebih dahulu sedangkan P 1dihitung
dari kedua nilai tersebut. Besarnyas a m p e l untuk pengujian dua
sisi menjadi:
e. Identifikasi Subjek
Subjek pada pengamatan kohor dapat dengan efek negatif maupun dengan efek
positif.Pada studi kohor prospektif umpamanya, kedua kondisi ini dapat terjadi pada
akhirpengamatan di mana efek positif dan negatif dapat dijumpai baik pada kelompok
terpapar(kelompok target) maupun pada kelompok yang tidak terpapar (kelompok
kontrol). Padapengamatan kohor prospektif dengan kontrol internal, kelompok kontrol
terbentuk secaraalamiah, artinya diambil dari populasi kohor yang tidak terpapar dengan
faktor resiko yangdiamati.Pada bentuk kohor dengan pembanding internal seperti ini,
mempunyai keuntungantersendiri karena: pertama, kedua kelompok (target dan kontrol)
berasal dari populasi yangsama, dan kedua, terhadap kedua kelompok tersebut dapat
dilakukan follow-up dengan tatacara dan waktu yang sama.Dalam pelaksanaannya,
perbedaan adanya faktor risiko pada kelompok target danabsennya pada kelompok
kontrol dapat berupa taktor risiko internal (seperti rentannya kelompok target terhadap
gangguan kesehatan atau penyakit tertentu), dapat pula sebagai faktor risiko eksternal
(umpamanva adanya faktor lingkungan atau perilaku maupun kepercayaan kelompok
tertentu yang dapat mempermudah seseorang terkena penyakit atau gangguan kesehatan
tertentu). Di samping itu, pada kelompok kontrol internal. Perbedaan faktor risiko antara
dua kelompok yang diamati dapat pula hanya berbeda pada intensitas, kualitas, dan waktu
keterpaparan, umpamanya perokok aktif dan mereka yang berada di sekitar perokok aktif
tersebut. Pada penelitian kohor, pemilihan anggota kelompok kontrol biasanya tidak
diperlukanteknik matching (penyesuaian) dengan anggota kelompok target, terutama bila
subjek yang diteliti jumlahnya cukup besar, atau bila proporsi subjek dengan faktor risiko
(kelompok target) jauh lebih besar bila dibanding dengan kelompok kontrol. Namun
dalam beberapa keadaan tertentu, teknik matching perlu dipertimbangkan, misalnya
apabila peneliti ingin mengetahui besarnya pengaruh pemapaparan yang lebih akurat,
pada penelitian dengan besarnya sampelterbatas, atau pada keadaan di mana proporsi
kelompok target lebih kecil bila dibanding dengan kelompok kontrol. Namun demikian,
bila variabel luar cukup banyak ragamnya, teknik matching akan sulit dilakukan, dan
apabila tetap dipaksakan, akan mengakibatkan jumlah subjek akan lebih kecil sehingga
sulit mengambil kesimpulan yang definitif. Untuk penelitan kohor, perlu mendapatkan
perhatian utama dalam menentukan hasilluaran secara standar, apa positif atau negatif
(menderita atau tidak menderita penyakit yang diteliti). Pada penelitian ini kemungkinan
timbulnya negatif palsu cukup besar bila tidakdilakukan standar penentuan diagnosis.
a. Merupakan rancangan terbaik dalm menentukan insidens atau perjalanan penyakit dan
efek yang diteliti.
b. Terbaik dalam menerangkan dinamika hubunga antara faktor risiko dengan efek secara
temporal.
c. Terbaik dalam meneliti kasus yang bersifat fatal dan progresif.
d. Dapat digunakan untuk meneliti beberapa efek sekaligus dari suatu faktor risiko tertentu.
e. Memiliki kekuatan yang handal dalam meneliti berbagai masalah kesehatan karena sifat
pengamatannya yang kontini dan longitudinal.
2. Studi eksperimental
Menguji hipotesis bahwa sebuah faktor (determinan), menimbulkan
penyakit adalah jenis penelitian yang dikembangkan untuk mempelajari fenomena
dalam kerangka korelasi sebab-akibat. Studi eksperimen (studi perlakuan atau
intervensi dari situasi penelitian terbagi dalam dua macam yaitu rancangan
eksperimen murni dan quasi eksperimen.
1. Rancangan eksperimen murni
Eksperimen murni adalah suatu bentuk rancangan yang memperlakukan
dan memanipulasi subjek penelitian dengan control secara ketat. Penelitian
eksperimen mempunyai ciri:
b. Ada perlakuan, yaitu memperlakukan variable yang diteliti (memanipulasi suatu
variabel)
c. Ada randominasi, yaitu penunjukan subjek penelitian secara acak untuk
mendapatkan salah satu dari berbagai tingkat factor penelitian.
d. Semua variable terkontrol, eksperimen murni mampu mengontrol hamper semua
pengaruh factor penelitian terhadap variable hasil yang diteliti
2.Pilihlah anggota yang akan ikut dalam eksperimen, apabila populasi cukup
homogen, Maka pemilihan anggota untuk masuk kedalam kelompok studi dan
kelompok kontrol dilakukan dengan tabel angka random. apabila tidak homogen,
maka populasi dibagi dahulu di dlm beberpa segmen yang homogen dan
selanjutnya penentuan kelompok studi dan kelompok kontrol diakukan sama
seperti Populasi homogen.
Referensi :
Gordis, Leon. 2004.“Epidemiology ”. Philadelphia : Elsevier Saunders
Budiarto, Eko. 2003.“ Metodologi Penelitian Kedokteran”. Jakarta : Penerbit EGC
Sastroasmoro, Sudigdo dkk. 1995.“Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis”. Jakarta :
Binarupa Aksara
Noor, Nur Nasry. 2000.“Pengantar Epidemiologi ”. Makassar : Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Hasanuddin
Armi Candra Makalah Metodologi Penelitian Cross Sectional.
http://www.academia.edu/11847821/MAKALAH_METODOLOGI_PENELITIAN_CROSS_SE
CTIONAL. Diakses pada tanggal 3 Mei 2019 pukul 08:19
Atmaja,Trianingsih.2015. Catatan Kuliah.www.academia.edu/28652094/ catatan_kuliah.
Diakses 2 mei 2019
H.Narakwureh.2015.penelitianepidemiologianalitik.www.academia.edu/28948557/penelitian_epi
demiologi_analitik.diakses 2 mei 2019