Anda di halaman 1dari 5

TUGAS PROFESIONALISME KEBIDANAN

PERMASALAHAN GENDER DARI SEGI BUDAYA

KELOMPOK 2
Choirul Nizak (02)

Desi Kristina Panjaitan (03)

Dewa Ayu Kompiang Sumayanti (04)

Dwi Apramita Purnama (05)

Fitria Sri Utami (06)

Gusti Ayu Evaliana Suantadewi (07)

I Dewa Ayu Megayani (08)

Kadek Cristina Cahya Wardani (09)

Ketut Ayu Wiarsini (10)

Komang Istri Daryati (11)

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI


2021
PERMASALAHAN GENDER DARI SEGI BUDAYA

A. Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar menempati urutan
keempat dunia. Menurut survei populasi 2015, populasi Indonesia pada 2019 diproyeksikan
mencapai 266,91 juta. Menurut jenis kelamin, jumlah itu terdiri dari 134 juta pria dan 132,89
juta wanita. Perbandingan jumlah pria dan wanita yang hampir sama tidak serta merta
menjadikan peran dan keterlibatan pria dan wanita dalam kehidupan sosial di masyarakat
memiliki porsi yang sama. Masalah tentang kesetaraan gender masih merupakan masalah
khusus yang tidak dipahami secara luas oleh masyarakat. Dalam kehidupan ekonomi, politik
dan sosial-budaya, perempuan memiliki peran yang lebih rendah daripada laki-laki. Sebagai
contoh, Indonesia baru saja selesai dengan pemilihan umum dan pemilihan legislatif, tetapi
keterlibatan perempuan masih sangat rendah (hanya sekitar 20,5 persen atau 118 kursi dari
575 total kursi di parlemen).

B. Pengertian Gender dan Sosial-Budaya


1. Gender adalah perbedaan status dan peran antara perempuan dan laki-laki yang dibentuk
oleh masyarakat sesuai dengan nilai budaya yang berlaku dalam periode waktu tertentu
( WHO 2021 )
2. Menurut Koentjaraningrat budaya adalah suatu gagasan dan rasa, suatu tindakan dan juga
karya yang merupakan sebuah hasil yang dihasilkan manusia dalam kehidupan
masyarakat yang nantinya dijadikan kepunyaannya dengan belajar.

C. Permasalahan Gender dari Segi Budaya


Tidak dapat dipungkiri, inklusifitas gender dalam sosial budaya membuat ketidakadilan
dalam kehidupan sosial budaya akhirnya muncul kepermukaan. Baik laki-laki dan
perempuan merasa terintimidasi dengan nilai-nilai yang sudah ada sebelumnya. Padahal,
gender tidak harus dilihat dari sisi perempuan sebagai pihak yang meminta dan
menginginkan “kesetaraan” sementara laki-laki sebagai pemberi “kesetaraan”.
laki-laki dan perempuan mendapat kesempatan yang sama dalam mengembangkan segala
potensi/ kemampuan yang dimiliki secara maksimal. Gender disebut sebagai sekelompok
aritribut yang dibentuk secara kultural yang ada pada kaum laki-laki dan perempuan atau
bagaimana masyarakat memandang laki-laki dan perempuan dalam lingkungan sosialnya.
Bagi Mosse gender adalah seperangkat peran, nilai dan aturan yang dijalankan seperti halnya
kostum dan topeng teater yang memiliki pesan kepada orang lain bahwa diri kita feminim
ataupun maskulin. Sekalipun demikian pandangan gender jangan sampai dirancukan dengan
konsep jenis kelamin yang sifatnya taken for granted (alamiah). Karena antribut biologis ini
tidak dapat dipertukarkan secara bebas antara laki-laki dan peremuan, karena merupakan
anugrah dan takdir sejak lahir di dunia.

Untuk itu, perempuan memiliki peran untuk turut membangun suatu komunitas dengan
gagasan dan rasa yang dimilikinya, juga melalui tindakan dan karya yang kemudian juga
diakui sebagai pengembangan nilai-nilai budaya suatu lingkungan sosial/komunitas tempat
perempuan itu berada.

D. Contoh permasalahan gender dari segi Budaya, antara lain :


1. Masyarakat di Indonesia khususnya di Jawa menganut budaya patriaki, dimana seorang
kepala keluarga adalah laki-laki sehingga budaya laki-laki dicap sebagai orang yang berkuasa
di keluarga. Budaya patriaki bisa berakibat anggapan bahwa kesehatan reproduksi adalah
masalah perempuan sehingga berdampak kurangnya pertisipasi, kepedulian laki- laki dalam
kesehatan reproduksi.
2. Di Jawa ada pepatah yang mengatakan bahwa perempuan di dalam rumah tangga sebagai
kasur, sumur, dapur. Sehingga perempuan di dalam keluarga hanyalah melayani suami,
kedudujannya lebih rendah dari laki- laki.
3. Perlakuan orang tua kepada anaknya sejak bayi dibedakan antara laki-laki dan perempuan
dengan memberikan perlengkapan bayi warna biru untuk laki-laki, perlengkapan bayi warna
pink untuk perempuan.
4. Pengaruh pengasuhan, Ibu banyak mengurus hal yang berkaitan fisik anak sedangkan ayah
cenderung pada interaksi yang bersifat permainan dan diberi tanggung jawab untuk
menjamin bahwa anak laki-laki dan anak perempuan menyesuaikan dengan budaya yang ada.
Ayah lebih banyak terlibat dalam sosialisasi dengan anak laki-laki dari pada perempuan.
Banyak orang tua membedakan permainan bagi anak laki-laki dan perempuan. Permainan
anak laki-laki cenderung agresif. Pada masa remaja orang tua lebih mengijinkan anak laki-
laki mereka cenderung lebih bebas dari pada anak perempuan dengan mengijinkan mereka
pergi jauh dari rumah.
5. Pengaruh teman sebaya, Anak-anak yang melakukan kegiatan-kegiatan dengan teman sebaya
lebih cenderung dihargai oleh sesama jenis teman mereka. Begitu pula anak perempuan.
Sedang anak perempuan yang ‘tomboi’ dapat bergabung dengan teman laki-laki, tetapi tidak
berlaku bagi anak laki-laki yang bergabung dengan teman perempuan. Ini mencerminkan
tekanan penggolongan jenis kelamin yang lebih besar oleh masyarakat kita pada anak laki-
laki.
6. Pengaruh sekolah dan guru, Banyak buku-buku di sekolah yang bias gender. Guru
membedakan membimbing antara murid laki-laki dan perempuan. Buku-buku pelajaran
memberi gambaran pekerjaan perempuan di rumah, sedang laki-laki sebagai pekerja
kantoran.
7. Pengaruh media. Pesan-pesa di media tentang apa yang dilakukan laki-laki dan perempuan
banyak yang bias gender. Banyak media mengekspose ibu rumah mengurus anak dan rumah
tangga, sedangkan ayah bekerja di kantor. Banyak iklan oleh perempuan tentang kosmetik,
kebersihan, mencuci. Sedangkan laki-laki mengiklankan mobil, direktur, eksekutif muda.
8. Pengaruh kognitif. Teori perkembangan kognitif. Penentuan gender gender typing pada anak-
anak terjadi setelah mereka mengembangkan suatu konsep tentang gender. Sekali mereka
secara konsisten menyadari diri mereka sebagai anak laki-laki atau perempuan, anak-anak
sering mengorganisasikan diri mereka atas dasar gender.
DAFTAR PUSTAKA

https://text-id.123dok.com/document/dy4jrr5yn-budaya-yang-berpengaruh-terhadap-gender.html

https://makassar.terkini.id/gender-dalam-perspektif-sosial-budaya-dan-pembangunan-manusia/

https://media.neliti.com/media/publications/285802-gender-dalam-persfektif-budaya-dan-bahas-
2a9d076d.pdf

Anda mungkin juga menyukai