Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KESETARAAN GENDER
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Gender dan Kesejahteraan Sosial

OLEH : SYEIRA SYUCHAILI (1703090003)

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

2019/2020

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO), gender adalah sifat perempuan dan laki-laki,
seperti norma, peran, dan hubungan antara kelompok pria dan wanita, yang dikonstruksi secara
sosial. Gender dapat berbeda antara satu kelompok masyarakat dengan masyarakat lainnya, serta
dapat berubah sering waktu. Dari pengertian gender di atas, gender adalah sesuatu yang
terbentuk secara sosial dan bukan dari bentuk tubuh laki-laki maupun perempuan. Gender
cenderung merujuk pada peran sosial dan budaya dari perempuan dan laki-laki dalam masyarakat
tertentu. Dalam konsep gender, terdapat istilah yang disebut dengan identitas gender dan ekspresi
gender. Identitas gender adalah cara pandang seseorang dalam melihat dirinya, entah sebagai
perempuan atau laki-laki. Sedangkan ekspresi gender adalah cara seseorang mengekspresikan
gendernya (manifestasi), melalui cara berpakaian, potongan rambut, suara, hingga perilaku.
Gender umumnya dideskripsikan dengan feminim dan maskulin. Anda mungkin diajarkan bahwa
laki-laki harus perkasa, kuat, dan tidak boleh cengeng. Sementara itu, perempuan cenderung
diajarkan untuk bersifat lemah lembut dan keibuan. Sifat ini bisa dipertukarkan, bahwa laki-laki
boleh bersifat lembut, dan perempuan bersifat tegas.

Masih banyak masyarakat yang masih menganggap bahwa istilah gender semata-mata merujuk
pada perempuan. Masih banyak pula yang salah paham atau rancu dalam memahami istilah
gender dan jenis kelamin (seks). Kesalahpahaman tersebut bahkan masih terjadi pada pihak-
pihak yang berurusan dengan program-program kesetaraan gender di Indonesia. Istilah gender
ingin menjelaskan bahwa kebudayaan telah membuat hubungan dua jenis kelamin manusia, laki-
laki dan perempuan, mengalami kesenjangan dengan jurang yang begitu dalam. Mereka “tidak
nyambung” dalam berkomunikasi, mereka terbangun oleh mental dan cara berpikir yang
berseberangan. Mereka berdiri di atas kebudayaan mereka masing-masing. Budaya perempuan
sangat berbeda dengan budaya laki-laki. Nilai-nilai mereka terpecah menjadi dua. Mereka
disebut maskulin dan feminin. Mereka tidak boleh bertukar peran, yang padahal hakekat manusia
begitu indahnya, sama-sama memiliki pikiran, hati dan jiwa, yang seharusnya teraktualisasi
dalam kehidupan mereka sehari-hari. Mereka dipenjara oleh peran-peran atas alasan jenis
kelamin mereka, dan inilah fungsi dari konsep gender, dan dalam perkembangannya gender
menjadi sebuah studi yang dapat dipelajari melalui berbagai disiplin ilmu seperti filsafat,
antropologi, sosiologi, politik, hukum, seni dan kebudayaan, juga sains dan teknologi. Istilah
gender adalah sebuah pisau yang membentangkan kenyataan pahit konstruksi sosial dan budaya
yang diyakini dan dipercaya sebagai kebenaran atau takdir manusia ternyata hanya membuat dua
jenis kelamin manusia ini terus menerus dirundung masalah, tanpa tahu bagaimana
menyelesaikannya. Inilah yang disebut ketidakadilan gender.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Kesetaraan gender?

2. Apa perbedaan antara gender dan sex?

3. Bagaimana wujud kesetaraan gender di Indonesia?

C. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan penulis dalam penulisan makalah ini adalah sebagai tugas mata
kuliah Gender dan Kesejahteraan Sosial yang diberikan oleh dosen pengajar sebagai tugas
perkuliahan. Selain itu untuk lebih menambah wawasan atau pengetahuan tentang kesetaraan
gender.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Gender

Kajian gender merupakan kajian interdisipliner yang meliputi ilmu-ilmu sosial terutama
sosiologi, yang terkait dengan antropologi, psikologi, dan ekonomi. Secara etimologi, kata
'gender' berasal dari bahasa Inggris yang berarti 'jenis kelamin'. Kata 'gender' dapat diartikan
sebagai 'perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dalam hal nilai dan perilaku.
Secara terminologis, gender dapat didefinisikan sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-
laki dan perempuan. Gender dapat pula didefinisikan pembedaan laki-laki dan perempuan yang
dilihat dari konstruksi sosial budaya. Lebih jelas lagi disebutkan dalam Women's Studies
Encyclopedia bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang dipakai untuk membedakan
peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang
berkembang dalam masyarakat.

Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik benang merah bahwa gender adalah suatu sifat yang
dijadikan dasar untuk mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki dan perempuan dilihat dari
segi kondisi sosial dan budaya, nilai dan perilaku, mentalitas, dan emosi, serta faktor-faktor
nonbiologis lainnya.

Pengertian Gender menurut para ahli:

1. Menurut Muhtar (2002), pengertian gender adalah jenis kelamin sosial atau konotasi
masyarakat untuk menentukan peran sosial berdasarkan jenis kelamin.

2. Menurut Hasples dan Suriyasarn (2005), pengertian gender adalah sebuah variabel sosial
untuk menganalisa perbedaan laki-laki dan perempuan yang berkaitan dengan peran,
tanggung jawab dan kebutuhan serta peluang dan hambatan.

3. Menurut Mosse (2007), gender mencakup penampilan, pakaian, sikap, kepribadian,


bekerja di dalam dan di luar rumah tangga, seksualitas, tanggung jawab keluarga, dan
sebagainya.

4. Fakih (2008), pengertian gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki
maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan kultural.

B. Perbedaan antara Gender dan Sex

Gender adalah seseuatu yang dipercaya oleh seseorang tersebut, tergant. Dimana di dalam gender
terdapat perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki laki dan perempuan sebagai
hasil konstruksi sosial (budaya). Sementara Sex adalah jenis kelamin atau organ kelamin yang
dimiliki oleh seseorang. Gender dan Sex tentu saja berbeda, Sex yaitu sesuatu yang telah
ditentukan oleh sang Maha Pecipta yang bersifat kodrat, tidak dapat berubah dan berlaku di
mana saja. sementara Gender adalah pemikiran/suatu hal yang dia percaya, seperti contohnya
jenis kelamin dia perempuan dan gender dia pun perempuan karena dia percaya bahwa dia
perempuan, bisa juga jika dia berjenis kelamin lelaki tetapi dia percaya bahwa dia perempuan
dan itu lah yang disebut gender dan gender tidak bersifat kodrat.

Gender memiliki beberapa peran, yaitu : pertama, Stereotip Gender adalah penilaian orang lain
terhadap diri seseorang. Kedua, Tipe Gender adalah maskulin atau feminim. Maskulin biasanya
bersifat tanggung jawab, tegas dan sebagainya, sementara feminim biasanya bersifat lemah
lembut, perhatian dan sebagainya. Ketiga, Peran Gender yaitu menentukan perannya dalam
masyarakat, seperti lelaki yang berperan sebagai kepala keluarga dan sebuah keluarga,
perempuan yang menjadi ibu bagi anak-anaknya. Normalnya gender seorang anak akan mulai
berkembang pada usia 2 tahun, selanjutnya anak usia 4 hingga 7 tahun mulai memahami
konsisten gendernya secara internal. Lebih rincinya yaitu sebagai berikut :

1. Masa Sensor Gender, yaitu pada usia 7 bulan mulai menggunakan sensor suara sementara
pada usia 12 bulan mulai menggunakan sensor visual untuk mengerti gendernya,
perempuan ataukah lelaki.

2. Stereotip Gender, yaitu : stereotip sendiri adalah penilaian orang disekitarnya. Pada usia
12 bulan keatas, dalam tahap ini dipengaruhi oleh pola asuh orang tua, mainan dan
pakaian, seperti seorang anak yang terlahir berjenis kelamin perempuan diasuh dengan
pola asuh lemah lembut, perhatian dan manja serta diberikan mainan dan pakaian
perempuan seperti boneka barbie, pakaian yang lebih pada warna cerah seperti pink,
dengan begitu anak akan mengetahui bahwa gendernya adalah perempuan Begitu
sebaliknya, jika perempuan yang diasuh dengan pola asuh seperti mengasuh seorang anak
lelaki, di berikan mainan dan pakaian lelaki kemungkinan dia akan percaya bahwa
dirinya lelaki.

3. Label Internal Verbal, yaitu : terjadi pada usia 3 sampai 4 tahun, mengindentifikasikan
bahwa dirinya perempuan atau lelaki, seperti yang telah dibahas pada Stereotip Gender,
pada tahap ini kelanjutakn dari tahap sebelumnya yang lebih mendalam. Dalam dunia
psikologi pada usia tersebut anak sudah selesai dalam mengenal gendernya.

4. Gender Script, yaitu : terjadi pada usia 4-6 tahun, anak mulai mengadopsi perannya di
masyarakat, secara diam-diam dia mempercayakan gendernya.

C. Kesetaraan Gender di Indonesia

Ketidakadilan gender dapat termanifestasi dalam berbagai bentuk ketidakadilan yaitu:

1. Subordinasi, Kondisi yang menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah dari
laki-laki, contoh: seorang ibu yang tidak diberi kesempatan untuk mengambil keputusan
dan menyalurkan pendapat.

2. Stereotip Gender, Penandaan terhadap suatu kelompok tertentu yang seringkali


merugikan dan menimbulkan ketidakadilan, contoh : pendapat bahwa perempuan sering
berdandan untuk menarik perhatian lawan jenis ( dapat dilihat dalam ketentuan pasal 5
PERMA Nomor 3 Tahun 2017)

3. Beban Ganda, Beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak
dibandingkan jenis kelampin tertentu, contoh : perempuan yang memiliki peran dalam
mengurus rumah tangga, memastikan suami dan anak dalam keadaan baik, melahirkan,
menyusui, atau dapat dikatakan bahwa perempuan memiliki beban kerja majemuk ttetapi
seringkali tidak dihargai dan tidak dianggap.

4. Marginalisasi, Suatu proses peminggiran dari akses sumber daya atau pemiskinan yang
dialami perempuan akibat perubahan gender di masyarakat, contoh : perempuan dianggap
sebagai makhluk domestic dalam hal ini hanya diarahkan untuk menjadi pengurus rumah
tangga.

5. Kekerasan, Adanya perlakuan kasar atau tindakan yang bersumber dari sumber kekerasan
salah satunya kekerasan terhadap jenis kelamin tertentu yaitu Perempuan dengan
anggapan gender yang eksis dan diakui di masyarakat patriarki berpusat pada kekuasaan
laki-laki misal anggapan bahwa perempuan itu lemah,pasrah, dan menjadi obyek seksual
sehingga dalam konteks ini dikenal istilah gender-based violence.

Kesetaraan gender merupakan salah satu hak asasi kita sebagai manusia. Hak untuk hidup secara
terhormat, bebas dari rasa ketakutan dan bebas menentukan pilihan hidup tidak hanya
diperuntukan bagi para laki-laki, perempuan pun mempunyai hak yang sama pada hakikatnya.
Sayangnya sampai saat ini, perempuan seringkali dianggap lemah dan hanya menjadi sosok
pelengkap. Terlebih lagi adanya pola berpikir bahwa peran perempuan hanya sebatas bekerja di
dapur, sumur, mengurus keluarga dan anak, sehingga pada akhirnya hal di luar itu menjadi tidak
penting. Sosok perempuan yang berprestasi dan bisa menyeimbangkan antara keluarga dan karir
menjadi sangat langka ditemukan. Perempuan seringkali takut untuk berkarir karena tuntutan
perannya sebagai ibu rumah tangga.

Data yang ada menunjukkan bahwa perempuan secara konsisten berada pada posisi yang lebih
dirugikan daripada laki-laki. Berikut adalah isu-isu utama/ sejumlah contoh kesenjangan gender
di berbagai sektor yang masih perlu diatasi :

1. Pola Pernikahan yang merugikan pihak perempuan.

Pernikahan dini adalah suatu hal yang lazim di Indonesia, khususnya di daerah pedesaan.
Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2004 memperkirakan 13% dari perempuan
Indonesia menikah di umur 15 – 19 tahun. Dalam hukum Islam, laki-laki memang
diperbolehkan memperistri lebih dari satu orang. Akan tetapi, dalam Undang-Undang
Perkawinan Tahun 1974 menyatakan bahwa izin untuk memiliki banyak istri dapat
diberikan jika seseorang dapat memberikan bukti bahwa istri pertamanya tidak dapat
melaksanakan tanggung jawabnya sebagai istri. Pegawai Negeri Sipil (PNS) Indonesia
pun dilarang mempraktekkan poligami. Hukum perkawinan di Indonesia menganggap
pria sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah keluarga. Sedangkan, tugas-tugas
rumah tangga termasuk membesarkan anak umumnya dilakukan oleh perempuan.

2. Kesenjangan Gender di pasar kerja


Adanya segmentasi jenis kelamin angkatan kerja, praktik penerimaan dan promosi
karyawan yang bersifat deskriminatif atas dasar gender membuat perempuan
terkonsentrasi dalam sejumlah kecil sektor perekonomian, umumnya pada pekerjaan-
pekerjaan berstatus lebih rendah daripada laki-laki. Asumsi masyarakat yang menyatakan
bahwa pekerjaan perempuan hanya sekedar tambahan peran dan tambahan penghasilan
keluarga juga menjadi salah satu sebab rendahnya tingkat partisipasi tenaga kerja
perempuan.

3. Kekerasan Fisik

Indonesia telah menetapkan berbagai undang-undang untuk melindungi perempuan dari


kekerasan fisik. Akan tetapi, terdapat beberapa bukti yang menunjukkan bahwa
kekerasan terhadap perempuan adalah umum di Indonesia. Menurut survey Demografi
dan Kesehatan 2003, hampir 25% perempuan yang pernah menikah menyetujui anggapan
bahwa suami dibenarkan dalam memukul istrinya karena salah satu alasan berikut: istri
berbeda pendapat, istri pergi tanpa memberitahu, istri mengabaikan anak, atau istri
menolak untuk melakukan hubungan intim dengan suami. Perdagangan perempuan dan
prostitusi juga merupakan ancaman serius bagi perempuan Indonesia, terutama mereka
yang miskin dan kurang berpendidikan. Meskipun pelecehan seksual dianggap kejahatan,
akan tetapi hal itu umum ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Departemen Kesehatan
Indonesia tahun 2004 menemukan bahwa 90% perempuan mengaku telah mengalami
beberapa bentuk pelecehan seksual di tempat kerja.

4. Hak Kepemilikan

Hukum Perdata di Indonesia menetapkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki hak
kepemilikan yang sama. Perempuan di Indonesia memiliki hak hukum untuk akses ke
properti, tanah dan memiliki akses ke pinjaman bank dan kredit, meskipun terkadang
masih terdapat diskriminasi di beberapa bagian contohnya: suami berhak untuk memiliki
nomor pajak pribadi, sedangkan istri harus dimasukkan nomor pajak mereka dalam
catatan suami. Untuk meningkatkan kesadaran perempuan akan isu kesetaraan gender ini
dan mengedukasi pekerja perempuan mengenai hak-haknya sebagai pekerja perempuan,
program kampanye Labour Rights For Women yang ditujukan bagi pekerja perempuan
muda tidak ada henti-hentinya menyuarakan dan mengedukasi perempuan. Lewat event
dan pelatihan Labour Rights For Women yang bertema “Gender Equality”, perempuan
diharapkan dapat lebih terpacu untuk membela hak mereka dalam kesempatan kerja/karir,
hak maternal dan keseimbangan antara keluarga dan karir.

Kesetaraan gender tidak harus dipandang sebagai hak dan kewajiban yang sama persis tanpa
pertimbangan selanjutnya. Malu rasanya apabila perempuan berteriak mengenai isu kesetaraan
gender apabila kita artikan segala sesuatunya harus mutlak sama dengan laki-laki. Karena pada
dasarnya, perempuan tentunya tidak akan siap jika harus menanggung beban berat yang biasa
ditanggung oleh laki-laki. Atau sebaliknya laki-laki pun tidak akan bisa menyelesaikan semua
tugas rutin rumah tangga yang biasa dikerjakan perempuan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut World Health Organization (WHO), gender adalah sifat perempuan dan laki-laki,
seperti norma, peran, dan hubungan antara kelompok pria dan wanita, yang dikonstruksi secara
sosial. Gender dapat berbeda antara satu kelompok masyarakat dengan masyarakat lainnya, serta
dapat berubah sering waktu. Dari pengertian gender di atas, gender adalah sesuatu yang
terbentuk secara sosial dan bukan dari bentuk tubuh laki-laki maupun perempuan. Gender adalah
seseuatu yang dipercaya oleh seseorang tersebut, tergant. Dimana di dalam gender terdapat
perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki laki dan perempuan sebagai hasil
konstruksi sosial (budaya). Sementara Sex adalah jenis kelamin atau organ kelamin yang dimiliki
oleh seseorang. Gender dan Sex tentu saja berbeda, Sex yaitu sesuatu yang telah ditentukan oleh
sang Maha Pecipta yang bersifat kodrat, tidak dapat berubah dan berlaku di mana saja. sementara
Gender adalah pemikiran/suatu hal yang dia percaya, seperti contohnya jenis kelamin dia
perempuan dan gender dia pun perempuan karena dia percaya bahwa dia perempuan, bisa juga
jika dia berjenis kelamin lelaki tetapi dia percaya bahwa dia perempuan dan itu lah yang disebut
gender dan gender tidak bersifat kodrat.

Kesetaraan gender merupakan salah satu hak asasi kita sebagai manusia. Hak untuk hidup secara
terhormat, bebas dari rasa ketakutan dan bebas menentukan pilihan hidup tidak hanya
diperuntukan bagi para laki-laki, perempuan pun mempunyai hak yang sama pada hakikatnya.

B. Saran

Diperlukan upaya penyadaran masyarakat tentang kesetaraan gender agar tidak terjadi ketimpangan peran
yaitu dengan cara mengikut sertakan laki-laki dalam kegiatan reproduktif rumah tangga dan
menyeimbangkan peran dalam rumah tangga.

DAFTAR PUSTAKA

Indonesia. Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974


http://jurnal.unpad.ac.id/prosiding/article/view/13536/6322

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kajian_gender

https://www.kompasiana.com/amp/meidamartha1851/5e5e11a5d541df6fe8704222/apa-gender-
itu

http://mappifhui.org/2018/11/23/ketidakadilan-gender-kekerasan-terhadap-perempuan-vol-ii/

https://gajimu.com/tips-karir/Tentang-wanita/perempuan-dan-teriakannya-seputar-kesetaraan-
gender

Anda mungkin juga menyukai