Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SEJARAH PERJUANGAN PEREMPUAN DALAM KESETARAAN


GENDER BAIK LOKAL,NASIONAL,MAUPUN INTERNASIONAL

DOSEN PENGAMPU : AJENG MAHARANI PRATIWI, S.ST, M.Keb

DISUSUN OLEH :
1. ANGELA CLARA (SB19004)
2. CIENDI SEPTIANA (SB19011)
3. DESYA FITRIA DEWIMURY (SB19013)
4. EVA ARJIANTI (SB19021)
5. FITRIANI INDAH SARI (SB19023)
6. INTAN PANDINI (SB19028)
7. NABILA DEWAYANI INDIRA (SB19033)
8. NIA PERTIWI (SB19035)
9. NITA FITRIYANI (SB19037)
10. NOVITA LINA KURNIASARI (SB19038)
11. RINI NOVITA SARI (SB19040)

PRODI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA DAN PROFESI BIDAN

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA


TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan atas Kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia –
Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah kami dengan tepat waktu yang berjudul : “
Sejarah Perjuangan Perempuan Baik Lokal, Nasional, Maupun Internasional’’.

Harapan kami sebagaimana penyusun yaitu agar pembaca dapat memahami tentang
sejarah perjuangan perempuan dalam kesetaraan gender baik di lokal, nasional maupun
internasional. Kami ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang
membantu dalam penyelesaian makalah ini sehingga makalah dapat selesai tepat pada
waktunya.

Kami menyadari sepenuhnya dalam penyusunan makalah sejarah perjuangan


perempuan dalam kesetaraan gender baik lokal, nasional, maupun internasional ini masih
terdapat banyak kekurangan, baik dalam sistematika penulisan maupun penggunaan bahasa.
Kami berharap semoga dengan adanya makalah ini dapat menambah ilmu wawasan kita
mengenai sejarah perjuangan perempuan dalam memperjuangkan kesetaraan gender. Akhir
kata kami mengucapkan terima kasih.

Surakarta, 10 Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………… I

KATA PENGANTAR………………………………………………………..…………….. II

DAFTAR ISI……………………………………………………………….……………….III

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………………………………………………….………………………..


1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………….……………….
1.3 Tujuan Makalah………………………………………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian kesetaraan gender……………………………………….………………
B. Bentuk-bentuk ketidakadilan kesetaraan gender……………………..……………..
C. . Hal-hal yang bisa dilakukan agar terbentuknya keadilan dan kesetaraan
gender……………………………………………………………………………….
D. Sejarah perempuan di Indonesia……………………………………………………
E. Tokoh – tokoh perempuan baik nasional maupun international dalam
memperjuangkan kesetaraan gender ……………………………………………….

BAB III PENUTUP

1.1 Kesimpulan ………………………………………………………………………………


1.2 Saran ………………………………………………………………………........................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Perjuangan yang dilakukan oleh kaum wanita di Indonesia terjadi sejak masa
penjajahan Hindia Belanda. Pada abad ke-20 beberapa tokoh pejuang kaum wanita mulai
lahir, Antara lain R.A Kartini dan Dewi Sartika. Tokoh seperti R.A Kartini dan Dewi Sartika
menjadi pelopor tokoh pejuang kaum wanita di berbagai daerah. Perjuangan yang dilakukan
kaum wanita secara perorangan mengawali pergerakan kaum wanita di Indonesia. Pergerakan
tokoh wanita yang melakukan pergerakan dilatar belakangi oleh keadaan kaum wanita yang
sangat memprihatinkan.

Perjuangan yang dilakukan kaum wanita secara perorangan membuat kaum wanita
mulai sadar bahwa peningkatan derajat kaum wanita sangat penting. Masyarakat Indonesia
masih menganggap pendidikan kaum wanita tidak penting, karena tugas kaum wanita hanya
mengurusi rumah tangga. Pada perkembangan selanjutnya perjuangan kaum wanita dilakukan
melalui perkumpulan kaum wanita.

1.2 RUMUSAN MASALAH


A. Apa pengertian kesetaraan gender ?
B. Apa saja bentuk-bentuk dari ketidakadilan akibat diskriminasi gender ?
C. Apa saja hal-hal yang bisa dilakukan agar terbentuknya keadilan dan kesetaraan
gender ?
D. Seperti apa sejarah perjuangan perempuan dalam memperjuangkan kesetaraan gender
baik di lokal,nasional maupun internasional?
E. Siapa saja tokoh perempuan yang terlibat dalam memperjuangkan kesetaraan gender
baik di lokal, nasional maupun internasional?

1.3 TUJUAN
A. Untuk mengetahui pengertian kesetaraan gender.
B. Untuk mengetahui bentuk-bentuk dari ketidakadilan akibat diskriminasi gender.
C. Untuk mengetahui hal-hal yang bisa dilakukan agar terbentuknya keadilan dan
kesetaraan gender.
D. Untuk mengetahui sejarah perjuangan perempuan dalam memperjuangkan kesetaraan
gender baik di local, nasional maupun internasional.
E. Untuk mengetahui tokoh- tokoh perempuan yang terlibat dalam perjuangan
kesetaraan gender baik di local, nasional maupun internasional.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian kesetaraan gender

Kesetaraan gender adalah pandangan bahwa semua orang harus menerima perlakuan
yang setara dan tidak di diskriminasi berdasarkan identitas gender mereka, yang bersifat
kodrati. Dalam pelaksaannya, tujuan kesetaraan gender yaitu agar setiap orang memperoleh
perlakuan yang sama dan adil dalam masyarakat, tidak hanya bidang politik, di tempat kerja,
atau bidang yang terkait dengan kebijakan tertentu.

B. Bentuk-bentuk ketidakadilan akibat diskriminasi gender

 Marginalisasi (peminggiran/pemiskinan) perempuan yang mengakibatkan


kemiskinan, banyak terjadi dalam masyarakat di negara berkembang seperti
penggusuran dari kampung halaman, eksploitasi, banyak perempuan tersingkir dan
menjadi miskin akibat dari program pembangunan seperti intensifikasi pertanian yang
hanya memfokuskan pada petani laki-laki.
 Subordinasi pada dasarnya merupakan keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin
dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya. Ada
pandangan yang menempatkan kedudukan perempuan lebih rendah daripada laki-laki.
 Stereotype merupakan pelabelan atau penandaan yang sering kali bersifat negatif
secara umum selalu melahirkan ketidak-adilan pada salah satu jenis kelamin tertentu.
 Kekerasan (violence), suatu serangan fisik maupun serangan non fisik yang dialami
perempuan maupun laki-laki sehingga yang mengalami akan terusik batinnya.
 Beban kerja (double burden), sebagai suatu bentuk diskriminasi dan ketidakadilan
gender dimana beberapa beban kegiatan diemban lebih banyak oleh salah satu jenis
kelamin.

C. Hal-hal yang bisa dilakukan agar terbentuknya keadilan dan kesetaraan gender

 Menerima dan memandang perbedaan pada laki-laki dan perempuan secara wajar.
 Mendiskusikan cara mengubah struktur masyarakat yang membedakan peran dan
relasi laki-laki dan perempuan juga menyeimbangkannya.
 Meneliti kemampuan dan bakat setiap warga negara baik laki-laki maupun
perempuan, untuk terlibat dalam pembangunan masyarakat, memecahkan masalahnya
dan mempersiapkan masa depannya.
 Memperjuangkan secara terus menerus hak asasi manusia.
 Mengupayakan perkembangan dan penegakan demokrasi serta pemerintahan yang
baik dalam semua institusi masyarakat dengan melibatkan perempuan dalam semua
levelnya.
 Pendidikan merupakan kunci keadilan gender, pendidikan merupakan tempat
masyarakat mentransfer norma, pengetahuan, dan kemampuan mereka

D. Sejarah Pejuang Perempuan dalam memperjuangakan kesetaraan gender

Pada tahun 1912 di Jakarta untuk pertama kalinya didirikan sebuah perkumpulan
wanita yang bernama Puteri Merdika. Perkumpulan wanita Puteri Merdika bergerak dalam
peningkatan derajat kaum wanita melalui bidang pendidikan dengan mendidik dan mengajar
kaum wanita.

Perkumpulan kaum wanita awalnya hanya dilakukan oleh para wanita yang berasal
dari kalangan ningrat. Perkumpulan wanita berkembang menjadi semakin meluas. Tidak
hanya dari kalangan ningrat yang mendirikan perkumpulan wanita, para wanita terdidik
kemudian mendirikan perkumpulan wanita. Perkumpulan wanita tidak hanya didirikan oleh
kaum wanita saja tetapi organisasi lainnya seperti organisasi Muhammadiyah yang
mendirikan sebuah perkumpulan wanita bernama Aisyah.

Perkumpulan wanita kemudian berkembang menjadi organisasi wanita. Perkembangan


organisasi wanita mulai tumbuh dan berkembang pesat pada masa revolusi kemerdekaan
Indonesia. Pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia kaum wanita berjuang melalui
organisasi wanita. Perjuangan kaum wanita melalui organisasi terbagi dalam beberapa
periode yaitu periode sebelum proklamasi kemerdekaan(1945-1965), periode pasca
1965(Orde Baru). Keadaan organisasi wanita dalam setiap periode mengalami perbedaan dari
periode sebelumnya.

Periode sebelum proklamasi kemerdekaan, perjuangan organisasi wanita lebih terfokus


kepada usaha untuk mengusir penjajahan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Periode setelah kemerdekaan (1945-1965) organisasi wanita lebih beragam tetapi mempunyai
tujuan yang sama, yaitu memperbaiki nasib kaum wanita dan meningkatkan derajat kaum
wanita. Periode pasca 1965(orde baru). Organisasi wanita lebih banyak ditandai oleh
berdirinya organisasi istri dan perjuangan organisasi wanita bersifat fungsionalis.

Pada masa orde baru organisasi wanita memiliki corak yang sama dengan masa
penjajahan Jepang. Masa penjajahan Jepang memberlakukan pembentukan organisasi wanita
yang sepaham dan sealiran. Masa orde baru memberlakukan kembali pembentukan organisasi
wanita yang sealiran dan sepaham. Pembentukan organisasi wanita yang sepaham dan
sealiran merupakan kumpulan dari kaum wanita yang mempunyai pemikiran serta pandangan
yang sama dalam berorganisasi agar tercapai tujuan dari masing masing organisasi wanita.

Periode pasca 1965(orde baru, setelah terjadi tragedi G 30S PKI tidak hanya
berdampak terhadap keadaan politik, tetapi organisasi wanita terkena dampak dari tragedi G-
30S PKI. Golongan agama, mahasiswa, dan masyarakat biasa melakukan pembersihan serta
penghancuran terhadap organisasi – organisasi yang berhaluan komunis di Indonesia yaitu:
oki dan Gerwani. Pada masa setelah tragedy G30S PKI didirikan beberapa kesatuan untuk
melakukan pembersihan dan membantu TNI AD dalam memberantas organisasi yang
berhaluan komunis.

kaum wanita saat ikut serta dalam pembersihan organisasi- organisasi yang berhaluan
komunis dengan membentuk KAWI ( kesatuan Aksi Wanita Indonesia ). KAWI aktif dalam
melakukan aksi pembersihan terhadap segala hal yang berhaluan komunis agar Indonesia
bersih dari paham komuni.

keadaan organisasi wanita ketika masa transisi dari pemerintahan orde lama ke masa
pemerintahan orde baru mengalami kekacauan dan masih diwarnai dengan aksi pembersihan
terhadap organisasi yang berpaham komunis. Pada bulan oktober 1965 kowani secara resmi
mengeluarkan Gerwani dalam keanggotaaan organisasi. Pembersihan terhadap paham
komunis dalam organisasi wanita dilakukan melalui cara dikeluarkan dari anggota organisasi
wanita. Masa transisi orde lama ke orde baru segala hal mengenai paham komunis
dihancurkan termasuk organisasi Gerwani.penghancuran Gerwani merupakan titik- balik
pergerakan kaum wanita dan organisasi wanita mulai memasuki masa pemerintahan orde
baru.

masa pemerintahan orde baru mewajibkan kaum wanita untuk berperan dalam proses
pembangunan nasional dan mensukseskan program pemerintah dalam pembangunan.
Kewajiban yang diterapkan oleh pemerintah orde baru tidak terkecuali istri – istri dari
pegawai Republic Indonesia, oleh karena itu dibentuklah sebuah organisasi Dharma Wanita.
Organisasi Dharma Wanita merupakan kumpulan para istri yang suaminya bekerja sebagai
pegawai negeri Republik Indonesia.

Organisasi ini memiliki jumlah anggota yang banyak, karena anggotanya terdiri dari
berbagai departemen dan instansi pemerintahan. Para istri dari anggota Dharma Wanita di
kota Banjar memiliki nilai historis. Sebelum Banjar menjadi pemerintahan kota, organisasi
Dharma Wanita di Banjar tergabung dengan organisasi Dharma Wanita di pemerintahan
Kabupaten Ciamis. Para anggota Dharma Wanita kkotif Banjar saat itu meninggalkan
kepengurusan karena mengikuti tugas sang suami yang ditarik ke pemerintahan Kabupaten
Ciamis.

penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai organisasi Dharma Wanita di


kota Banjar pada masa akhir orde baru sampai reformasi. Pembentukan dan pengaktifan
kembali organisasi Dharma Wanita di Kota Banjar merupakan hal yang penting dlama proses
pembentukan pemerintahan Kota Banjar. Organisasi Dharma Wanita sebagai partner bagi
pemerintah kotif Banjar untuk segera mensukseskan pembentukan pemerintahan kota Banjar.

Sebelum adanya kongres PPI pada tanggal 22 desember 1928 pergerakan perempuan
masih cenderung individual. Kegiatan perempuan hanya terbatas pada sektor domestik. Pada
saat itu muncul paham “ IBUISME ’’ dimana peran perempuan dalam masyarakat dan
keluarga masih cenderung diabaikan.

Dalam sejarah tercatat bahwa pada 22-26 desember 1928 di Yogyakarta, dilaksanakan
kongres perempuan yang pertama yaitu PPI ( Perikatan Perempuan Indonesia). Dimana dari
hasil kongres perempuan tersebut menyebabkan 22 Desember menjadi symbol hari ibu
Indonesia. Namun sebelumnya telah diadakan kongres lain seperti permufakatan
perhimpunan politik kebangsaan Indonesia ( PPPKI ). Dari hasil kongres PPI diusulkan
beberapa tuntutan kepada pemerintah yaitu (1) Peningkatan Pendidikan Sekolah Perempuan.
( 2) Penjelasan secara resmi arti talak kepada calon suami sebelum menikah. (3) Mendirikan
lembaga bantuan dan pelayanan social untuk para janda dan anak yatim.
Sebelum Kartini. Terdapat beberapa tokoh perempuan yang berperan dalam pergerakan
bangsa. Tokoh ini mayoritas berasal dari kalangan elite seperti Tjoe Nya’ Dien, Cut Meutia,
Roro Gusti ( Istri Untung Suropati),Christina Martha Tiahahu,Emmy Saelan dan alinnya.
Para peremupan kalangan atas lebih mengutamakan pendidikan seperti halnya para feminis
liberal yang ada di Eropa pada abad ke 1. Sementara perempuan dikalangan bawah banyak
perempuan disibukkan dengan aktivitas harian seperti ekonomi, perdagangan, pertanian,
peternakan, dan perikanan. Dimana kaum perempuan menengah ke bawah tidak pernah
mendapatkan pendidikan formal.
Tahun 1905 Dewi Sartika mendirikan sekolah “ Keutamaan Istri ’’ di Bandung. TAHUN
1912, Kartini mendirikan sekolah perempuan di Semarang. Tahun 1915, Rahman El Junusia
dan adiknya Zaunu’din Labai El Junusia, mendirikan sekolah agama di Minangkabau. Tahun
1908 saat berdiri organisasi pemerintah ( ornop/LSM ) bernama Boedi Uetomo, muncul pula
organisasi seperti Putri Mahardia, Autama Istri, Pawiyatan Wanoto, Wanito Hado,
WanitoSusilo, dan lainnya. Organisasi ini menekankan peningkatan perempuan,serta
kehidupan berkeluarga.
Setelah kongres pertama pada tahun 1928, diadakan kongres kedua. Menjelang kongres
kedua , muncul permasalahan poligami dan perceraian. Dimana dua masalah menyangkut
agama dan tradisi/adat yang merupakan aspek kehidupan yang ditakuti perempuan, kemudian
muncul kembali pertentangan antar organisasi perempuan tentang masalah poligami dan
perceraian. Perbedaan pandangan ini menyebabkan pecahnya organisasi perempuan.
Kemudian keadaan diperparah setelah organisasi perempuan Indonesia untuk pertama kalinya
mengikuti kongres perempuan internasional di Lahore, Januari 1931 dimana pada saat itu
perempuan dari Negara lain ternyata tidak mengesampingkan aspek kehidupan politik. Topic
yang dibicarakan dalam kongres tersebut : “ Perempuan Indonesia dan Politik, Nasionalisme,
dan Pekerjaan Sosial Sebagai Perempuan ’’ .
Kemudian perjuangan perempuan Indonesia diwarnai oleh perjuangan politik. Pada
waktu itu muncul organisasi bernama Gerakan Wanita Sedar ( Gerwis ), bergerak di kalangan
kaum Marhaen ( kelas bawah ). Organisasi ini menarik banyak perempuan dari kalangan
bawah, karena kegitannya menyangkut kehidupan sehari-hari. Kegiatan mereka meliputi
berbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, social, keluarga, pendidikan, budaya,
kepemimpinan, dan politik. Karena mereka menyadari bahwa apa yang berada dalam
lingkungan hidupnya dalah akibat dari keputusan politik. Pada tahun 1954 nama organisasi
diubah menjadi Gerakan Wanita Indonesia ( GERWANI ).
Gerwani yang notabennya adalah organisasi perempuan yang berorientasi pada
kemiskinan dan keadilan social pada waktu itu mendapat perhatian khusus dari PKI, sehingga
terjadi perpecahan dalam tubuh Gerwani. Pada tahun 1960-an pemerintah membuat peraturan
perundang –undangan bahwa semua organisasi massa diharuskan bernaung di bawah partai
politik. Pecahnya peristiwa pada tanggal 30 September 1965mengakibatkan Gerwani
dianggap sebagai salah satu bagian dari PKI dan dianggap sebagai organisasi terlarang.
Dalam pemerintahan orde baru organisasi perempuan ditata dan dikontrol oleh
pemerintah sehingga pada saat itu muncul organisasi wanita yang dibentuk oleh pemerintah
seperti PKK dan Dharma Wanita.
Pada tahun 1978 pemerintah Indonesia sebagai anggota PBB didorong untuk membentuk
kementrian urusan wanita. Pada pertengahan decade 1980-an ,muncul berbagai organisasi
perempuan non pemerintah yang bukan ormas d berbagai daerah.
Menurut Bung Karno gerakan perempuan Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
(1) gerakan revolusioner, yaitu gerakan masyarakat melawan penjajahan,penindasan, dan
keadilan. Gerakan ini berproses kearah kemerdekaan kebebasan dan ketidakadilan. (2)
Gerakan reaksioner,yaitu gerakan dalam masyarakat yang mendukung penindasan atau
mempertahanan status quo dari situasi ketidakadilan. Murniati dalam bukunya yang berjudul
“Getar Gender” dikategorikan sebagai berikut :
1. Periode sebelum penjajahan, tidak/belum banyak terekan faktanya.
2. Periode tahun 1602 – 1928, sifat gerakan, masih individual.
3. Periode tahun 1928 – 1945, gerakan perempuan sebagai ibu, paham IBUISME
melawan penjajahan.
4. Periode tahun 1946 – 1965, gerakan perempuan melawan kemiskinan dan
ketidakadilan.
5. Periode tahun 1966 – 1980, gerakan perempuan berpartisipasi dalam pembangunan.
6. Periode tahun 1980 – 1998, gerakan terpecah dapat dikategorikan dalam dua
kelompok besar, yaitu gerakan PKK yang mendukung pembangunan dan gerakan
perempuan menuju kepada keadilan gender.
7. Periode tahun 1998 – sekarang, gerakan berjaringan internasional menuju pada
keadilan gender dan bersifat insklusif melalui peningkatan wawasan perempuan di
berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Dahulu ketika Negara- Negara lain yang tergabung dalam organisasi PBB telah
membicarakan Gender dan Development, negara Indonesia sendiri masih berada dalamupaya
Women In Development. Banyak perempuan mulai bekerja di sektor publik, seperti kelompok
buruh. Namun saat itu muncul anggapan bahwa “ perempuan dianggap masalah karena tidak
mampu bersaing dengan tenaga kerja laki-laki”.
Ketimpangan pandangan ini kemudian membuat munculnya strategi Gender And
Development, dimana pandangan ini melihat bagaimana organisasi politik,ekonomi,social
dan budaya memahami subordinasi perempuan dalam masyarakat. Sehingga dapat dipahami
bahwa, persoalan gender bukan hanya terkait masalah perempuan saja melainkan lebih
kepada bagaimana hubungan antara laki-laki dan perempuan sebagai akibat dari kontruksi
social dan budaya. Hingga akhirnya PBB mendesak Indonesia meratifikasi CEDAW
(Convention on the Elimination of All Forms Of Discrimination Against Women ) atau
konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan pada tahun 1981.
Konvensi ini secara komprehensif memberikan rincian mengenai arti persamaan hak
perempuan dan laki – laki dan langkah tindakan yang diperlukan untuk mencapainya. Yang
mendorong lahirnya Kementrian Urusan Perempuan (1978), dan kemudian Indonesia
mengesahkan dan memberlakukan UU nomor 7 tahun 1984 tentang penghapusan segala
bentuk diskriminasi pada perempuan.
Setelah berjalannya waktu organisasi perempuan mulai bermunculan seperti Annisa
Swasti ( Yasanti ), Flower Aceh, Perempuan tani, dan organisasi lainnya. Masing – masing
organisasi ini ada yang bergerak di bidang pendampingan buruh perempuan dan membelah
hak-hak buruh perempuan, menangani kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga
dengan wawasan gender, pembelaan hak-hak reproduksi dan berbagai bentuk aktivitas
lainnya.

E. Tokoh-tokoh perempuan yang memperjuangkan kesetaraan gender

1. DEWI SARTIKA

Jika di Jawa Tengah ada RA Kartini, maka di Jawa Barat Anda bisa bertemu dengan
Dewi Sartika. Perempuan kelahiran Cicalengka, Bandung, 4 Desember 1884 ini merupakan
tokoh perintis pendidikan untuk kaum perempuan di Indonesia.

Dewi Sartika mendirikan Sekolah Isteri di Pendopo Kabupaten Bandung. Sekolah


tersebut kemudian direlokasi ke Jalan Ciguriang dan berubah nama menjadi Sekolah
Kaoetamaan Isteri pada tahun 1910. Hingga di tahun 1920 sekolah itu berkembang menjadi
satu sekolah di setiap kabupaten maupun kota dan tahun 1929 namanya kembali berubah
menjadi Sekolah Raden Dewi.

2. Hj. Rangkayo Rasuna Said

Pahlawan nasional yang selalu memperjuangkan adanya persamaan hak antara pria
dan perempuan. Bernama asli Hajjah Rangkaayo Rasuna Said, perempuan yang lahir tanggal
14 september 1910 ini adalah seseorang yang sangat berperan dalam kemerdekaan Indonesia
terutama dalam pendidikan, pemberdayaan perempuan dan jurnalisme nasional.
Rasuna Said sangat memperjuangkan kemajuan dan pendidikan kaum perempuan. Ia
sempat mengajar di Diniyah Putri sebagai guru. Namun ia berhenti karena memiliki
pandangan bila kemajuan perempuan bukan hanya lewat mendirikan sekolah tetapi juga
harus disertai perjuangan politik.

3. Maria Walanda Maramis

Maria Josephine Catherine Maramis atau lebih dikenal dengan Maria Walanda
Maramis lahir di Kema, Sulawesi Utara, 1 Desember. Perempuan dinobatkan sebagai
pahlawan nasional Indonesia karena perjuangannya dalam kesetaraan gender di Indonesia
pada permulaan abad ke-20.

Perempuan yang menikah dengan Joseph Frederick Caselung Walanda ini mendirikan
organisasi Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya (PIKAT) pada tahun 1917. Organisasi
ini didirikan untuk memperjuangkan pendidikan perempuan, khususnya ibu-ibu. Di tahun
1919, Maria berhasil memperjuangkan hak perempuan untuk punya hak suara di lembaga
perwakilan Minahasa Raad.

4. Nyi Siti Walidah Ahmad Dahlan

Terlahir di keluarga pemuka Agama Islam, Siti Walidah sangat lekat dengan ilmu
agama. Ia tidak pernah mengenyam pendidikan umum kecuali pendidikan agama termasuk
bahasa Arab yang ia dapat dari ayahnya, Kyai Haji Muhammad Fadli. Namun pernikahannya
dengan Ahmad Dahlan dan kedekatannya dengan tokoh awal Muhammadiyah membuatnya
memiliki pengetahuan luas.

Perempuan yang lahir di Kauman, 31 Mei 1946 ini pernah membuat kelompok pengajian
bernama wanita Sopo Tresno (Siapa Cinta). Ia juga membuka asrama dan sekolah-sekolah
putri serta mengadakan kursus pelajaran Islam dan pemberantasan buta huruf bagi kaum
perempuan. Selain itu ia juga menerbitkan majalah bagi kaum perempuan.

TOKOH PEREMPUAN INTERNATIONAL

1.  Sojourner Truth
Nama buatan sendiri dari Isabella Baumfree, aktivis hak asasi wanita. Truth lahir
dalam perbudakan di Swartekill, New York Ucapannya yang paling terkenal, yang disebut
sebagai Ain't I Woman?, diucapkan tahun 1851 di Konvensi Hak Asasi Wanita Ohio
di Akron, Ohio.  Pada 1872 ia mencoba memberikan suara dalam pemilihan presiden tetapi
ditolak di tempat pemungutan suara. Dia meninggal pada 1883.

Cuplikan isi pidato Ain’t I Woman ?

“Tidak ada yang pernah membantu saya naik kereta, atau melewati genangan lumpur,
atau memberi saya tempat terbaik! Dan bukankah saya seorang perempuan? Lihat saya!
Lihatlah lenganku!”

2. Elizabeth Blackwell
Elizabeth Blackwell (1821-1910) Lahir di Inggris dan merupakan wanita pertama
yang menerima gelar dokter di Amerika dan wanita pertama yang terdaftar dalam tenaga
medis UK. Blackwell membantu untuk mendobrak hambatan sosial, yang
memungkinkan perempuan untuk diterima sebagai dokter.

3. Benazir Bhutto
Benazir Bhutto (1953-2007) adalah perdana menteri wanita pertama yang memimpin
sebuah negara Muslim di Dunia. Ia membantu untuk memindahkan Pakistan dari
kediktatoran menuju negara demokrasi dan terpilih menjadi Perdana Menteri pada tahun
1988. Dia berusaha untuk melaksanakan reformasi sosial, dalam membantu wanita
khususnya serta memerangi kemiskinan. Sayangnya Ia akhirnya meninggal pada 2007
karena dibunuh.

4. Indira Gandhi
Sebagai pemimpin India, sebuah negara demokrasi dengan jumlah penduduk
terpadat di Dunia, Indira Gandhi menjadi tokoh berpengaruh bagi perempuan India serta
untuk orang lain di seluruh dunia. Keberhasilannya menjadi pemimpin juga memberikan
pandangan serta angin segar bagi para perempuan di dunia politik dunia.

5. Malala Yousafzai

( lahir 12 Juli 1997umur 22 tahun) adalah seorang murid sekolah dan aktivis
pendidikan dari kota Mingora di Distrik Swat dari provinsi Pakistan Khyber Pakhtunkhwa.
Dia diketahui untuk pendidikan dan aktivisme hak-hak perempuan di Lembah Swat, di
mana Taliban telah dilarang pada waktu gadis bersekolah. Pada awal tahun 2009, saat
berumur sekitar 11 dan 12, Yousafzai menulis di blognya di bawah nama samaran
untuk BBC secara mendetail tentang betapa mengerikannya hidup di bawah pemerintahan
Taliban, upaya mereka untuk menguasai lembah, dan pandangannya tentang mempromosikan
pendidikan untuk anak perempuan. Pada tahun 2014 dia bersama Kailash
Satyarthi mendapatkan hadiah Nobel untuk bidang perdamaian 2014 untuk perjuangan
mereka melawan penindasan anak-anak dan pemuda serta untuk mendapatkan hak
pendidikan bagi mereka. Ia mulai berbicara di depan publik untuk memperjuangkan hak atas
pendidikan pada tahun 2008. "Berani-beraninya Taliban merampas hak saya atas
pendidikan!" adalah seruan pertamanya di depan televisi dan radio.

Pada tanggal 12 Juli 2013, bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke 16, Malala
berpidato di depan Forum Majelis Kaum Muda di Markas Besar PBB di New York, Amerika
Serikat. Pidatonya memuat tiga isu penting, yaitu hak perempuan, perlawanan
terhadap terorisme dan kebodohan. PBB juga mendeklarasikan hari tersebut sebagai hari
Malala.

Pada bulan Oktober 2014, dirinya bersama Kailash Satyarthi mendapatkan hadiah


Nobel untuk bidang perdamaian 2014 untuk perjuangan mereka melawan penindasan anak-
anak dan pemuda serta untuk mendapatkan hak pendidikan bagi mereka. Malala menjadi
penerima hadiah Nobel termuda, karena dia mendapatkan hadiah ini pada usia 17 tahun.

Malala pun tak sungkan jika dirinya disebut sebagai pejuang hak wanita. Meskipun
sebagian orang mengonotasikan ungkapan tersebut sebagai hal yang negatif, namun Malala
meyakini kalau salah satu tugas seorang feminist adalah menyetarakan gender di seluruh
dunia. 

Kesetaraan gender antara pria dan wanita—untuk memperoleh keadilan—merupakan


salah satu mimpi besar Malala. Putri dari pasangan Tor Pekai Yousafzai dan Ziauddin
Yousafzai ini mengungkapkan bahwa dirinya menginginkan seluruh anak-anak di dunia
mendapatkan kualitas pendidikan yang sama. Menurutnya, bagaimana mungkin dunia dapat
mengalami perubahan bila lebih dari 66 juta anak perempuan tidak diperbolehkan untuk
mengenyam pendidikan.
BAB III

PENUTUP

1.1 KESIMPULAN

1.2 SARAN
Sedikit masukan dari kelompok kami mengenai perjuangan perempuan dalam
memperjuangkan kesetaraan gender ialah perempuan harus memiliki pendidikan
yang tinggi dan sama tingginya dengan laki – laki. Karena tugas perempuan tidak
hanya untuk mengurus rumah tangga tapi tugas utama perempuan ialah mendidik
generasi- generasi yang akan ia lahirkan ke dunia ini dengan didikan yang sempurna.
Maka dari itu untuk mendidik seorang generasi yang memiliki kualitas yang
sempurna maka setiap perempuan dan ibu di seluruh dunia wajib memiliki
pendidikan yang tinggi tanpa ada batasannya lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Fakih. Mansour, Analisis Gender & Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2012.

Hendri, Yuldi, Gender di Pesantren Salaf, UIN –MALIKI PRESSS, Malang, 2010.

Riant Nugroho, Gender dan Strategi Pengurus-Utamanya di Indonesia, Pustaka Pelajar,


Yogyakarta, 2011.

Umar. Nasaruddin, Argumen Kesetaraan Gender Perspektif Al-Qur’an, DIAN RAKYAT,


Jakarta, 2010.

Baidowi. Ahmad, Memandang Perempuan , Marja, Bandung, 2011.

Anda mungkin juga menyukai