Anda di halaman 1dari 11

Disusun

Oleh
:

Atika
Riyanda Roosni 0802518060

Salsa Putri Fahira 0802518257

-KM 18D-

BAB 8
JENIS KELAMIN DAN GENDER

Hasil penelitian Mead mengemukakan bahwa dalam sejarah kebudayaan masyarakat Barat
mempunyai perbedaan kepribadian laki-laki dan perempuan. Dalam klarifikasi tersebut
perempuan umumnya dikaitkan dengan ciri kepribadian tertentu seperti watak keibuan, tidak
agresif, berhati lembut, suka menolong, emosional, tegantung, memanjakan, peduli terhadap
keperluan orang lain dan mempunyai seksualitas feminim. Laki-laki dipihaklain, dikaitkan
dengan ciri kepribadian keras, agresif, menguasai dan seksualitas kuat. Hasil penelitian Mead
tersebut mengantarkan kita ke pembahasan mengenai seks dan gender.

 Jenis kelamin

Konsep seks atau jenis kelamin mengacu pada perbedaaan biologis antara perempuan dan
laki-laki, pada perbedaan antara tubuh laki-laki dan perempuan. Moore dan Sinclair
mengemukakan “Sex refers to the biological differences between men and woman, the result of
differences in the choromosomes of the embryo.” Definisi konsep seks tersebut menekankan
pada perbedaan yang disebabkan oleh perbedaan kromosom pada janin. Dengan demikian,
manakala kita berbicar mengenai perbedaan jenis kelamin maka kita akan membahas perbedaan
biologis yang umumnya dijumpai antara kaum laki-laki dan perempuan, seperti perbedaan pada
bentuk, pada bulu badan dan sebagainya.

 Gender

Kalau Giddens menekankan pada perbedaan psikologis, sosial dan budaya antara laki-
laki dan perempuan, maka ahli lain menekankan pada perbedaan yang dikontribusikan secara
sosial (Moore dan Sinclair), perbedaan budaya, perilaku, kegiatan, sikap (Macionis), perbedaan
perilaku (Horton dan Hunt), atau pada perbedaan pengetahuan dan kesadaran seseorang
(Lasswell dan Lasswell). Dari berbagai perumusan tersebut kita dapat melihat bahwa konsep
gender tidak mengacu pada perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki, melainkan pada
perbedaan psikologis, sosial dan budaya yang dikaitkan masyaraka antara laki-laki dan
perempuan.

Contoh mengenai perbedaan gender ini dapat kita lihat, Mead menemukan bahwa
perbedaan psikologis antara laki-laki dan perempuan pada suku Chambuli berlawanan dengan
apa yang biasanya dijumpai pada masyarakat Barat. Kaum laki-laki Chambull bersifat pemalu
apabila berhadapa dengan orang laki-laki lebih tua dlam keluarganya, seperti orang tua atau
kakaknya.

GENDER DAN SOSIALISASI


Sebagaimana dikemukakan oleh Kerstan (1995), gender tidak bersifat biologis melainkan
dikonstruksikan secara sosial. Gender tidak dibawa sejak lahir melainkan dipelajari melalui
sosiolosi. Contoh yang diberikannya: baik laki-laki maupun perempuan dapat bekerja sebagai
guru, buruh dan insinyur, dan dapat mengasuh anak dan merawat orang lanjut usia. Proses
sosialisasi yang membentuk persepsi diri dan aspirasi semacam ini dalam sosiologi dinamakan
sosialisasi gender (gender socialization).

 Keluarga sebagai agen sosialisasi gender

Sosialisasi gender berawal pada keluarga. Keluarga mula-mula mengajarkan seorang


anak laki-laki untuk menganut sifat maskulin, dan seorang anak perempuan untuk menganut sifat
feminism. Melalui proses pembelajaran gender (gender learning), yaitu proses pembelajaran
feminitas dan maskulinitas yang berlangsung sejak dini,sseseorang mempelajari peran gender
(gender role) yang oleh masyarakat dianggap sesuai dengan jenis kelaminnya.

 Kelompok bermain sebagai agen sosialisasi gender

Sebagai agen sosialisasi, kelompok bermain pun menerapkan kontrol sosial bagi anggota
yang tidak menaati aturannya. Seorang anak laki-laki yang memilih untuk bermain dengan
mainan anak perempuan dan berkumpul dengan mereka, misalnya, cenderung dicap “sissy” atau
“banci” dan menghadapi resiko dikucilkan. Hal serupa dihadapi anak perempuan yang
berorientasi pada permainan anak laki-laki dan bermain dengan mereka, yang dapat dicap
sebagai “tomboy.”

 Sekolah sebagai agen sosialisasi gender

Sebagai agen sosialisasi gender, sekolah menerapkan pembelajaran gender melalui media
utamanya, yaitu kurikulum fomal. Pembelajaran gender di sekolah dapat pula berlangsung
melalui buku teks yang digunakan. Bentuk pembelajaran berlangsung melalui apa yang oleh
Moore dan Sinclair (1995) dinamakan kurikulum terselubung (hidden curriculum). Para guru
sering memperlakukan siswi antara berbeda dengan siswa. Perilaku dan sikap yang ditolelir bila
dilakukan siswa, misalnya, ada yang tidak dapat ditolelir bila dilakukan oleh siswi.
 Media massa sebagai agen sosialisasi gender

Media massa sangat berperan dalam sosialisasi gender, baik melalui pemberitannya,
kisah fiksi yang diuatnya, maupun melalui iklan yang dipasang di dalamnya. Media massa, baik
media cetak maupun elektronik, sering embuat iklan yang menunjang stereotip gender (gender-
stereotype advertising). Iklan yang mempromosikan berbagai produk keperluan rumah tangga
seperti zat pembersih lantai, pembasmi serangga, sabun cuci, tapal gigi, bumbu masak, minyak
goring, bakmi cept saji, misalnya, cenderung menampilkan perempuan dalam peran sebagai ibu
rumah tangga maupun sebagai ibu, sedangkan iklan yang mempromosikan produk mewah yang
merupakan simbol status dan kesuksesan dibidang pekerjaan cenderung menampilkan model
laki-laki.

GENDER DAN STRATIFIKASI

Macionis mendefinisikan stratifikasi gender (gender stratification) sebagai “the unequal


distribution of wealth, power, and privilege between the two sexes”-sebagai ketimpangan dalam
pembagian kekayaan, kekuasaan, dn privilese antara laki-laki dan perempuan. Menurut macionis,
ketimpangan ini dijumpai di berbagai bidang: di dunia kerja, dalam pelaksanaan pekerjaan
rumah tangga, di bidang pendidikan, dan di bidang politik. Selain itu, perempuan pun lebih
cenderung menjadi korban kekerasan laki-laki daripada sebaliknya. Adaya statifikasi gender
telah mendorong lahirnya gerakan sosial dikalangan kaum perempuan, yang bertujan membela
dan memperluas hak-hak kaum perempuan.

 Gender dan pendidikan

Dalam berbagai masyarakat maupun dalam kalangan tertentu dalam masyarakat dapat
kita jumpai nilai dan aturan agama maupu adat kebiasaan yang tidak mendukung dan bahkan
melarang keikutsertaan anak perempuan dalam pendidikan formal. Prestasi akademik maupun
motivasi belajar sering bukan merupakan penghambat partisipasi perempuan, karena siswi
prestasi pun sering tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang lebih tinggi.
Sejalan dengan ekspansi pendidikan yang melanda masyarakat dunia sejak awal abad
yang lalu, maka angka partisipasi perempuan dalam segala jenjang dan jenis pendidikan pun
meningkat denan pesat pula, baik angka absolutnya maupun proporsi perempuan dibanding laki-
laki. Meskipun demikian higga kini kesenjangan kesempatan pendidikan antara laki-laki masih
tetap menandai dunia pendidikn, dan pendidikan bagi semua orang masih merupakan suatu
harapan yang masih jauh dari kenyataan di lapangan.

 Gender dan pekerjaan

Sering dilupakan bahwa pekerjaan rumah tangga yang dilakukan perempuan diranah
domestic, yaitu penyedian barang dan jasa bagi sesame anggota keluarga termasuk suami,
merupakan suatu pekerjaan produktif.

Berbagai penelitian terhadap angka partisipasi perempuan dalam angkatan kerja


umumnya mengidentifikasi berbagai bentuk kesenjangan kuantitatif maupun kualitatif dalam
pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Moore dan Sinclair (1995) mengidentifikasikan
dua macam segregasi jenis kelamin dalam angkatan kerja: segregasi vertical dan segregasi
horizontal. Segregasi vertical mengacu pada terkonsentrasinya pekerja perempuan pada jenjang
rendah dalam organisas, seperti misalnya jabatan pramuniaga, pramusaji, tenaga kebersihan,
pramugari, sekretaris, pengasuh anak, guru taman kanak-kanak, perawat, kasir dan sebagainya.
Segregasi horizontal, di pihak lain, mengacu pada kenyataan bahwa pekerja perempuan sering
terkonsentrasi si jenis pekerjaan yang berbeda dengan jenis pekerjaan yang dilakukan pekerja
laki-laki. Adanya segregasi vertical memberikan kesan bahwa dalam tangga jabatan seakan-akan
ada suatu “langit-langit kaca” (glass ceiling) yang menghalangi mobilitas kaum perempuan ke
jenjang jabatan lebih tinggi. Adanya segregsi horizontal pun memberi kesan seakan-akan dalam
pasar kerja ada jenis pekerjaan tertentu yang relative tertutup bagi kaum perempuan, seperti
misalnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

Salah satu masalah yang dihadapi kaum perempuan di berbagai masyarakat ialah adanya
diskriminasi terhadap perempuan (sex discrimination) di bidang pekerjaan. Kasus ekstrem adalah
aturan yang melarang perempuan untuk bekerja di ranah publik. Suatu bentuk diskriminasi yang
sering dialami pekerja perempuan ialah diskriminasi terhadap orang hamil (pregnancy
discrimination). Diskriminasi terhadap orang hamil tersebut dapat berbentuk penolakan untuk
mempekerjakannya, pemutusan hubungan kerja, keharusan cuti, dan sanksi lain. Semakin
meningkatnya tingkat pendidikan penduduk di seluruh dunia telah mengakibatkan berkurangnya
kesenjangan antara kedudukan laki-laki dan perempuan di bidang pekerjaan. Namun jika jumlah
perempuan dalam penduduk dijadikan patokan untuk mengukur kesenjangan, maka kesenjangan
dijumpai dalam angakatan kerja yang masih sangat lebar.

 Gender dan penghasilan

Dalam banyak masyarakat seorang pekerja, apa pun jenis kelaminnya, menerima upah
yang sama untuk pekerjaan sama (equal pay for equal work). Namun di berbagai masyarakat lain
pekerja laki-laki memperoleh upah lebih tinggi daripada upah perempuan walaupun pekerjaan
yang dilakukan sama. Gejala semacam ini dinamakan diskriminasi upah berdasarkan jenis
kelamin (sex-based wage discrimination). Macionis mencatat bahwa menurut data Departemen
Tenaga Kerja A.S. 80% dari pekerjaan yang dinamakannya pekerjaan kerah merah jambu (pink-
collar jobs) seperti pekerjaan sekretaris, juru tik, dan stenograf dipegang oleh perempuan.
Masalah yang dihadapi ialah bahwa upah yang mereka terima dinilai terlalu rendah, yang
mengakibatkan bahwa mereka sering terjerat dalam apa yang oleh Moore dan Sinclair (1995)
dinamakan perangkap kemiskinan (poverty trap).

GENDER DAN KEKUASAAN

 Gender dan politik

Kita perlu ingat bahwa salah satu ketidaksamaan hak di bidak politik yang hingga kini
masih dialami kaum perempuan dalam banyak masarakat ialah tidak dimilikinya hak memilih
dan dipilih. Berkat perjuangan mereka semenjak pertengahan abad ke 19, maka sejak 1893
barulah kaum perempuan di berbagai Negara Barat mulzi meraih hak pilih. Masih relative
terbatasnya jumlah posisi di dalam ranah publik yang berhasil diraih kaum perempuan, seperti
misalnya di bidang eksekutif, legislative dan yudikatif di tingkat lokal, reginal maupun nasional
sering dijadikan indikasi mengenai besarnya kesenjangan antara peraihan status perempuan dan
laki-laki di bidang politik.

 Gender dan keluarga


Kajian terhadap pembagian kekuasaan antara suami dan istri telah melahirkan konsep
keluarga asimetris (symmetrical family, asymmetrical family) dari Willmot dan Young, dalam
mana konsep pertama mengacu pada kekuasaan seimbang dan konsep kesua pada kekuasaan
tidak seimbang. Dari hasil berbagai penelitian yang menunjukan bahwa kebanyakan pekerjaan
rumah tangga dilakukan perempuan dan kekuasaan pengelolaan keuangan cenderung berada
pada laki-laki. Moore dan Sinclair menyimpulkan bahwa dalam banyak keluarga peran pria
dalam rumah tana masih tetap dominan.

KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN

Kekerasan tersebut dapat berbentuk hubungan seks secara paksa, kekerasan fisik ataupun
pelecehan secara lisan. Ada yang berbentuk perkosaan, kekerasan sewaktu kencan, kekerasan
dalam rumah tangga, kekerasan terhadap mitra intim, dan pelecehan seks.

 Perkosaan

Perkosaan tidak hanya dilakukan terhadap seseorang yang berjenis kelamin berbeda,
tetapi dapat pula dilakukan terhadap seseorang yang berjenis kelamin sama, misalnya sodomi
secara paksa oleh seseorang laki-laki dewasa terhadap seorang laki-laki lain, terutama yang
berusia muda atau masih di bawah umur.

Moore dan Sinclair (1995) menyajikan beberapa fakta mengenai perkosaan. Menurut data
mereka perkosaan sering dilakukan terhadap perempuan berusia muda, oleh orang yang telah
dikenal korban seperti,tetangga, teman kencan, pacar, atau kerabat. Fakta lain ialah bahwa
perkosaan sering terjadi di dalam rumah korban sendiri. Dikemukakan pula bahwa peristiwa
perkosaan jarang dilaporkan ke pihak berwajib,. Karena perkosaan jarang dilaporkan atau
didiagnosis, maka American Medical Association menganggap perkosaan sebagai epidemi
kekerasan yang sunyi (silent-violent epidemic).

 Kekerasan domestik

Banyak orang, baik perempuan maupun laki-laki mengalami kekerasan di tangan orang
yang dekat dengan mereka: orang tua, kakak-adik, atau suami. Dalam literature kekerasan jenis
ini dinamakan kekerasan domestic (domestic violence). Mengingat bahwa korban kekerasan
sering terjadi atas mitra intim, maka Centers for Disease Control (1999) memperkenalkan
konsep kekerasan terhadap mitra intim (intimate partner violence). Centers for Disease Control
pun mengamati bahwa kekerasan sering terjadi waktu dua orang yang belum terikat hubungan
pernikahan sedang kencan, sehingga menganggap perlu memperkenalkan konsep kekerasan
waktu kencan (dating violence). Ketiganya menekankan pada tindakan ataupun ancaman
pelecehan fisik, seks maupun psikologis. Yang berbeda ialah penekanannya, kekerasan domestic
maupun kekerasan terhadap mitra intim menekankan pada hubungan di antara anggota keluarga,
sedangkan kekerasan waktu kencan berlangsung anatara orang berhubungan intim namun belum
terikat hubungan pernikahan. Pihak berwajib enggan turun tangan dalam kasus kekerasan
domestic, dengan alasan tidak mau mencampur urasan rumah tangga. Di samping itu para sang
istri yang menjadi korban kekerasan (battered wives) pun sering tidak melakukan pengaduan ke
pihak berwajib dengan berbagai alasan.

 Pelecehan seks

Berbagai bentuk perlakuan tidak menyenangkan terhadap seseorang, terutama kaum


perempuan ini dinamakan pelecean seks (sexual harassment), Macionis mendefisikan sebagai
“Komentar, isyarat, atau kontak fisik yang bersifat seks, diulang-ulang, dan tidak dikehendaki.”
Seperti contoh, laki-laki yang memanfaatkn kepadatn penumpang di kendaraan umum serta
gerak laju kendaraan untuk dengan sengaja menempelkan tubuhnya ke tubuh penumpang
perempuan yang tidak dikenaalnya atau meyentuh atau meraba tubuhnya.

PENJELASAN

Adanya ketimpangan dalam pembagian kekayaan, kekuasaan, dan privilese antara laki-
laki dan perempuan mengutungkan kaum laki-laki ini oleh sejumlah ahli dikaitkan dengan
dominasi laki-laki terhadap perempua (male domination). Suatu bentuk organisasi sosial dalam
mana laki-laki mendominasi perempuan oleh Macionis dinamakan patriarki (patriarchy).
Sedangkan menurutnya bentuk sebaliknya, dalam mana perempuan mendominasi laki-laki,
dinamakan matriarki (matriarchy).

Menurut sejumlah ahli salah satu faktor yang mendasari dominasi laki-laki dan patriarki
ialah seksisme (sexism), yaitu keyakinan bahwa keunggulan suatu jenis kelais merupakan
pembawaan sejak lahir. Menurut Horton dan Hunt seksisme merupakan keyakinan atau
kebijaksanaan mengenai keunggulan laki-laki atau ketimpangan seks, serta penerimaan terhadap
stereotip peran seks tanpa mempertahankannya.

Pemikiran feminis dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori besae : jawaban terhadap
pernyataan mengenal situasi peremuan (“what about the women?”) dengan jalan
menggambarkan situasi perempuan dibandingkan dengaan laki-laki, dan jawaban terhadap
pertayaan mengapa kaum perempuan berada dalam situasi demikin (“why is women’s situation
as it is?”). Melalui pertanyaan-pertanyaan demikian, para ilmuwan feminis berupaya
menguraikan perbedaan antara laki-laki dan perempuan, ketimpangan antara perempuan dan
laki-laki dan penindasan laki-laki terhadap perempuan, untuk kemudia berupaya menjelaskan
faktor-faktor yang mendasari perbedaan, ketimpangan, dan penindasan tersebut melalui berbagai
teori.

Teori feminis yang berkembang adalah, antara lain, teori untuk menjelaskan perbedaan
gender. Ada teori yang menjelaskan perbedaan gender sebagai perbedaan biologis antara laki-
laki dan perempuan, ada yang mengaitkan dengan institusi dalam masyarakat, dan adapula yang
mengaitkannya dengan perbedaan sosial-psikologis. Untuk menjelaskan ketimpanga gender
muncul teori feminism liberal dan teori feminism Marxis. Sedangkan dominasi gender dicoba
dijelaskan oleh teori psikonalisa feminis, teori feminism radikal, teori feminism sosialis, dan
teori feminisme gelombang ketiga.

KONSEP PENTING

 Feminisme : gerakan sosial di kalangan kaum perempuan, yang bertujuan membela dan
memperluas hak-hak kaum perempuan.

Gender:

 Perbedaan psikologis, sosial dan budaya antara laki-laki dan perempuan (Giddens).
 Art penting yang diberikan masyarakat pada kategori biologis laki-laki dan perempuan
(Macionis)
 Pengetahuan dan kesadaran, baik secara sadar ataupun tidak, bahwa diri seseorang
tergolong dalam suatu jenis kelamin dan bukan dalam jenis kelamin lain (Lasswell dan
Lasswell).
 Gender-stereotype advertidsing : iklan yang menunjang stereotip gender
 Keluarga asimetris (asymmetrical family) : keluarga dengan kekuasaan tidak seimbang
antara kekuasaan suami dan istri (dari Willmott dan Young).
 Keluarga simetris (symmetrical family) : keluarga dengan kekuasaan seimbang antara
kekuasaan suami dan istri (Willmot dan Young).
 Kekerasan domestik (domestic violence) : tindakan ataupun ancaman tindakan pelecehan
fisik, seks, psikologis ataupun ekonomis oleh seseorang terhadap orang lain yang menjadi
ataupun pernah menjadi minta intimnya (The Family Violence Prevention Fund and the
Trauma Foundation)
 Matriarki (matriarchy) : suatu bentuk organisasi sosial dalam mana perempuan
mendominasi laki-laki (Macions).
 Patriarki (patriarchy) : suatu bentuk organisasi sosial dalam mana laki-laki mendominasi
perempuan (Macionis).
 Pelecehaan seks (sexual harassment) : komentar, isyarat, atau kontak fisik yang bersifat
seks, diulang-ulang, dan tidak dikehendaki (Maconis).
 Pembelajaran gender (gender learning) : yaitu proses pembelajaran feminitas dan
maskulinitas yang berlangsung sejak dini.
 Peran gender (gender role) : peran seseorang yang oleh masyrakat dianggap sesuai
dengan jenis kelaminnya.
 Segregasi horizontal : terkonsentrasinya pekerja perem-pua di jenis pekerjaan yang
berbeda dengan jenis pekerjaan yang dilakukan pekerja laki-laki (Moore dan Sinclair).
 Segregasi vertical : terkonsentrasinya pekerja perempuan pada jenjang rendah dalam
organisasi (Moore dan Sinclair).

Seks, jenis kelamin:


 Konsep perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki,sebagai hasil perbedaan dalam
kromosom janin (Moore dan Sinclair).
 Sebagaimana dikemukakan oleh jenis kelamin bersifat biologis dan dibawa sejak lahir
sehingga tidak dapat diubah (Kerstan).

Seksisme (sexism):

 Kayakinan bahwa keunggulan suatu jenis kelamin merupakan pembawaan sejak lahir
(Macions).
 Keyakinan atau kebijaksanaan mengenai keunggulan laki-laki atau ketimpangan seks,
serta penerimaan terhadap stereotip peran seks tanpa memppertanyakannya (Horton dan
Hunt).
 Sex-diffentiated toys atau Gender-type toys : mainan berbeda untuk tiap jenis kelamin
untuk memperkuat lentitas gender.
 Sosialisasi gender (gender socialization) : proses sosialisasi yang membentuk persepsi
diri dan aspirasi gender.
 Stratifikasi gender (gender stratification) : ketimpangan dalam pembagin kekayaan,
kekuasaan, dan privilese antara laki-laki dan perempuan (Macionis)

Anda mungkin juga menyukai