Disusun Oleh:
Isrul Abdul Hadi (19210401)
2
D. Pengaruh Motif dalam Pengamatan ........................................ 29
BAB VI PRASANGKA SOSIAL .............................................................. 31
A. Pengertian Prasangka Sosial ................................................... 31
B. Sebab-sebab Timbulnya Prasangka Sosial .............................. 31
C. Terbentuknya Jarak Sosial ...................................................... 32
D. Usaha Mengurangi Prasangka Sosial ...................................... 33
E. Prasangka, Propaganda, Desas-desus dan Stereotif ................. 33
BAB VII PERILAKU DALAM KELOMPOK .......................................... 35
A. Pengertian Kelompok ............................................................. 35
B. Ciri-ciri Utama Kelompok ...................................................... 35
C. Jenis-jenis Kelompok ............................................................. 36
D. Fungsi Kelompok ................................................................... 39
E. Berfikir Kelompok ................................................................. 39
F. Pengangguran Sosial .............................................................. 40
G. Faktor-faktor Terjadinya Pengangguran Sosial ....................... 41
BAB VIII KETERTARIKAN ANTAR MANUSIA ................................... 42
A. Ketertarikan Antar Manusia.................................................... 42
B. Teori-teori Ketertarikan .......................................................... 43
C. Persahabatan dan Ciri-cirinya ................................................. 44
D. Tertarik dan Cinta................................................................... 46
BAB IX KONFORMITAS DAN KEPATUHAN ..................................... 47
A. Pengertian Konformitas .......................................................... 47
B. Jenis-jenis Konformitas .......................................................... 47
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konformitas ..................... 48
D. Pengertian Kepatuhan ............................................................. 50
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan ........................ 50
BAB X PENGARUH KELOMPOK DALAM KEHIDUPAN SOSIAL 52
A. Pengaruh Kelompok ............................................................... 52
B. Pengaruhdari Minoritas .......................................................... 54
C. Konsistensi ............................................................................. 55
BAB XI PENGARUH MASYARAKAT
TERHADAP PERKEMBANGAN SOSIAL .............................. 57
A. Peran Keluarga terhadap Perkembangan Sosial....................... 57
B. Peran Sekolah terhadap Perkembangan Sosial ........................ 58
3
C. Peranan Lingkungan Kerja terhadap Perkembangan Sosial ..... 58
D. Peranan Media Masa .............................................................. 59
E. Tingkah Laku Kriminal Berpengaruh terhadap Perkembangan
Sosial ..................................................................................... 59
BAB XII KEPEMIMPINAN ...................................................................... 62
A. Pengertian Kepemimpinan ...................................................... 62
B. Faktor-faktor yang Menentukan Seseorang Menjadi
Pemimpin ............................................................................... 63
C. Klasifikasi Kepemimpinan ..................................................... 64
D. Fungsi Kepemimpinan............................................................ 66
4
BAB I
OBJEK DAN RUANG LINGKUP PSIKOLOGI SOSIAL
6
8. Kesadaran
Kesadaran perlu ada dalam melakukan suatu tindakan, mengambil keputusan dalam
interaksi dengan kehidupan sosial. Kesadaran pada individu ditentukan oleh individu itu
sendiri setelah melihat apa yang terjadi pada lingkungan sosialnya sebagai respon
psikologis yang positif.
9. Harga diri
Harga diri merupakan konsep yang menciptakan manusia sebagai makhluk hidup yang
bermartabat. Martabat atau harga diri yang terbina dan dipelihara akan menjadi
perhitungan bagi pihak individu lain dalam memandang individu. Harga diri yang
dijatuhkan akan merusak martabat individu dan dimanfaatkan oleh orang lain untuk hal
yang tidak positif.
10. Sikap mental
Sikap mental merupakan reaksi yang timbul dari diri masing-masing individu jika ada
rangsangan yang datang. Reaksi mental bisa bersifat positif, negatif, dan juga netral. Hal
tersebut tergantung pada kondisi diri masing masing individu serta bergantung pula pada
sifat rangsangan yang datang. Rangsangan yang datang akan direspon oleh individu
melalui sikap atau reaksi mental yang bisa dikatakan positi, negatif ataupun netral.
11. Kepribadian
Kepribadian merupakan gagasan yang dinamika, sikap, dan kebiasaan yang dibina oleh
potensi biologis secara psiko-fisiologikal dan secara sosial ditransmisikan melalui
budaya, serta dipadukan dengan kemauan, dan tujuan individu berdasarkan keperluan
pada lingkungan sosialnya.
1. Studi tentang pengaruh sosial terhadap proses pada individu yang dicontohkan seperti
studi tentang persepsi, motivasi proses belajar.
2. Studi tentang proses proses individu bersama, seperti bahasa, sikap, perilaku, dan
lainnya.
3. Studi tentang interaksi dalam kelompok, misalnya kepemimpinan, komunikasi,
persaingan, kerjasama, dan lainnya.
Seperti yang di jelaskan oleh Ahmadi, 2005, bahwa psikologi sosial menjadi objek studi
dari segala gerak gerik atau tingkah laku yang timbul dalam lingkungan sosial. Oleh
karena itu masalah pokok yang dipelajari adalah pengaruh sosial terhadap perilaku
individu. Masalah yang dikupas dalam psikologi sosial merupakan manusia sebagai
7
anggota masyarakat, seperti hubungan antar individu dalam suatu kelompok. Psikologi
sosial meninjau hubungan individu yang satu dengan yang lainnya.
9
BAB II
INTERAKSI SOSIAL
C. Situasi Sosial
Situasi sosial adalah keadaan dimana terdapat kehadiran orang lain. Kehadiran itu bisa
nyata anda lihat dan anda rasakan, namun juga bisa hanya dalam bentuk imajinasi. Setiap anda
bertemu orang meskipun hanya melihat atau mendengarnya saja, itu termasuk situasi sosial.
Begitu juga ketika anda sedang menelpon, atau chatting (ngobrol) melalui internet. Pun bahkan
setiap kali anda membayangkan adanya orang lain, misalkan mengingat ibu bapak, menulis
surat pada teman, membayangkan bermain sepakbola bersama, mengenang tingkah laku buruk
di depan orang, semuanya itu termasuk sosial.
Situasi perangsang sosial ini digolongkan menjadi dua golonagan besar, yaitu:
a. Orang lain, yang dapat berupa:
1) Individu-individu lain sebagai perangsang.
2) Kelompok sebagai perangsang, yang dapat dibedakan atas:
Hubungan Intragroup: yaitu hubungan antara individu lain dalam kelompok lain atau
antara kelompok dengan kelompok. Misalnya: anggota kelompok A dengan
keelompok B atau kelompok A itu sendiri dengan kelompok B.
Hubungan Intergroup: yaitu hubungan atar individu satu dengan yang lain dalam
kelompok itu sendiri. Jadi tidak keluar dari kelompok.
b. Hasil kebudayaan yang dibedakan:
1) Kebudayaan Materiil (materiil cultum).
2) Kebudayaan Non Materiil (non materiil cultum).
D. Kenyataan Sosial
Realitas sosial atau kenyataan sosial adalah kenyataan yang terjadi dalam masyarakat
berkaitan dengan kestabilan dalam keadaan normal atau tidak normalnya pola hubungan
11
masyarakat. Dalam ilmu sosiologi, arti realitas sosial adalah hal yang dianggap nyata dalam
kehidupan sosial yang merupakan hasil konstruksi sosial, yang menjadi dasar kenyataan dalam
kehidupan sosial masyarakat yang saling melakukan kontak atau komunikasi sosial.
Realitas sosial dianggap sebagai suatu yang dikonstruksikan secara sosial, yaitu hal yang
muncul dari pikiran manusia dan berkembang menjadi kenyataan melalui kebiasaan,
kesepakatan dan interaksi ditengah keluarga, masyarakat, negara dan lain sebagainya.
Berger dan Luckmann menyebut tiga tahap bagaimana kenyataan dikonstruksikan secara
sosial: eksternalisasi, objektivikasi, internalisasi. Simplifikasi penjelasan ketiganya sebagai
berikut:
a. Eksternalisasi merupakan proses ide-ide yang muncul dari alam pikiran manusia
menjadi sesuatu yang eksis di luar diri individu. Dengan kata lain, eksistensi ide tersebut
sudah berada dalam struktur sosial.
b. Objektifikasi merupakan proses ide-ide tersebut menjadi objek dan mulai dipersepsikan
sebagai kenyataan. Objektifikasi melibatkan konsensus, interaksi, dan habituasi. Ide-ide
tersebut disepakati, berlangsung melalui proses interaksi sosial, dan dilakukan secara
berulang-ulang. Proses objektifikasi bisa berlangsung sangat lama, lintas generasi,
sehingga mungkin saja generasi yang baru menenerima sesuatu sebagai sebuah
kenyataan, namun generasi awal tidak melihatnya demikian.
c. Internalisasi merupakan proses dimana kenyataan objektif atau sesuatu yang sudah
mengalami objektifikasi, diserap masuk ke dalam diri manusia sebagai sebuah
pengetahuan. Pada tahap ini, individu atau aktor melihat realitas sebagai kenyataan
objektif, padahal sejatinya terbentuk dari ide-ide yang subjektif.
Adapun contoh-contoh dari kenyataan sosial, yaitu:
a. Keluarga
Manusia membuat persepsi bahwa keluarga dibentuk dari kelompok orang yang
memiliki ikatan kuat. Kelompok tersebut terdiri dari ayah yang bekerja, ibu yang
melahirkan keturunan, hingga anak-anak. Anak yang baru lahir pun lama-lama akan
menganggap ayah dan ibu sebagai keluarga. Hal ini karena persepsi tersebut sudah
melekat di kehidupan sosial dan masyarakat menerimanya sebagai suatu realitas.
b. Masyarakat
Masyarakat juga menjadi contoh realitas sosial karena di dalamnya terdapat konstruksi
yang melibatkan kesepakatan, interaksi, dan habituasi.
c. Sekolah
Sekolah termasuk contoh realitas sosial karena muncul melalui ide dan pemikiran
12
manusia. Gedung sekolah dan konsep pendidikan yang kita kenal sekarang merupakan
produk dari kesepakatan banyak pihak di masa lampau.
d. Organisasi Sosial
Organisasi terbentuk karena adanya kelompok individu yang memiliki tujuan dan
kepentingan yang sama. Masyarakat yang melihat fenomena kesamaan perilaku dan
aktivitas tersebut akan membuat persepsi tentang sebuah organisasi. Itulah kenapa
organisasi semacam ini juga merupakan contoh realitas sosial di kehidupan masyarakat.
13
BAB III
KELOMPOK SOSIAL
15
dengan aturan kelompok yang sudah disepakati bersama. Oleh karenanya jika ada
anggota yang melanggar akan diberlakukan sebuah hukuman yang juga sudah disepakati
bersama.
2. Fungsi dan Peranan Norma Sosial
Berikut adalah fungsi atau peran norma dalam kehidupan bermasyarakat:
Sebagai pedoman hidup untuk seluruh masyarkat di wilayah tertentu
Memberikan stabilitas dan keteraturan dalam kehidupan warga masyarakat
Menciptakan kondisi dengan susunan yang tertib dalam masyarakat
Wujud konkret terhadap nilai-nilai di masyarakat
Mengikat seluruh warga masyarakat, karena disertai dengan sanksi dan aturan tegas
bagi yang melanggar
3. Klasifikasi Norma Kelompok Sosial atau Macam-Macam Norma Sosial
Norma diklasifikasikan atau dikelompokkan dalam beberapa macam yaitu berdasarkan
daya ikatnya, berdasarkan aspek-aspeknya, dan berdasarkan sifatnya. Berikut adalah
pengelompokan norma sosial:
1. Macam-Macam Norma Kelompok Sosial Berdasarkan Daya Ikatnya
a. Cara (usage)
Cara merupakan bentuk sebuah perilaku tertentu yang sering dilakukan oleh tiap-
tiap orang dalam lingkungan masyarakat, namun hal tersebut tidak dilakukan
secara terus menerus.
Contoh Cara (Usage): Salah satu cara pada saat makan adalah tidak sambil
mengeluarkan suara seperti suara kecapan ketika sedang mengunyah. Akan tetapi
di tempat tertentu, mengeraskan suara kecapan saat mengunyah atau bersendawa
pada akhir makan merupakan tanda atau ekspresi rasa kenyang dan puas sehingga
tidak melanggar norma.
b. Kebiasaan (Folkways)
Kebiasaan merupakan bentuk sebuah perilaku yang dilakukan secara terus
menerus dan dilakukan dalam bentuk yang sama secara sadar dan memiliki tujuan
jelas yakni agar dipandang baik dan benar oleh masyarakat tertentu.
Contoh Kebiasaan (Foklways): Memberi hadiah kepada orang-orang yang
berprestasi dalam suatu atau lazimnya anak laki-laki berambut pendek dan anak
perempuan berambut panjang.
c. Tata Kelakuan (mores)
Tata kelakuan merupakan bentuk-bentuk perilaku yang menggambarkan sifat-sifat
16
dari kehidupan akan suatu kelompok, secara sadar akan melakukan pengawasan
yang dilakukan oleh kelompok sosial masyarakat terhadap semua anggotanya.
Adapun kegunaan dari tata kelakuan adalah untuk membuat semua anggota
masyarakat menyesuaikan perbuatannya dengan tata kelakuan tersebut.
Contoh Tata Kelakuan (Mores): Melarang membunuh atau menikahi kerabat
dekat.
d. Adat Istiadat
Adat istiadat adalah kumpulan tata kelakuan dengan kedudukan sangat tinggi yang
bersifat kekal dan berinteraksi kuat terhadap masyarakat yang memilikinya.
Contoh Adat Istiadat: Pelanggaran terhadap tata cara pembagian harta warisan dan
pelanggaran terhadap pelaksanaan upacara-ucapara tradisional.
e. Hukum
Hukum adalah serangkaian aturan yang ditujukan bagi anggota masyarakat yang
berisi ketentuan-ketentuan, perintah, kewajiban, ataupun larangan, dengan sanksi
yang beragam.
Contoh Hukum: Mematuhi rambu-rambu lalu lintas dan dilarang mencuri.
2. Macam-Macam Norma Sosial Berdasarkan Aspek-aspeknya
a. Norma Agama
Norma agama merupakan peraturan sosial yang memiliki sifat yang mutlak karena
berasal dari Tuhan. Norma agama dapat bersumber dari ajaran-ajaran dalam agama
dan kepercayaan-kepercayaan yang lainnya.
Contoh norma Agama: Melaksanakan sholat tepat waktu, mengaji, melaksanakan
segala perintah agama dan menjauhi segala larangan-larangan-Nya.
b. Norma Kesusilaan
Norma kesusilaan merupakan peraturan sosial yang bersumber pada hati nurani
yang menghasilkan akhlak. Fungsi Dari adanya norma kesusilaan adalah dapat
membuat seseorang bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Pelanggaran norma kesusilaan berdampak atau berakibat dari sanksi yang sifatnya
pengucilan secara fisik mapun secara batin.
Contoh norma kesusilaan:
Dilarang pelacuran, perzinaan, korupsi
Menghormati orang lain terutama orang tua
Memiliki sikap jujur dan adil dalam masyarakat
Tidak menfitnah orang lain
17
Selalu menolong orang lain
c. Norma Kesopanan
Norma kesopanan merupakan peraturan sosial yang memfokuskan pada sebuah
perilaku yang dianggap lumrah dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat.
Pelanggaran norma mendapatkan celaan, kritik, dan pengucilan.
Contoh norma kesopanan:
Tidak meludah disembarang tempat
Memberi atau menerima makanan dengan tangan kanan
Jangan makan sambil berbicara
Bersikap rukun dengan siapa saja
d. Norma Kebiasaan
Norma kebiasaan merupakan beberapa peraturan sosial yang dibuat secara sadar
ataupun tidak, diamana isinya mengenai tuntunan terhadap perilaku yang
dilakukan secara terus-menerus sehingga menjadi kebiasaan dari setiap anggota.
Pelanggaran norma kebiasaan berupa sanksi celaan, kritik dan pengucilan.
Contoh norma kebiasaan:
Membawa oleh-oleh ketika pulang dari suatu tempat
Mencuci tangan sebelum makan
Membaca doa sebelum melakukan sesuatu
Menggosok gigi setelah makan
Mandi dengan teratur
e. Norma Hukum
Norma hukum adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu,
seperti pemerintah yang bersifat tegas, memaksa untuk berperilaku sesuai dengan
aturan tersebut. Pelanggaran norma hukum akan mendapatkan sanksi yag berupa
denda atau hukuman fisik.
Contoh norma hukum:
Kewajiban membayar pajak
Dilarang menerobos lampu merah
Menyeberang jalan dengan melaui jembatan penyeberangan
Dilarang mengganggu ketertiban umum
Tidak terlamat masuk sekolah
19
G. Kohesi Kelompok
Kohesivitas kelompok adalah dimana anggota kelompok saling menyukai satu sama
lain, dan bergantung satu sama lain serta adanya dorongan yang menyebabkan anggota bertahan
dalam kelompok. Anggota kelompok dengan kohesi tinggi bersifat kooperatif dan pada
umumnya mempertahankan dan meningkatkan integrasi kelompok, sedangkan pada kelompok
dengan kohesi rendah lebih independen dan kurang memperhatikan anggota lain.
Menurut Purwo Herlianto (20131:29) ciri-ciri kohesivitas kelompok antara lain:
1. Mempunyai komitmen yang tinggi dari masing-masing anggota terhadap kepentingan
kelompok.
2. Adanya interaksi yang banyak dan terus menerus pada semua anggota kelompok.
3. Adanya ketertarikan antar anggota di dalam kelompok
4. Lebih produktif dalam mencapai tujuan kelompok
5. Lebih terbuka antar anggota kelompok dengan intensnya komunikasi di dalam kelompok
6. Semakin patuh terhadap norma-norma di dalam kelompok.
Dalam prakteknya kohesivitas melibatkan dua dimensi primer, yakini tugas sosial dan individu
group. Dimensi yang pertama berkaitan dengan individu tertarik pada tugas kelompok atau
dalam hubungan sosial. Sedangkan dimensi yang kedua berkaitan dengan individu pada
kelompok atau anggota yang lain. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kohesivitas antara lain
adalah:
1. Sejumlah usaha yang diperlukan untuk masuk kelompok, biaya yang besar untuk masuk
kelompok menyebabkan ketertarikan anggota menjadi lebih besar.
2. Adanya ancaman dari luar atau kompetensi.
3. Besarnya kelompok, pada kelompok yang kecil lebih cenderung kohesif.
Mengenai kelompok yang rendah kohesivitasnya dipastikan tidak memiliki keterikatan
interpersonal di antara anggotanya. Kelompok dapat menarik individu disebabkan oleh adanya:
1. Tujuan kelompok dan anggota saling mengisi dan spesifikasi yang jelas
2. Kelompok memiliki pemimpin yang kharismatik
3. Reputasi kelompok tampak yaitu keberhasilan mencapai tujuan
4. Jumlah anggota kelompok kecil, sehingga memungkinkan anggota berpendapat,
mendengar, dan evaluasi
5. Anggota saling mendukung dan menolong satu sama lain untuk mengatasi rintangan dan
hambatan
Kelompok yang memiliki kohesivitas tinggi biasanya terdiri atas individu-individu yang
termotivasi untuk membangun kebersamaan dan cendrung memiliki kinerja kelompok yang
20
efektif. Aspek penting dari kelompok yang efektif adalah kohesi yang merupakan faktor utama
dari keberadaan kelompok. Kohesi kelompok dapat didefinisikan sebagai jumlah factor yang
mempengaruhi anggota kelompok untuk tetap menjadi anggota kelompok tersebut. Ketertarikan
pada kelompok ditentukan oleh kejelasan tujuan kelompok, kejelasan keberhasilan pencapaian
tujuan, karakteristik kelompok yang mempunyai hubungan dengan kebutuhan dan nilai-nilai
pribadi, kerjasama antar anggota kelompok dan memandang kelompok tersebut lebih
menguntungkan dibanding dengan kelompok-kelompok lain.
21
BAB IV
SIKAP SOSIAL
A. Pengertian Sikap Sosial
Sikap adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata dalam kegiatan-
kegiatan sosial. Maka sikap sosial adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan
yang nyata, yang berulang-ulang terhadap objek sosial. Hal ini terjadi bukan saja pada
orang-orang lain dalam satu masyarakat.
Tiap-tiap sikap mempunyai 3 aspek:
1. Aspek Kognitif yaitu yang berhubungan dengan gejala mengenal pikiran. Ini berarti
berwujud pengolahan, pengalaman, dan keyakinan serta harapan-harapan individu
tentang objek atau kelompok objek tertentu.
2. Aspek Afektif berwujud proses yang menyangkut perasaan-perasaan tertentu seperti
ketakutan, kedengkian, simpati, antipati, dan sebagainya yang ditujukan kepada objek-
ojek tertentu.
3. Aspek Konatif: berwujud proses tendensi/kecenderungan untuk berbuatu sesuatu objek,
misalnya kecenderungan memberi pertolongan, menjauhkan diri dan sebagainya.
Di samping sikap sosial yang terdapat sikap individual, yaitu sikap yang hanya dimiliki
oleh perseorangan, misalnya: Sikap atau kesukaan seseorang terhadap burung-burung
tertentu, seperti perkutut, parkit, merpati, dan sebagainya.
Sikap sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang
berhubungan dengan objek psikologi. Objek psikologi di sini meliputi: simbol, káta kata,
slogan, orang, lembaga, ide, dan sebagainya.
Orang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu objeic psikologi apabila ia suka
(like) atau memiliki sikap yang favorable, sebaliknya orang yang dikatakan memiliki sikap
yang negatif terhadap objek psikologi bila ia tidak suka (dislike) atau sikapnya unfavorable
terhadap objek psikologi (Back, Kurt W., 1977, hal.3)
Meskipun ada beberapa perbedaan pcngertian tentang sikap, namun ada beberapa ciri
yang dapat disetujui. Sebagian besar ahli dan peneliti sikap setuju bahwa sikap adalah
predisposisi yang dipelajari yang mempengaruhi tingkah laku, berubah dalam hal
intensitasnya, biasanya konsisten sepanjang wakru dalam situasi yang sama, dan
komposisinya hampir selalu kompleks. Sehubungan dengan itu pula kami cenderung untuk
mengemukakan pengertian sikap sebagai berikut: Sikap adalah kesiapan merespons yang
sifatnya positif atau negatif terhadap objek atau situasi secara konsisten.
22
Sikap adalah konsep yang membantu kita untuk memahami tingkah laku. Sejumlah
perbedaan tingkah laku dapat merupakan pencerminan atau manifestasi dari sikap yang
sama.
Di samping pembagian sikap atas sosial dan individual sikap dapat pula dibedakan atas:
1. Sikap positif: sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan, merima, mengakui,
menyetujui, serta melaksanakan norma-norma yang berlaku di mana individu itu
berada.
2. Sikap negatif: sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan penolakan atau tidak
menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku di mana individu itu berada.
23
lingkungan, norma-norma atau group. Hal ini akan mengakibatkan perbedaan sikap antara
individu yang sama dengan yang lain karena perbedaan pengaruh atau lingkungan yang
diterima. Sikap tidak akan terbentuk tanpa interaksi manusia, terhadap objek tertentu atau
suatu objek.
1. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap
a. Faktor intern: yaitu manusia itu sendiri.
b. Faktor ekstern: yaitu faktor manusia.
Dalam hal ini Sherif mengemukakan bahwa sikap itu dapat diubah atau dibentuk
apabila:
a. Terdapat hubungan timbal balik yang langsung antara manusia.
b. Adanya komunikasi (yaitu hubungan langsung) dan satu pihak.
Faktor inipun masih tergantung pula adanya:
- Sumber penerangan itu memperoleh kepercayaan orang banyak/tidak.
- Ragu-ragu atau tidaknya menghadapi fakta dan isi sikap baru itu.
Sikap terbentuk dalam hubungannya dengan suatu objek, orang, kelompok, lembaga,
nilai, melalui hubungan antar individu, hubungan di dalam kelompok, komunikasi surat
kabar, buku, poster, radio, televisi dan sebagainya, terdapat banyak kemungkinan yang
mempengaruhi timbulnya sikap.
2. Hubungan antara Sikap dan Tingkah laku
Adanya hubungan yang erat antara sikap (attitude) dan tingkah laku (behavior)
didukung oleh pengertian sikap yang mengatakan bahwa sikap merupakan
kecenderungan untuk bertindak.
Tetapi beberapa penelitian yang mencoba menghubungkan antara sikap dan tingkah
laku menunjukkan hasil yang agak berbeda, yaitu menunjukkan hubungan yang kecil
saja atau bahkan hubungan yang negatif.
E. Pengukuran Sikap
Pengukuran sikap ini dapat dilakukan secara langsung (Direct measures of attitudes) dan
tidak langsung (Indirect measures ofattitudes). (Whittaker, 1970, hal. 594-596).
1. Pengukuran sikap secara langsung
Pada umumnya digunakan tes psikolgi yang berupa sejumlah item yang telah disusun
secara hati-hati, saksama, selektif sesuai dengan kriteria tertentu. Tes psikologi ini
kemudian dikembangkan menjadi skala sikap. Dan skala sikap ini diharapkan
mendapat jawaban atas pertanyaan dengan berbagai cara oleh responden terhadap suatu
objek psikologi.
2. Pengukuran sikap secara tidak langsung
Di dalam teknik tidak langsung ini, subjek tidak tahu bahwa tingkah laku atau sikapnya
sedang diteliti. Teknik tidak langsung khususnya berguna bila responden kelihatan
enggan mengutarakan sikapnya secara jujur.
25
BAB V
MOTIF SOSIAL
26
tindakan juga dilakukan dari proses pembelajaran, persepsi, dan penilaian terhadap
budaya yang selama ini dijalani dan diterimanya yang mempengaruhi kepribadian
dan karakternya.
e. Teogenetis
Berasal dari interaksi manusia dengan Tuhan seperti apa yang terwujud dalam
kehidupannya sehari hari yang diperoleh dari ibadah yang dilakukannya dimana
dalam kehidupan sehari hari ia berusaha menerapkan norma agama yang dianutnya.
Misalnya ialah mengenai ajaran agama Islam diajarkan untuk berbuat baik kepada
sesama dan memiliki berbagai norma.
f. Interaksi Orang Tua
Ialah motif dalam psikologi sosial yang dipengaruhi dari orang tua, yakni bagaimana
ia diasuh sejak kecil, bagaimana ia berkomunikasi dengan orang tua, bagaimana ia
mendapat kesempatan mendapat kasih sayang dan menyampaikan pendapat, dan
sebagainya. Hal itulah yang akan menjadi dasarnya dalam psikologi sosialnya yakni
dalam interaksinya dengan orang lain.
g. Keluarga
Motif psikologi sosial kali ini ialah yang berhubungan dengan penerimaan keluarga
dan kebahagiaannya serta kenyamanannya berada dalam sebuah keluarga, bagaimana
ia merasa nyaman berada dalam rumah maka akan meminimalisir pelanggaran sosial
yang dilakukannya dan meningkatkan interaksi sosial yang positif dengan orang lain.
h. Masyarakat Luas
Bagaimana individu diterima dalam masyarakat maka itulah yang menjadi respon
individu tersebut terhadap psikologi sosialnya, terhadap interaksi sosialnya. Misalnya
ialah seorang anak yang dianggap berbeda karena berasal dari keluarga yang disegani
akan mempengaruhi anak tersebut dalam memandang masyarakat dan
memperlakukan orang lain.
i. Pendidikan Formal
Ialah Macam macam motif dalam psikologi sosial yang merupakan dampak dari
lingkungan pendidikan resminya seperti lingkungan sekolah, seperti yang telah
diketahui bahwa guru memiliki peran yang penting dalam pembentukan psikologi
sosial siswanya, guru yang mengajarkan kebaikan dari materi dan sikapnya maka
akan menjadi contoh yang baik bagi siswanya, dan sebaliknya.
j. Kekerasan
Ialah motif psikologi sosial yang dilakukan karena terpaksa, dengan cara kekerasan
27
yang umumnya menimbulkan suatu trauma dan perangai yang lebih berat, misalnya
ialah ketika seorang anak dipaksa untuk bekerja keras sejak kecil dengan cara yang
tidak baik atau dengan cara yang berat maka ketika dewasa ia akan memiliki
psikologi sosial yang juga hampir sama.
k. Bujukan
Ialah sebuah bujukan yang dapat berpengaruh pada psikologi sosialnya, misalnya
ialah dalam perusahaan menginginkan target yang lebih banyak atau hasil yang lebih
bagus, perusahaan akan berusaha membujuk karyawannya untuk mau bekerja lebih
keras dengan sistem kerja lembur dengan bujukan akan mendpaat gaji lebih dan
sebagainya sehingga hal itu akan mempengaruhi psikologi sosial karyawan terhadap
perusahaan.
l. Identifikasi
Dikenal sebagai macam macam motif dalam psikologi sosial yang terbaik sebab
dalam hal ini individu berbuat sesuatu hal dengan rasa percaya diri dan cara yang baik
bahwa apa yang dilakukan ialah untuk mencapai tujuan tertentu yang positif dan
keinginan tersebut berasal dari dalam yang awalnya ia identifikasi dan ia rencanakan
dengan matang.
m. Status
Merupakan motif psikologi sosial yang terjadi karena keinginan mendapat status,
seperti halnya di masa pemilihan kepala atau sosok pemimpin, setiap calon akan
sebaik mungkin melakukan interaksi psikologi sosial dengan masyarakat untuk
mendapat simpati dan berharap akan dipilih menjadi pemimpin, namun kebaikan
tersebut belum tentu sama ketika status yang diinginkan tercapai.
30
BAB VI
PRASANGKA SOSIAL
31
c) Prasangka timbul karena adanya perbedaan, di mana perbedaan ini menumbulkan
perasaan superior. Perbedaan disini bisa meliputi:
1. Perbedaan fisik / biologis
2. Perbedaan lingkungan / geografis
3. Perbedaan kekayaan
4. Perbedaan status sosial
5. Perbedaan kepercayaan
d) Prasangka timbul karena kesan yang menyakitkan atau pengalaman yang tidak
menyenangkan
e) Prasangka timbul karena adanya anggapan yang sudah menjadi pendapat umum atau
kebiasaan di dalam lingkungan tertentu. Seperti orang berprasangka pada status ibu tiri.
32
Timbulnya prasangka dapat diperkuat oleh keadaan politik individu atau kelompok
yang diliputi prasangka memiliki sikap serta pandangan yang tidak obyektif dan wajar.
33
3. Desas-desus
Desas-desus adalah suatu gejala sosial psikologis yang menarik perhatian bagi ahli
psikologi, karena:
a) Desas-desus itu terjadi dimana saja, didalam tiap-tiap masyarakat
b) Desas-desus mempunyai pengaruh besar bagi kehidupan masyarakat, dan orang
dalam masyarakat.
Jadi, desas-desus adalah pemberitahuan lisan/tulisan dari orang perorang pada orang
lain. Macam-macamnya bisa desas-desus yang merembes, berkoar, dan bertahan.
4. Stereotip
Stereotip merupakan gambaran atau tanggapan tertentu seseorang terhadap
individu/kelompok yang diprasangkai. Stereotip oleh mayor polak diartikan sebagai
contoh ejekan Menurut Johnson & Johnson stereotipe dilestarikan dan di kukuhkan
dalam empat cara:
1. Stereotipe mempengaruhi apa yang kita rasakan dan kita ingat berkenaan dengan
tin-dakan orang-orang dari kelompok lain
2. Stereotipe membentuk penyederhanaan gambaran secara berlebihan pada anggota
kelompok lain. Individu cenderung untuk begitu saja menyamakan perilaku
individu-individu kelompok lain sebagi tipikal sama
3. Stereotipe dapat menimbulkan pengkambing hitaman.
34
BAB VII
PERILAKU DALAM KELOMPOK
A. Pengertian Kelompok
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang
berinteraksi satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan bersama, Mengenal satu dengan
yang lain, dan memandang mereka sebagai bagian dari Kelompok tersebut.
B. Ciri-ciri Utama Kelompok
Ciri-ciri kelompok sosial Menurut Kartono (1990) yaitu:
a) Terdapat dorongan atau motif yang sama antar individu satu dengan yang lain;
b) Terdapat akibat-akibat interaksi yang berlainan terhadap individu satu Dengan yang
lain berdasarkan rasa dan kecakapan yang berbeda-beda;
c) Adanya penegasan dan pembentukan struktur atau organisasi Kelompok yang jelas
dan terdiri dari peranan-peranan dan kedudukan Masing-masing;
d) Adanya peneguhan norma pedoman tingkah laku anggota kelompok yang mengatur
interaksi dalam kegiatan anggota kelompok untuk Mencapai tujuan yang ada;
e) Adanya pergerakan yang dinamik.Antara individu yang terlibat di dalamnya;
Untuk memahami perilaku kelompok, kita perlu mengetahui ciri-ciri umum kelompok,
mulai dari urutan berikut ini.
1. Struktur
Dalam setiap kelompok berkembang beberapa tipe struktur; para anggota kelompok
dibedakan atas dasar faktor-faktor seperti keahlian, kekuasaan, status dan sifat agresif.
Tiap anggota menduduki posisi tertentu dalam kelompok. Pola hubungan antara posisi
ini merupakan struktur kelompok.
2. Hirarki Status
Istilah status sangat mirip dengan posisi, sehingga kedua istilah itu sering digunakan
dalam arti yang merupakan konsekuensi dari karakteristik tertentu yang membedakan
posisi yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan status memiliki pengaruh yang sangat
besar atas pola dan isi komunikasi yang cenderung lebih bersifat positif daripada yang
diprakarsai oleh orang-orang yang berstatus tinggi terhadap orang-orang yang berstatus
lebih rendah.
3. Peran
Setiap posisi dalam kelompok mempunyai peran yang saling berhubungan, yang terdiri
dari perilaku yang diharapkan dari mereka yang menduduki posisi tersebut. Perilaku
35
yang diharapkan umumnya sudah disetujui tidak hanya oleh mereka yang menduduki
posisi tersebut, tetapi juga oleh anggota lain dalam kelompok itu.
4. Norma atau Peraturan
Norma adalah standar yang diterima oleh anggota kelompok yang mempunyai
karakteristik tertentu atau suatu peraturan yang tidak tertulis. Pertama, norma hanya
dibentuk sehubungan dengan hal-hal yang penting bagi kelompok. Jika dapat
membantu anggota lain dalam kelompok untuk menyelesaikan suatu tugas merupakan
hal yang paling penting, maka akan berkembanglah suatu norma. Kedua, norma
diterima dalam berbagai macam tingkat oleh para anggota kelompok, ada beberapa
norma diterima oleh para anggota secara lengkap, sedangkan norma lain hanya diterima
sebagian. Dapat dikatakan bahwa norma merupakan kesepakatan yang menjadi aturan
yang tidak tertulis, tetapi tersirat dan dipahami sesama anggota kelompok.
5. Kepemimpinan
Peran kepemimpinan dalam kelompok merupakan suatu karakteristik penting dalam
kelompok. Dalam kelompok formal, pemimpin dapat menjalankan kekuasaannya secara
resmi. Dalam kelompok informal pemimpin dianggap sebagai orang yang berwibawa
dan dihormati karena dianggap dapat membantu kelompok mencapai tujuannya, sebagai
fasilitator yang dapat menyelesaikan konflik di antara kelompok dan anggotanya.
Pemimpin informal seringkali dapat berganti-ganti karena situasi yang berbeda-beda,
juga karena alasan kaderisasi, sehingga kesinambungan kepemimpinan dapat berjalan
terus.
6. Kesatupaduan
Kesatupaduan dipandang sebagai suatu kekuatan yang memaksa para anggota untuk
tetap berada dalam satu kelompok. Dengan kekuatan yang terpadu dari masing-masing
anggota kelompok akan merupakan efek berganda dari potensi yang ada (multiplier
effect).
7. Kesatupaduan dan Hasil Karya
Konsep ini merupakan konsep yang penting memahami kelompok dan organisasi.
Karena dapat menciptakan pengaruh yang positif atau negatif, tergantung sampai
seberapa jauh kesamaan tujuan kelompok dan organisasi formal.
C. Jenis-jenis Kelompok
Para ahli ilmu sosial, psikologi, dan komunikasi dalam menelaah tingkah laku individu-
individu manusia di dalam suatu kelompok menjumpai beberapa karakteristik, bentuk dan
36
jenis hubungan yang dominan. Berikut ini akan ditelaah beberapa bentuk dan jenis
kelompok yang ada sesuai dengan Karakteristik yang menyertainya.
1. Atas Dasar Ukuran Kelompok
Ditinjau dari besaran jumlah anggota, maka dikenal dua jenis kelompok yaitu
kelompok kecil (small group) dan kelompok besar (large group). Kelompok kecil
(small group) apabila ukurannya mulai dari dua orang sampai 20 orang sedangkan
kelompok besar (large group) yang bercirikan ukuran anggota 20 orang sampai 30
orang.
2. Atas Dasar Struktur Kelompok
Dilihat dari struktur kelompok maka ada dua kelompok yaitu kelompok formal dan
kelompok informal. Kelompok formal yaitu kelompok yang mempunyai tujuan yang
jelas, mempunyai peraturan-peraturan yang tegas, lahirnya tujuan dan peraturan itu
dibicarakan bersama dan dirumuskan secara tertulis maupun tidak tertulis seperti nilai-
nilai dan norma kelompok. Sedangkan Kelompok informal merupakan suatu kelompok
yang tumbuh proses interaksi, daya tarik, dan kebutuhan seseorang. Dalam kelompok
Ini anggota kelompok tidak diatur dan diangkat atau dilegalisasi dalam suatu
pernyataan formal (SK atau surat pengangkatan).
3. Atas Dasar Terpaan Perubahan
Berdasarkan sikap kelompok terhadap terpaan perubahan, maka dikenal jenis
kelompok terbuka dan kelompok tertutup. Kelompok terbuka adalah suatu kelompok
yang secara tetap mempunyai rasa tanggap akan perubahan dan pembaharuan,
sedangkan kelompok tertutup atau kelompok Laggard, yakni kelompok yang kecil
kemungkinannya untuk menerima perubahan atau pembaharuan. Kelompok tertutup ini
cenderung untuk tetap menjaga kestabilan yang telah ada.
4. Atas Dasar Fungsi Kelompok
Berdasarkan fungsinya, kelompok dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kelompok
sosial dan kelompok tugas. Kelompok sosial merupakan himpunan manusia atau
pergaulan antar manusia yang tidak terikat dengan tugas kedinasan dan terutama
mempunyai fungsi atau tugas untuk mencari kesenangan dan kepuasan bagi
anggotanya. Sedangkan Kelompok tugas merupakan kelompok yang segala sesuatu
harus dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah direncanakan, sehingga
pembagian tugas dan penyelesaian tugas merupakan hal yang diutamakan.
5. Dasar Hubungan di Antara Anggota
Dalam hal ini kelompok dikategorikan sebagai jenis kelompok primer dan kelompok
37
sekunder. Suatu kelompok primer (primary group) haruslah mempunyai suatu perasaan
keakraban kebersamaan, loyalitas dan mempunyai tanggapan yang sama atas nilai-nilai
dari para anggotanya.
Kelompok Sekunder (secondary group) merupakan kelompok besar Yang terdiri dari
banyak orang, hubungannya bersifat impersonal, segmentasi dan didasarkan pada asas
manfaat.
6. Atas Dasar Identifikasi Diri
Summer (Saleh, 2012) membedakan jenis kelompok atas dasar kelompok in-group dan
out-group, kelompok in-group (kelompok sendiri) adalah suatu kelompok yang
dipandang oleh seseorang sebagai miliknya dan mewakili identitasnya. Adapun out-
group (kelompok luar) adalah kelompok yang tidak mewakili identitas diri seseorang
dan orang tersebut tidak merasa memiliki kelompok tersebut.
7. Dasar Keanggotaan Kelompok
Morton (Syamsu et al., 1999) mengemukakan bahwa kelompok keanggotaan
dibedakan atas: kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan
(reference group). Kelompok keanggotaan merupakan suatu kelompok yang setiap
orang secara fisik menjadi anggota sedangkan kelompok rujukan adalah setiap
kelompok yang di dalam kelompok tersebut seseorang melakukan referensi atasnya,
untuk membentuk pribadi dan tingkah lakunya (Soekanto, 2009).
8. Atas Dasar Penyelesaian Masalah
Dilihat dari cara kelompok menghadapi suatu masalah, dan mengajak anggota untuk
terlibat dalam penyelesaian masalah, maka ada dua jenis pendekatan yang bisa
dilakukan kelompok, yaitu pendekatan deskriptif dan pendekatan preskriptif, yakni
membantu anggota-anggota kelompok memahami bagaimana biasanya memecahkan
masalah, dengan mengklasifikasi masalah berdasarkan proses pembentukan alami dari
apa yang dilihat, dirasa dan dipikirnya setiap anggota, lalu menyepakati secara bersama
cara menyelesaikan masalah kelompok tersebut; maka kelompok itu disebut sebagai
kelompok deskriptif. Adapun dikatakan sebagai kelompok preskriptif, apabila
kelompok selalu menggunakan pendekatan preskriptif, yakni menggunakan agenda
yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk membantu kelompok memecahkan
masalah secara efisien dan efektif.
9. Atas Dasar Pola Interaksi
Berdasarkan pola interaksinya, kelompok dibedakan menjadi interacting Group, co-
acting group, dan counter-acting group. Kelompok Interacting adalah kelompok yang
38
setiap anggotanya harus bekerja sama dengan anggota-anggota lainnya agar dapat
mencapai tujuan-tujuan kelompok. Kelompok Co-acting adalah kelompok yang
masing-masing anggotanya dapat bertindak sendiri, tetapi semua mengarah pada
tercapainya tujuan Kelompok (tujuan bersama). Di dalam jenis kelompok ini
diperlukan adanya Koordinasi. Kelompok counter-acting adalah kelompok yang
terbelah karena masing-masing anggota mempunyai tujuan yang berbeda/berlawanan
atau malah bersaing untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, tujuan kelompok dapat
tercapai apabila antar anggotanya melakukan kegiatan yang saling berkompetisi.
D. Fungsi Kelompok
Selain itu, secara garis besar fungsi kelompok sosial dibagi menjadi 2 yaitu fungsi kelompok
sosial bagi individu dan bagi masyarakat:
1. Fungsi Bagi Individu
Fungsi kelompok sosial bagi individu adalah sebagai tempat berkumpulnya
beberapa individu untuk menjalin hubungan sosial.Sebagai sarana untuk bertukar
ilmu pengetahuan di bidang pendidikan.Sebagai tempat untuk mendapatkan solusi
atas masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh anggotanya.
2. Fungsi Bagi Masyarakat
Fungsi kelompok sosial bagi masyarakat adalah untuk memberikan norma serta adat
bagi masyarakat. Selanjutnya dapat membangun struktur sosial di dalam
masyarakat. Selain itu, kelompok sosial juga memiliki fungsi sebagai rumah untuk
mengawasi semua anggotanya.
E. Berpikir Kelompok
Berpikir kelompok adalah suatu proses pengambilan keputusan yang terjadi dalam suatu
kelompok yang memiliki kohesivitas tinggi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa subjek
pelaku kekerasan dalam skala kelompok seperti kelompok etnis, kelompok perguruan
beladiri, suporter serta kelompok aparat keamanan adalah kelompok yang memiliki
kohesivitas yang sangat tinggi. Group Think terjadi dalam kelompok yang sangat
menekankan pada konsesus kelompok sehingga kemampuan kritis individu akan cenderung
terabaikan (Stephen dalam Hanuwan, 2001).
Ahli psikologi sosial Irving Janis (Baron & Byrne, dalam Hanurwan, 2001)
mengidentifikasi delapan simptom tentang berpikir kelompok (group think) pada proses
munculnya kekerasan. Pertama adalah adanya simptom kekebalan diri (illusion of
invulnerability), dimana pada situasi ini sebuah kelompok akan memiliki rasa percaya diri
39
yang sangat tinggi dengan keputusan yang diambil dan kemampuan yang mereka miliki.
Mereka memandang kelompok mereka yang sangat unggul dan tidak pernah kalah dalam
segala hal. Berikutnya adalah adanya simptom stereotip bersama, dimana suatu kelompok
memiliki pandangan sempit dan anggapan sepihak bahwa kelompok lain lebih lemah.
Adanya simptom moralitas, dimana pada suatu kelompok muncul anggapan bahwa
kelompoknyalah yang paling benar dan merasa perlu untuk menjadi pahlawan kebenaran
yang bertugas meluruskan kesalahan yang dilakukan kelompok lain. Kemudian adanya
simptom rasionalisasi yang menjelaskan adanya argumentasi sendiri bahwa perilaku agresi
tersebut merupakan keinginan kelompok lawan sendiri dan tindakan yang dilakukan adalah
untuk membebaskan mereka (seperti kasus invasi AS ke Irak). Adanya simptom ilusi
anonimitas, dimana ketika ada sebagian anggota yang ragu dengan tindakan kelompoknya
namun tidak seorangpun dari mereka memiliki keberanian untuk mengungkapkan keraguan
tersebut. Anonimitas yang menyebabkan individu-individu yang masuk dalam kelompok
menjadi kehilangan identitas individunya (deindividuasi). Kondisi ini akan mendorong
berkurangnya kendali moral individu yang selanjutnya timbul penularan perilaku yang
tidak rasional dan cenderung bersifat destruktif. Adanya simptom ini dikuatkan dengan
simptom tekanan untuk berkompromi terhadap keputusan kelompok. Individu akan ditekan
untuk memiliki pandangan yang sama dengan sebagian besar individu lain yang ada dalam
kelompoknya. Sampai pada tahap ini, tahapan berikutnya adalah munculnya gejala Swa-
Sensor, dimana dibawah pengaruh kelompok yang sangat kohesif akan membuat sebagian
besar orang mensensor setiap pandangan yang berbeda yang muncul dari diri mereka
sendiri. Simptom terakhir adalah adanya usaha-usaha pengawasan mental. Dalam kelompok
yang kohesif, satu orang atau lebih akan memiliki peran yang secara psikologis bertugas
memelihara suasana dengan cara menekan orang yang berbeda pendapat dari kelompok
umumnya.Pola perilaku kekerasan yang didasarkan pada keberadaan simptom-simptom
tersebut di dalam suatu kelompok menjadi sebuah persoalan rumit yang sulit untuk
dihindari bahkan dihilangkan. Karena esensi dari suatu kelompok itu sendiri yang
merupakan bentuk kesatuan sistem sosial dari individu-individu yang ada didalamnya.
Sehingga diperlukan strategi-strategi yang efektif untuk mengendalikan dan mengurangi
prevalensi perilaku agresi yang dapat muncul dalam suatu kelompok.
F. Pengangguran Sosial
Pengangguran merupakan istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang
mencari kerja, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak.
Pengangguran biasanya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja
40
tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang tersedia. Tingkat pengangguran dapat
dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja
yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus
mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat
kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat
menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat
pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan
sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka
panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara.
42
2. Faktor Penilai
Setiap individu memiliki kriteria tertentu, terutama yang bersifat subjektif, dalam memberi
penilaian pada orang lain. Latar belakang sosial, ekonomi, budaya, maupun yang bersifat
pribadi ikut berpengaruh dalam menilai. Dalam kaitan ini pembahasan akan lebih
menitikberatkan pada faktor yang ada dalam diri penilai itu sendiri.
3. Variabel-variabel Interpersonal
Ketertarikan yang muncul pada awal hubungan biasanya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
lahiriyah sifatnya. Sedangkan ketertarikan yang terjadi ketika hubungan itu sudah terjadi
pada umumnya lebih banyak disebabkan oleh faktor-faktor psikologis.
a. Kesamaan
Ada kecenderungan bahwa seseorang akan memilih pasangan yang mempunyai level
daya tarik fisik yang relatif sama dengan dirinya.
b. Komplemen
Ada sebagian orang yang mencari pasangan yang berbeda dengan dirinya agar saling
melengkapi dalam kehidupan mereka kelak. Keinginan seperti ini akan bisa terwujud
untuk masalah-masalah yang tidak esensial. Dengan kata lain masih diperlukan
kesamaan-kesamaan untuk berbagai hal mendasar, sedangkan untuk hal-hal yang perifer
terkadang justru diperlukan untuk melihat variasi.
c) Sama-sama Suka
Orang akan menyukai atau tertarik pada yang lain bila ada hubungan timbal balik. Saling
menyukai merupakan hal yang tidak bisa diabaikan dalam proses ketertarikan.
Hubungan yang seimbang terjadi bila kedua orang tersebut saling menyukai satu dengan
yang lain dan pandangan mereka pada pihak ketiga sama.
4. Faktor Situasi
Situasi yang di yang dimaksud dalam pembicara ini bisa situasi sesaat atau temporer, bisa
juga situasi yang berlangsung lama.
Dalam kaitan dengan masalah ketertarikan, analogi serupa dapat digunakan dalam hal ini.
Contohnya, orang yang sangat sibuk akan sedikit sekali memberi perhatian pada wanita yang
lewat di depannya. Pada saat yang lain, orang yang sibuk ini membutuhkan sedikit jeda
untuk mengurangi ketegangannya dengan cara memandang wanita yang lewat di depannya.
Inilah arti penting dari faktor situasional terutama yang temporer.
Manusia mengalami rasa ketertarikan terhadap manusia lain karena adanya tujuan atau
sebuah usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya.
B. Teori-teori Ketertarikan
43
Ketertarikan adalah suatu proses yang dengan mudah dialami oleh setiap individu tetapi sukar
untuk diterangkan. Disini dikemukakan adanya tiga orientasi teori utama yang saling berbeda
dan masing-masing memandang tingkah laku dengan cara yang berbeda. Tiga pendekatan ini
adalah cognitive, reinforcement, dan interactionist.
1. Teori Cognitive
Teori cognitive menekankan proses berfikir sebagai dasar yang menentukan tingkah laku.
Tingkah laku sosial di pandang sebagai suatu hasil atau akibat dari proses akal. Pendekatan
cognitive di kemukakan oleh ahli psikologi sosial yang bernama Theodore Newcomb
(1961) disebutnya sebagai Teori Balanced, yaitu suatu kecenderungan untuk mengkonsepsi
orang lain, dirinya, dan barang-barang lain di sekitarnya dengan cara yang harmonis,
balance atau syimetrs. Hubungan yang pasti adalah lebih memuaskan dari pada yang lain.
Jika seseorang menyukai lainya dan jika keduanya saling menyukai dapatlah dikatakan
bahwa hubungan itu mencerminkan adanya hubungan yang balanced atau seimbang.
Sebalikanya, hubungan yang paling tidak memuaskan kata Newcomb adalah kurangnyaa
keseimbangan antara persetujuan dan tidak.
2. Teori Reinforcemen (Penguatan)
Peguatan atau stimulus/respon adalah teori yang berakar pada teori belajar yang
menginterpretasikan ketertarikan sebagai satu respon yang di pelajari. Teori reinforcement
berusaha menemukan bagaimana ketertarikan datang untuk pertama kalinya. Dasar teori ini
cukup sederhana, orang ditarik oleh hadiah dan ditolak oleh hukuman. Kita semua lebih
suka menjadi tertarik kepada orang-orang yang menghadiahi atau menghargai kita dari pada
orang yang menghukum dengan kritikan atau hinaan. Percobaan teori ini telah di lakukan
oleh Lott dan Lott (1965).
3. Teori Interactoinist
Teori ini beranggapan bahwa setiap orang dirangsang untuk menyukai orang lain. Ide
tentang teori ini bukan dikembangkan dari penelitian ketertarikan laboratorium dimana
subyek merespon orang yang belum mereka kenal, tetapi dalam situasi alamiah dimana
suatu keputusan selalu dihubungkan kepada situasi sosial dimana seseorang menemukan
dirinya. Teori interactionist lebih menitik beratkan pada ketertarikan antar pribadi sebagai
suatu konsep.
45
karena uniknya. Persahabatan tidak begitu saja diputuskan karena telah ditemukannya
teman lain yang lebih baik. Persahabatan selalau memperlihatkan adanya keintiman,
individualis dan kesetiaan.
Menurut salah satu teori ada 3 jenis persahabatan, yaitu persahabatan atas dasar satu
agama, persahabatan atas dasar satu iman dan persahabatan atas dasar kemanusiaan.
46
BAB IX
KONFORMITAS DAN KEPATUHAN
A. Pengertian Konformitas
Pengertian konformitas menurut beberapa ahli:
1. Menurut Baron da Byrne, konformitas adalah suatu bentuk pengaruh sosial dimana
individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka sesuai dengan norma sosial yang
ada.
2. Menurut Prayitno, konformitas merupakan pengaruh sosial dalam bentuk penyamaan
pendapat atau pola tingkah laku seseorang terhadap orang lain yang
mempengaruhinya.
3. Menurut Myres, konformitas merupakan perubahan prilaku sebagai akibat dari
tekanan kelompok. Ini terlihat dari kecenderungan remaja untuk selalu menyamakan
prilakunya dengan kelompok acuan sehingga dapat terhindar dari celaan maupun
keterasingan. Orang biasanya berpenampilan berbeda yang tidak sesuai dengan
kelompok cenderung terasigkan oleh temantemannya atau lingkungan sekitarnya.
Myers, (2012:252) mengemukakan bahwa konformitas adalah perubahan prilaku
atau kepercayaan seseorang sebagai akibat dari tekanan kelompok yang terdiri dari
dua jenis yaitu :
a) Pemenuhan, pada dasarnya di luar mengikuti apa yang dilakukan kelompok
namun, di dalam hati tidak menyetujui hal tersebut yang biasa disebut dengan
kepatuhan.
b) Penerimaan, yaitu menyakini dan juga melakukan sesuai dengan yang
diinginkan tekanan sosial.
B. Jenis-Jenis Konformitas
Prayitno (2009:72) mengemukakan jenis-jenis konformitas aadalah sebagai berikut:
1. Konformitas Membabi Buta
Konformitas membabi buta adalah bersifat tradisional dan primitif. Konformitas
tradisional diwarnai oleh sikap masa bodoh, dalam arti atau mengikuti apa yang
menjadi kemauan orang lain tanpa pemahaman atau penghayatan, tanpa
pertimbangan, pemikiran atau perasaan apalagi keyakinan atau kebenaran tentang
kebenaran ataupun kesahihan dari sesuatu yang diikutinya itu.
2. Konformitas Teridentifikasi
47
Konformitas identifikasi didasarkan karena adanya karisma yang terpancar dari
seorang pemimpin atau ketua ataupun juga yang dirasakan berada “di atas” sana.
Dan orang tersebut adalah sang idola, tokoh panutan, tokoh identifikasi yang harus
dipercayai, ditiru, dan di iya-kan segala sesuatunya.
3. Konformitas Internalisasi
Konformitas internalisasi didasarkan oleh pertimbangan rasional yaitu pikiran,
perasaan, pengalaman, hati nurani dan semangat, untuk menentukan pilihan-pilihan
dalam bersikap dan bertingkah laku, juga dalam berpikir dan berpendapat.
Keputusan sepenuhnya terletak di tangan orang yang hendak mendudukan diri pada
posisi tertentu.
48
Disamping itu, ada beberapa alasan mengapa setiap individu tertarik untuk melakukan
konformitas, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Keinginan untuk disukai
2. Rasa takut akan penolakan
3. Keinginan untuk merasa benar
4. Konsekuensi kognitif
Kebanyakan individu yang berpikir melakukan konformitas adalah konsekuensi
kognitif akan keanggotaan mereka terhadap kelompok dan lingkungan di mana
mereka berada.
Disamping itu ada dua alasan mengapa seseorang bisa saja tidak melakukan
konformitas. Alasan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Deindividuasi
Deindividuasi terjadi ketika kita ingin dibedakan dari orang lain. Individu akan
menolak untuk menyesuaikan diri karena tidak ingin dianggap sama dengan yang
lain.
2) Merasa menjadi orang bebas
Individu juga menolak untuk menyesuaikan diri karena dirinya memang tidak
ingin menyesuaikan diri.
Sarlito Wirawan Sarwono dijelaskan bahwa individu akan dapat terkonformitas apabila
dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Besarnya kelompok
Kelompok yang biasanya minoritas akan akan menghilangkan identitasnya
sebagai individu dan memulai dirinya untuk mengikuti norma dan kebiasaan
anggota kelompok yang mayoritas.
2. Suara Bulat
Dengan perkataan lain, lebih mudah mempertahankan pendapat jika banyak
kawannya.
3. Keterpaduan atau kohesi (cohesiveness)
Semakin kuat rasa keterpaduan atau kekitaan tersebut, semakin besar
pengaruhnya pada prilaku individu.
4. Status
Driskell dan Mullen (1990) meneliti para pejalan kaki. Ternyata 25% dari
pejalan kaki menyeberang jalan tidak ada tempatnya. Akan tetapi kalau ada
contoh yang menyeberang sesuai dengan peraturan, jumlah pelanggar menurun
49
sampai 17%. Sementara kalau contoh itu menyeberang tidak pada tempatnya,
jumlah pelanggar naik menjadi 44%. Yang paling berpengaruh adalah jika
contoh yang tidak melanggar peraturan itu berpakaian rapi. Sebaliknya, jika
pakaian contoh itu sembarangan atau jika contoh berpakaian rapi itu melanggar,
pengaruhnya tidak terlalu besar.
Deutsch dan Gerrard (1955) ada dua faktor penyebab seseorang berprilaku konformitas:
1. Pengaruh Norma
Disebabkan oleh keinginan untuk memenuhi harapan orang lain sehingga dapat lebih
diterima oleh orang lain. Contohnya adalah para pejabat-pejabat yang ingin naik
pangkat atau mencari status yang menyetujui saja segala sesuatu yang dikatakan
atasannya (Hollander, 1958)
2. Pengaruh Informasi
Karena adanya bukti-bukti dan informasi-informasi mengenai realitas yang diberikan
oleh orang lain yang dapat diterimanya atau tidak dapat dihindari lagi (kotia, 1992).
D. Pengertian Kepatuhan
Shaw menyatakan bahwa kepatuhan (compliance) berhubungan dengan prestise
seseorang di mata orang lain. Orang yang telah memiliki bahwa dirinya adalah orang
yang pemurah akan menjadi malu bila dia menolak memberi seseuatu ketika orang lain
meminta sesuatu padanya.
Secara esensial dalam kepatuhan terdapat empat unsur utama:
1) adanya pihak yang memiliki otoritas yang menuntut kepatuhan,
2) adanya pihak yang dituntut untuk melakukan kepatuhan,
3) adanya obyek atau isi tuntutan dari pihak yang memiliki otoritas untuk dilaksanakan
oleh pihak lain,dan
4) adanya konsekuensi dari perilaku yang di dilakukan.
50
2) Ganjaran, hukuman, dan ancaman
Salah satu cara untuk menimbulkan kepatuhan adalah dengan meningkatkan tekanan
terhadap individu untuk menampilkan perilaku yang diinginkan melalui ganjaran,
hukuman atau ancaman.
3) Harapan orang lain
Orang lain rela memenuhi permintaan orang lain hanya karena orang tersebut
mengharapkannya.
51
BAB X
PENGARUH KELOMPOK DALAM KEHIDUPAN SOSIAL
A. Pengaruh Kelompok
Myers (1983) memaparkan 5 pengaruh kelompok (group influence), yaitu fasilitas sosial
(social facilitation), kemalasan sosial (social loafing), deindividuation, polarisasi kelompok
(group polarization), dan groupthink. Aronson, Wilson, dan Akert (2005) dalam bukunya
membagi kelima pengaruh diatas menjadi Perilaku Individu dan Kelompok yang
didalamnya adalah social facilitation, social loafing, deindividuation; dan Keputusan
kelompok yang didalamnya ada penjelasan mengenai group polarization, dan groupthink.
a. Fasilitas Sosial (Social Facilitation)
Pembelajaran mengenai social facilitation menekankan pada pengaruh keberadaan orang
lain pada perilaku seorang individu. Allport (1920) menyatakan bahwa performansi
lebih baik saat orang bekerja dalam kehadiran orang lain daripada saat mereka sendiri.
Menurut Zajonc (1965) pengalaman informal menyatakan bahwa keberadaan orang lain
dalam wujud penonton yang tertarik dapat meningkatkan aktivasi atau arousal, dan saat
arousal meningkat, tendensi untuk menampilkan respon dominant yaitu yang lebih
sering terjadi dalam situasi tertentu, juga meningkat. Orang lain menyebabkan individu
menjadi merasa didukung, dikuatkan, terlebih jika perilaku seorang tidak berbeda dari
yang lain dan individu tidak dikhususkan. Bertolak belakang dengan penjelasan diatas,
keberadaan orang lain juga dapat menyebabkan berkurangnya efektivitas dalam
penyelesaian tugas, misalnya mempelajari suku kata aneh, melengkapi sebuah maze,
sampai mengerjakan soal perkalian yang rumit (Dashiel, Pesin, & Husband, dalam
Myers, 1983).
b. Kemalasan Sosial (Social Loafing)
Berlawanan dengan meningkatnya performa ketika ada kehadiran orang lain, ada
kecenderungan seseorang untuk mengurangi usahanya, yaitu ketika seseorang itu
mengerahkan usahanya untuk tujuan bersama dimana seseorang tidak diperhitungkan
secara individu (Myers, 1983). Myers menyatakan bahwa tidak-diperhatikannya mereka
secara individu menyebabkan seseorang untuk cenderung mengendur ketika tidak
diawasi dan di beri reward secara individu.
c. Deindividuasi
Deindividuasi adalah sebuah satus psikologis yang berkarakteristik berkurangnya self-
awareness dan meningkatnya identitas sosial, dibawa oleh keadaan eksternal seperti
52
menjadi anggota anonymus dari crowd yang besar. Menjadi sebuah anggota anonymous
dari sebuah crowd membuat orang merasa kurang bertanggung jawab atau kurang
diperhitungkan atas tindakan mereka dan ini menguatkan keliaran, tindakan antisosial
(Zimbardo, 1976 dalam Baron, Byrne, & Branscombe, 2006).
Shaw menjelaskan bahwa deindividuasi terjadi ketika anggota kelompok tidak
memperhatikan individu lain sebagai seorang individu, dan anggota kelompok tidak
merasa bahwa mereka di khususkan oleh yang lain di kelompok (Shaw, 1981).Menurut
Marvin E. Shaw (1981), fenomena deindividuasi adalah hasil dari beberapa proses yang
berhubungan dalam kelompok, termasuk anonimitas, pembauran tanggung jawab, social
facilitation, dan pergeseran norma. Kamus Oxford mengartikan Anonymity sebagai
keadaan tidak dikenal untuk kebanyakan orang lain, sedangkan anonymous adalah orang
dengan nama yang tidak diketahui atau tidak dipublikasikan. Menjadi anggota
anonymus dari crowd dapat membawa pada deindividuasi. Ketika ada hasil negatif dari
apa yang kelompok lakukan, mereka percaya bahwa tanggung jawab akan
didistribusikan atau dibagi antar anggota kelompok, sehingga terjadi pembauran
tanggung jawab.
Ketika kita menjadi bagian dari crowd yang besar, tampaknya kita lebih mematuhi
norma kelompok itu dan tidak bertindak atas kepatuhan pada norma lain. Kadang norma
dari kelompok tertentu berkonflik dengan norma dari kelompok lain atau sebuah
masyarakat luas, dan seseorang akan cencerung bertindak menurut norma kelompoknya
daripada norma lain (Postmes & Spears, 1998 dalam Baron, Byrne, & Branscombe,
2006).
d. Polarisasi Kelompok (Polarization)
Sebuah diskusi kelompok bisa mengkutubkan keputusan dengan membuat kelompok
mengadopsi sebuah posisi lebih ekstrim daripada posisi yang dipegang individu anggota
kelompok sebelumya (Johnson &Johnson, 2003). Aronson, Wilson, dan Akert (2005)
menjelaskannya sebagai kecenderungan kelompok untuk membuat keputusan yang lebih
ekstrim daripada keinginan sebenarnya dari anggotanya secara pribadi.
e. Groupthink
Aronson, Wilson, dan Akert (2005) menjelaskannya sebagai sebuah pemikiran dimana
mempertahankan kohesivitas dan solidaritas kelompok lebih penting daripada
mempertimbangkan kenyataan atau faktanya. Ada beberapa symptoms menurut Myers
(1983) yang mengindikasikan terjadinya groupthink. Ilusi kekebalan, rasionalisasi,
kepercayaan kuat terhadap moral kelompok, cara pandang stereotip terhadap lawan,
53
tekanan konformitas, self-cencorship, ilusi kebulatan suara, dan mind guards. Ilusi akan
kekebalan dapat membutakan kelompok terhadap peringatan bahaya, mereka merasa
kebal. Rasionalisasi terjadi terhadap keputusan apapun yang diambil kelompok. Moral
kelompok yang sudah diyakini dengan kuat membuat kelompok tertutup terhadap cara
pandang dari luar, dan mereka memiliki streotip dalam memandang lawan kelompok
mereka.
Tekanan konformitas menyebabkan individu mengikuti apapun yang menjadi keputusan
bersama. Ketidak sepakatan kadang membuat merasa tidak nyaman, dan self-cencorship
menghindarkan hal-hal yang membahayakan bagi diri individu. Ilusi kebulatan suara
terjadi karena individu menganggap diskusi adalah sebuah konsensus dari orang-orang
cerdas. Mind guards adalah ketika mereka mengabaikan informasi yang dapat
mengganggu keefektifan atau moralitas diskusi.
C. Konsistensi
Konsistensi adalah gaya perilaku yang paling penting untuk pengaruh minoritas yang
efektif, karena ia berbicara langsung kepada keberadaan norma dan identitas alternatif,
bukan hanya opini alternatif. Ketika sejumlah orang berulang kali menyetujui sudut
pandang alternatif, ini menarik perhatian mereka sebagai entitas yang berbeda dengan
komitmen yang koheren dan tak tergoyahkan terhadap realitas alternatif. Dari perspektif
teori atribusi, bentuk perilaku yang konsisten dan khas ini berseru untuk penjelasan karena
tidak dapat diabaikan. Peran konsistensi telah ditunjukkan oleh Moscovici dan rekan-
rekannya dalam serangkaian eksperimen cerdik, yang disebut sebagai studi “hijau biru”.
Dalam versi modifikasi dari paradigma Asch, Moscovici, Lage, dan Naffrechoux memiliki
empat peserta menghadapi dua konfederasi untuk tugas persepsi warna yang melibatkan
slide biru yang bervariasi hanya dalam intensitas. Konfederasi konsisten, selalu menyebut
slide “hijau” atau tidak konsisten menyebut slide “hijau” dua pertiga waktu dan “biru”
sepertiga waktu. Ada juga kondisi kontrol tanpa konfederasi, hanya enam peserta sejati.
Meskipun tingkat konformitas jauh lebih rendah daripada mayoritas yang konsisten (ingat
bahwa Asch melaporkan tingkat konformitas rata-rata 33%), namun luar biasa bahwa
empat orang (mayoritas numerik) dipengaruhi oleh dua orang (minoritas) . i oleh dua orang
(minoritas) . 13 Ada dua hasil penting lainnya dari perpanjangan percobaan ini, di mana
ambang warna asli peserta diuji secara pribadi setelah tahap pengaruh sosial: (1) Kedua
kelompok eksperimental menunjukkan batas bawah untuk “hijau” daripada kelompok
kontrol yang, mereka keliru melihat slide hijau-biru yang ambigu sebagai “hijau”, dan (2)
Efek ini lebih besar di antara peserta eksperimental yang resisten terhadap minoritas - yaitu,
peserta yang tidak secara terbuka menyebut slide biru “hijau”. menggunakan tugas persepsi
warna yang sama untuk membandingkan minoritas konsisten dan tidak konsisten dengan
mayoritas yang konsisten dan tidak konsisten. Ada juga kondisi kontrol. Seperti
sebelumnya, satu-satunya minoritas yang menghasilkan kesesuaian adalah minoritas yang
konsisten (10% penyesuaian).
55
Meskipun ini tidak sebanding dengan tingkat kesesuaian dengan mayoritas yang
konsisten (40%), itu sebanding dengan tingkat kesesuaian dengan mayoritas yang tidak
konsisten (12%). Namun, temuan yang paling penting adalah bahwa satu-satunya peserta di
seluruh eksperimen yang benar-ben yang benar-benar mengubah biru-hijau berada dalam
berada dalam kondisi minoritas yang konsisten. Penelitian lain telah menunjukkan bahwa
aspek yang paling penting dari konsistensi adalah konsistensi sinkronik yaitu, konsensus di
antara anggota minoritas dan konsistensi yang dirasakan, bukan hanya pengulangan
obyektif. Fokus pada pentingnya gaya perilaku diperpanjang yang berfokus pada
penggunaan gaya perilaku strategis oleh nyata, minoritas aktif berjuang untuk
mengubahnpraktek-praktek kemasyarakatan. Mugny berpendapat berpendapat bahwa 14
karena minoritas biasanya berada dalam posisi yang tidak berdaya relatif terhadap
mayoritas, mereka harus menegosiasikan pengaruh mereka dengan mayoritas daripada
secara sepihak mengadopsi gaya perilaku. Mugny membedakan antara gaya negosiasi yang
fleksibel dengan alasan bahwa minoritas menolak untuk berkompromi pada setiap masalah
berisiko ditolak sebagai dogmatis dan minoritas yang terlalu siap untuk secara fleksibel
menggeser tanahnya dan kompromi risiko ditolak sebagai tidak konsisten (kasus klasik of
“flip-flopping”). Ada garis halus garis halus untuk melangkah, tetapi tingkat fleksibilitas
lebih efektif daripada kekakuan lebih efektif daripada kekakuan minoritas harus benar-
benar konsisten berkaitan dengan posisi intinya tetapi harus mengadopsi gaya negosiasi
yang relatif berpikiran terbuka dan wajar.
56
BAB XI
PENGARUH MASYARAKAT TERHADAP PERKEMBANGAN SOSIAL
57
gejala-gejala menyeleweng seperti berbohong dan mencuri.
4. Status Anak
Status anak disini adalah apakah dia anak tunggal, anak sulung, atau bungsu didalam
keluarga. Seorang anak tunggal perkembangan sosialnya berbeda dengan anak yang bukan
tunggal. Anak tunggal cenderung egosentris mencari penghargaan secara berlebihan,
memiliki keinginan untuk berkuasa secara berlebihan dan mudah sekali rendah diri. Kita
melihat disini corak negative dalam perkembangan sosial anak tunggal. Anak tunggal
cenderung mengalami hambatan dalam perkembangan sosialnya, karena ia tidak terbiasa
bergaul dalam kelompok kekeluargaan yang sangat ia perlukan.
Anak yang memiliki saudara lebih aktif dan lebih berambisi dibanding anak tunggal yang
pasif dan kurang mau berusaha. Hal ini didasarkan pada kenyataan ketika anak pertama
memiliki perasaan dihargai dan diperhatikan orang tua lebih besar dari pada anak kedua
dan seterusnya. Anak yang berikutnya justru merasa harus lebih giat berjuang memperoleh
penghargaan dan perhatian dari orang tuanya sebesar yang telah diterima oleh kakanya.
58
latihan didalamnnya. Disamping itu kecermatan, kecepatan, ketepatan dan keteraturan yang
diperlukan dalam bermacam-macam pekerjaan dan suatu perusahaan modern itu mempunyai
pengaruh mendisiplinkan manusia dan membentuk manusia yang cakap.
Sebaliknya sebagai pengaruh dari hidup dan cara kerja disuatu kota industri besar
modern dapat dirumuskan, bahwa interaksi sosial antara manusia disana seolah tidak bersifat
kekeluargaan lain. Tertatpi bercorak rasional dan terlampau individualistis. Mengenai
pengaruh lingkungan pekerjaan yang bersifat pertanian didesa ada pendapat, bahwa
kepribadian yang harmonis, realistis, tidak tergesa-gesa yang bersifat kekeluargaan.
59
individu memandang dirinya sendiri meliputi aspek fisik dan aspek psikologis. Aspek fisik
adalah bagaimana individu memandang kondisi tubuh dan penampilannya sendiri.
Sedangkan aspek psikologi adalah bagaimana individu tersebut memandang kemampuan-
kemampuan dirinya, harga diri serta rasa percaya diri dari individu tersebut.
Faktor internal berupa ketidakmampuan remaja dalam melakukan penyesuaian sosial atau
beradaptasi terhadap nilai dan norma yang ada di dalam masyarakat. Bukti
ketidakmampuan anak/remaja dalam melakukan penyesuaian sosial adalah maraknya
perilaku kriminal oleh remaja yang tergabung dalam geng motor, membolos serta aksi
mereka yang selalu berhubungan dengan tindakan kriminal seperti memalak anak-anak
sekolah lain, memaksa remaja lain untuk ikut bergabung dengan geng mereka serta ada
beberapa anggota yang pernah melakukan tindakan kriminal pencurian motor. Hal tersebut
menunjukkan ketidakmampuan remaja-remaja tersebut dalam berperilaku adaptif, mereka
memiliki kemampuan penyesuaian sosial serta kemampuan menyelesaikan masalah yang
rendah, sikap.
Selain hal itu, remaja berada dalam tahapan perkembangan yang merupakan transisi dari
masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dengan tugas perkembangan untuk pencarian jati
diri, tentang seperti apa dan akan menjadi apa mereka nantinya (Ericson dalam Sandrock,
2003). Dalam kondisi ini maka anak-anak ini berada dalam tahap perkembangan identity
vs identity confusion menurut klasifikasi Ericson (dalam Hurlock, 1998). Bila berhasil
maka anak akan mencapai tahap perkembangan dipenuhinya rasa identitas diri yang jelas,
dan sebaliknya anak akan mengalami kebingungan identitas bila gagal dalam melewati
tahap perkembangan ini.
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang besar pengaruhnya terhadap anak dengan kriminalitas adalah
keluarga dalam hal ini kondisi lingkungan keluarga. Kondisi lingkungan keluarga pada
masa perkembangan anak dan remaja telah lama dianggap memiliki hubungan dengan
munculnya perilaku antisosial dan kejahatan yang dilakukan oleh remaja. Beberapa
penelitian mengenai perkembangan kenakalan dan kriminalitas pada remaja, ditemukan
bahwa tindak kriminal disebabkan adanya pengalaman pada pengasuhan yang buruk.
Ketiga pola asuh orang tua terhadap anak yaitu pola asuh autoritarian, permissive dan
univolved ini menyebabkan seorang anak berperilaku anti sosial.
Ketika anak mengalami pengasuhan yang buruk, kasar, disia-siakan dan ada kekerasan di
dalam keluarga saat anak dalam masa perkembangan awal anak-anak, maka anak akan
memiliki harga diri yang rendah, juga akan mengembangkan perilaku kekerasan tersebut
60
pada saudaranya dan juga mengembangkan perilaku antisosial. Kemudian pada saat anak-
anak mulai masuk di lingkungan sekolah, anak dengan harga diri yang rendah akan
mendapatkan isolasi dari kelompok sebayanya dan mengalami kesulitan dalam sekolah,
membolos, serta mengalami kegagalan dalam kegiatan akademik di sekolah. Anak-anak
tersebut kemudian berkembang menjadi remaja yang memiliki kecenderungan untuk
berasosiasi dalam geng, dan kelompok sebaya yang menyimpang, serta pengarahan diri
dalam kekerasan, karena menganggap teman sebaya seperti itulah yang dapat menerima
kondisi mereka.
Saat mereka beranjak dewasa, mereka akan meneruskan perilaku kekerasan, penerimaan
dan kekerasan dalam hubungan pribadi, dan berkelanjutan dalam siklus kekerasan ketika
mereka menikah dan menerapkan pola asuh yang mengandung unsur kekerasan pada anak-
anaknya. Sehingga anak-anaknya akan berkembang menjadi individu yang melakukan
kenakalan dan tindakan kriminal. Hal tersebut serupa dengan penelitian yang menunjukkan
bahwa perilaku agresi atau kekerasan memiliki kontribusi secara genetik atau diturunkan
oleh orangtua pada anaknya terutama dalam perilaku antisosial.
Pola hubungan di dalam keluarga antara orangtua dan anak yang buruk juga bersifat
genetik atau diturunkan. Mekanisme perkembangan perilaku antisosial di atas berbentuk
siklus, sehingga tindakan kekerasan atau pengasuhan yang tidak tepat oleh orang tua akan
membentuk rantai siklus perkembangan yang menyebabkan anak melakukan perilaku
kekerasan atau bahkan tindakan kriminal.
Tekanan yang ada dalam kelompok sosial memiliki pengaruh yang sangat besar. Dan
berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa anak-anak terjerat kasus hukum baik
kasus asusila, narkoba, pembunuhan maupun perampokan dan pencurian dikarenakan
pengaruh dari teman-temannya.
61
BAB XII
KEPEMIMPINAN
A. Pengertian Kepemimpinan
Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk
memepengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan.
Dalam kegiatannya bahwa pemimpin memiliki kekuasaan untuk mengerahkandan
mempengaruhi bawahannya sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Pada
tahap pemberian tugas pemimpin harus memberikan suara arahan dan bimbingan yang jelas,
agar bawahan dalam melaksanakan tugasnya dapat dengan mudah dan hasil yang dicapai
sesuaidengan tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian kepemimpinan mencakup
distribusi kekuasaan yang tidaksama di antara pemimpin dan anggotanya. Pemimpin
mempunyai wewenang untuk mengarahkan anggota dan juga dapat memberikan pengaruh,
dengankata lain para pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahan apa yangharus
dilakukan, tetapi juga dapat mempengnaruhi bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya.
Sehingga terjalin suatu hubungan sosial yangsaling berinteraksi antara pemimpin dengan
bawahan, yang akhirnya tejadisuatu hubungan timbal balik. Oleh sebab itu bahwa pemimpin
diharapakan memiliki kemampuan dalam menjalankan kepemimpinannya, kareana
apabilatidak memiliki kemampuan untuk memimpin, maka tujuan yang ingin dicapai tidak
akan dapat tercapai secara maksimal.
Kesediaan untuk menerima pengarahan dari pemimpin, para anggota kelompok membantu
menentukan status kedudukan pemimpin dan membuat proses dan membuat proses
kepemimpinan dapat berjalan. Tanpa bawahan, semua kualitas kepemimpinan sesorang akan
menjadi tidak relevan. Kedua, kepemimpinan menyangkut suatu pembagian kekusaan yang
tidak seimbang diantara para pemimpin dan anggota kelompok. Para pemimpin mempunyai
wewenang untuk mengaragkan berbagai kegiatan paraanggota kelompok, tetapi para anggota
kelompok tidak dapat mengarahkan kegiatan pemimpin secara langsung, meskipun dapat juga
melalui sejumlah cara secara tidak langsung. Ketiga, selain dapat memberikan pengarahan
kepada para bawahan atau pengikut, pemimpin juga dapat mempergunkan pengaruh. Dengan
kata lain, para pemimpin tidak hanya dapat memrinttah bawahan apa yang harus dilakukan
tetapi juga dapat mempengaruhi bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya. Sebagai
contoh, seorang manajer dapat mengarahkan seorang bawahan untuk melaksanakan suatu
tugas tertentu, tetapi di juga dapat mempengaruhi bawahan dalam menentukan cara bagaimana
tugas itu dilakasanakan dengan tepat.
62
B. Faktor-faktor yang Menentukan Seseorang Menjadi Pemimpin
Faktor-faktor yang menentukan seseorang menjadi pemimpin antara lain:
1. Kepribadian (personality)
2. Harapan dan perilaku atasan
3. Karakteristik, harapan dan perilaku bawahan mempengaruhi terhadap apa gaya
kepemimpinan
4. Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya pemimpin
5. Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi harapan dan perilaku bawahan
6. Harapan dan perilaku rekan
Selanjutnya peranan seorang pemimpin sebagaimana dikemukakan oleh M. Ngalim
Purwanto, sebagai berikut:
1. Sebagai pelaksana (executive)
2. Sebagai perencana (planner)
3. Sebagai seorang ahli (expert)
4. Sebagai mewakili kelompok dalm tindakannya ke luar (external group representative)
5. Sebagai mengawasi hubungan antar anggota-anggota kelompok (controller of internal
relationship)
6. Bertindak sebagai pemberi gambaran/pujian atau hukuman (purveyor of rewards and
punishments)
7. Bentindak sebagai wasit dan penengah (arbitrator and mediator)
8. Merupakan bagian dari kelompok (exemplar)
9. Merupakan lambing dari pada kelompok (symbol of the group)
10. Pemegang tanggung jawab para anggota kelompoknya (surrogate for individual
responsibility)
11. Sebagai pencipta/memiliki cita-cita (ideologist)
12. Bertindak sebagai seorang ayah (father figure)
13. Sebagai kambing hitam (scape goat)
Berdasarkan dari peranan pemimpin tersebut, jelaslah bahwa dalam suatu kepemimpinan
harus memiliki peranan-peranan yang dimaksud, di samping itu juga bahwa pemimpin
memiliki tugas yang embannya, sebagaimana menurut M. Ngalim Purwanto, sebagai berikut:
1. Menyelami kebutuhan-kebutuhan kelompok dan keinginan kelompoknya
2. Dari keinginan itu dapat dipetiknya kehendak-kehendak yang realistis dan yang
benarbenar dapat dicapai
63
3. Meyakinkan kelompoknya mengenai apa-apa yang menjadi kehendak mereka, mana
yang realistis dan mana yang sebenarnya merupakan khayalan.
Tugas pemimpin tersebut akan berhasil dengan baik apabila setiap pemimpin memahami
akan tugas yang harus dilaksanaknya. Oleh sebab itu kepemimpinan akan tampak dalam
proses di mana seseorang mengarahkan, membimbing, mempengaruhi dan atau menguasai
pikiran-pikiran, perasaan-perasaan atau tingkah laku orang lain.Untuk keberhasilan dalam
pencapaian suatu tujuan diperlukan seorang pemimpian yang profesional, di mana ia
memahami akan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin, serta melaksanakan
peranannya sebagai seorang pemimpin. Di samping itu pemimpin harus menjalin hubungan
kerjasama yang baik dengan bawahan, sehingga terciptanya suasana kerja yang membuat
bawahan merasa aman, tentram, dan memiliki suatu kebebasan dalam mengembangkan
gagasannya dalam rangka tercapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.
C. Klasifikasi Kepemimpinan
Berikut adalah beberapa tipe kepemimpinan yang paling sering ditemukan saat bekerja:
1. Otoriter
Kepemimpinan otoriter terpusat pada bos sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Pada
tipe kepemimpinan ini, para pemimpin membuat keputusan, peraturan, dan prosedur
berdasarkan pemikiran sendiri. Mereka jugalah yang bertanggung jawab.
Lingkungan kerja yang otoriter tidak memberikan keleluasaan kepada orang-orang yang
bekerja di dalamnya. Akan tetapi, tipe kepemimpinan ini sangat berguna dalam situasi
genting ketika keputusan harus diambil dengan cepat.
2. Demokratis
Berkebalikan dengan otoriter, tipe kepemimpinan demokratis mengutamakan kontribusi
orang-orang di lingkungan kerja. Pemimpin kemudian menentukan keputusan akhir, tapi
ia akan mendelegasikan wewenangnya kepada orang lain.
Tipe kepemimpinan ini sangat cocok diterapkan dalam bidang medis atau teknologi.
Pasalnya, bidang-bidang ini membutuhkan kolaborasi antara tiap anggotanya agar bisa
berfungsi secara optimal.
3. Delegatif
Para pemimpin yang menerapkan tipe tipe kepemimpinan delegatif memberikan
wewenang bagi anggotanya untuk mengambil keputusan. Tipe kepemimpinan ini sangat
berguna bila dijalankan oleh orang-orang berpengalaman.
64
Meski begitu, tipe kepemimpinan delegatif jarang diterapkan karena lebih banyak
kelemahannya. Kelemahan tersebut di antaranya motivasi yang rendah, kecenderungan
anggota untuk saling menyalahkan, dan kurangnya produktivitas.
4. Transformasional
Berbeda dengan tipe lainnya, tipe kepemimpinan transformasional berfokus pada
perubahan dalam organisasi, kelompok, dan unsur lain yang terlibat di dalamnya. Sang
pemimpin mampu memotivasi kelompok dan mengarahkannya pada perubahan yang baik.
Para pemimpin transformasional biasanya cerdas, enerjik, dan penuh semangat. Mereka
mendorong orang-orang yang dipimpinnya untuk melakukan beragam hal di luar target
awal sehingga pencapaian yang dihasilkan juga tinggi.
5. Transaksional
Tipe kepemimpinan transaksional berfokus pada status pemimpin dan orang-orang yang
dipimpinnya. Terdapat garis komando jelas yang harus dipatuhi sehingga semua orang
memahami perannya masing-masing.
Sebagai gantinya, para pemimpin memberikan reward bagi anggota kelompok yang
memiliki performa baik. Kekurangannya adalah tidak adanya ruang untuk berkreasi dan
berpikir di luar tatanan yang telah ada.
6. Situasional
Ini merupakan tipe kepemimpinan yang unik, sebab para pemimpin bertindak berdasarkan
lingkungan kerja dan orang yang dihadapi. Teorinya mengatakan bahwa seorang
pemimpin bisa berfungsi dengan optimal bila perannya sesuai dengan situasi kerja.
Ada empat cara yang dilakukan dalam tipe-tipe kepemimpinan situasional. Di antaranya:
a) Mengarahkan langsung (directing): pemimpin memberikan seluruh instruksi secara
spesifik
b) Melatih (coaching): pemimpin memberikan sebagian besar instruksi disertai sedikit
dorongan
c) Mendukung (supporting): pemimpin memberikan sebagia kecil instruksi, tapi banyak
menawarkan bantuan
d) Delegasi (delegating): pemimpin tidak lagi memberikan instruksi maupun bantuan
karena anggota kelompoknya telah mampu melakukan tugas tersebut.
7. Karismatik
Pada tipe kepribadian karismatik, pemimpinnya adalah para sosok yang memiliki
kepribadian kuat. Ini merupakan sumber kekuatan yangmembuat banyak orang
menghargai nilai yang mereka anut.Para pemimpin karismatik tidak sekadar terkenal
65
karena posisi atau kepemilikan terhadap suatu hal. Mereka mampu mengubah arah
pandang pengikutnya yang sudah mengakar menjadi suatu hal yang lebih baik lagi.
8. Melayani / Servant leadership
Tipe kepemimpinan selanjutnya yakni para pemimpin yang tak sungkan melayani. Tipe
kepemimpinan ini percaya bahwa, ketika anggota tim merasa terpenuhi secara pribadi dan
profesional maka mereka akan mampu menghasilkan pekerjaan yang hebat bagi
perusahaan. Pemimpin ini mengutamakan kepuasan bagi karyawan, sehingga tidak
mungkin bila mereka tidak dihormati oleh tiap karyawan. Mereka adalah tipe
kepemimpinan yang baik dan terampil dalam membangun moral karyawan serta mampu
membuat karyawan betah bekerja lama di perusahaan. Umumnya, tipe tipe kepemimpinan
seperti ini ada dalam perusahaan nirlaba.
9. Birokrasi
Pemimpin dengan tipe birokrasi mengharapkan anggota tim untuk mengikuti aturan dan
prosedur yang tepat, sesuai yang sudah ditulis. Tipe kepemimpinan ini fokus pada tugas
dalam hierarki di mana setiap karyawan sudah memiliki daftar tanggung jawab masing-
masing. Tipe kepemimpinan ini paling cocok bekerja dalam industri atau departemen
yang sangat diatur seperti keuangan, kesehatan dan pemerintah.
10. Visioner
Tipe kepemimpinan terakhir adalah tipe visioner. Pemimpin yang memiliki tipe ini
biasanya memiliki visi yang jelas dengan selalu berinovasi dalam rangka mencapai target
yang ditentukan.
Mereka yang memiliki tipe kepemimpinan ini, selalu mendorong anggota timnya untuk
selalu memacu dan mencoba hal-hal baru dalam meningkatkan kinerja dan menemukan
metode yang ideal dalam proses pencapaian tujuan.Tipe ini juga memberikan kepercayaan
penuh kepada anggota timnya untuk berkembang. Dengan kepemimpinan ini, anggota tim
dapat berkembang secara cepat dengan belajar dari pengalaman sebelumnya dan
menemukan solusi secara mandiri.
D. Fungsi Kepemimpinan
Seorang pemimpin berperan besar dalam menentukan setiap kebijakan sebuah
organisasi. Tujuan organisasi bisa tercapai ketika seorang pemimpin mampu menjalankan
tugas dan fungsinya dengan baik. Oleh karena itu, setiap organisasi atau kelompok
membutuhkan seorang pemimpin yang mengerti tentang fungsi kepemimpinan. Fungsi
kepemimpinan merupakan usaha untuk mengarahkan anggota kelompok agar memiliki
semangat yang tinggi dan bekerja sebaik mungkin. Selain itu, fungsi kepemimpinan juga
66
berkaitan dalam mengatur hubungan antara individu atau kelompok dalam organisasi. Hal ini
perlu dilakukan guna mewujudkan organisasi yang bergerak ke arah pencapaian tepat sasaran.
Dalam upaya mewujudkan tujuan organisasi, maka dibutuhkan seorang pemimpin yang
mampu menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan baik. Tak hanya sebagai penentu
kebijakan, namun pemimpin juga dituntut untuk selalu memperhatikan kinerja individu dalam
sebuah organisasi. Adapun fungsi kepemimpinan yang paling umum di antaranya sebagai
berikut:
1. Fungsi Instruktif
Pemimpin berfungsi sebagai komunikator yang menentukan semua aspek di dalam ruang
lingkup sebuah organisasi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam fungsi instruktif
seperti cara mengerjakan perintah, melaksanakan dan melaporkan hasil, dan tempat
mengerjakan perintah. Sehingga, setiap keputusan dapat diwujudkan secara efektif.
2. Fungsi Konsultatif
Pemimpin bisa menggunakan fungsi konsultatif sebagai komunikasi dua arah. Bentuk
komunikasi ini dibutuhkan saat pemimpin dalam usaha menetapkan kebijakan atau
keputusan memerlukan bahan pertimbangan dari kelompok yang dipimpinnya. Dengan
begitu, seorang pemimpin dapat mengambil keputusan secara efektif dan maksimal.
3. Fungsi Partisipasi
Fungsi kepemimpinan berikutnya melibatkan anggota untuk terut serta dalam setiap
pengambilan kebijakan. Hal tersebut perlu dilakukan seorang pemimpin agar orang yang
dipimpinnya memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan
yang akan dilakukan. Selain itu, fungsi partisipasi harus dijalankan supaya anggota dapat
secara aktif mengikuti setiap proses yang sedang dijalankan organisasi.
4. Fungsi Delegasi
Dalam menjalankan fungsi delegasi, pemimpin harus memberikan kepercayaan kepada
orang yang dipimpinnya, seperti pelimpahan wewenang dan turut andil dalam penentuan
keputusan. Hal ini perlu dilakukan karena tujuan organisasi tidak dapat dicapai secara
maksimal jika seorang pemimpin bekerja sendiri. Oleh karena itu, kerja sama antara
pemimpin dan anggota sangat diperlukan dalam sebuah organisasi.
5. Fungsi Pengendalian
Salah satu fungsi kepemimpinan ialah mampu mengatur aktivitas dari para anggota secara
terarah. Pemimpin harus mampu memberi arahan, bimbingan, serta contoh yang baik
terhadap anggota. Dalam mewujudkan fungsi pengendalian ini, seorang pemimpin perlu
mengadakan kegiatan bimbingan, koordinasi, dan pengawasan.
67