Makalah Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan dan Penyuluhan
yang Dibimbing Oleh: Bpk. Mulyono, M.A
Oleh:
Ananda Sholikatun Nisa’ (07110107)
Choirul Amin (08110169)
M. Nur Hidayat (08110001)
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulisan makalah ini mempunyai
beberapa rumusan yaitu:
1. Apa pengertian bimbingan dan penyuluhan PAI?
2. Bagaimana hubungan bimbingan dan penyuluhan PAI?
3. Seberapa penting bimbingan dan penyuluhan PAI?
4. Bagaimana karakteristik bimbingan dan penyuluhan PAI?
5. Apa saja pendekatan yang dipakai dalam bimbingan dan penyuluhan PAI?
C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, makalah ini bertujuan untuk:
1. Menjelaskan pengertian bimbingan dan penyuluhan PAI.
2. Menjelaskan hubungan bimbingan dan penyuluhan PAI.
3. Menjelaskan betapa perlunya bimbingan dan penyuluhan PAI.
4. Menjelaskan karakteristik bimbingan dan penyuluhan PAI.
5. Menjelaskan pendekatan yang dipakai dalam bimbingan dan penyuluhan PAI.
BAB II
PEMBAHASAN
1
Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan dan Penyuluhan Belajar di Sekolah, (Surabaya: Penerbit Usaha
Nasional, 1983), hlm 66.
“Bimbingan dan konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar
mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat”.2
Pengertian bimbingan dan konseling Islam menurut M Arifin adalah
“Kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memberikan bantuan kepada
orang lain yang mengalami kesulitan-kesulitan rohaniah dalam lingkungan hidupnya agar
orang tersebut mampu mengatasinya sendiri karena timbul kesadaran atau penyerahan
diri terhadap kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga timbul pada diri pribadinya
suatu cahaya harapan kebahagian hidup saat sekarang dan dimasa yang akan datang”.20
Dengan demikian, bimbingan dan konseling Islam adalah suatu usaha pemberian
bantuan kepada seseorang (individu) yang mengalami kesulitan rohaniah baik mental dan
spiritual agar yang bersangkutan mampu mengatasinya dengan kemampuan yang ada
pada dirinya sendiri melalui dorongan dari kekuatan iman dan ketakwaan kepada Allah
SWT, atau dengan kata lain bimbingan dan konseling Islam ditujukan kepada seseorang
yang mengalami kesulitan, baik kesuliatan lahiriah maupun batiniah yang menyangkut
kehidupannya di masa kini dan masa datang agar tercapai kemampuan untuk memahami
dirinya, kemampuan untuk mengarahkan dan merealisasikan dirinya sesuai dengan
potensi yang dimilikinya dengan tetap berpegang pada nilai-nilai Islam.
2
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam (Cet.II; Yogyakarta: UII Press, 2001), hlm.
12.
pemantapan hidup bagi generasi muda kita dalam berbagai bidang yang menyangkut ilmu
pengetahuan. Ketrampilan dan sikap mental generasi muda. Apalagi mengingat bahwa
generasi mda perlu dibina secara intensif sesuai dengan cita-cita yang terkandung dalam
Garis-Garis Besar Haluan Negara yang menyatakan bahwa generasi muda harus dibina
agar menjadi generasi pengganti dimasa mendatang yang harus lebih baik, lebih
bertanggung jawab dan lebih mampu mengisi serta membina kemerdekaan Bangsa.
Dengan adanya bimbingan dan penyuluhan di sekolah diharapkan generasi muda
menjadi generasi yang mampu bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi
masyarakat serta bagi bangsa dan negara. Manusia diciptaka oleh Allah SWT untuk
menjadi manusia yang bermanfaat baik bagi dirinya maupun umatnya. Firman Allah
dalam Al-Qur’an surat Ali Imron ayat 110 yaitu:
3
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Tejemahannya, (Surabaya:Mahkota, 1989),hal. 94
4
Ibid, hal.320
Artinya: Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk
memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat
menjaga dirinya. (QS. At-Taubah:122)
Rosulullah SAW bersabda:
طلب العلم فريضة علىَ كل مسلم
Artinya: Menuntut Ilmu itu wajib bagi setiap muslim
Ayat dan hadits diatas memberikan gambaran tentang pentingnya pembahasan
terhadap agama yang kita peroleh dalam proses belajar mengajar, baik lewat pendidikan
luar sekolah (Sekolah dan Masyarakat).
Secara ekspisit ayat tersebut juga mengisyaratkan perintah langsung kepada
petugas bimbingan dan penyuluhan untuk memberikan penyuluhan yang baik kepada
para siswanya. Sebab seperti yang pernah kita jelaskan di atas, baik keberadaan
bimbingan kepada para siswa untuk pemantapan hidup dalam berbagai bidang.
Petugas bimbingan dan penyuluhan yang keberadaannya disamping sebagai
badan yang bertugas memberikan bimbingan kepada para siswa juga sebagai guru yang
memberikan pendidikan dan pengajaran yang baik kepada siswa. Sehingga tanggung
jawab petugas bimbingan dan penyuluhan menjadi ganda dan variatif atau sebagai
pengajar mata pelajaran dan sebagai pendidik agama dan akhlaq yang baik.
5
Saiful Akhyar Lubis, Konseling Islami: Kyai & Pesantren, (Yogyakarta: eLSAQ Press), hal. 80.
Artinya: “Barangsiapa yang disesatkan-Nya, Maka kamu tidak akan mendapatkan
seorang pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya”. (QS. Al-Kahfi: 17)
Jika perjalanan sejarah pendidikan Islam ditelusuri secara teliti dan cermat sejak
masa Nabi hingga saat ini, akan ditemukan bahwa layanan bimbingan dalam bentuk
konseling merupakan kegiatan yang menonjol dan dominan. Praktik-praktik Nabi dalam
menyelesaikan problem-problem yang dihadapi oleh para sahabat ketika itu, dapat dicatat
sebagai suatu interaksi yang berlangsung antara konselor dan klien/konseli, baik secara
kelompok (misalnya pada model halaqah ad-dars) maupun secara individual.
Karakter bimbingan konseling PAI ini pada hakikatnya berorentasi pada
ketentraman hidup manusia dunia – akhirat. Bimbingan konseling PAI memiliki
perbedaan yang esensial dengan bimbingan konseling Barat. Karena bimbingan konseling
PAI tersebut merupakan wujud aktualisasi kelengkapan dan kesempurnaan ajaran Islam
itu sendiri.6 Sehubungan ini, dapat dilihat pendapat Hasan Muhammad asy-Syarqawi
yang memaparkan perbedaan antara psikologi Islam dan psikologi Barat. Perbedaan itu
terletak pada sikap penyerahan total kepada Allah dengan keimanan demi terwujudnya
kesehatan jiwa. Dengan senantiasa mempedomani petunjuk-petunjuk Allah, hati manusia
akan menjadi tentram karena disinari oleh cahaya Ilahi.7 Allah berfirman:
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”.
(QS. Ar-Ra’d: 28)
6
Ibid, hal. 86.
7
Ibid, hal. 87.
8
Ibid, hal. 126.
semakin dekat dengan Allah dan semakin sadar akan tanggungjawabnya sebagai
pengemban amanah dan misi khilafah.
Dalam hal ini, al-Ghazali mengemukakan bahwa semua anak cucu Adam
difitrahkan beriman dan mengetahui Allah SWT sesuai dengan fitrahnya. Keterangan
nash dalam hal ini dapat dilihat dalam al-Qur’an surah ar-Rum ayat 30, berikut:
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui”. (QS. Ar-Rum: 30)
Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa manusia dijadikan manurut fitrah
Allah. Yakni Allah menciptakan manusia dengan dibekali naluri beragama, yaitu agama
tauhid. Jika pada akhirnya manusia tidak beragama tauhid lagi, adalah karena pengaruh
lingkungan. Lebih lanjut, Muhammad Fadil al-Jamali mengemukakan bahwa setiap
individu memiliki kemampuan-kemampuan dasar dan kecenderungan-kecenderungan
yang murni (fitrah). Fitrah ini lahir dalam bentuk sederhana dan terbatas, kemudian dapat
tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik atau sebaliknya sesuai dengan hal-hal yang
mempengaruhinya.9
Karena manusia itu dapat tumbuh dan berkembang menjadi baik atau tidak baik,
maka manusia harus dihindarkan dari segala sifat yang dapat mencemari fitrahnya.
Problem-problem yang merupakan kendala bagi baiknya perkembangan fitrah itu
diselesaikan melalui proses bimbingan konseling Islami. Untuk itu, individu dibantu
menemukan fitrahnya, sehingga dapat selalu dengan Allah dan dibimbing untuk
mengembangkan dirinya, agar mampu memecahkan masalah kehidupannya, serta dapat
melakukan self counseling dengan bimbingan Allah SWT.
9
Ibid, hal. 127.
akhirat merupakan kesempurnaan Islam. Sa’adah yang dimaksudkan oleh Islam bukan
hanya terfokus pada kekinian saja, melainkan untuk kekinian dan nanti. Islam
memandang saat kini adalah persiapan untuk masa nanti.
Firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 201 yang senantiasa dimohonkan oleh
manusia dalam setiap do’anya, jelas menunjukkan tujuan hidup manusia adalah
menggapai dua segi kebahagiaan sekaligus. Kebahagiaan hidup di akhirat adalah
kebahagiaan utama dan hakiki, tetapi jembatan ke arah itu adalah kebahagiaan hidup di
dunia.
Sehubungan dengan ini, al-Ghazali memberikan interpretasi terhadap lafadz ayat
201 surah al-Baqarah tersebut. Fid-dunya hasanah, maksudnya adalah ilmu dan ibadah,
10
sedangkan wa fil akhirati hasanah adalah surga. Dengan demikian, dunia yang
diistilahkan al-Ghazali dengan mazra’ah al-akhirah bermakna bahwa ilmu dan ibadah di
dunia dimaksudkan untuk mencapai kebahagiaan akhirat (surga).
Sebagaimana diketahui bahwa upaya bimbingan konseling Islami adalah untuk
memecahkan dan menyelesaikan masalah kehidupan dunia, dan untuk itulah ia
diperlukan. Oleh karena itu, penyelesaian problem yang dihadapi klien/konseli adalah
dalam upaya memperoleh ketentraman hidup di dunia dan dengan ketentraman itu
klien/konseli dapat memahami kembali jati dirinya serta sekaligus menjadi dekat dengan
Allah SWT. Hal demikian merupakan cerminan sa’idah mutawazinah yang hakiki, dan
dijadikan prinsip penyelenggaraan bimbingan konseling Islami.
3) Pendekatan kemandirian
Pendekatan ini dilakukan atas dasar nilai yang dimaknai bersumber dari asas
kerahasiaan. Upaya pemahaman kembali konsep diri bagi klien/konseli hendaknya
dilakukan oleh konselor dengan membangkitkan rasa percaya diri mereka, sehingga
merasa mampu untuk menyelesaikan masalahnya secara mandiri. Rasa percaya diri dan
sikap kemandirian merupakan fenomena pemahaman tentang dirinya, dan salah satu hasil
sebagaimana yang ingin dicapai dari layanan bimbingan dan konseling yang diberikan.
Dengan mengutip pendapat C.G. Wrenn, Dewa Ketut Sukardi mengemukakan:
hendaknya konselor mampu mengarahkan klien/konseli untuk memecahkan masalahnya
berdasarkan penentuan diri sendiri.11
10
Ibid, hal. 127.
11
Ibid, hal. 128.
Inti pendapat tersebut di atas mengandung perlunya upaya mengaktualisasikan
konsep kemandirian dalam proses bimbingan dan penyuluhan PAI. Sedangkan konsep
kemandirian dalam Islam antara lain tertuang dalam al-Qur’an surah ar-Ra’d ayat 11
berikut:
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri”. (QS. Ar-Ra’d: 11)
Dalam ayat tersebut Allah dengan tegas menyatakan bahwa manusia tidak akan
mencapai kebaikan/kemajuan jika mereka tidak mau berusaha ke arah itu dan tidak akan
memperoleh sesuatu selain dari apa yang diusahakannya.
Dengan demikian, upaya membiasakan klien/konseli untuk bertanggungjawab
secara mandiri, sangat dituntut dalam penyelenggaraan bimbingan dan penyuluhan PAI.
Pada gilirannya, diharapkan klien/konseli dapat menyadari bahwa pertanggungjawaban di
hadapan Allah adalah pertanggungjawaban pribadi. Konselor harus dapat meyakinkan
klien/konselinya bahwa kemandirian dan pertanggungjawaban pribadi itu adalah salah
satu kunci hidup di dunia yang mazra’ah al-akhirah.
4) Pendekatan keterbukaan
12
Ibid, hal. 130.
Artinya: “Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al kitab (Taurat dan
Injil) Mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan
sesungguhnya sebahagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal
mereka mengetahui”. (QS. Al-Baqarah: 146)
Dalam ayat tersebut Allah mengecam orang-orang Yahudi dan Nasrani yang
menyembunyikan kebenaran. Walhasil, dalam proses bimbingan PAI klien/konseli harus
terbuka dan jujur dalam menyampaikan keluhan dan pertanyaan, sedangkan konselor
harus terbuka dan terus terang pula menyampaikan jalan keluar pemecahan masalah
tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan materi di atas dapatlah diambil beberapa kesimpulan, sebagai
berikut:
1. “Bimbingan dan konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu
agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat”.
2. Bimbingan dan konseling (penyuluhan) merupakan istilah yang mempunyai maksud
dan tujuan yang sama.
3. Keberadaan bimbingan dan penyuluhan di sekolah harus mendapatkan perhatian
istimewa terhadap generasi muda. Karena manfaatnya adalah sangat besar bagi
pemantapan hidup bagi generasi muda kita dalam berbagai bidang yang menyangkut
ilmu pengetahuan.
4. Karakter bimbingan konseling PAI ini pada hakikatnya berorentasi pada ketentraman
hidup manusia dunia – akhirat.
5. Ada beberapa pendekatan yang bisa ditempuh dalam melakukan bimbingan dan
penyuluhan PAI, antara lain:
a. Pendekatan fitrah
b. Pendekatan sa’adah mutawazinah
c. Pendekatan keterbukaan
d. Pendekatan kemandirian
DAFTAR PUSTAKA
Lubis, Saiful Akhyar. 2007. Konseling Islami: Kyai & Pesantren. Yogyakarta: eLSAQ
Press.
Az-Zahrani, Musafir bin Said. 2005. Konseling Terapi. Jakarta: Gema Insani.
Sukardi, Dewa Ketut. 1983. BIMBINGAN DAN PENYULUHAN. Surabaya: Usaha
Nasional.
Faqih, Aunur Rahim. 2001. Bimbingan dan Konseling dalam Islam. Yogyakarta: UII
Press.
Rahmawati, Fenti. 2010. Bimbingan Konseling. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Departemen Agama RI. 1989. Al Qur’an dan Tejemahannya. Surabaya:Mahkota.