Anda di halaman 1dari 19

BIMBINGAN DAN KONSELING POPULASI KHUSUS

(ANAK JALANAN)

MAKALAH ILMIAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Bimbingan dan


Konseling Populasi Khusus

Dosen Pengampu: Zainudin, S.Sos.,M.A

Oleh:
Waula Desi I. 2115057
Esika Belinda 2115065
Atikah Delvani R. 2115068
Nirwana 2115071

Fakultas: Tarbiyah

Program Studi: Bimbingan dan Konseling Pendidikan Islam

Kepada:

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI


SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK
BANGKA BELITUNG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat dan bimbingan-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Bimbingan Dan Konseling Populasi Khusus (Anak Jalanan). Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas perkuliahan mata kuliah Bimbingan dan
Konseling Populasi Khusus.

Ucapan terima kasih tak lupa kami haturkan kepada beberapa pihak yang
telah membantu kami dalam penyelesaian penulisan makalah ini. Baik dukungan
materiil maupun dukungan moral sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan
makalah sesuai dengan waktu yang telah ditentukan

Besar harapan kami, makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan


manfaat bagi para pembaca. Kesalahan tak luput dari penulisan makalah ini, maka
dari itu kami sangat menerima kritik dan saran dari para pembaca agar kami dapat
menyempurnakan penulisan makalah kami selanjutnya.

Petaling, 9 Oktober 2023

Penulis

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 1
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 3
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 3
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 4
C. Tujuan ..................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 5
A. Definisi Anak Jalanan ............................................................................................. 5
B. Karakteristik Anak Jalanan ..................................................................................... 7
C. Permasalahan Anak Jalanan .................................................................................. 10
D. Pendekatan BK Pada Anak Jalanan ...................................................................... 13
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 16
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 16
B. Saran ..................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini, keberadaan anak jalanan semakin marak terjadi, hal ini tidak
hanya di kota-kota besar namun juga sudah sampai ke tingkat kabupaten/kota.
Fenomena terkait anak jalanan ini harus mendapat perhatian dari
pemerintah.berbagai kisah tentang anak jalanan sangat miris untuk dikaji,
mereka yang masih berusia belasan tahun harus hidup dijalanan untuk mencari
nafkah, walaupun ada yang hanya berkeliaran di jalanan, namun keadaan dan
kondisi jalanan sangat memungkinkan mereka mendapat masalah yang lebih
berat. Masalah- masalah disini bisa berupa kekerasan baik fisik maupun
psikologis, kekerasan seksual, penindasan dan lainnya. Ada juga diantara
mereka yang terjerumus ke dalam hal negatif seperti narkoba, pencurian bahkan
pelaku kriminal berat lainnya

Berdasarkan hal tersebut, maka kebutuhan bimbingan dan konseling tidak


lagi dalam setting sekolah saja, namun juga merambah ke lingkungan
masyarakat. Bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan dalam setting
masyarakat karena populasi yang beragam dan masalah manusia semakin
meluas pula. Oleh karena itu, diperlukan konselor sebagai penolong (helping
profession). Profesi penolong adalah profesi yang anggota-anggotanya sudah
dilatih khusus dan memiliki lisensi atau sertifikat untuk sebuah layanan unik dan
dibutuhkan masyarakat sebagai penyedia layanan profesional satu-satunya untuk
layanan unik dan dibutuhkan yang mereka tawarkan. Oleh karena itu, konselor
harus bisa membantu masalah-masalah yang ada di masyarakat, sehingga
mereka dapat mengembangkan potensi mereka sendiri. Dengan berkaca dari hal
tersebut, maka diperlukan konselor dalam setting Masyarakat.1

1
Kumala, M., Nurlaili, I. R., & Dewi, N. K. (2017, May). “Urgensi peran konselor dalam
mengatasi masalah-masalah sosial anak”, (In Prosiding Seminar Nasional Bimbingan dan
Konseling, Vol. 1, No. 1, 2017), hlm: 161.

3
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dari anak jalanan?
2. Bagaimana karakteristik dari anak jalanan?
3. Bagaimana permasalahan yang terjadi pada anak jalanan?
4. Bagaimana pendekatan BK yang dilakukan pada anak jalanan?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari anak jalanan.
2. Untuk mengetahui karakteristik dari anak jalanan.
3. Untuk mengetahui permasalahan yang terjadi pada anak jalanan.
4. Untuk mengetahui pendekatan BK yang dilakukan pada anak jalanan.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Anak Jalanan


Istilah anak jalanan pertama kali diperkenalkan di Amerika Selatan,
tepatnya di Brazilia, dengan nama “Meninos de Ruas” untuk menyebut
kelompok anak-anak yang hidup di jalanan dan tidak memiliki ikatan dengan
keluarga. Istilah anak jalanan berbeda-beda untuk setiap tempat, misalnya di
Columbia mereka disebut "gamin" (urchin atau melarat) dan "chinces" (kutu
kasur), di Rio de Jenairo disebut “marginais” (kriminal atau marginal), di Peru
disebut “pa jaros frutero” (perampok kecil), di Bolivia disebut “polillas”
(ngengat), di Honduras disebut “resistoleros” (perampok kecil), di Vietnam
disebut "Bui Doi" (anak dekil), di Rwanda disebut "saligoman" (anak
menjijikkan)2. Istilah-istilah ini menggambarkan bagaimana posisi anak-anak
jalanan di masyaraakat.

Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), anak jalanan didefinisikan


sebagai anak yang hubungannya dengan keluarga telat terputus dan hidup di
jalanan, umumnya berusia belasan tahun. Didefiniskan juga anak yang masih
tinggal bersama keluarganya, tetapi menyandarkan hidupnya di jalanan, umunya
berusia balita atau usia sekolah dasar.3

Pengertian anak jalanan telah banyak dikemukakan oleh banyak ahli. Secara
khusus, anak jalanan menurut PBB dalam Tuti dkk adalah anak yang
menghabiskan sebagian besar waktunya dijalanan untuk bekerja, bermain atau
beraktivitas lain. Anak jalanan tinggal di jalanan karena dicampakkan atau
tercampakkan dari keluarga yang tidak mampu menanggung beban karena
kemiskinan dan kehancuran keluarganya. Umumnya anak jalanan bekerja
sebagai pengasong, pemulung, tukang semir, dan pengais sampah. Tidak jarang

2
Fini Saulinaria Harefa, Skripsi: “Implementasi Kebijakan Program Pembinaan Anak
Jalanan di Kota Medan”, (Medan: Universitas Medan Area, 2017), hlm: 20.
3
KBBI Online, “Anak Jalanan”, (Kamus KBBI Daring, April 2023), diakses pada 09
Oktober 2023 dari https://kbbi.kemdikbud.go.id/ .

5
menghadapi resiko kecelakaan lalu lintas, pemerasan, perkelahian, dan
kekerasan lain. Anak jalanan lebih mudah tertular kebiasaan tidak sehat dari
kultur jalanan, khususnya seks bebas dan penyalahgunaan obat.

Menurut UNICEF dalam Tuti Bahfiarti, mendefinisikan anak jalanan sebagai


those who have abandoned their home. school, and immediate communities
before they are sixteen years of age have drifted into a nomadic street life (anak-
anak berumur di bawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga,
sekolah terdekat, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah). Anak jalanan
merupakan anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari
nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya. Hidup
menjadi anak jalanan bukanlah pilihan yang menyenangkan, melainkan
keterpaksaan yang harus mereka terima karena adanya sebab tertentu.4

Anak jalanan bagaimanapun telah menjadi fenomena yang menuntut


perhatian kita semua. Secara psikologis mereka adalah anak-anak yang pada
taraf tertentu belum mempunyai bentukan mental emosional yang kokoh,
sementara pada saat yang sama mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang
keras dan cenderung berpengaruh negatif bagi perkembangan dan pembentukan
kepribadiannya. Aspek psikologis ini berdampak kuat pada aspek sosial. Di
mana labilitas emosi dan mental mereka yang ditunjang dengan penampilan
yang kumuh, melahirkan pencitraan negatif oleh sebagian besar masyarakat
terhadap anak jalanan yang diidentikan dengan pembuat onar, anak-anak kumuh,
suka mencuri, sampah masyarakat yang harus diasingkan.

4
Tuti Bahfiarti, Rahmat Muhammad & Aminuddin, “Kajian Penanganan Anak
Gelandangan dan Pengemis di Kota Makassar”, Jurnal Inovasi dan Pelayanan Publik Makassar,
Vol. 1, No. 2, 2019), hlm: 45.

6
B. Karakteristik Anak Jalanan
Berdasarkan intensitasnya di jalanan, anak jalanan dapat dikelompokkan
menjadi tiga karakteristik utama yaitu:
a. Chidren of the street
Anak yang hidup atau tinggal di jalanan dan tidak ada hubungan dengan
keluarganya. Kelompok ini biasanya tinggal di terminal, stasiun kereta api,
emperan toko dan kolong jembatan.

b. Children on the street


Anak yang bekerja di jalanan. Umumnya mereka adalah anak putus sekolah,
masih ada hubungannya dengan keluarga namun tidak teratur yakni mereka
pulang ke rumahnya secara periodik.

c. Vulberable children to be street children


Anak yang rentan menjadi anak jalanan. Umumya mereka masih sekolah
dan putus sekolah, dan masih ada hubungan teratur (tinggal) dengan orang
tuanya. Jenis pekerjaan anak jalanan dikelompokkan menjadi empat
kategori, yaitu:
1) Usaha dagang yang terdiri atas pedagang asongan, penjual koran,
majalah, serta menjual sapu atau lap kaca mobil.

2) Usaha di bidang jasa yang terdiri atas pembersih bus, pengelap kaca
mobil, pengatur lalu lintas, kuli angkut pasar, ojek payung, tukang
semir sepatu dan kenek.

3) Pengamen. dalam hal ini menyanyikan lagu dengan berbagai macam


alat musik seperti gitar, kecrekan, suling bambu, gendang, radio
karaoke dan lain-lain.

4) Kerja serabutan, yaitu anak jalanan yang tidak mempunyai pekerjaan


tetap, dapat berubah-ubah sesuai dengan keinginan mereka.5

5
Anisah Restikasari Maris Putri, Skripsi: “Anak Jalanan dan Upaya Perlindungannya
(Studi Peran Dinas Sosial Kota Malang), (Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang, 2019), hlm: 34-35.

7
Menurut Departemen Sosial RI, setiap rumah singgah boleh menentukan
sendiri kategori anak jalanan yang didampingi. Kategori anak jalanan dapat
disesuaikan dengan kondisi anak jalanan masing-masing kota. Secara umum
kategori anak jalanan sebagai berikut:6

1) Anak jalanan yang hidup di jalanan, dengan ciri-ciri sebagai berikut:


a. Putus hubungan atau lama tidak bertemu dengan orang tuanya minimal
setahun yang lalu.
b. Berada di jalanan seharian untuk bekerja dan menggelandang.
c. Bertempat tinggal di jalanan dan tidur di sembarang tempat seperti
emper toko, kolong jembatan, taman, terminal, stasiun.
d. Tidak bersekolah lagi.

2) Anak jalanan yang bekerja di jalanan, cirinya adalah:


a. Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya, yakni pulang secara
periodik misalnya seminggu sekali, sebulan sekali, dan tidak tentu.
Mereka umumnya berasal dari luar kota yang bekerja di jalanan.
b. Berada di jalanan sekitar 8-12 jam untuk bekerja, sebagian mencapai 16
jam.
c. Bertempat tinggal dengan cara mengontrak sendiri atau bersama teman,
dengan orang tua atau saudara, atau di tempat kerjanya di jalan.
d. Tidak bersekolah lagi.

3) Anak yang rentan menjadi anak jalanan, cirinya adalah:


a. Setiap harinya bertemu dengan orang tuanya (teratur),
b. Berada di jalanan sekitar 4-6 jam untuk bekerja.
c. Tinggal dan tidur bersama orang tua atau wali
d. Masih bersekolah.

6
Departemen Sosial RI, “Petunjuk Teknis Pelayanan Sosial Anak Jalanan”, (Jakarta:
Departemen Sosial Republik Indonesia, 2005), hlm: 13-15.

8
Menurut Asmawati pada tahun 1999, mengelompokkan anak jalanan
menjadi dua yaitu;7
1) Anak semi jalanan
Anak semi jalanan diistilahkan untuk anak-anak yang hidup dan mencari
penghidupan di jalanan, tetapi tetap mempunyai hubungan dengan keluarga.

2) Anak jalanan murni.


Anak jalanan murni diistilahkan untuk anak-anak yang umumnya tinggal
berkelompok, atau bersama orang tua dan warga sekampungnya. Meskipun
tempat tinggal mereka di daerah kumuh, tetapi masih saling mengontrol satu
sama lainnya. Namun demikian, kebersamaan ini justru menjadi salah satu
penyebab munculnya penyimpangan perilaku pada anak jalanan, seperti
pencurian, judi, seks, dan lain-lain. Penyimpangan perilaku ini dianggap
mereka sebagai refreshing untuk menghilangkan penat setelah beraktivitas
seharian di jalanan.

Kemudian untuk kelompok anak yang rentan menjadi anak jalanan terlihat
jauh lebih aman karena mereka hanya beberapa jam di jalanan. Bahkan mereka
masih tinggal dengan orang tua dan masih bersekolah. Ancaman mereka adalah
pengaruh teman yang kuat yang bisa menyeret mereka lebih lama di jalan,
meninggalkan rumah dan sekolah, dan memilih berkeliaran di jalan karena lebih
banyak memberikan kebebasan dan kesenangan. Daya tarik ini dirasakan
semakin kuat apabila di rumah hubungan dengan orang tua kurang harmonis,
orang tua yang bekerja dari pagi sampai malam, sehingga anak tidak terawasi.
Atau ada unsur eksploitasi, yaitu dimana anak harus memberikan
penghasilannya kepada orang tua, yang jika tidak diberikan maka akan
mendapatkan hukuman fisik.

7
Herlina Astri, “Kehidupan Anak Jalanan di Indonesia: Faktor Penyebab, Tatanan Hidup
dan Kerentanan Berperilaku Meyimpang”, (Pusat Pengajuan, Pengolahan Data dan Informasi
(P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI: Aspirasi, Vol. 5, No. 2, 2014), hlm: 147.

9
C. Permasalahan Anak Jalanan
Anak jalanan adalah anak-anak berumur di bawah 16 tahun yang sudah
melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat terdekat, larut
dalam kehidupan yang berpindah-pindah. Anak jalanan biasanya melakukan
berbagai pekerjaan di sektor informal, baik yang legal maupun yang ilegal di
mata hukum untuk bertahan hidup di tengah kehidupan kota yang keras. Ada
yang bekerja sebagai pedagang asongan di kereta api dan bus kota, menjajakan
koran, menyemir sepatu, mencari barang bekas atau sampah, mengamen di
perempatan lampu merah, tukang lap mobil, dan tidak jarang pula ada anak-anak
jalanan yang terlibat pada jenis pekerjaan berbau kriminal, mengompas,
mencuri, bahkan menjadi bagian dari kriminalitas. Tantangan kehidupan yang
mereka hadapi pada umumnya memang berbeda dengan kehidupan normatif
yang ada di masyarakat.
Di Indonesia penyebab meningkatnya anak jalanan dipicu oleh krisis
ekonomi yang terjadi pada tahun 1998. Pada era tersebut selain masyarakat
mengalami perubahan secara ekonomi, juga menjadi masa transisi pemerintahan
yang menyebabkan begitu banyak permasalahan sosial muncul. Secara langsung
dampak krisis ekonomi memang terkait erat dengan terjadinya peningkatan
jumlah anak jalanan di beberapa kota besar di Indonesia. Hal ini akhirnya
memberikan ide-ide menyimpang pada lingkungan sosial anak untuk
mengeksploitasi mereka secara ekonomi, salah satunya dengan melakukan
aktivitas di jalanan. 8

Dalam banyak kasus, anak jalanan sering hidup dan berkembang di bawah
tekanan dan stigma atau cap sebagai penganggu ketertiban. Perilaku mereka
sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari stigma sosial dan keterasingan
mereka dalam masyarakat. Tidak ada yang berpihak kepada mereka, justru
perilaku mereka sebenarnya mencerminkan cara masyarakat memperlakukan
mereka, serta harapan masyarakat terhadap perilaku mereka.9

8
Asmawati, Anak Jalanan dan Upaya Penanganan di Kota Surabaya, (Jurnal Hakiki; Vol.
1, No. 2, 1999), hlm: 36.
9
Ibid. h. 31.

10
Studi Hadi Utomo menemukan, bahwa anak-anak jalanan cenderung rawan
terjerumus dalam tindakan salah. Salah satu perilaku menyimpang yang populer
di kalangan anak- anak jalanan adalah ngelem, yang secara harafiah berarti
menghisap lem. Di perkirakan 65-70% anak yang seharian hidup dan mencari
nafkah di jalanan pernah menggunakan zat ini. Beberapa permasalahan yang
dihadapi oleh anak jalanan antara lain:

1. Pendidikan, sebagian besar putus sekolah karena waktunya tersita dijalanan


intimidasi.
2. Menjadi sasaran tindak kekerasan dari anak jalanan yang lebih dewasa,
kelompok lain, petugas dan razia penyalahgunaan obat dan zat adiktif,
misalnya ngelem, minuman keras, pil dan sejenisnya.
3. Kesehatan, seperti rentan terkena penyakit kulit, PMS, paru-paru dan
sebagainya. Dikarenakan mereka yang umumnya bertempat tinggal
disembarang tempat seperti di pemukiman kumuh dan rumah singgah.
4. Hubungan dengan keluarga yang umumnya renggang, dan bahkan sama
sekali tidak berhubungan.

Anak jalanan hidup di tempat yang tidak kondusif dengan pengawasan


keluarga yang sangat kurang serta terpapar dengan dunia luar. Kondisi ini
mengakibatkan anak jalanan sangat rentan untuk mendapatkan berbagai macam
bentuk tindak kekerasan. Teori Lifestyle Explosure dari Hindelang, Gottfredson
dan Garofalo menyatakan bahwa aspek demografis seseorang memengaruhi
risiko orang tersebut untuk menjadi korban suatu tindak kejahatan oleh
karenanya, anak jalanan rentan menjadi korban kejahatan karena banyak waktu
yang mereka habiskan di tempat yang terpapar alkohol, obat-obatan terlarang,
ataupun seks bebas.10

Anak jalanan lebih memungkinkan terpapar risiko berbagai bentuk aksi


kejahatan dan kekerasan. Mereka terpapar risiko dengan skala yang lebih besar

10
Studi Hadi Utomo, Children in The Steet: The Palestina Case. Defense fo rChildren
Internasional Palinstine section, (jurnal Jurispridenc, Vol. 1 No. 1, 2012), hlm: 54-57.

11
dan memengaruhi kesehatan fisik dan mental, serta keselamatan diri mereka.
Dengan kondisi kehidupan jalanan yang keras dan berbahaya, mereka rentan
terpapar kekerasan fisik, verbal, seksual, dan psikologis yang berasal dari para
pekerja, pengawas, dan dari anak-anak jalanan lainnya.

Menurut Bagian Sub Umum dan Humas BKKBN Provinsi Jawa Barat, Yeti
Rosmiati, anak jalanan rentan dengan berbagai permasalahan terutama dalam hal
kesehatan reproduksi. Fenomena yang terjadi banyak anak jalanan yang
berperilaku menyimpang mengarah ke triad seperti seks berisiko, napza, dan
penularan HIV/AIDS.11 Penyebaran virus HIV/AIDS yang pesat semakin
memperbesar risiko penularan HIV/AIDS pada anak jalanan. Hal ini terjadi
karena kini semakin banyak anak yang turun ke jalan dan berisiko menjadi
korban perilaku seksual menyimpang atau menggunakan jarum suntik.
Fenomena lain yang bisa dilihat, anak-anak jalanan hidupnya berkeliaran dan
mangkal di setiap perempatan jalan raya. Mereka bukan hanya mengamen tapi
terkadang ada yang sambil mengisap lem atau sejenisnya yang akan merusak
fisik serta kesehatannya.

Anak jalanan sangat rentan karena mereka sering menjadi korban perilaku
seksual menyimpang oleh kelompok berisiko lainnya yang juga berada di
jalanan. Mereka juga rentan dengan jarum suntik narkoba yang dipakai berganti-
ganti dan rentan membawa virus HIV. Menilai penyimpangan perilaku sosial
anak jalanan tak bisa lepas dari keterikatan terhadap norma yang berlaku dalam
masyarakat. Norma, ketentuan, aturan atau apa pun namanya, paling tidak
memberikan batasan mengenai pantas atau tak pantas, patut atau tak patut,
sehingga sesuatu perlu atau tak perlu dilakukan. Terkait dengan perilaku seks
berisiko pada anak jalanan, mau tak mau harus dikaitkan dengan norma atau
aturan-aturan. Hanya masalahnya, seberapa banyak masyarakat yang memiliki
"kewajiban moral" mengikatkan diri terhadap norma.

11
Andi Aysha & Zalika Ardita Putri, “Permasalahan Anak Jalanan di Surabaya (Suudi
Eksplotasi Anak Jalanan di Surabayah)”, (Journal of social Studies and Humanior; Vol. 1 No. 1,
2022), hlm: 26.

12
D. Pendekatan BK Pada Anak Jalanan
Anak jalanan pada dasarnya adalah anak-anak marginal di perkotaan yang
mengalami proses Dehumanisasi (penghilangan harkat manusia). Mereka bukan
saja harus mampu bertahan hidup dalam suasana kehidupan kota yang keras.
Melainkan lebih dari itu mereka juga cenderung dikucilkan masyarakat, menjadi
objek pemerasan berbagai pihak seperti sesama teman, preman atau oknum
aparat, sasaran eksploitasi, korban pemerkosaan, dan segala bentuk penindasan
lainnya. Untuk menangani permasalahan anak jalanan harus diakui bukanlah hal
yang mudah. Selama ini berbagai upaya sebenarnya telah dilakukan baik oleh
LSM, pemerintah, organisasi profesi, dan sosial maupun orang perorang untuk
membantu anak jalanan keluar atau paling tidak sedikit mengurangi penderitaan
mereka. Namun, karena semuanya dilakukan secara temporer, segmenter, dan
terpisah, maka hasilnya pun kurang menjadi kurang maksimal. Menurut Tata
Sudrajat dalam Andi Aysha & Zalika, selama ini beberapa pendekatan yang biasa
dilakukan oleh LSM dalam penanganan anak-anak jalanan adalah sebagai
berikut:12

a. Street based, yakni model penanganan anak jalanan di tempat anak jalanan
itu berasal atau tinggal, kemudian para street educator datang kepada
mereka dengan berdialog, mendampingi mereka bekerja, memahami dan
menerima situasinya, serta menempatkan diri sebagai teman.

b. Centre based, yakni pendekatan dan penanganan anak jalanan di lembaga


atau panti. Anak-anak yang masuk dalam program ini ditampung dan
diberikan pelayanan di lembaga atau panti seperti pada malam hari
diberikan makanan dan perlindungan, serta perlakuan yang hangat dan
bersahabat dari pekerja sosial,

c. Community based, yakni model penanganan yang melibatkan seluruh


potensi masyarakat, terutama kelurga atau orang tua anak jalanan.
Pendekatan ini bersifat preventif, yakni mencegah anak agar tidak masuk
dan terjerumus dalam kehidupan di jalanan. Keluarga diberikan kegiatan

12
Ibid. h. 29.

13
penyuluhan tentang pengasuhan anak dan upaya untuk meningkatkan taraf
hidup, sementara anak-anak mereka diberi kesempatan memperoleh
pendidikan formal maupun informal, pengisian waktu luang, dan kegiatan
lainnya yang bermanfaat. Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan keluarga dan masyarakat agar sanggup melindungi, mengasuh,
dan memenuhi kebutuhan anak-anaknya secara mandiri.

Berbagai pendekatan yang telah diuraikan di atas, tidak berarti satu


pendekatan yang ada lebih baik dari pendekatan yang lain. Pendekatan mana
yang dipilih dan lebih tepat, akan banyak ditentukan oleh kebutuhan dan masalah
yang sedang dihadapi anak jalanan. Dari urutan di atas dapat dilihat betapa
kompleksnya masalah anak jalanan ini sehingga penanggulan anak jalanan ini
tidak hanya dapat dilakukan secara efektif bila semua pihak tidak ikut
melakukannya seperti pemerintah, LSM, masa media, individu-individu dan
organisasi-organisasi keagamaan. Penanggulangan anak jalanan ini juga bisa
dilakukan oleh guru BK dengan cara sebagai berikut:13

1. Melalui program layanan aksi langsung. Program ini biasanya ditujukan


kepada kelompok sasarannya yaitu para anak jalanan, misalnya saja
memberikan pendidikan non-formal, peningkatan pendapatan keluarga,
pelayanan kesehatan, dan penerapan layanan bimbingan dan konseling yang
bekerja sama dengan LSM.

2. Program peningkatan kesadaran Masyarakat. Aktivitas program ini untuk


menggugah masyarakat untuk mulai tergerak dan peduli terhadap masalah
anak jalanan, Kegiatan ini dapat berupa penerbitan bulletin, poster, buku-
buku, iklan layanan masyarakat di TV, program pekerja anak di radio dan
sebagainya. Kalau diperinci satu per satu barang kali ada puluhan atau
bahkan ratusan masalah yang dihadapi anak-anak jalanan.

13
Zulfadli, “Pemberdayaan Anak Jalanan dan OrangtuanyaMelalui Rumah Singgah (Studi
Kasus Rumah Singgah AmarMakruf I Kelurahan Pasar Pandan Air Mati Kecamatan
TanjungHarapan Kota Solok Propinsi Sumatra Barat)”, Tesis. (Bogor: Institut Pertanian, 2004),
hlm: 142.

14
3. Bentuk kegiatan bimbingan dan konseling religiusitas. Yaitu dimensi
keyakinan, praktek agama, pengalaman, pengetahuan agama, konsekuensi.
Sedangkan bentuk bimbingan dan konseling self-esteem yaitu harga diri,
menghargai dan menyayangi diri sendiri dan terlepas dari kondisi yang
dialami.
4. Berkolaborasi dengan rmasyarakat untuk mendukung dan memberi
kontribusi kepada anak jalanan agar mereka tidak diasingkan dan
membangun lingkungan sosial yang sehat.
5. Merancang strategi pembelajaran kepada anak melalui program-program
pendidikan non formal

Dari pendekatan diatas bahwa bimbingan untuk anak jalanan itu


mengunakan pendekatan yang dipilih dan lebih tepat dengan masalah yang di
hadapi oleh anak jalanan. Sebaiknya kalau menangani anak jalanan itu langsung
terjun langsung di tempat tinggal anak-anak jalanan tinggal, kerena dengan
terjun langsung kita bisa mengetahui masalah yang dihadapi anak jalanan
tersebut, karena masalah anak jalanan itu tidak sama. jadi itu lebih penting untuk
menagani anak jalanan.14

14
Ibid.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak jalanan adalah anak-anak di bawah usia 16 tahun yang telah terputus
hubungannya dengan keluarga, sekolah, dan masyarakat terdekat. Mereka hidup
di jalanan dan sering kali melakukan berbagai pekerjaan di sektor informal,
termasuk pekerjaan ilegal, untuk bertahan hidup di tengah kehidupan kota yang
keras. Penyebab meningkatnya jumlah anak jalanan di Indonesia terkait erat
dengan krisis ekonomi pada tahun 1998.
Anak jalanan menghadapi stigma sosial dan keterasingan dalam
masyarakat, yang sering kali memengaruhi perilaku mereka. Penanganan anak
jalanan dapat melibatkan berbagai pendekatan, seperti penanganan berbasis
jalanan, penanganan di lembaga atau panti, dan penanganan berbasis
masyarakat. Selain itu, upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
tentang masalah anak jalanan juga penting.
Selain itu, penanganan anak jalanan juga dapat dilakukan oleh guru BK
melalui program layanan aksi langsung, peningkatan kesadaran masyarakat,
bimbingan dan konseling religiusitas dan self-esteem, kolaborasi dengan
masyarakat, serta program pendidikan non formal.
Masalah anak jalanan sangat kompleks, dan penanganannya memerlukan
kerja sama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, LSM, media massa,
individu, dan organisasi keagamaan.

B. Saran
Demikianlah pokok bahasan makalah yang dapat penulis paparkan, besar
harapan penulis makalah ini bermanfaat untuk banyak kalangan. Penulis
menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan
kritik yang membangun sangat diharapkan agar makalah ini dapat disusun
menjadi lebih baik lagi di waktu selanjutn

16
DAFTAR PUSTAKA

Anisah, R. M. (2019). Anak Jalanan dan Upaya Perlindungannya (Studi Peran


Dinas Sosial Kota Malang). Skripsi. Universitas Islam Negeri: Malang.

Asmawati. (1999). Anak Jalanan dan Upaya Penanganan di Kota Surabaya. Jurnal
Hakiki. 1(2).

Astri, H. (2014). Kehidupan anak jalanan di Indonesia: faktor penyebab, tatanan


hidup dan kerentanan berperilaku menyimpang. Aspirasi: Jurnal Masalah-
Masalah Sosial. 5(2).

Aysha, A. & Ardita, Z. P. (2022). Permasalahan Anak Jalanan di Surabaya (Suudi


Eksplotasi Anak Jalanan di Surabayah). Journal of social Studies and
Humanior. 1(1).

Departemen Sosial, R. I. (2005). Petunjuk Teknis Pelayanan Sosial Anak


Jalanan. Jakarta: Departemen Sosial Republik Indonesia.

Harefa, F. S. (2017). Implementasi kebijakan program pembinaan anak jalanan di


kota medan. Skripsi. Universitas Medan Area: Bandung.

KBBI, 2023. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). [Online, diakses tanggal 9
oktober 2023].

Kumala, M., Nurlaili, I. R., & Dewi, N. K. (2017, May). Urgensi peran konselor
dalam mengatasi masalah-masalah sosial anak. In Prosiding Seminar
Nasional Bimbingan Dan Konseling, 1(1).

Tuti, B., Rahmat, M., & Aminuddin. (2019). Kajian Penanganan Anak
Gelandangan dan Pengemis di Kota Makassar. Jurnal Inovasi dan Pelayanan
Publik Makassar. 1(2).

Utomo, S. H. (2012). Children in The Steet: The Palestina Case. Defense for
Children Internasional Palinstine section. Jurnal Jurispridenc. 1(1).

Zahra, M. (2017). Urgensi Bimbingan dan Konseling untuk Pelayanan Masalah


Anak Jalanan. SCHOULID: Indonesian Journal of School Counseling. 2(3).

Zulfadli. (2004). Pemberdayaan Anak Jalanan dan OrangtuanyaMelalui Rumah


Singgah (Studi Kasus Rumah Singgah AmarMakruf I Kelurahan Pasar
Pandan Air Mati Kecamatan TanjungHarapan Kota Solok Propinsi Sumatra
Barat). Tesis. Institut Pertanian: Bogor.

Anda mungkin juga menyukai