Anda di halaman 1dari 27

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 latar belakang .................................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 2
1.3 Tujuan Observasi ............................................................................................ 2
1.4 Teknik Pengumpulan Data .............................................................................. 2

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Pengertian Konseling Populasi Khusus ......................................................... 3


2.1.1 Konseling .................................................................................................. 3
2.1.2 Populasi ..................................................................................................... 3
2.1.3 Khusus ....................................................................................................... 3
2.1.4 Konseling populasi khusus........................................................................ 4
2.1.4.1 Prinsip-prinsip Layanan BK Populasi Khusus ..................................... 4
2.1.4.2 Azas-azas Dalam Layanan BK Populasi Khusus ................................. 7
2.1.4.3 Bagaimana Penerapan Azas-azas Layanan BK Populasi Khusus ........ 10
2.2 Pengertian Anak Jalanan ................................................................................. 11
2.2.1 Anak Jalanan ............................................................................................. 11
2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi anak jalanan....................................... 13
2.2.3 Karakteristik anak jalanan ......................................................................... 13
2.2.4 Upaya Konseling Populasi menangani anak jalanan ................................ 14

BAB III HASIL PARAKTEK KONSELING

3.1 Deskripsi singkat sebelum di laksanakannya konseling ................................. 18


3.2 Pembahasan ..................................................................................................... 19
3.3 Satuan Layanan ............................................................................................... 20

i
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan .................................................................................................... 22


4.2 Saran .............................................................................................................. 22

Lampiran

ii
KATA PENGANTAR

Segala Puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT karena limpahan rahmat
serta anugerah darinya sehingga kami mampu untuk merampungkan tugas ini.
Sholawat dan salam selalu kita ucapkan dan curahkan untuk junjungan nabi agung
kita, Nabi Muhammad SAW yang sudah menyampaikan petunjuk Allah SWT
untuk kita semua, sebuah petunjuk paling benar yakni syariah agama islam yang
sempurna dan satu satunya karunia paling besar kepada seluruh alam semesta.

Praktikan benar benar berterima kasih sebab mampu menyelesaikan tugas ini
yang termasuk dari tugas mata kuliah konseling populasi khusus “konseling
terhadap anak jalanan”. Selain itu, kami menyampaikan terima kasih yang banyak
terhadap seluruh pihak yang sudah membantu kami selama berlangsungnya
penyelesaian tugas ini sampai bisa terselesaikan.

23 November 2017

Sofyan Abdi

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam perkembangannya, masalah anak jalanan merupakan realitas yang tiada
henti untuk dikaji. Keberadaan mereka senantiasa hadir sebagai permasalahan yang
tak ada ujung pangkalnya. Realitasnya sangat komplek sehingga menuntut
penanganan yang cermat, serius, terfokus dan kontinu.
Mengamati berbagai kondisi dari realitas kehidupan anak jalanan, tampak
bahwa keberadaan mereka menjadi tanggung jawab bersama. Kehidupan mereka
perlu memperoleh solusi terbaik dan penanganan terhadap mereka perlu
ditempatkan ke dalam habitat hidup yang bermartabat dan memasyarakat. Tuntutan
yang harus dibangun adalah kesadaran bahwa setiap anak berhak atas perlindungan
dan kasih sayang. Sebuah kesalahan ketika anak-anak tersebut berada di jalanan.
Sebagai alasannya, jalanan bukan tempat anak-anak bertumbuh. Dari segi mental,
lingkungan keras dapat menyebabkan mereka menjadi agresif dan anti sosial
Fenomena anak jalanan di Indonesia adalah hal yang harus ditanggapi secara
serius karena anak jalanan bisa saja menjadi calon pemimpin masa depan kita. Anak
jalanan adalah seseorang yang masih belum dewasa (secara fisik dan psikis) yang
menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-
kegiatan untuk mendapatkan uang guna mempertahankan hidupnya yang terkadang
mendapat tekanan fisik atau mental dari lingkunganya. Umumnya mereka berasal
dari keluarga yang ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang
dengan latar kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan
hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku
negatif. Jumlah anak jalanan dari tahun ke tahun di Negara ini semakin membumi
hampir di setiap kota-kota. Mereka mencari nafkah dengan cara mengemis,
mengamen, berdagang asongan, menyewakan payung, sampai mencari barang
rongsokan. Lihat saja di kota Semarang di setiap jalan pasti kita melihat banyak
anak-anak yang berkeliaran menawarkan dagangannya yang berupa koran dan lain-
lain.
2

Anak Terlantar adalah anak karena suatu sebab orangtuanya melalaikan


kewajibannya, orangtua tidak dapat menjalankan perannya misalnya mencukupi
kebutuhan anak dan seringkali tidak dapat melindungi anak dari bahaya jalanan
sehingga anak tersebut menjadi terlantar. Dalam hal ini kebutuhan tersebut adalah
kebutuhan rohani, jasmani, dan sosial. Contoh dari kebutuhan rohani adalah
penanaman ilmu agama terhadap anak, kebutuhan jasmani seperti kesehatan anak,
sandang, pangan dan papan, kebutuhan sosial seperti pengetahuan bersosialisasi
terhadap masyarakat dan lingkungannya.
Di berbagai sudut kota, sering terjadi, anak jalanan harus bertahan hidup
dengan cara-cara yang secara sosial kurang atau bahkan tidak dapat diterima
masyarakat umum, sekedar untuk menghilangkan rasa lapar dan keterpaksaan
untuk membantu keluarganya. Mereka pula terkadang dicap sebagai penganggu
ketertiban dan membuat kota menjadi kotor, sehingga yang namanya razia bukan
lagi hal yang mengagetkan mereka.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan permasalahan dari kegiatan ini adalah :
1. Apa yang menjadi faktor utama dari anak-anak jalanan itu memilih untuk
bekerja di jalanan ?
2. Apakah ada harapan dan cita-cita mereka selama ini ?
3. Bagaimana potensi anak jalanan di kota Semarang?

1.3 Tujuan Observasi


1. Mengetahui faktor utama dari anak-anak jalanan itu memilih untuk bekerja
di jalanan ?
2. Mengembangkan potensi anak jalanan melalui layanan konseling di kota
Semarang ?

1.4 Teknik Pengumpulan Data


1. Wawancara (interview)
2. Pengamatan Lapangan
3

BAB II
KAJIAN TEORI
4.1 Pengertian Konseling Populasi Khusus
4.1.1 Konseling
Konseling adalah salah satu tehnik dari pelayanan bimbingan yang mana
peroses pemberian bantuan tersebut berupa wawancara langsung tatap muka antara
konselor dengan klien dalam serangkaian pertemuan yang waktunya tidak dapat di
tentukan agar mampu memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap dirinya,
mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu mengarahkan dirinya
untuk mengembangkan potensi yang dimiliki sehingga ia dapat mencapai
kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial.
Menurut ASCA (American School Counselor Association), konseling adalah
“hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan
pemberian kesempatan dari konselor kepada konseli”.

4.1.2 Populasi
Menurut Sudjana, populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, hasil
menghitung ataupun pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif dari karakteristik
tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari
sifat – sifatnya. Sedangkan menurut KBBI populasi berarti : jumlah orang atau
pribadi yang mempunyai ciri yang sama.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa : Populasi adalah sekumpulan
individu dengan ciri yang sama dan hidup menempati ruang yang sama pada waktu
tertentu.
4.1.3 Khusus
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata “khusus berarti :
istimewa atau tertentu/tidak umum. Pengertian Khusus dalam konseling populasi
khusus, maksudnya adalah khusus disini berarti ada kelompok individu /
masyarakat dalam suatu interaksi dan kehidupannya yang memiliki dinamika dan
atau permasalahan umum yang serupa.
4

4.1.4 Konseling populasi khusus


Pedersen (1981) mengatakan bahwa populasi khusus (special population),
yaitu kelompok minoritas yang sering dihambat aksesnya ke berbagai layanan
umum termasuk layanan konseling. Dengan demikian, konseling populasi khusus
dapat diartikan sebagai suatu bidang ilmu yang mengkaji cara-cara membantu
individu-individu yang tergolong dalam populasi khusus (special population) untuk
mencapai tujuan personal, sosial, psikologis dan vokasionalnya.
Prayitno & Amti (2004:248) menyatakan bahwa dimana pun konselor bekerja
dan apapun tugas-tugas khususn yang diselenggarakan konselor, namun fungsi,
prinsip, asas, jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling pada dasaarnya
tetap sama.
Konseling populasi khusus adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan
oleh konselor kepada konseli (individu atau kelompok) yang mengalami suatu
masalah dengan ciri-ciri yang sama dan menempati ruang yang sama pada waktu
tertentu secara khusus sehingga konseli memperoleh pemahaman yang lebih
tentang dirinya, lingkungannya, dan masalahnya.serta mampu memecahkan
masalah yang dihadapinya dengan mampu mengarahkan potensi yang dimiliki
kearah perkembangan yang optimal dan kemudian dapat mencapai kebahagian
dalam hidupnya.

2.1.4.1 Prinsip-prinsip Layanan BK Populasi Khusus


Konseling Populasi Khusus adalah Proses pemberian bantuan yang dilakukan
oleh konselor kepada konseli (individu atau kelompok) yang mengalami suatu
masalah dengan ciri-ciri yang sama dan menempati ruang yang sama pada waktu
tertentu secara khusus sehingga konseli memperoleh pemahaman yang lebih
tentang dirinya, lingkungannya, dan masalahnya. serta mampu memecahkan
masalah yang dihadapinya dengan mampu mengarahkan potensi yang dimiliki
kearah perkembangan yang optimal dan kemudian dapat mencapai kebahagian
dalam hidupnya.
Prayitno & Amti (2004:248) menyatakan bahwa dimana pun konselor bekerja
dan apapun tugas-tugas khususn yang diselenggarakan konselor, namun fungsi,
5

prinsip, asas, jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling pada dasaarnya
tetap sama.
Adapun tujuan umum dari kegiatan konseling ini ialah untuk membantu
konseli dalam mencapai suutu kondisi yang normal dari suatu prilaku yang negati
dan mengembalikan diri seseorang dari jiwa yang tertekan menjadi jiwa yang sehat
dalam menjalani kehidupan dalam bermasyarakat maupun menjalani proses
pembelajaran. Adapun dalam penerapan prinsip layanan BK Populasi khusus
menurut Shiravasta (2003),
1. Setiap aspek pola kepribadian seseorang yang kompleks merupakan faktor
signifikan dari keseluruhan sikap dan bentuk perilaku yang ditampilkan.
Layanan bimbingan yang ditujukan untuk mewujudkan penyesuaian yang
diinginkan di bidang pengalaman tertentu harus mempertimbangkan
perkembangan individu.
2. Meskipun semua manusia serupa dalam banyak hal, perbedaan individu
harus diakui dan dipertimbangkan dalam usaha yang bertujuan memberikan
bantuan atau bimbingan kepada anak, remaja, atau orang dewasa tertentu.
3. Fungsi bimbingan adalah membantu seseorang (1) merumuskan dan
menerima tujuan perilaku yang merangsang, bermanfaat, dan dapat dicapai,
dan (2) menerapkan tujuan ini dalam menjalankan urusannya.
4. Kerusuhan sosial, ekonomi, dan politik yang ada saat ini telah menimbulkan
banyak faktor maladjustive yang memerlukan kerjasama konselor
bimbingan berpengalaman dan terlatih secara menyeluruh dan individu
yang memiliki masalah.
5. Bimbingan harus dianggap sebagai proses pelayanan yang berkelanjutan
kepada individu dari masa muda sampai masa dewasa.
6. Layanan bimbingan tidak boleh dibatasi hanya pada sedikit orang yang
memberikan bukti yang dapat diamati mengenai kebutuhannya, namun
harus diberikan kepada semua orang dari semua klien yang dapat
memperoleh keuntungan baik secara langsung maupun tidak langsung.
7. Materi kurikulum dan prosedur mengajar harus menunjukkan titik pandang
Bimbingan.
6

8. Meskipun bimbingan menyentuh setiap fase pola hidup seseorang, area


bimbingan yang diterima secara umum mencakup kekhawatiran tentang
tingkat kesehatan fisik dan mental individu yang sesuai dengan penyesuaian
dirinya terhadap tuntutan, hubungan di rumah, sekolah, dan sosial, atau
sejauh mana kesehatan fisik dan mentalnya dipengaruhi oleh kondisi
dimana dia mengalami area pengalaman ini.
9. Orangtua dan guru memiliki tanggung jawab yang mengarah pada petunjuk.
10. Masalah bimbingan khusus pada setiap tingkat usia harus dirujuk ke orang-
orang yang dilatih untuk menangani area penyesuaian tertentu.
11. Untuk mengelola bimbingan secara cerdas dan dengan pengetahuan
menyeluruh tentang individu sebagaimana adanya, program evaluasi dan
penelitian individual harus dilakukan, dan catatan kemajuan dan pencapaian
kumulatif yang akurat harus dapat diakses oleh konselor . Melalui
pemberian tes standar dan instrumen evaluasi lainnya yang dipilih dengan
baik, data spesifik mengenai tingkat kapasitas mental, keberhasilan
pencapaian, minat yang ditunjukkan, dan karakteristik kepribadian lainnya
harus diakumulasikan, dicatat, dan digunakan untuk tujuan bimbingan.
12. Program bimbingan yang terorganisasi harus fleksibel sesuai kebutuhan
individu dan masyarakat.
13. Tanggung jawab untuk administrasi program bimbingan harus dipusatkan
pada kepala atau kepala panduan yang memenuhi syarat dan cukup terlatih,
bekerja secara kooperatif dengan asistennya dan badan kesejahteraan dan
bimbingan masyarakat lainnya.
14. Penilaian berkala harus dibuat dari program bimbingan sekolah yang ada.
Keberhasilan fungsinya harus bergantung pada hasil yang tercermin dalam
sikap terhadap program dari semua orang yang terkait dengannya - pemandu
dan pemandu - dan perilaku yang ditampilkan dari mereka yang telah
dilayani melalui fungsinya.
7

2.1.4.2 Azas-azas Dalam Layanan BK Populasi Khusus


Penyelenggaraan layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling
selain dimuati oleh fungsi dan didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu, juga
dituntut untuk memenuhi sejumlah asas bimbingan. Pemenuhan asas-asas
bimbingan itu akan memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan
layanan/kegiatan, sedangkan pengingkarannya akan dapat menghambat atau
bahkan menggagalkan pelaksanaan, serta mengurangi atau mengaburkan hasil
layanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu sendiri.
Betapa pentingnya asas-asas bimbingan konseling ini sehingga dikatakan
sebagai jiwa dan nafas dari seluruh kehidupan layanan bimbingan dan konseling.
Apabila asas-asas ini tidak dijalankan dengan baik, maka penyelenggaraan
bimbingan dan konseling akan berjalan tersendat-sendat atau bahkan terhenti sama
sekali, Adapun Azas-azas dalam penyelenggaraan BK Populasi Khusus.
1. Asas Kerahasiaan (confidential); yaitu asas yang menuntut
dirahasiakannya segenap data dan keterangan peserta didik (klien) yang
menjadi sasaran layanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan
tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal ini, guru
pembimbing (konselor) berkewajiban memelihara dan menjaga semua data
dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin,
2. Asas Kesukarelaan; yaitu asas yang menghendaki adanya kesukaan dan
kerelaan peserta didik (klien) mengikuti/ menjalani layanan/kegiatan yang
diperuntukkan baginya. Guru Pembimbing (konselor) berkewajiban
membina dan mengembangkan kesukarelaan seperti itu.
3. Asas Keterbukaan; yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik
(klien) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak
berpura-pura, baik dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri
maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang
berguna bagi pengembangan dirinya. Guru pembimbing (konselor)
berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik (klien). Agar
peserta didik (klien) mau terbuka, guru pembimbing (konselor) terlebih
8

dahulu bersikap terbuka dan tidak berpura-pura. Asas keterbukaan ini


bertalian erat dengan asas kerahasiaan dan dan kekarelaan.
4. Asas Kegiatan; yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang
menjadi sasaran layanan dapat berpartisipasi aktif di dalam
penyelenggaraan/kegiatan bimbingan. Guru Pembimbing (konselor) perlu
mendorong dan memotivasi peserta didik untuk dapat aktif dalam setiap
layanan/kegiatan yang diberikan kepadanya.
5. Asas Kemandirian; yaitu asas yang menunjukkan pada tujuan umum
bimbingan dan konseling; yaitu peserta didik (klien) sebagai sasaran
layanan/kegiatan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-
individu yang mandiri, dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri dan
lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan, serta
mewujudkan diri sendiri. Guru Pembimbing (konselor) hendaknya mampu
mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling bagi
berkembangnya kemandirian peserta didik.
6. Asas Kekinian; yaitu asas yang menghendaki agar obyek sasaran layanan
bimbingan dan konseling yakni permasalahan yang dihadapi peserta
didik/klien dalam kondisi sekarang. Kondisi masa lampau dan masa depan
dilihat sebagai dampak dan memiliki keterkaitan dengan apa yang ada dan
diperbuat peserta didik (klien) pada saat sekarang.
7. Asas Kedinamisan; yaitu asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap
sasaran layanan (peserta didik/klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak
monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan
kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8. Asas Keterpaduan; yaitu asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru
pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis dan
terpadukan. Dalam hal ini, kerja sama dan koordinasi dengan berbagai
pihak yang terkait dengan bimbingan dan konseling menjadi amat penting
dan harus dilaksanakan sebaik-baiknya.
9

9. Asas Kenormatifan; yaitu asas yang menghendaki agar segenap layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada norma-norma, baik
norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan
kebiasaan – kebiasaan yang berlaku. Bahkan lebih jauh lagi, melalui
segenap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling ini harus dapat
meningkatkan kemampuan peserta didik (klien) dalam memahami,
menghayati dan mengamalkan norma-norma tersebut.
10. Asas Keahlian; yaitu asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling diselnggarakan atas dasar kaidah-kaidah
profesional. Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan kegiatan bimbingan
dan konseling lainnya hendaknya tenaga yang benar-benar ahli dalam
bimbingan dan konseling. Profesionalitas guru pembimbing (konselor)
harus terwujud baik dalam penyelenggaraaan jenis-jenis layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling dan dalam penegakan kode etik
bimbingan dan konseling.
11. Asas Alih Tangan Kasus; yaitu asas yang menghendaki agar pihak-pihak
yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling
secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien) kiranya
dapat mengalih-tangankan kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing
(konselor)dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain,
atau ahli lain. Demikian pula, sebaliknya guru pembimbing
(konselor), dapat mengalih-tangankan kasus kepada pihak yang lebih
kompeten, baik yang berada di dalam lembaga sekolah maupun di luar
sekolah.
12. Asas Tut Wuri Handayani; yaitu asas yang menghendaki agar pelayanan
bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana
mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, dan
memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang seluas-
luasnya kepada peserta didik (klien) untuk maju.
10

2.1.4.3 Bagaimana Penerapan Azas-azas Layanan BK Populasi Khusus


1) Setiap aspek pola kepribadian seseorang yang kompleks merupakan faktor
penting dari keseluruhan sikap dan bentuk perilaku yang ditampilkan.
Layanan bimbingan yang ditujukan untuk mewujudkan penyesuaian yang
diinginkan di bidang pengalaman tertentu harus mempertimbangkan
perkembangan individu.
2) Meskipun meskipun setiap individu memiliki kesamaan dalam banyak hal,
perbedaan individu harus diakui dan dipertimbangkan dalam usaha yang
bertujuan memberikan bantuan atau bimbingan kepada anak, remaja, atau
orang dewasa tertentu.
3) Fungsi bimbingan adalah membantu seseorang (1) merumuskan dan
menerima tujuan perilaku yang stimulating, bermanfaat, dan dapat dicapai,
dan (2) menerapkanya dalam mencapai tujuan.
4) keadaan sosial, ekonomi, dan politik yang ada saat ini telah menimbulkan
banyak faktor maladjustive yang memerlukan kerjasama konselor
bimbingan berpengalaman dan terlatih dan individu yang memiliki
masalah.
5) Bimbingan harus dianggap sebagai proses pelayanan yang berkelanjutan
kepada individu dari remaja hingga dewasa
6) Layanan Bimbingan tidak terbatas pada apa yang dubutuhkan oleh
seseorang, tetapi harus diperluas ke semua orang dari semua yang bisa
mendapatkan keuntungan di sana dari baik secara langsung maupun tidak
langsung.
7) Materi kurikulum dan prosedur mengajar harus sesuai dengan bimbingan.
8) Meskipun bimbingan menekankan seumur hidup individu, area bimbingan
yang diterima secara umum mencakup kekhawatiran tentang tingkat
kesehatan fisik dan mental individu yang sesuai dengan penyesuaian
dirinya terhadap tuntutan, hubungan di rumah, sekolah, dan sosial, atau
sejauh mana kesehatan fisik dan mentalnya dipengaruhi oleh kondisi
dimana individu sedang alami masalah.
11

9) Orangtua dan guru memiliki tanggung jawab yang mengarah pada


petunjuk.
10) Masalah bimbingan khusus pada setiap tingkat usia harus dilakukan oleh
seorang konselor yang telah ahli dibidangnya
11) Untuk mengelola panduan secara cerdas dan dengan pengetahuan
menyeluruh tentang individu sebagaimana adanya, program evaluasi dan
penelitian individual harus dilakukan, dan catatan kemajuan dan
pencapaian kumulatif yang akurat harus dapat diakses oleh pekerja
bimbingan. Melalui pemberian tes standar dan instrumen evaluasi lainnya
yang dipilih dengan baik, data spesifik mengenai tingkat kapasitas mental,
keberhasilan pencapaian, minat yang ditunjukkan, dan karakteristik
kepribadian lainnya harus diakumulasikan, dicatat, dan digunakan untuk
tujuan panduan.
12) Program bimbingan yang terorganisasi harus fleksibel sesuai kebutuhan
individu dan masyarakat.
13) Tanggung jawab untuk administrasi program bimbingan harus dipusatkan
pada koordinator yang memenuhi syarat dan cukup terlatih, dan bekerja
secara kooperatif dengan asistennya dan badan kesejahteraan dan
bimbingan masyarakat lainnya.
14) Penilaian berkala harus dibuat dari sekolah yang ada

4.2 Pengertian Anak Jalanan


4.2.1 Anak Jalanan
Anak jalanan adalah seseorang yang masih belum dewasa (secara fisik dan
phsykis) yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan dengan
melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang guna mempertahankan
hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fisik atau mental dari lingkunganya.
Berdasarkan hasil penelitian, secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam tiga
kelompok (surbakti dkk. (eds.) 1997).
Pertama, children on the street, yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan
ekonomi sebagai pekerja anak di jalan, namun masih mempunyai hubungan yang
12

kuat dengan orang tua mereka.sebagian penghasilan mereka di jalan diberikan


kepada orang tuanya.
Kedua, children of the street, yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di
jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa di antara mereka masih
mempunyai hubungan dengan orang tuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka
tidak menentu.
Ketiga, children from families of the street, yakni anak-anak yang berasal dari
keluarga yang hidup di jalanan.
Pada dasarnya anak jalanan adalah anak yang tinggal dijlanan hidup
dijalanan mencari uang dijalanan untuk kebutuhan mereka sehari-hari agar dapat
melangsungkan kehidupan mereka dan tak jarang mereka mendapatkan perlakuan
yang tidak sewajarnya kepada mereka misalnya mendapat kekersan fisik dari
lingkungannya dalam hal ini kehidupan anak jalanan sangat memperihatinkan.
Perilaku atau gaya hidup anak jalanan merisaukan adalah, mereka umumnya
sudah aktif secara seksual dalam usia yang terlalu dini, sehingga risiko kehamilan
pada anak perempuan dan penularan PMS (penyakit menular seksual) sangat
tinggi, terutama karena mereka cenderung berganti-ganti pasangan. Menururt
Mohammad Farid (1998), tantangan kehidupan yang mereka hadapi pada umumnya
memang berbeda dengan kehidupan normatif yang ada di masyarakat. Dalam
banyak kasus, anak jalanan sering hidup dan berkembang di bawah tekanan dan
stigma atau cap sebagai penganggu ketertiban. Anak-anak yang hidup di jalanan,
mereka bukan saja rawan dari ancaman tertabrak kendaraan, tetapi acap kali juga
rentan terhadap serangan penyakit akibat cuaca yang tak bersahabat atau kondisis
lingkungan yang buruk seperti tempat pembuangan sampah. Di kalangan anak-anak
yang hidup di jalanan, memang kisah-kisah yang menyedihkan dan terkadang
menguras air mata adalah hal yang biasa terjadi sehari-hari. Eksploitasi dan
ancaman kekerasan merupakan dua hal yang terkadang sekaligus di alami dan
terpaksa dirasakan anak jalanan.
13

4.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi anak jalanan


Sesungguhnya ada banyak faktor yang menyebabkan anak-anak terjerumus
dalam kehidupan di jalanan, seperti:
a. Kesulitan keuangan keluarga atau tekanan kemiskinan
b. Ketidakharmonisan rumah tangga orang tua
c. Masalah khusus menyangkut hubungan anak dengan orang tua
d. Ingin bebas
e. Pengaruh teman
Persoalan yang kemudian muncul adalah anak-anak jalanan pada umumnya
berada pada usia sekolah, usia produktif, mereka mempunyai kesempatan yang
sama seperti anak-anak yang lain, mereka adalah warga negara yang berhak
mendapatkan pelayanan pendidikan, tetapi disisi lain mereka tidak bisa
meninggalkan kebiasaan mencari penghidupan dijalanan

4.2.3 Karakteristik anak jalanan


Menurut Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
pada bab I pasal 1 disebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan
menurut UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, anak adalah seseorang
yang berusia di bawah 21 tahun dan belum menikah.18
Adapun yang dimaksud anak jalanan adalah anak yang sebagian besar
menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau beraktifitas di jalan atau
tempat-tempat umum lainnya. Dalam hal definisi tentang anak jalanan, tidak ada
standar kategori tentang anak jalanan.
Menurut Mubasyaroh (2014:126) Rata-rata anak jalanan berada di kota yang
penduduknya banyak, terutama di negara berkembang, dan mungkin permasalahan
pokok mereka adalah penyalahgunaan (abuse), pengabaian dan eksploitasi. Untuk
memudahkan dalam melihat situasi dan kondisinya, anak jalanan dapat
dikategorikan menjadi 3 yaitu:
1) Anak yang bekerja di jalan, yaitu anak yang bekerja di jalan tetapi masih
memiliki kontak dengan keluarganya.
14

2) Anak yang hidup di jalan, yaitu anak yang menghabiskan waktunya di jalan
untuk mempertahankan hidup dan sudah tidak memiliki atau hanya sesekali
kontak dengan keluarganya.
3) Anak keluarga jalanan, yaitu anak yang bersama keluarganya hidup di
jalanan
Senada dengan penggolongan tersebut, berdasarkan penelitian Demartoto
(Mubasyaroh,2014:126) 20 bahwa anak jalanan dikelompokkan menjadi beberapa
tipe:
1) Children on the yaitu anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi
sebagai pekerja anak di jalan, namun masih mempunyai hubungan yang
kuat dengan orang tua. Sebagian dari mereka diberikan kepada orang
tuanya.
2) Children of the Street, yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalan,
baik secara sosial atau ekonomi. Anak-anak ini masih berhubungan dengan
orang tua namun frekuensinya sedikit.
3) Children from Family on the Street, anak jalanan jenis ini berasal dari
keluarga yang sudah hidup di jalan. Mereka tidak punya rumah tetap
sebagai tempat tinggal, mereka hanya tinggal di kolong-kolong jalan. Anak
yang masuk dalam golongan ini termasuk anak yang rawan. Secara sosial
sejak kecil kelompok ini berhadapan dengan norma-norma jalanan sebagai
hunian

4.3 Upaya Konseling Populasi menangani anak jalanan


Anak jalanan pada dasarnya adalah anak-anak marginal di perkotaan yang
mengalami proses dehumanisasi (penghilangan harkat manusia). Mereka bukan
saja harus mampu bertahan hidup dalam suasana kehidupan kota yang keras, tidak
bersahabat dan tidak kondusif bagi proses tumbuh kembang anak. Tetapi, lebih dari
itu mereka juga cenderung dikucilkan masyarakat, menjadi objek pemerasan
berbagai pihak seperti sesama teman, preman atau oknum aparat, sasaran
eksploitasi, korban pemerkosaan, dan segala bentuk penindasan lainnya. Untuk
menangani permasalahan anak jalanan haru sdiakui bukanlah hal yang mudah.
15

Selama ini, berbagai upaya sebenarnya telah dilakukan, baik oleh LSM,
pemerintah, organisasi profesi, dan sosial maupun orang per orang untuk membnatu
anak jalanan keluar atau paling tidak sedikit mengurangi penderitaan mereka.
Namun, karena semuanya dilakukan secara temporer, segmenter, dan terpisah,
maka hasilnya pun kurang menjadi kurang maksimal.
Menurut Tata Sudrajat (1996), selama ini beberapa pendekatan yang biasa
dilakukan oleh LSM dalam penanganan anak-anak jalanan adalah sebagai berikut:
a. Street based, yakni model penanganan anak jalanan di tempat anak jalanan
itu berasal atau tinggal, kemudian para street educator datang kepada
mereka: berdialog, mendampingi mereka bekerja, memahami dan menerima
situasinya, serta menempatkan diri sebagai teman.
b. Centre based, yakni pendekatan dan penanganan anak jalanan di lembaga
atau panti. Anak-anak yang masuk dalam program ini ditampung dan
diberikan pelayanan di lembaga atau panti seperti pada malam hari
diberikan makanan dan perlindungan, serta perlakuan yang hangat dan
bersahabat dari pekerja sosial.
c. Community based, yakni model penanganan yang melibatkan seluruh
potensi masyarakat, terutama kelurga atau orang tua anak jalanan.
Pendekatan ini bersifat preventif, yakni mencegah anak agar tidak masuk
dan terjerumus dalam kehidupan di jalanan. Keluarga diberikan kegiatan
penyuluhan tentang pengasuhan anak dan upaya untuk meningkatkan taraf
hidup, sementara anak-anak mereka diberi kesempatan memperoleh
pendidikan formal maupun informal, pengisian waktu luang, dan kegiatan
lainnya yang bermanfaat. Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan keluarga dan masyarakat agar sanggup melindungi, mengasuh,
dan memenuhi kebutuhan anak-anaknya secara mandiri.
Berbagai pendekatan yang telah diuraikan di atas, tidak berarti satu pendekatan
yang ada lebih baik dari pendekatan yang lain. Pendekatan mana yang dipilih dan
lebih tepat, akan banyak ditentukan oleh kebutuhan dan masalah yang sedang
dihadapi anak jalanan.
16

Dari urutan di atas dapat dilihat betapa kompleksnya masalah anak jalanan ini
sehingga penanggulan anak jalanan ini tidak hanya dapat dilakukan secara efektif
bila semua pihak tidak ikut melakukannya seperti pemerintah, LSM, masa media,
individu-individu dan organisasi-organisasi keagamaan.
Penanggulangan anak jalanan ini juga bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Melalui program aksi langsung
Program ini biasanya ditujukan kepada kelompok sasarannya yaitu para
anak jalanan, misalnya saja memberikan pendidikan non-formal, peningkatan
pendapatan keluarga, pelayanan kesehatan. Tipe pekerjaan ini biasanya yang
dilakukan oleh LSM-LSM.
2. Program peningkatan kesadaran masyarakat
Aktivitas program ini untuk menggugah masyarakat untuk mulai tergerak
dan peduli terhadap masalah anak jalanan. Kegiatan ini dapat berupa penerbitan
bulletin, poster, buku-buku, iklan layanan masyarakat di TV, program pekerja
anak di radio dan sebagainya.
Kalau diperinci satu per satu barang kali ada puluhan atau bahkan ratusan
masalah yang dihadapi anak-anak jalanan. Namun, ada delapan masalah prioritas
anak jalanan yang mendesak untuk segera ditangani oleh beberapa pihak.
Kedelapan masalah pokok tersebut adalah:
a. Gaya hidup dan perilaku anak jalanan yang acap kali membahayakan dan
mengancam keselamatan diri sendiri, seperti ngelem, seks bebas,
kebiasaan berkelahi, dan sebagainya.
b. Ancaman gangguan kesehatan
c. Minat dan kelangsungan pendidikan anak jalanan yang relatif rendah dan
terbatas
d. Kondisi ekonomi dan latar belakang kehidupan sosial-psikologis orang tua
yang relatif miskin dan kurang harmonis
e. Adanya bentuk intervensi dan sikap sewenang-wenang dari pihak luar
terhadap anak jalanan, baik atas nama hukum karen aulah preman yang
mencoba mengambil manfaat dari keberadaan anak jalanan
17

f. Adanya kekeliruan persepsi dan sikap prejudice sebagian masyarakat


terhadap keberadaan anak jalanan
g. Adanya sebagian anak jalanan yang tengah menghadapi masalah khusus,
baik kaibat ulahnya yang terencana, maupun karena ketidaktahuan terhadap
bahaya dari sebuah tindakan tertentu, seperti hamil dalam usia yang terlalu
dini akibat seks bebas
h. Mekanisme koordinasi dan sistem kelembagaan penanganan anak jalanan
yang belum berkembang secara mantap, baik antara pemerintahan dengan
LSM maupun persoalan intern diantara lembaga itu sendiri.
18

BAB III
HASIL PARAKTEK KONSELING

3.1 Deskripsi singkat sebelum di laksanakannya konseling


Setelah mengadakan pertemuan dengan beberapa orang yang menjadi
pengurus kegiatan untuk anak jalanan. praktikan langsung mengadakan observasi
sambil menunggu klien yang akan di konseling di seputaran tugu muda, Semarang.
Setelah anak anak jalanan datang untuk mengikuti kegiatan yang dilakukan saya
pun langsung meminta 2 anak jalanan untuk dijadikan klien populasi khusus.
Proses wawancara dan konseling dilakukan di taman tugu muda, di saat anak
anak jalanan melakukan kegiatan sosial yang dipelopori sebuah lembaga.
Waktu : Pukul 19.00-21.00 WIB
Tempat : Taman tugu muda, Semarang
Tanggal : 18 November 2017 dan 21 November 2017

3.1.1 Biodata Klien


Nama : KJ
Tempat,tanggal lahir : Semarang,17 Mei 2007
Usia : 10 (Tiga belas)
Alamat : Jln.Pandanaran
Anak ke : II (DUA)
Jenis Kelamin : LAKI-LAKI
Sekolah & Kelas : Tidak sekolah
Bisa membaca : Tidak Bisa
Hobi : Sepak Bola, Bersepeda
Pekerjaan : Menjual Koran
Jam bekerja : 15.00-02.00 WIB
19

3.1.2 Identitas Keluarga


Orang Tua
Ayah
Nama :HH
TTL :Demak,10 Juli 1962
Alamat : Jln. Pandanaran
Pekerjaan :Tukang Becak
Ibu
Nama :TJ
TTL : Semarang,20 September 1968
Alamat : Jln.Pandanaran
Pekerjaan : Buruh Cuci
Saudara / Saudari
Nama : JJ
TTL : Semarang, 20 Mei 2008
Usia : 9 Tahun
Alamat : Jln. Pandanaran
Sekolah : Tidak Sekolah
Pekerjaan : Pengamen

3.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil konseling dan pengamatan yang di lakukan praktikan dan
klien pertama konselor menbina hubungan antara klien dan konselor sehingga
terjalin sebuah keakrapan.Setelah itu konselor menggunakkan teknik menerima
sikap apa adanya dari seorang klien tanpa ada membeda-bedakan antara klien, tidak
ada penilaian positif dan negatif kepada konseli. Konselor mendorong konseling
menggunakan waktu tertentu,yaitu dengan adanya kesepakatan waktu yang di
gunakan antara konselor dan konseli selama proses konseling.
Konseli masih merasa ragu untuk mengutarakan permasalahannya,sehingga
konselor harus meyakinkan konseli bahwa rahasia konseli tidak akan di ketahui
oleh orang lain tanpa izin dari anda.Konseli dengan terbuka menceritakan
20

permasalahannya yang dimana konselor konselor menggunakan teknik diam guna


mendengar permasalahan yang di utarakan oleh konseli.Koselor memberikan
penguatan kepada konseli atau dukungan kepada konseli apabila pernyataan konseli
bersifat positif,efektif baik berupa dukungan verbal maupun non verbal.
Melihat dari permasalahan yang di bahas, konseli mengalami kebingungan
dalam mengembangkan bakatnya karena harus di hadapkan pada sebuah
pilihan,maka teknik yang di gunakan konselor,yaitu teknik konfrontasi untuk
mengembalikan keadaan konseli pada posisi semula sesuai dengan keadaan
sebenarnya. Konseli sudah menemukan jalan keluar dari masalahnya yang Ia
hadapi. Sebelum mengakhiri proses konseling, konselor menyimpulkan hasil
konseling yang telah di lakukan agar proses konseling semakin jelas.

3.2.1 Satuan Layanan


a. Judul layanan : Bimbingan dan Konseling
b. Jenis layanan : Konseling Individu
c. Bidang Bimbingan : Pribadi dan sosial
d. Fungsi Layanan : pemahaman dan Pengembangan
e. Tujuan Layanan : Agar individu dapat mengembangkan
potensi
f. Hasil yang ingin di capai : Mampu mengembangkan bakatnya, mampu
menerima suatu keadaan,tetap optimis dan berpikir positif.
g. Sasaran kegiatan : Anak jalanan
h. Materi Layanan : Konseling Individu
i. Tempat penyelenggara : Taman tugu muda, Semarang.
j. Waktu/Tanggal : 18 November 2017 dan 21 November 2017
k. Semester : Tiga/Ganjil
l. Penyelenggara Layanan : Mahasiswa
m. Alat dan Perlengkapan : buku,alat tulis
n. Rencana penilaian : Laiseg
21

Dari hasil konseling yang dilakukan saya sebagai praktikan menemukan hal-
hal yang menarik seperti cita-cita dan harapan hidup yang dimiliki anak jalanan, KJ
ingin menjadi pemain sepak bola walaupun memang kesadaran akan apa yang ia
lakukan sekarang menjadikan dia pesimis dan menganggap itu hanyalah cita cita
kosong.
Terlepas dari status sebagai seorang anak jalanan, setiap individu memiliki
kebutuhan untuk berprestasi yang membentuk aspirasi hidupnya seperti KJ. Kami
berusaha membangkitkan semangat Kj agar tidak pesimis dan putus asa, kehidupan
normal yang diidam idamkan Kj adalah menjadi seperti yang dimiliki oleh anak
pada umumnya, serta tidak lagi melakukan aktivitas sebagai anak jalanan dengan
berkeliaran semalaman untuk berjualan koran hanya untuk memenuhi kebutuhan
perut. Aspirasi hidup yang berusaha dibangun dapat berupa keinginan-keinginan
yang positif atau negatif tergantung bagaimana anak jalanan memaknai
keinginannya, jangka pendek atau jangka panjang tergantung jangka waktu yang
ditetapkan untuk mencapai keinginan tersebut, dan dapat berupa keinginan yang
realistis atau idealistis tergantung sejauh mana anak jalanan mengukur
kemampuannya untuk meraih aspirasi hidup danyang terpenting adalah
pemahaman akan jati diri yang dapat berkembangang dengan semangat dan
kegigihan.
22

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Keputusan telah di ambil oleh klien dalam menghadapi masalah
pribadinya,yaitu kebingungan dalam menentukan sebuah pilihan yang di latar
belakangi oleh ekonomi keluarga yang kurang mampu dan telah mengetahui
tindakan-tindakan apa yang harus di ambilnya guna mengatasi permasalahannnya.
Peranan Bimbingan konseling dalam memberdayakan anak berkebutuhan
khusus (anak jalanan) tidak terlepas dari kerjasama semua pihak untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak berkebutuhan khusus.Hal yang
perlu dilakukan oleh konselor dan guru untuk memberdayakan anak berkebutuhan
khusus yaitu (1) menghilangkan stigma negatif bahwa mereka anak yang
terbelakang dan anak yang membuat masalah. (2) tidak adanya diskriminasi yang
antara anak yang normal dan normal. (3) melibatkan anak berkebutuhan dalam
semua kegiatan yang ada sehingga anak menjadi rasa percaya diri dan dapat
meningkatkan prestasi belajar dan (4) perlu adanya kerjasama yang baik antara
pemerintah, dan orang tua dalam memantau perkembangan belajar anak.
Diharapkan dengan adanya kerjasama yang baik antara konselor, guru dan orangtua
dan terutama pemerintah maka anak berkebutuhan khusus (anak jalanan) dapat
berdayakan potensi yang dimiliki serta memiliki rasa percaya diri dan dapat
meningkatkan kemampuannya secara optimal.

4.2 Saran
Bagi konseli jika punya suatu masalah silahkan sering dengan konselor yang
ada di sekolah guna membantu penyelesaian sebuah masalah yang di hadapi,begitu
pula bagi koselor kiranya tak bosan untuk membantu anak-anak jalanan yang
mengalami masalah,baik masalah bakat pengembangan diri maupun masalah
lainnya. Bagi lembaga-lembaga dan masyarakat kiranya dapat bekerjasama antara
komponen-komponen yang ada, sehingga proses pemberian layanan bimbingan dan
konseling bisa sesuai dengan apa yang kita harapkan.
23

DAFTAR PUSTAKA

Amti, E & Prayitno. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka
Cipta.
Gantina Komalasari, Dra. M.Msi., Eka Wahyubi, S.Pd. M.A.A.P.D., Karsih, M.Pd.
Teori dan Teknik Konseling. Hal. 18-20.

Pedersen, P.P., Draguns, J.G., Lonner, W.J., & Trimble, J.E. (Eds.). Counseling
Across Cultures. Honolulu: A West Center Book, The University Press of
Hawai.
Sue, D.W., & Sue, D. (2003). Counseling the Culturally Diverse: Theory and
Practice (5th edition). New Jersey: John Wiley and Sons, Inc
http://hafrizanikrc.blogspot.co.id/2016/06/pengertian-konseling-populasikhusus.
diakses pada tanggal 20 november 2017

Anda mungkin juga menyukai