Anda di halaman 1dari 22

KOMUNIKASI DALAM KONTEKS SOSIAL DAN

LATAR BELAKANG BUDAYA INDONESIA BAGIAN TIMUR

Dosen Pembimbing : Ns. Niken Safitri Dyan K.,M.Si.Med.

Anggota Kelompok 4 :
1. Ika Kartika Wulandari (22020117120045)
2. Hayyuni Rozyana (22020117120046)
3. Nia Fenila (22020117130074)
4. Suryani Ningsih (22020117130077)
5. Desty Puji Trihastuti (22020117130084)
6. Tamara Bella Santika (22020117130085)
7. Titis Widyastuti (22020117140022)

DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2017

1
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, ucapan
tersebut memang pantas penulis sampaikan karena hanya dengan karunia, taufik dan
hidayah-Nya makalah ini dapat tersusun guna memenuhi tugas mata kuliah komunikasi.
Makalah ini berjudul “Komunikasi dalam Konteks Sosial dan Latar Belakang Budaya
Indonesia Bagian Timur”
Dalam penyusunan makalah ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, arahan
dan bimbingan dari semua pihak untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ns. Niken Safitri Dyan K.,M.Si.Med. selaku dosen pembimbing mata kuliah
komunikasi.
2. Kepada kedua orang tua penulis yang telah memberi dukungan moril dan materiil
serta ucapan do’a dalam menyelesaikan makalah ini.
3. Teman-teman dan pihak-pihak lain yang telah membantu sehingga terselesaikannya
makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
semua pihak sehingga hasil dari penyusunan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Semarang, 6 September 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………. 1
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….. 2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………. 3
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………… 4
A. Latar Belakang…………………………………………………………….. 4
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………. 5
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………….. 5
D. Manfaat Penulisan………………………………………………………… 5
BAB II PEMBAHASAN.......……………………………………………….......... 6
A. Komunikasi Verbal dan Non Verbal…………………………………….. 6
B. Komunikasi Verbal dan Non Verbal Daerah Sulawesi…….…………….. 13
C. Komunikasi Verbal dan Non Verbal Daerah Bali………………………… 14
D. Komunikasi Verbal dan Non Verbal Daerah Nusa Tenggara…………….. 16
E. Komunikasi Verbal dan Non Verbal Daerah Papua…………..……........... 18
F. Aspek Nursing............................................................................................... 18
G. Penerapan....................................................................................................... 19
BAB III PENUTUP…………………………………………………………........... 21
A. Kesimpulan.................................................................................................... 21
B. Saran.............................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..………. 22

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keanekaragaman masyarakat dan sosial budaya Indonesia merupakan sebuah potensi
kekayaan yang harus dioptimalkan sehingga terasa manfaatnya. Oleh karena itu, potensi
tersebut perlu diwujudkan menjadi kekuatan riil sehingga mampu menjawab berbagai
tantangan kekinian yang ditunjukkan dengan melemahnya ketahanan budaya yang
berimplikasi pada menurunnya kebanggaan nasional. Untuk itu, sinergi segenap komponen
bangsa dalam melanjutkan pembangunan karakter bangsa (national and character building)
yang sudah dimulai sejak awal kemerdekaan perlu terus diperkuat sehingga memperkuat jati
diri bangsa dan mampu membentuk bangsa yang berkarakter, maju, dan berdaya saing.
Seiring dengan menguatnya persaingan arus lokal dan global dalam internalisasi nilai-nilai
baru, ketahanan budaya juga perlu semakin diperkuat sehingga memiliki kemampuan untuk
menumbuh suburkan internalisasi berbagai nilai lokal dan global yang positif dan produktif.
Oleh sebab itu, upaya pengembangan kebudayaan diarahkan pada tujuan universal peradaban.
Bahasa merupakan salah satu ciri yang paling khas manusiawi yang membedakan dari
makhluk-makhluk yang lain. Dari dulu di sadari bahwa bahasa adalah kunci utama
pengetahuan, memegang kunci utama berarti memegang kunci jendela dunia. Sebab sejuta
pengetahuan, seribu peradaban semuanya tercipta dan terbahasakan, bahkan sejarah tidak
akan terwujud jika tidak ada bahasa di dunia. Begitu juga dengan sosiolongistik yang
merupakan studi atau pembahasan dari bahasa sehubung dengan penutur bahasa itu sebagai
anggota masyarakat. Karena kita ketahui bahwa, ada dua aspek yang mendasar dalam
pengertian masyarakat. Yang pertama ialah bahwa anggota-anggota suatu masyarakat hidup
dan berusaha bersama secara berkelompok-kelompok. Aspek yang kedua adalah anggota-
anggota dan kelompok-kelompok masyarakat dapat hidup bersama karena ada suatu
perangkat hukum dan adat kebiasaan yang mengatur kegiatan dan tindak laku mereka,
termasuk tindak laku bahasa.

B. Rumusan Masalah

4
Dari uraian dalam latar belakang di atas, terdapat rumusan permasalahan yang dapat
dikaji lebih dalam yaitu, bagaimana cara berkomunikasi verbal dan non verbal yang baik dan
benar antara perawat dengan klien atau pasien berbudaya daerah Indonesia bagian timur?
C. Tujuan Penulisan
Secara umum penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara
berkomunikasi verbal dan non verbal yang baik dan benar antara perawat dengan klien atau
pasien berbudaya daerah Indonesia bagian timur.

D. Manfaat Penulisan
1. Secara Teoritis
Memberikan sumbangan-sumbangan bagi perkembangan teori tentang komunikasi
dalam konteks sosial dan budaya Indonesia bagian timur. Khususnya bagi mahasiswa
Departemen Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.
2. Secara Praktis
Bagi perawat dan pasien atau klien dari daerah Indonesia bagian timur dapat lebih
berkomunikasi dengan baik dan benar. Tanpa adanya kendala perbedaan bahasa, logat, dan
tingkah laku. Serta perawat dapat lebih memahami komunikasi verbal maupun non verbal
pasien atau klien dari daerah Indonesia bagian timur.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Komunikasi Verbal dan Non Verbal


1. Perilaku Verbal Dalam Komunikasi
Perilaku verbal sebenarnya adalah komunikasi verbal yang biasa kita lakukan
sehari-hari. Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis symbol yang menggunakan kata-
kata atau lebih. Hampir semua rangsangan wicara yang kita sadari termasuk ke dalam
kategori pesan disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan
dengan orang lain secara lisan.
Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan fikiran, perasaan dan
maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang mempresentatifkan berbagai aspek
realitas individu kita. Dengan kata lain, kata-kata adalah abstraksi realitas kita yang tidak
mampu menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep yang mewakili kata-
kata itu. Misalnya kata rumah, kursi atau mobil. Realitas apa yang mewakili setiap kata itu?.
Begitu banyak ragam rumah, ada rumah bertingkat, rumah mewah, rumah sederhana, rumah
hewan, rumah tembok, rumah bilik, dan yang lainnya. Begitu juga kursi, ada kursi jok, kursi
kerja, kursi plastik, kursi malas, dan sebagainya. Kata mobil-pun ternyata tidak sederhana,
ada sedan, truk, minibus, ada mobil pribadi, mobil angkutan dan sebagainya.
1.1 Fungsi bahasa dalam kehidupan manusia..
Fungsi bahasa yang mendasar adalah untuk menamai atau menjuluki orang
,objek dan peristiwa. Setiap orang mempunyai nama untuk identifikasi sosial. Orang juga
dapat menamai apa saja, objek-objek yang berlainan,termasuk perasaan tertentu yang mereka
alami. Penanaman adalah dimensi pertama bahasa dan basis bahasa pada awalnya dilakukan
manusia sesuaka mereka yang lalu menjadi konvensi (Aubrey Fisher dan Catherine
Adam,1994). Suatu objek mempunyai beberapa tingkat abstraksi .ibu kita adalah ibu,ibu
adalah wanita, wanita adalah manusia, manusia adalah makhluk hidup dan makhluk hidup
adalah ciptaan Tuhan . semakin luas kelasnya, semakin abstrak konsep tersebut. Sepanjang
hidup kita sebenarnya belajar mengabstraksikan segala sesuatu.
Menurut Larry L. Barker dalam Mulyana (2007), bahasa memiliki 3 fungsi :
penanaman (naming atau labeling), interaksi, dan transmisi informasi. Penanaman atau
penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasi objek, tindakan, atau orang dengan
menyebut namanya, sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi . Fungsi interaksi menurut

6
barker, menekankan berbagai gagasan dan emosi yang dapat mengundang simpati dan
pengertaian atau kemarahan dan kebingungan. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan
kepada orang lain. Anda juga menerima informasi setiap hari, sejak bangun tidur hingga anda
bangun kembali, dari orang lain, baik secara langsung maupun tidak ( melalui media massa,
misalnya). Fungsi bahasa inilah yang disebut fungsi transmisi. Barker berpandangan ,
keistimewaan bahasa sebagai transmisi informasi yang lintas waktu, dengan menghubungkan
masa lalu, masa kini dan masa yang akan dating, memungkinkan kesinambungan budaya dan
tradisi kita. Tanpa bahasa kita tidak mungkin bertukar informasi; kita tidak mungkin
menghadirkan semua objek dan tempat untuk kita rujuk dalam komunikasi kita.
Menurut Mulyana( 2007),menambahkan agar komunikasi kita berhasil, bahasa
harus memenuhi tiga fungsi yaitu: untuk mengenal dunia disekitar kita; berhubungan dengan
orang lain; dan untuk menciptakan koherensi dalam hidup kita. Melalui fungsi pertama kita
dapat mempelajari apa saja yang menarik minat kita, mulai dari sejarah yang hidup pada
masa lalu seperti Mesir Kuno. Kita juga dapat berbagi pengalaman masa lalu dan masa kini
yang kita alami, dan juga pengetahuan yang kita dapatkan dari berbagai media. Fungsi bahasa
kedua adalah sebagai sarana untuk berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini berkaitan
dengan fungsi komunikasi khususnya fungsi sosial dan fungsi instrumental. Bahasa
memungkinkan kita bergaul dengan orang lain untuk kesenangan kita dan untuk
mempengaruhi mereka untuk mencapai tujuan. Melaui bahasa kita dapat mengandalikan
lingkungan kita, termasuk orang-orang disekitar kita. Kemampuan orang lain dengan orang
lain tidak hanya tergantung pada bahasa yang sama, namun juga pengalaman yang sama dan
makna yang sama dalam kata-kata yang kita sampaikan. Sedangkan fungsi ketiga
memungkinkan kita untuk hidup lebih teratur, saling memahami diantara kita, baik
kepercayaan maupun tujuan-tujuan kita. Kita tidak mungkin menjelaskan semua itu dengan
menyusun kata-kata secara acak melainkan berdasarkan aturan-aturan tertentu yang telah kita
sepakati bersama. Akan tetapi kita sebenarnya tidak selamanya dapat memenuhi ketiga fungsi
tersebut, karena meskipun bahasa merupakan sarana komunikasi dengan manusia lain, sarana
ini secara inheren mengandung kendala karena keterbatasan sifatnya.
Menurut Ohoiwutun (1997)dalam Liliweri (2003), dalam berkomunikasi antar
budaya ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu;1) kapan orang berbicara; 2)apa yang
dikatakan; 3)hal memperhatikan; 4) intonasi; 5) gaya kaku dan puitis serta 6)bahasa tidak
langsung. Ke enam hal tersebut adalah saat yang tepat bagi seseorang untuk menyampaikan
pesan verbal dalam komunikasi antar budaya.

7
1) Kapan Orang Berbicara
Jika kita berkomunikasi antar budaya perlu diperhatikan ada kebiasaan (habits)
budaya yang mengajarkan kepatutan kapan seorang harus atau boleh berbicara. Orang Timor,
Batak, Sulawesi, Ambon, Irian, mewarisi sikap kapan saja bisa berbicara, tanpa membedakan
tua dan muda, artinya berbicara semaunya saja, berbicara tidak mengenal batas usia. Namun
orang Jawa dan Sunda mengenbal aturan atau kebiasaan kapan orang berbicara, misalnya
yang lebih muda mendengarkan lebih banyak daripada yang tua, yang tua lebih bayak
berbicara dari yang muda. Perbedaan norma berbahasa ini dapat mengakibatkan konflik
antarbudaya hanya karena salah memberikan makna kapan orang harus berbicara.
2) Apa yang Dikatakan
Laporan penelitian Tannen (1984-an) menunjukan bahwa orang-orang New
York keturunan Yahudi lebih cenderung berceritera dibanding dengan teman-temannya di
California. Ceritera mereka(New York Yahudi) selalu terkait dengan pengalaman dan
perasaan pribadi .Masing-masing anggota kelompok kurang tertarik pada isi ceritera yang di-
kemukakan anggota kelompok lainnya .
3) Hal Memperhatikan
Konsep ini berkaitan erat dengan gaze atau pandangan mata yang
diperkenankan waktu berbicara bersama-sama .Orang-orang kulit hitam biasanya berbicara
sambil menatap mata dan wajah orang lain, hal yang sama terjadi bagi orang Batak dan
Timor. Dalam berkomunikasi ‘memperhatikan’ adalah melihat bukan sekedar mendengarkan.
Sebaliknya oran Jawa tidak mementingkan ‘melihat’ tetapi mendengarkan. Anda
membayangkqan jika seorang Jawa sedang berbicara dengan orang Timor yang terus
menerus menatap mata orang Jawa ,maka si Jawa merasa tidak enak dan bahkan menilai
orang Timor itu sangat kurang ajar. Sebaliknya orang Timor merasa dilecehkan karena si
Jawa tidak melihat dia waktu memberikan pengarahan.
4) Intonasi
Masalah intonasi cukup berpengaruh dalam berbagai bahasa yang berbeda
budaya . Orang kadang di Lembata/Flores memakai kata bua berarti melahirkan namun kata
yang sama kalau di tekan pada huruf akhir’a’-bua’(atau buaq),berarti berlayar ;kata laha
berarti marah tetapi kalau disebut tekanan di akhir ‘a’-lahaq merupakan maki yang merujuk
pada alat kelamin laki-laki.
5) Gaya Kaku atau Puitis
Ohoiwutun (1997:105) menulis bahwa jika anda membandingkan bahasa
Indonesia yang diguratkan pada awal berdirinya Negara ini dengan gaya yang dipakai dewasa

8
ini, dekade 90-an maka anda akan dapati bahwa bahasa Indonesia tahun 1950-an lebih kaku.
Gaya bahasa sekarang lebih dinamis lebih banyak kata dan frase dengan makna ganda,
tergantung dari konteksnya. Perbedaan ini terjadi sebagai akibat perkembangan bahasa.
Tahun 1950-an bahasa Indonesia hanya dipengaruhi secara dominan oleh bahasa Melayu.
Dewasa ini puluhan bahasa daerah, teristimewa bahaqsa Jawa dengan puluhan
juta penutur aslinya, telah ikut mempengaruhi ‘ formula’ berbahasa Indonesia. Anehnya bila
berkunjung ke Yunani anda akan mengalami gaya berbahasa Yunani seperti yang kita alami
di Indonesia sekarang ini. Disebut aneh karena Yunani tidak mengalami pengaruh berbagai
bahasa dalam sejarah perkembangan bahasanya seperti yang dialami Indonesia.
6) Bahasa Tidak Langsung
Setiap bahasa mengajarkan kepada para penuturnya mekanisme untuk
menyatakan sesuatu secara langsung atau tidak langsung. Jika anda berhadapan dengan orang
Jepang, maka anda akan menemukan bahwa mereka sering berbahasa secara tidak langsung,
baik verbal maupun non verbal. Dalam berbisnis, umumnya surat bisnis Amerika,
menyatakan maksudnya dalam empat paragraph saja.
2. Perilaku Non Verbal Dalam Komunikasi Lintas Budaya
Secara sederhana, pesan non verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-
kata. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter (1991), komunikasi non verbal
mencakup semua rangsangan kecuali rangsangan verbal dalam suatu setting komunikasi,
yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai
nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima; jadi definisi ini mencakup perilaku yang
disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan;
kita mengirim banyak pesan nonverbal tanpamenyadari bahwa pesan-pesan tersebut
bermakna pada orang lain.
Sebenarnya sangat banyak aktivitas yang merupakan perilaku non verbal ini,
akan tetapi yang berhubungan dengan komunikasi antar budaya ini biasanya adalah sentuhan.
Sentuhan sebagai bentuk komunikasi dapat menunjukkan bagaimana komunikasi non verbal
merupakan suatu produk budaya. Di Jerman kaum wanita seperti juga kaum pria biasa
berjabatan tangan dalam pergaulan sosial; di Amerika Serikat kaum wanita jarang berjabatan
tangan. Di Muangthai, orang-orang tidak bersentuhan (berpegangan tangan dengan lawan
jenis) di tempat umum, dan memegang kepala seseorang merupakan suatu pelanggaran
sosial.

9
Suatu contoh lain adalah kontak mata. Di Amerika Serikat orang dianjurkan
untuk mengadakan kontak mata ketika berkomunikasi. Di Jepang kontak mata seringkali
tidak penting. Dan beberapa suku Indian Amrika mengajari anak-anak mereka bahwa kontak
mata dengan orang yang lebih tua merupakan tanda kekurangsopanan. Seorang guru sekolah
kulit putih di suatu pemukiman suku Indian tidak menyadari hal ini dan ia mengira bahwa
murid-muridnya tidak berminat bersekolah karena murid-muridnya tersebut tidak pernah
melihat kepadanya.
Liliweri (2003) mengatakan bahwa ketika berhubungan antarpribadi maka ada
beberapa faktor dari pesan non verbal yang mempengaruhi komunikasi antarbudaya. Ada
beberapa bentuk perilaku non verbal yakni: (1) kinesik; (2) okulesik, dan (3) haptiks; (4)
proksemik; dan (5) kronemik.
1. Kinesik, adalah studi yang berkaitan dengan bahsa tubuh, yang terdiri dari posisi
tubuh, orientasi tubuh, tampilan wajah, gambarang tubuh, dll. Tampaknya ada
perbedaan anatara arti dan makna dari gerakan-gerakan tubuh atau anggota tubuh
yang ditampilkan tersebut.
2. Okulesik, adalah studi tentang gerakan mata dan posisi mata. Ada perbedaan makna
yang ditampilkan alis mata diantara manusia. Setiap variasi gerakan mata atau
posisi mata menggambarkan satu makna tertentu, seperti kasih sayng, marah, dll.
Orang Amerika Utara tidak membenarkan seorang melihat wajah mereka kalau
mereka sedang berbicara. Sebaliknya, orang Kamboja yakin bahwa setiap
pertemuan didahului oleh pandangan mata pertama, namun melihat seorang adalah
sesuatu yang bersifat privacy sehingga tidak diperkenankan memandang orang lain
dengan penuh nafsu.
3. Haptik, adalah studi tentang perabaan atau memperkenankan sejauh mana seseorang
memegang dan merangkul orang lain. Banyak orang Amerika Utara merasa tidak
nyaman ketika seseorang dari kebudayaan lain memegang tangan mereka dengan
ramah, menepuk belakang dan lain-lain. Ini menunjukkan – derajat keintiman:
fungsional/profesional, sosial dan sopan santun, ramah tamah dan baik budi, cinta
dan keintiman, dan daya tarik seksual.
4. Proksemik, studi tentang hubungan antar ruang, antar jarak, dan waktu
berkomunikasi, sebagaimana dikategorikan oleh Hall pada tahun 1973,
kecenderungan manusia menunjukkan bahwa waktu orang berkomunikasi itu harus
ada jarak antarpribadi, terlalu dekat atau terlalu jauh. Makin dekat artinya makin
akrab, makin jauh arinya makin kurang akrab.

10
5. Kronemik, adalah studi tentang konsep waktu, sama seperti pesan non verbal yang
lain maka konsep tentang waktu yang menganggap kalu suatu kebudayaan taat
pada waktu maka kebudayaan itu tinggi atau peradaban maju. Ukuran tentang
waktu atau ketaatan pada waktukemudian menghailkan pengertian tentang orang
malas, malas bertnggungjawab, orang yang tidak pernah patuh pada waktu.
6. Tampilan, apperance – cara bagaimana seorang menampilakn diri telah cukup
menunjukkan atau berkolerasi sangat tinggi dengan evaluasi tentang pribadi.
Termasuk di dalamnya tampilan biologis misalnya warna kulit, warna dan
pandangan mata, tekstur dan warna rambut, serta struktur tubuh. Ada stereotip
yang berlebihan terhadap perilaku seorang dengan tampilan biologis. Model
pakaian juga mempengaruhi evaluasi kita pada orang lain. Dalam sebagian
masyarakat barat, jas dan pakaian formal merefleksikan profesionalisme, karen itu
tidak terlihat dalam semua masyarakat.
7. Posture, adalah tampilan tubuh waktu sedang berdiri dan duduk. Cara bagaimana
orang itu duduk dan berdiri dapat diinterpretasi bersama dalam konteks
antarbudaya. Kalau orang Jawa dan orang Timor (Dawan) merasa tidak bebas jika
berdiri tegak di depan yang orang yang lebih tua sehingga harus merunduk hormat,
sebaliknya duduk bersila berhadapan dengan orang yang lebih tua merupakan sikap
yang sopan.
8. Pesan-pesan paralinguistik antarpribadi adalah pesan komunikasi yang merupakan
gabungan anatara perilaku verbal dan non verbal. Paralinguistik terdiri dari satu
unit suara, atau gerakan yang menampilkan maksud tertentu dengan makna
tertentu. Paralinguistik juga berperan besar dalam komunikasi antarbudaya.
Contoh, orang Amerika yang berbicara terlalu keras acapkali oleh orang eropa
dipandang terlalu agresif atau tanda tidak bersahabat. Orang Inggris yang berbicara
pelan dan hati-hati dipahami sebagai sekretif bagi Amerika.
9. Simbolisme dan komunikasi non verbal yang pasif – beberapa di antarnya adalah
simbolisme warna dan nomor. Di Amerika Utara, AS dan Canada, warna merah
menunjukkan peringatan, daya tarik seks, berduka, merangsang. Sedangkan warna
kuning menggambarkan kesenangan dan kegembiraan. Warna biru berarti adil,
warna bisnis sehingga dipakai di perkantoran. Warna hitam menunjukkan
kematian, kesengsaraan, dosa, kegagalan dalam bisnis dan seksi. Sebaliknya warna
merah di Brazil adalah yang menunjukkan jarak penglihatan, hitam melambangkan
kecanggihan, kewenangan, agama dan formalitas.

11
Dilihat dari fungsinya,perilaku nonverbal mempunyai beberapa fungsi.Paul Ekman
dalam Mulyana (2007) menyebutkan lima fungsi pesan nonverbal,seperti yang dapat
dilukiskan dengan perilaku mata,yakni sebagai :
- Emblem. Gerakan mata tertentu merupakan symbol yang memiliki kesetaraan
dengan simbol verbal.Kedipan dapat mengatakan,”Saya tidak sungguh-
sungguh.”illustrator.Pandangan ke bawah dapat menunjukkan depresi atau
kesedihan.
- Regulator. Kontak mata berarti saluran percakapan terbuka.Memalingkan muka
menandakan ketidaksediaan berkomunikasi.Penyesuai.Kedipan mata yang cepat
meningkat ketika orang berada dalam tekanan.Itu merupakan respon tidak disadari
yang merupakan upaya tubuh untuk mengurangikecemasan.
- Affect Display. Pembesaran manik mata (pupil dilation) menunjukkan peningkatan
emosi.Isyarat wajah lainnya menunjukkan perasaan takut ,terkejut,atau senang.
Lebih lanjut lagi Mulyana (2007) merumuskan,dalam hubungannya dengan perilaku
verbal mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut.
- Perilaku nonverbal dapat mengulagi perilaku verbal,misalnya anda menganggukan
kepala ketika anda mengatakan “ya,”atau menggelengkan kepala ketika
mengatakan “tidak,” atau menunjukan arah (dengan telunjuk) ke mana seseorang
harus pergi untuk menemukan WC.
- Memperteguh, menekankan atau melengkapi perilaku verbal.Misalnya Anda
melambaikan tangan seraya mengucapkan “Selamat Jalan,” “Sampai jumpa
lagi,ya,” atau “Bye bye,”;atau anda menggunakan gerakan tangan ,nada suara yang
ninggi,atau suara yang lambat ketika Anda berpidato hadapan khalayak.Isyarat
nonverbal demikian itulah yang disebut affect display.
- Perilaku nonverbal dapat menggantikan perilaku verbal,jadi berdiri sendiri,misalnya
Anda menggoyangkan tangan Anda dengan telapak tangan mengarah ke depan
(sebagai pengganti: kata “Tidak”)ketila seorang pengamen mendatangi mobil tau
Anda menunjukkan letak ruang dekan dengan jari tangan tanpa mengucapkan
sepatah kata pun,kepada seorang mahasiswa baru.
- Perilaku nonverbal dapat meregulasi perilaku verbal.Misalnya Anda sebagai
mahasiswa mengenakan jaket atau membereskan: buku-buku,atau melihat jam
tangan Anda menjelang kuliah berakhir,sehingga dosen segara menutup kuliahnya.
- Perilaku nonverbal dapat membantah atau bertentangan dengan perilaku
verbal.Misalnya,seorang suami mengatakan “Bagus! Bagus!” ketika diminta

12
komentar oleh istrinya mengenai gaun yang dibelinya,seraya terus membaca surat:
kabar atau menonton televisi;
B. Komunikasi Verbal dan Non Verbal Daerah Sulawesi
1. Komunikasi Verbal
Daftar bahasa di daerah Sulawesi:
Bahasa di pulau Sulawesi terdiri dari 5 rumpun:
a. rumpun Celebic,
b. rumpun Filipina,
c. rumpun Melayik,
d. rumpun Sama-Bajau,
e. rumpun Sulawesi Selatan
Beralih pada bahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat
yang ada wilayah Sulawesi. Sebagaimana pembagian macam bahasa yang ada di wilayah
Sumatra, bahasa yang digunakan sebagai media komunikasi juga bervariasi tidak monoton
menggunakan satu bahasa saja. Bahasa yang digunakan di wilayah Sulawesi adalah :
1. Toraja untuk berkomunikasi diperlukan suara yang besar dan keras. bahasa
toraja dalam penggunaannya memiliki cirikhas yang cenderung lambat dan kuat di
vocal huruf "E",sehingga kadang orang Toraja kalau berbicara dengan bahasa
Indonesia maka logat atau dialeg itupun akan terbawa, dan mungkin itulah sebabnya
orang Toraja kalau berbicara di depan umum akan merasa kaku dan kurang.
2. Napu
3. Pilpikoro
Untuk lebih spesifiknya lagi, di Sulawesi menganut bahasa Melayu Makassar.
Bahasa Melayu Makassar (mfp) atau yang dikenal dengan Logat Makassar adalah salah satu
bentuk bahasa Melayu yang dimasukkan dalam kelompok Trade Malay ("Melayu Pasar").
Bahasa ini digunakan sebagai bahasa perdagangan di lingkungan pelabuhan Makassar,
Sulawesi Selatan. Jumlah penutur bahasa ini mencapai 1.889.000 jiwa pada tahun 2000 dan
diperkirakan jumlah penutur bahasa ini terus bertambah sampai mencapai ±3.500.000 jiwa.
Bahasai ini kebanyakan digunakan oleh Pendatang dari luar Kota Makassar, Penduduk Kota
Makassar, Anak Muda, atau Orang Makassar yang tidak pandai berbahasa asli makassar /
sebagai "Lingua Franca". Bahasa ini di tutur di sepanjang wilayah Semenanjung Selatan
Sulawesi.

13
Bahasa Melayu Makassar terdiri dari 4 Dialek ;
 Dialek Bone
 Dialek Palopo Toraja
 Dialek Parepare
 Dialek Kota
Meskipun ketiga daerah ini jauh beda dari Bahasa Makassar, tetapi ketiga daerah
tersebut masih tetap menggunakan ciri khas Melayu makassar yang menggunakan imbuhan -
mi, -pi, -ji, -mo, -ki, -ta', -ji, -jeko, -meko, -ko, dan na-. Dialek Palopo toraja mempunyai
beberapa perbedaan, seperti imbuhan -lek, -bah, -toda', yang memang pengaruh bahasa asli
daerah tersebut seperti Bahasa Tae' dan Bahasa Toraja. Dialek Bone mempunyai ciri khas
yaitu berirama dan volume suara yang halus daripada logat asli makassar. Meskipun Begitu,
banyak kosakata dari setiap dialek berbeda, dan yang paling umum di gunakan adalah dialek
kota. Di bahasa ini, banyak kata yang mempunyai 2 arti sama pada 1 kalimat, misalnya
"Na'ambilki itu tadi' bukuku" (Dia ambil (dia) itu itu buku saya), Contoh lainnya seperti
"Begitu Mi Padeng" yang artinya "Begitu saja, jika begitu".
2. Komunikasi Non Verbal
Gaya bicara orang Makassar yang lugas sering dianalogikan dengan badik mereka
yang selalu diselipkan pada pakaian di depan perutnya, ketika digenggam maka badik itupun
senantiasa ditampakkan di depan. Gaya bicara ini oleh orang Makassar sendiri disebut
“Tembak Langsung” atau “Silangsunggana”, berbicara langsung pada tujuan, tidak berbelit -
belit, bicara seadanya. Jika marah, maka nada dan kata amarah yang keluar, jika memuji
maka nada, ekspresi, dan mimik mukanya akan menampakkan pujian yang totalitas. Jikapun
situasi memaksa mereka untuk mengungkapkan bentuk sindiran atau majas, maka ungkapan
akan mereka ungkapkan dalam bentuk peribahasa daerah yang disebut Galigo.

C. Komunikasi Verbal dan Non Verbal Daerah Bali


1. Komunikasi Verbal
Bahasa Bali merupakan bahasa ibu atau bahasa pertama bagi sebagian besar
masyarakat Bali, dipakai secara luas sebagai alat komunikasi dalam berbagai aktivitas
kehidupan sosial masyarakat Bali. oleh karena itu, bahasa Bali merupakan pendukung
kebudayaan Bali yang tetap hidup dan berkembang di Bali. Dilihat dari jumlah penuturnya,
bahasa Bali didukung oleh lebih kurang setengah juta jiwa dan memiliki tradisi tulis sehingga
bahasa Bali termasuk bahasa daerah besar diantara beberapa bahasa daerah di Indonesia.
Bahasa bali merupakan suatu ilmu tata wicara / berbicara (bahasa daerah) yang memiliki

14
systematika baik dari segi penlafalan dan aksara (mempunyai system syllabic) sebagai alat
komunikasi bagi masyarakat bali pada khususnya. Dalam penerapannya, bahasa bali lebih
sering digunakan dalam dibidang sosiolinguistik bahasa bali yang lebih menekankan pada
penggunaan bahasa berdasarkan objek penelitian antara hubungan bahasa yang digunakan
dengan faktor-faktor social dalam masyarakat hindu di bali yang mengenal system kasta
(warna) / kelas penggolongan masyarakat itu sendiri.
Pembahasan Basa Andap Basa Andap adalah tingkatan bahasa bali yang digunakan
dalam suasana bersahaja ( dalam pergaulan akrab dan memiliki nilai kesopanan). Sehingga
sering disebut dengan istilah basa kasar sopan / basa lumrah dipakai dalam kehidupan sehari-
hari bermasyarakat / kapara. Bahasa ini sering digunakan pada masyarakat hindu di bali yang
memiliki wangsa jaba. Disini, bahasa bali sebagai bahasa sopan, digunakan apabila konteks
bergaulnya memiliki sikap keakraban / kekeluargaan yang terjalin erat, misalnya sesama
wangsa. Sama kedudukannya , sama umur, sama pendidikan, sama jabatan, kawan sederajat
dan merupakan bahasa kekeluargaan
Pembahasan Basa Alus Basa Alus adalah sebagai tingkatan bahasa bali yang
mempunyai nilai rasa bahasa yang tinggi atau sangat hormat, biasanya bahasa ini digunakan
dalam situasi resmi ( seperti rapat , pertemuan, seminar, percakapan adat agama dll).
Pembagian basa alus terdiri dari : • Basa Alus Sor Adalah tingkatan bahasa Bali alus atau
hormat yang mengenai diri sendiri atau digunakan untuk merendahkan diri sendiri dan juga
untuk orang lain / objek yang dibicarakan yang patut direndahkan / bias juga karena status
sosialnya yang dianggap lebih rendah dari orang yang diajak bicara. Contoh : - Titiang jagi
grereh pakaryan sane patut anggen pangupa jiwa
• Basa Alus Mider Adalah tingkatan bahasa Bali alus atau hormat yang memiliki nilai
rasa tinggi atau sangat hormat yang dapat digunakan untuk golongan bawah dan juga untuk
golongan atas. Basa alus mider adalah bahasa bali alus dwi fungsi, bias masuk dalam basa
bali alus singgih dan juga bias masuk dalam basa bali alus sor. Contoh : - “Ipun makta asiki,
ida makta kekalih” “Ia membawa satu, beliau membawa dua”
• Basa Alus Singgih Adalah tingkatan bahasa bali alus atau hormat yang hanya dapat
digunakan oleh pembicara untuk menghormati atau memuliakan orang yang patut dihormati
atau dimuliakan. Contoh : - “ I Ratu kayun ngrayunang ulam bawi?” - “Ratu, yening wenten
karya ring geria, nikain titiang”
• Pembahasan Basa Mider Adalah kata-kata dalam bahasa bali yang tidak memiliki
tingkatan-tingkatan rasa bahasa, sehingga bahasa ini dapat digunakan untuk dan kepada siapa
saja. Selain itu dalam pemakaiannya tidak terikat dengan status social dalam masyarakat,

15
situasi / kondisi pembicaraan. Contoh : (kata sifat) nyongkok, kija, ke kantor (tempat),
televisi/ radio (kata benda), Itulah tingkatan-tingkatan bahasa bali yang digunakan dalam
kehidupan bermasyarakat di bali pada umumnya.

2. Komunikasi Non Verbal


Pembahasan Basa Kasar Basa kasar adalah tingkatan bahasa bali yang
memiliki rasa bahasa paling bawah. Basa kasar dibedakan menjadi 2 yaitu : basa kasar pisan
dan basa kasar jabag. Basa kasar pisan adalah bahasa bali yang didalam penggunaannya
tergolong tidak sopan dan tidak memiliki nilai etika moral, sehingga menimbulkan konotasi/
kesan yang buruk bagi penyimaknya. Bagi mereka yang terkena perkataan / bahasa ini bias
mendapat “leteh” yang harus dibersihkan dengan melakukan penyucian diri (prayasita) bagi
mereka yang termasuk catur wangsa.
Pembahasan Basa Kasar Jabag Basa Kasar Jabag adalah Bahasa Bali yang
dalam penggunaannya tidak sesuai dengan situasi pembicaraan. Artinya, kata-kata dalam
bahasa itu tidak mengindahkan tingkat-tingkatan yang ada dalam bahasa bali yang kadang
kala melampaui etika pembicaraan. Biasanya cenderung dipakai pada suatu konteks yang
merujuk pada keadaan keakraban, kelebihan dan keangkuhan sang pembicara dengan lawan
bicaranya.

D. Komunikasi Verbal dan Non Verbal Daerah Nusa Tenggara


1. Komunikasi Verbal
Nusa tenggara seperti yang telah diketahui bahwa daerah ini terbagi menjadi dua
yaitu Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.Adapun macam-macam bahasa yang
sebagai media komunikasi oleh kebanyakan orang yang hidup dan melakukan interaksi
didaerah Nusa Tenggara Barat adalah sebagai berikut :

a. Sumba

Bahasa Sumba mempunyai suatu ciri karakteristik, yaitu bersifat setangah vocal. Hanya
sebagian dari perbendaharaan kata yang akar katanya merupakan huruf mati. Dengan huruf-
huruf, /h/, /k/, /l/, /ng/, /r/, /s/, /t/. Semua akar kata yang berhuruf mati itu kemudian berubah
menjadi huruf hidup dengan tambahan aksara /u/, /0/, dan /a/. Pembeda dari dialek Sumba
Barat dan Timur adalah dalam pelafalan. Lafal dalam logat Sumba Barat ialah /o/ dan /a/.
Sementara pelafalan dalam logat Sumba Timur adalah /u/.

16
b. Sasak

Bahasa Sasak dipakai oleh masyarakat Pulau Lombok, provinsi Nusa Tenggara Barat.
Bahasa ini mempunyai gradasi sebagaimana bahasa Bali dan bahasa Jawa. Bahasa Sasak
serumpun dengan bahasa Sumbawa.

Sedangkan bahasa yang difungsikan oleh masyarakat Nusa Tenggara Timur sebagai
media komunikasi adalah :

1. Sasak 3. Sumbawa
2. Timor

2. Komunikasi Non Verbal


a. NTT :
Suku Sabuh di pulau Sabuh kabupaten Sabuh Raijua, Nusa Tenggara
Timur. Suku Sabuh memiliki tradisi yang unik, yaitu mencium hidung satu sama
lain ketika bertemu. Kapanpun, dimanapun, dengan siapapun. Dalam bahasa
setempat, tradisi ini bernama Henge’Do. Cium hidung memiliki makna yang
sangat mendalam, yaitu keakraban dan rasa keterikatan antara satu dengan yang
lain sebagai makna persaudaraan. Selain sebagai tanda persaudaraan, cium
hidung merupakan sebuah tanda penghormatan dari yang muda kepada yang tua
dan tanda kejujuran.

b. NTB :
Karakteristik atau watak laki-laki dan perempuan di NTB berbeda-
beda. Tetapi secara umum mereka memiliki sifat kelembutan, walaupun tampak
luar terkesan kasar dan sangar. Selain itu, mereka memiliki sifat sosial yang
sangattinggi, memiliki naluri gotong royong yang kuat, dan gemar membantu
sesama. Khususnya perempuan di NTB, memiliki kepribadian yang unggul dalam
hal keramahan, luwes, mudah bergaul, dan penolong. Sedangkan laki-laki
memancarkan kekerasan, dimana itu mengekspresikan sifat mandiri yang
tertanam dalam diri mereka.

17
E. Komunikasi Verbal dan Non Verbal Daerah Papua
1. Komunikasi Verbal
Di Papua terdapat ratusan bahasa daerah yang berkembang pada kelompok
etnik yang ada. Berbagai bahasa ini menyebabkan kesulitan dalam berkomunikasi
antar kelompok etnik. Oleh sebab itu, bahasa Indonesia digunakan secara resmi
oleh masyarakat Papua bahkan hingga ke pedalaman. Ada bahasa-bahasa Irian
yang termasuk keluarga bahasa Melanesia, tetapi disamping itu, ada pula bahasa-
bahasa yang termasuk suatu keluarga yang lain yang lain sama sekali, ialah
keluarga bahasa Irian. Keluarga bahasa Irian ini dibagi ke dalam beberapa
keluarga khusus dan memiliki sub sub tertentu.

2. Komunikasi Non Verbal


1. Jika negosiasi kedua pihak tidak mencapai kesepakatan bersama, keputusan
akhir adalah perang adat.
2. Ramah terhadap orang asing. Contohnya : selalu menyapa setiap bertemu
meskipun belum mengenal satu sama lain.
3. Dialek asli bernada tinggi bukan berarti sedang marah.
4. Ketika mereka di suatu tempat yang ramai sering terjadi keributan antara
sesama mereka
5. orang papua berdasarkan karena hanya tempat penjual dimana mereka saling
mengadu-domba,
6. muncullah sikap yang buruk mereka sering mengeluarkan kata-kata yang tidak
pantas di dengar

F. Aspek Nursing
Sebagai perawat kita harus dapat menyesuaikan diri terhadap latar belakang sosial
budaya dari pasien kita. Kita harus melayani dan merawat pasien dengan penuh perhatian,
tidak membeda-bedakan latar belakang budaya pasien. Dengan cara menerapkan kode etik
keperawatan dengan benar dan tepat. Sehingga terjalin hubungan komunikasi yang baik
antara perawat dengan pasien. Hal tersebut dapat menjadi salah satu penunjang kesembuhan
pasien. Selain itu, jika terjadi hubungan komunikasi yang baik menghidari adanya
kesalahpahaman antara perawat dengan pasien. Oleh karena itu, seorang perawat harus
memahami komunikasi verbal dan non verbal pasien dari berbagai latar belakang sosial
budaya.

18
G. Penerapan
Penyesuaian tindakan keperawatan secara verbal
1. Menggunakan Bahasa Indonesia
Sebagian besar masyarakat pasti bisa berbicara menggunakan bahasa Indonesia,
karena bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional yang wajib dipejalari
oleh warga negara Indonesia. Jadi akan lebih mudah bagi seorang perawat
untuk berkomunikasi dengan masyarakat menggunakan Bahasa Indonesia
saja.
2. Menggunakan Bahasa Isyarat
Bagi masyarakat yang Tuli (bukan tuli), akan lebih baik bagi perawat untuk
berkomunikasi dengan mereka menggunakan bahasa isyarat saja, karena
mereka akan lebih mengerti akan apa yang perawat jelaskan kepada mereka
dengan bahasa isyarat daripada berbicara secara lisan dengan mereka.
3. Menggunakan Jasa Penerjemah
Untuk masyarakat yang tidak bisa berbicara menggunakan bahasa Indonesia
melainkan hanya mengusai bahasa daerah masing-masing, lebih baik
menggunakan jasa Penerjemah daripada harus menggunakan bahasa isyarat
yang kemungkinan mereka juga tidak menguasainya. Karena jika kita
sebagai perawat menggunakan bahasa indonesia atau bahasa isyarat, maka
kita juga yang akan kesulitan untuk berkomunikasi dengan mereka, karena
mereka bisa jadi tidak memahami apa yang kita bicarakan.
4. Membaca Bahasa Tubuh
Sebagai seorang perawat kita bisa membaca bahasa tubuh dari pasien kita untuk
mengetahui apakah dia mempunyai masalah atau tidak. Dengan bahasa tubuh
juga kita bisa mengetahui apa yang terjadi dengan mereka dan apa yang
mereka rasakan. Hal yang dapat diperhatikan dari bahasa tubuh antar lain ada
ekspresi wajah, kontak mata, gerakan tubuh, isyarat tangan dan sentuhan.
Penyesuaian ini biasanya dilakukuan kepada seseorang yang autis Yng
membuat mereka kesulitan dalam berkomunikasi.

19
Penyesuaian tindakan keperawatan secara non verbal
1. Bersikap terbuka dan menganggap mereka seperti keluarga.
Untuk berkomunikasi dengan mereka, akan lebih baik jika kita mencoba
mengakrabkan diri terlebih dahulu dengan mereka dan selalu bersikap sopan
dengan mereka, agar mereka juga bisa terbuka dengan kita.
2. Tidak membeda-bedakan mereka, memberi keadilan, keselarasan dan tidak
mendiskriminasi masyarakat.
3. Menolong mereka jika ada kesulitan dan ikut bergotong royong.
Kebanyakan dari mereka adalah orang yang suka menolong dan suka bergotomg
royong, jadi agar kita bisa lebih mengenal dan bisa berkomunikasi dengan
mereka, maka kita harus ikut bergotong royong bersama mereka. Agar kita
dapat membangun kebersamaan dan dapat mengakrabkan diri dengan
mereka.
4. Jangan menyinggung dan mempermalukan mereka.
Walaupun mereka merupakan orang yang ramah dan ada beberapa dari mereka
yang pemalu, akan tetapi mereka paling tidak suka disinggung dan
dipermalukan.
5. Lebih mengerti akan nada bicara masyarakat.
Kebanyakan dari kita mengira bahwa orang itu omongannya kasar dan
masyarakatnya tidak ramah dengan orang-orang sekitar, padahal persepsi
tersebut sepenuhnya tidak benar. Masyarakat itu ramah-ramah, memang
ucapannya agak keras, tapi bukan berarti mereka orang-orang yang kasar.
Mereka memang berbicara dengan nada yang keras, itu memang sudah
merupakan kebiasaan mereka, akan tetapi tingkah lakunya tetap sopan santun
terhadap orang lain. Jadi jangan beranggapan kalau suara yang keras
menandakan bahwa orang tersebut kasar dan tidak ramah, karena ituu
merupakan tindakan yang tidak benar.

20
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam kehidupannya, manusia senantiasa terlibat dalam aktivitas komunikasi.
Manusia mungkin akan mati, atau setidaknya sengsara manakala dikucilkan sama sekali
sehingga ia tidak bisa melakukan komunikasi dengan dunia sekelilingnya. Oleh sebab itu
komunikasi merupakan tindakan manusia yang lahir dengan penuh kesadaran, bahkan secara
aktif manusia sengaja melahirkannya karena ada maksud atau tujuan tertentu.
Manusia adalah mahkluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri melainkan selalu
berinteraksi dengan sesamanya. Untuk keperluan tersebut, manusia menggunakan bahasa
sebagai alat komunikasi sekaligus sebagai identitas kelompok. Hal tersebut dapat dibuktikan
dengan terbentuknya bagaian bahasa di dunia yang memiliki ciri-ciri yang unik yang
menyebabkan berbeda dengan bahasa lainnya.
B. Saran
Untuk mengatasi masalah kebahasaan ini, dibutuhkan adanya pemersatu bahasa,
yaitu Bahasa Indonesia. Sangat disayangkan, ketika kita mendapati kenyataan bahwa di Pulau
Jawa sendiri, tidak semua masyarakatnya dapat menggunakan bahasa Indonesia dengan baik
dan benar. Seharusnya Pemerintah membuat suatu program yang mengajarkan bahasa
Indonesia yang baik dan benar untuk digunakan berkomunikasi dalam kehidupan masyarakat
nasional. Hal ini akan memberikan sebuah kontribusi yang baik untuk mangatasi
kesalahpahaman bahasa yang terjadi di Indonesia, serta akan terjalin sebuah komunikasi yang
baik antar warga Negara Indonesia.
Komunikasi sangatlah penting dalam setiap konteks kehidupan manusia. Sebagai
perawat,kita sudah semestinya mempelajari dan memahami berbagai macam komunikasi
dalam konteks-konteks yang berbeda sehingga memudahkan kita dalam melakukan tindakan
keperawatan yang benar dan tepat terhadap pasien. Dengan telah mengetahui peran
komunikasi secara tidak langsung melalui pembelajaran ini yaitu konsep komunikasi dalam
konteks sosial,dan budaya, serta keyakinan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Liliweri, Alo.2009.Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya. Yogyakarta : Pustaka


Pelajar Offset.
http://belajar-komunikasi.blogspot.co.id/2010/12/perilaku-verbal-dan-non-
verbal-pada.html ( Dikutip pada Minggu,3 September 2017)
https://sites.google.com/site/welovepapua123/karakteristik-orang-papua ( Dikutip
pada Minggu,3 September 2017)
https://id.wikipedia.org/wiki/Pembicaraan:Bahasa_Bali ( Dikutip pada Minggu, 3
September 2017)
https://www.slideshare.net/mobile/pjj_kemenkes/modul-3-penerapan-komunikasi-
dalam-asuhan-keperawatan (Dikutip pada Rabu, 6 September 2017)

22

Anda mungkin juga menyukai