Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PATOFISIOOGI

( Tehnik komunikasi non verbal pada anak berkebutuhuan khusu/autis)

Di Susun Oleh :

Kelompok 2

1. Yoan Christina_N21022082
2. Siti Kamelia_N21022083
3. Dela Kartika_N21022084
4. Muawiyah_N21022085
5. Siti Wahdini_N21022086
6. Winda Rahmadanti_N21022087
7. Ni Made Rika Enjellin Winata_N21022088
8. Nadya Safitra_N21022090
9. Marsanda Rasinu_N21022091
10. Elya_N21022092
11. Abd. Mutalib_N21022098

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2023

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah yang
berjudul“TEHNIK KOMUNIKASI PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS/AUTISM”

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembautan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatanmakalahini. Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.

Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga
makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat ini dapat memberikan
manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Palu, April, 2023

2
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4


1.1 Latar belakang........................................................................................................... 4
2.1 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 4
3.1 Tujuan......................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 5
A. Pengertian ...................................................................................................................... 5
B. Aspek komunikasi non verbal...................................................................................... 6
C. Cara berkomunikasi dengan anak berkebutuhan kusus ........................................ 11
D. Perkembangan Bahasa dan komunikasi anak berkebutuhan khusus ................... 12
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 15
1. Kesimpulan .................................................................................................................. 15
2. Saran ............................................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 16

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Komunikasi dapat dikatakan sebagai kemampuan untuk membiarkan orang lain
mengetahui apa yang diinginkan individu, menjelaskan tentang sesuatu kepada orang
lain, serta untuk mengetahui sesuatu dari orang lain. Dengan kata lain, komunikasi
merupakan suatu aktivitas sosial antar dua orang atau lebih untuk dapat saling bertukar
informasi. Kita sering menganggap bahwa komunikasi adalah seni berbicara. Pada
kenyataannya, komunikasi merupakan kombinasi dari gerakan tubuh, bahasa tubuh,
ekspresi wajah, intonasi dan konteks atau kondisi yang berlaku pada saat itu.
Komunikasi juga penting dalam dunia pendidikan anak berkebutuhan khusus autis.
Anak berkebutuhan khusus tentu memiliki pola dan karakteristik tersendiri dalam
berkomunikasi. Menurut Okha, autis adalah gangguan perkembangan yang sangat
kompleks pada anak yang gejalanya telah timbul sebelum anak tersebut mencapai usia
tiga tahun. Penyebabnya adalah gangguan neurobiologist yang mempengaruhi fungsi
otak sehingga anak tidak mampu berkomuniaksi dan berinteraksi dengan dunia luar
secara aktif. Untuk itu komunikasi dan hubungan sosial sangat penting dibangun sejak
kecil kepada anak penyandang autism.
Dalam aspek komunikasi anak autis mengalami permasalahan pada kemampuan
berbicara yang sangat lambat.Bahkan bicaranya sama sekali tidak berkembang serta
tidak ada usaha dari sang anak untuk dapat mengimbangi komunikasi dengan orang lain
atau kalau anak autis dapat berbicara maka bicaranya tersebut tidak dipakai untuk
berkomunikasi dengan orang lain tetapi dengan dirinya sendiri dan sering pula
menggunakan bahasa atau kata-kata yang aneh yang tidak dimengerti serta diulang-
ulang.
Keterbatasan bahasa yang dialami anak autis mendorong untuk membentuk pola
komuniaksi yang tepat untuk mampu membangun dan mengembangkan komunikasi
anak autis sebagai media utama berinteraksi dengan lingkungannya salah satunya
dengan komunikasi non verbal.
2.1 Rumusan Masalah
1. Apa itu komunikasi non verbal?
2. Apa saja bentuk komunikasi non verbal?
3. Apa itu anak berkebutuhan khusus?
4. Bagaimana cara berkomunikasi dengan anak berkebutuhan khusus?
3.1 Tujuan
1. Mengetahui komunikasi non verbal
2. Mengetahui bentuk dari kamonukasi non verbal
3. Mengetahui tentang anak berkebutuhan khusus
4. Memudahkan kita berkomunikasi dengan anak berkebutuhan khusus

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Menurut Hardjana, sebagaimana dikutip oleh Nur Irwanto, pengertian komunikasi
secara etimologis berasal dari bahasa Latin yaitu cum, sebuah kata depan yang artinya
‘dengan’ atau ‘bersama dengan’, dan kata umus, sebuah kata bilangan yang berarti
‘satu’. Dua kata tersebut membentuk kata benda communio, yang dalam bahasa inggris
disebut communion, yang mempunyai makna ‘kebersamaan, persatuan, persekutuan,
gabungan, pergaulan, atau hubungan’. Maka komunikasi memiliki makna
‘pemberitahuan, berhubungan, pembicaraan, percakapan, dan pertukaran pikiran’.
Nur Irwantoro danYusuf Suryana, mengutip pendapat Effendi, menyampaikan
bahwa secara umum komunikasi adalah proses penyampaian suatu pernyataan yang
dilakukan oleh seseorang kepada orang lain sebagai konsekuensi dari hubungan sosial.
Dalam pengertian lain, Wiryawan dan Noorhadi mendefinisikan komunikasi sebagai
proses penyampaian gagasan dari seseorang kepada orang lain. Menurut Lexicograper,
seorang ahli kamus bahasa, komunikasi adalah suatu upaya yang bertujuan memberi
sesuatu untuk mencapai kebersamaan. Bila dua orang berkomunikasi maka terjadi
pemahaman yang sama terhadap pesan yang saling dipertuturkan dan dapat mencapai
tujuan yang diinginkan oleh keduanya.
Dari beberapa definisi pengertian komunikasi di atas, dapat disimpulkan bahwa
komunikasi adalah suatu proses penciptaan persamaan pengertian, ide, pemikiran dan
sikap terhadap orang lain. Dalam proses komunikasi paling tidak terdapat beberapa
komponen yang terlibat, yaitu sumber, pesan, saluran/media, penerima, dan timbal
balik/efek. Keseluruhan komponen tersebut sama pentingnya dalam mewujudkan
proses komunikasi yang efektif. Menurut Ruben & Stewart, sebagaimana dikutip oleh
Prisca Oktafia Della, komunikasi nonverbal memiliki beberapa saluran, yaitu
paralanguage, wajah dan gerakan tubuh (kinesics), sentuhan (haptics), penampilan fisik
serta proximity (jarak) dan chronemics (waktu).
1. Paralanguage (Vokalik)
Salah satu bagian dari paralanguage adalah vocalics- pesan-pesan auditori yang
diciptakan dalam proses bicara (cara berbicara). Bagaimana nada bicara, nada suara,
keras atau lemahnya suara, kecepatan berbicara & intonasi. Sebelum anak-anak
mengembangkan kemampuan berbahasa mereka, pola nada dalam bahasa
merupakan hal familier yang mereka tangkap. Dalam terapi wicara, anak-anak autis
diajarkan mengenali kata-kata dengan menggunakan nada suara, intonasi dan
penekanan yang jelas, sehingga mereka dapat menangkap makna dari pentingnya
kata-kata yang digunakan.
2. Kinestics
Mencakup gerakan tubuh, lengan & kaki, ekspresi wajah (facial expression), dan
perilaku mata (eye behavior). Ketika kita berkomunikasi dengan orang lain,
ekspresi wajah kita akan selalu berubah tanpa melihat apakah kita sedang berbicara
atau mendengarkan. Orang-orang yang terlibat dalam tindak komunikasi sering
menggerakkan kepala dan tangannya selama interaksi berlangsung. Mata juga
merupakan saluran komunikasi nonverbal yang penting, tidak hanya selama
interaksi tetapi juga sebelum dan sesudah interaksi berakhir. Dengan memelihara
kontak mata dan tersenyum, orang-orang yang terlibat mengindikasikan bahwa

5
mereka tertarik dengan persoalan yang sedang diperbincangkan. Hal ini dirasa
penting untuk menyampaikan pesan dalam komunikasi secara benar dan
menghindari adanya perbedaan persepsi atau pandangan yang bisa berdampak pada
terjadinya miskomunikasi.
3. Haptics (sentuhan)
Haptics atau sentuhan atau kontak tubuh dikatakan oleh Emmert dan Donaghy,
seperti yang dikutip Prisca, adalah cara terbaik untuk mengomunikasikan sikap
pribadi, baik yang positif mapupun yang negatif. Frekuensi dan durasi sentuhan
dapat menjadi indikator tentang persahabatan dan rasa suka di antara orang yang
melakukannya. Contohnya, berjabat tangan, berpelukan, menyentuh lengan atas
(persahabatan), menampar, memukul, mengelus kepala, mencium tangan, dan
sebagainya. Sentuhan dalam membangun komuniaksi antar guru dan anak
penyandang autis sangat diperlukan. Hal ini dikarenakan dnegan sentuhan anak
akan merasa lebih dekat dengan guru. Setelah muncul kedekatan dan rasa nyaman
dari anak maka guru bisa mulai melakukan komuniaksi dengan anak. Komuniaksi
yang dibangun dari kedekatan hubungan melalaui sentuhan ini akan efektif dan
mampu membantu perkembangan kemampuan berbahasa anak autis.
4. Proxemics (jarak)
Proxemics adalah suatu cara bagaimana orang-orang yang terlibat dalam suatu
tindak komunikasi berusaha untuk merasakan dan menggunakan ruang (space).
Jarak dalam komunikasi dapat digunakan ketika bersama dengan orang lain, dalam
hal ini termasuk juga tempat atau lokasi posisi atara gguru dan murid berada.
Pengaturan jarak menentukan seberapa jauh atau seberapa dekat tingkat keakraban
guru dengan siswa, menunjukkan seberapa besar penghargaan, suka atau tidak suka
dan perhatian guru terhadap orang lain, selain itu juga menunjukkan simbol sosial
hubungan kemasyarakatan.
B. Aspek komunikasi non verbal
Ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, ekspresi wajah kita akan selalu
berubah tanpa melihat apakah kita sedang berbicara atau mendengarkan. Orangorang
yang terlibat dalam tindak komunikasi sering menggerakkan kepala dan tangannya
selama interaksi berlangsung. Mata juga merupakan saluran komunikasi nonverbal
yang penting, tidak hanya selama interaksi tetapi juga sebelum dan sesudah interaksi
berakhir. Dengan memelihara kontak mata dan tersenyum, orang-orang yang terlibat
mengindikasikan bahwa mereka tertarik dengan persoalan yang sedang
diperbincangkan.
Ekspresi wajah atau mimik adalah hasil dari satu atau lebih gerakan atau posisi otot
pada wajah. ekspresi wajah dapat menyampaikan keadaan emosi dari seseorang kepada
orang yang mengamatinya. Ekpsresi wajah merupakan salah satu cara penting dalam
menyampaikan pesan sosial dalam kehidupan manusia. Manusia dapat mengalami
ekpresi wajah tertentu secara sengaja, tapi umumnya ekspresi wajah dialami secara
tidak sengaja akibat perasaan atau emosi tertentu dari wajah, walaupun banyak orang
yang merasa amat ingin melakukannya. Hubungan perasaan dan ekspresi wajah juga
dapat berjalan sebaliknya, hal ini menunjukkan bahwa melakukan ekspresi wajah
tertentu dengan sengaja (misalnya tersenyum), dapat mempengaruhi atau menyebabkan
perasaan terkait benar-benar terjadi.

6
Ada 4 (empat) ekspresi wajah yang sering digunakan guru dalam merangsang
peningkatan kemampuan berbahasa anak autis, yakni:
1. Ekspresi Senang
Pada dasarnya semua anak autis mengalami kesulitan untuk fokus terhadap suatu
hal, contohnya seperti tidak mendengarkan perintah dari gurunya dan
pandangannya ke arah lain. Terkadang kelakuan anak autis bisa membuat guru
merasa kesal dan jengkel. Untuk menarik perhatian dan fokus anak autis kepada
guru maka guru menggunakan ekspresi wajah senang dan memancing anak dengan
kegiatan atau permainan yang mampu menarik perhatian anak dan menunjukkan
rasa senang antara guru dan anak.
Penyampaian komunikasi non verbal dengan ekspresi wajah senang ditujukan
untuk menghindari model penyampaikan materi yang konservatif sehingga anak
autis jenuh atau bisa tiba-tiba marah karena tidak menyukai materi yang diberikan.
Cara yang diberikan untuk mengembalikan kegembiraan anak autis adalah dengan
membiarkan apa yang dia inginkan, misalnya memberikan mainan yang mereka
mau, ataupun dengan bernyanyi atau menari. Hal ini bisa dilakukan saat guru
mendata kehadiran anak, guru melakukannya dengan menyanyikan irama lagu
“kalau kau suka hati” dengan mengganti liriknya menjadi “kalau kau suka hati
panggil mas Bagas” dan seterusnya bergantian satu persatu menyebut nama anak
didik yang dijawab oleh anak didik dengan menyebut nama teman mereka yang
disebutkan. Semua dilakukan dengan senantiasa menjaga ekspresi wajah senang
guru untuk menarik perhatian anak, terutama anak penyandang autis.
2. Ekspresi Marah
Dalam mengekspresikan rasa marah guru menunjukkan hal tersebut karena
adanya hal-hal yang tidak dihormati, disaat guru memberikan arahan bahwa tidak
boleh meludah tetapi anak tetap melakukannya. Sehingga gurukomnikasi non
verbal menunjukkan ekspresi marah dengan mimik wajah akan mengamuk,
menaikkan alis, dahi berkerut dan mata melebar. Komunikasi wajah adalah
komunikasi yang kuat dan selain ekspresi senang, ekspresi marah pun sangat mudah
di ketahui. Ekspresi wajah marah yang diciptakan guru ini semata hanya untuk
menjaga kondusifitas proses kegiatan di kelas.
Bukan berarti melampiaskan emosi kemarahan kepada anak, namun hanya
sekedar ekspresi yang diharapkan difahami anak bahwa yang dilakukannya salah
dan tidak disukai oleh guru. Selain guru, ekspresisaat marah anak autis jugadapat
dimengerti karena kebanyakan anak penyandang autis sangat mudah mengamuk
dan itu mengartikannya bahwa anak sedang marah.
3. Ekspresi Sedih
Ekspresi sedih sangat sering terjadi pada saat seseorang mendapatkan hal yang
tidak dia inginkan, atau hal yang mengecewakan, ekspresi sedih sangat mudah
untuk ditebak. Banyak orang yang tidak bisa menyembunyikan kesedihannya
karena raut wajah dapat berbicara. Ekpresi sedih dilakukan guru saat anak-anak
tidak menaati perintah, pada saat anak tidak mau makan dan membuang
makanannya ke lantai, mimik wajah guru tentunya akan murung dan kecewa.
Perasaan sedih dan kecewa hampir sama karena kedua subjek tersebut dapat
terjadi karena respon yang ada akan menangis. Seperti halnya ekspresi wajah
sebelumnya, ekspresi wajah sedih juga dilakukan untuk menarik perhatian dan

7
menyambung komunikasi antara guru dan anak autis. Dengan ekspresi wajah sedih,
terkesan seperti bermain drama, anak akan merasa iba dan mendekati guru seraya
bertanya ”Ibu Guru kenapa sedih?”.Dengan begitu guru sudah bisa meningkatkan
komunikasi anak autis dengan memancing perhatian dan rasa penasaran mereka
melalui ekspresi wajah sedih.
Anak autis juga dapat sangat cepat menyimpulkan sesuatu yang mana hal itu
dapat terjadi apabila guru yang biasanya dia jumpai tidak hadir, atau telah
digantikan dengan guru lain. Tidak berbeda jauh dengan manusia normal umumnya,
artinya pada saat ada hal-hal yang menimbulkan ekspresi ini terjadi maka yang ada
didalam pikiran orang tersebut adalah akan memperlihatkan mimik yang seperti
apa, misalnya hanya mengeluarkan ekspresi wajah murung atau tidak berekspresi
sama sekali (datar).
4. Ekspresi Terkejut
Ekspresi ini terjadi pada saat hal-hal yang terjadi secara tiba-tiba, pada saat
melihat ruangan belajar yang berantakan, banyak sampah berserakan dan lain
sebagainya. Ekspresi terkejut yang dilakukan guru juga dilakukan untuk menarik
perhatian siswa baik secara disengaja maupun secara spontanitas.
Sedangkan ekspresi terkejut pada anak autis akan memperlihatkan wajah yang
pucat, kaku dan menjadi tegang. Sama halnya dengan anak-anak normal saat
berekspresi terkejut, dikagetkan dengan sesuatu yang membuat wajah terlihat pucat.
Namun pada anak normal tidak mempengaruhi pada seluruh anggota tubuh, yang
terjadi hanya perasaan kaget yang menyebabkan kontak mata menjadi lebar karena
secara spontan dikagetkan tetapi jiwa sadar pada anak normal setelah terkejut akan
membuat mereka memandang bahwa kenyataan dari hal tersebut sebagai hal yang
biasa.
5. Komunikasi Non Verbal Gerakan Tubuh (Kinestic)
Merupakan proses pertukaran pikiran, gagasan atau pesan yang disampaikan
melalui isyarat, pandangan mata, sentuhan, artifak (lambang yang digunakan).
Selama proses penelitian, peneliti mengamati gerakan tubuh guru yang digunaan
sebagai bentuk komunikasi kepada anak autis sebagai berikut:
a. Berkacak Pinggang
Gerakan tubuh ini akan terjadi pada seseorang yang mengindikasikan bahwa
tidak menyetujui hal telah terjadi. Bisa terjadi pada saat marah dan terkejut.
Posisi tangan berada dipinggang menunjukkan bahwa akan melakukan hal
tegas. Guru pada saat marah akan memberikan gerakan tubuh ini, menunjukkan
bahwa dia marah dan berharap anak-anak dapat mengerti.
Ketika berada di sekolah guru dapat melakukan hal ini saat anak melakukan
beberapa kesalahan. Misalkan saat anak berlarian hingga naik ke atas meja, guru
menegurnya dengan sedikit mengangkat dana suara lebih tinggi sembari
meletakkan tangan di pinggangnya (berkacak pinggang). Gerakan ini sangat
mendukung sebagai penegasan bahwa guru sedang menyampaikan hal yang
serius dan perlu diperhatikan. Dan saat anak melihatnya dari jauh juga bisa
merespon bahwa guru sedang menegur atau menunjukkan gerakan yang tidak
suka terhadap perilaku yang dilakukan oleh anak. Sehingga anak faham maksud
guru berkaca pinggang dan anak bisa kembali pada tempatnya dengan tertib.

8
Begitu juga yang dilakukan anak-anak pada saat tidak mau makan, mereka
akan melipat tangannya atau mengacak pinggang seolah-olah memperlihatkan
kekesalannya. Hal ini terjadi juga pada anak normal, bahkan orang dewasa pun
sering melakukan gerakan tubuh ini.
b. Menggelengkan dan Menganggukkan Kepala Menggelengkan kepala
sering terjadi secara spontan. Ada gelengan kepala yang berarti “Ya”, ada
pula yang berarti “Tidak”, bahkan ada yang berarti “Mungkin”, semua
tergantung cara menggelengkannya.
Gerakan menggelengkan kepala yang dilakukan guru kepada anak autis di
sekolah sebagai tanda bahwa apa yang dilakukan anak-anak tidak disukai atau
tidak dikehendaki oleh guru. Misalnya saat Ibra di kelas berperilaku tak
terkendali dan menarik pakaian temannya, guru menegurnya dengan berkata,
“tidak boleh seperti itu mas!” sambil tangannya digerakkan dan menggelengkan
kepala untuk lebih menekankan larangannya kepada Ibra.
c. Memberikan Jempol
Gerakan tubuh ini sering terjadi pada seseorang yang menyetujui suatu
kesepakatan, atau melakukan hal-hal yang sangat baik. Terjadi pada saat guru
memberikan pujian jika anak berkelakuan baik.
Gerakan ini sering dilakukan guru ketika sedang memberi intruksi kapada
anak di kelasnya tak terkecuali anak penyandang autis untuk membuang sampah
yang berserakan di kelas. Anak penyandang autis pun didekati guru seraya
mengucapkan, “wah pinter sekali ........” dengan tangan guru mengacungkan
jempol, tanda guru mengapresiasi dan membenarkan hal yang telah dilakukan.
Dan terlihat anak autis tersebut juga merespon balik dengan tersenyum senang.
Hal ini memperlihatkan bahwa komunikasi gerkan tubuh yang hanya sekedar
mengacungkan jempol dari guru bisa difahami dan direspon baik oleh anak-
anak penyandang autis.
d. Menunjuk
Menunjuk merupakan hal yang sangat sering terjadi pada komunikasi non
verbal, mengacungkan jari telunjuk ke arah yang diinginkan, memberi tahu
dengan sesuatu yang di arahkan ke tempat yang dimaksud, menentukan siapa-
siapa yang diberi tugas, dipilih, diangkat.
e. Kontak mata
Mata juga merupakan komunikasi non verbal dengan kontak mata orang
orang yang terlibat mengindikasikan bahwa mereka tertarik dengan persoalan
yang sedang dibicarakan. Jika guru berkomunikasi dengan anak autis sangat
jarang sekali terjadinya kontak mata, hal yang dilakukan adalah memanggil
namanya, pada saat terapi dimulai jika anak tidak menatap guru, tentu nya guru
akan mengarahkan anak untuk menatapnya dengan cara dipegang kepalanya
sampai anak menatap guru dan bisa menjawab pertanyaan / perintah.
6. Komunikasi Non Verbal Sentuhan (Haptics)
Bahasa tubuh dapat dipercayai sangat penting dalam melancarkan proses
komunikasi. Dengan mengetahui arti dari bahasa tubuh maka dapat melihat
perasaan seseorang yang sebenarnya. Salah satu aspek komunikasi bahasa tubuh
adalah sentuhan. Berikut peneliti jabarkan hasil penelitian peningkatan komunikasi
anak autis melalui bahasa tubuh sentuhan (haptics).

9
a. Jabat Tangan
Berjabat tangan dengan anak autis dilakukan guru dengan maksud untuk
menunjukkan rasa perhatian juga melatih murid untk menjalin hubungan yang
lebih baik dengan guru. Jabat tangan yang dibiasakan sebelum dan sesudah
pelajaran akan memberi efek kedekatan tersendiri antara guru dan murid.
Dua orang yang saling berjabat tangan bisa menunjukkan kesetaraan tingkat
atau kedekatan ikatan hubungan. Jabat tangan dapat dianalisadari kualitas
sentuhannya. Dengan memperhatikan cara seseorang berjabat tangan sedikit
banyak kita bisa mengetahui sifat dan maksud orang itu.
Jabat tangan yang dibiasakan antara guru dan murid saat mulai masuk kelas
dimaksudkan untuk menyambut dan menyemangati murid agar belajar dengan
baik dan dimaksudkan juga untuk membangun hubungan komunikasi yang
baik. Sedangkan jabat tangan yang dibiasakan guru setelah selesai pembelajaran
dan menjelang waktu pulang dimaksudkan memberi ungkapan selamat telah
melaksanakan pembelajaran dengan baik, ungkapan perpisahan dengan harapan
selamat diperjalanan sampai di rumah.
Berjabat tangan juga merupakan komunikasi non verbal kepada murid untuk
mengajarkan rasa horbat kepada guru atau orang yang lebih tua dengan cara
berjabat tangan dan mencium tangan. Sedangkan jabat tangan antar sesama
murid dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa saling menyayangi.
b. Sentuhan kasih sayang (berpelukan, memberikan ciuman, usapan di kepala,
usapan di pipi dan usapan di punggung)
Ketika berada di kelas seorang guru diharapkan untuk selalu melakukan
komunikasi non verbal dengan selalu melakukan kontak tubuh pada anak-anak
autis. Setiap hari anak-anak diajarkan untuk berjabat tangan dan mencium
tangan guru, sembari guru mengelus kepala anak sambil bertanya “apa kabar”.
Begitu pula jika anak bisa menuruti perintah, guru akan memberikan pujian
sambil memeluk atau mengelus punggung / kepala anak.
Jika anak tidak merespon pada saat dipanggil, tentunya anak akan merespon
pada saat disentuh. Disitu menandakan bahwa sentuhan sangat penting sekali
untuk menjalin komunikasi. Sentuhan merupakan hal yang sehat dan
menenangkan. Semua orang membutuhkannya. Sentuhan merangsang perasaan
dan menumbuhkan tanggapan. Satu bentuk perhatian yang dilandasi rasa cinta
kasih dan peduli yang bertujuan untuk meningkatkan jalinan rasa kasih antara
guru dan murid.
c. Komunikasi Non Verbal Jarak (Proximity)
Jarak kedekatan antara guru dan anak, ataupun sebaliknya sangatlah penting
dalam proses komunikasi, berinteraksi dan proses belajar mengajar.
Dikarenakan proses belajar 1 anak dengan 1 guru perlu didasari dengan
kedekatan. Sang guru harus mengamati terlebih dahulu bagaimana karakter
anak, guru harus mengenal sifat anak lebih dalam setiap harinya agar anak
merasa nyaman dengan guru.
Tetapi seberapa lama waktu yang diperlukan sangatlah tidak tentu, tidak bisa
diprediksikan berapa hari anak akan akrab dengan guru, karena semua anak

10
tidak memiliki karakter yang sama, ada yang cepat ingin bergaul, ada pula yang
acuh dengan guru.
d. Kedekatan jarak (proximity)
Tidak hanya meliputi jarak antara orang-orang yang terlibat dalam
percakapan, tetapi juga orientasi fisik mereka. Penting untuk disadari bahwa
orang-orang dari budaya yang berbeda mempunyai cara-cara yang berbeda pula
dalam menjaga jarak ketika bergaul dengan sesamanya. Bila kita berbicara
dengan orang berbeda budaya, kita harus dapat memperkirakan pelanggaran-
pelanggaran apa yang bakal terjadi, menghindari pelanggaran - pelanggaran
tersebut, dan meneruskan interaksi kita tanpa memperlihatkan reaksi
permusuhan.
Kita mungkin mengalami perasaan-perasaan yang sulit kita kontrol; kita
mungkin menyangka bahwa orang lain tidak tahu adat, agresif, dan perasaan
negatif lainnya ketika orang itu berada pada jarak yang dekat dengan kita,
padahal sebenarnya tindakannya itu merupakan perwujudan hasil belajarnya
tentang bagaimana menggunakan ruang dan kedekatan jarak yang tentu saja
dipengaruhi oleh budayanya. Kedekatan yang terjalin harmonis, baik itu
individu ataupun sosial selalu terciptakan dikalangan manapun dengan adanya
kedekatan jarak (proximity).
Kedekatan seorang guru dengan anak-anak autis haruslah cukup harmonis.
Hal ini bisa terlihat saat seorang anak autis yang masih belum bisa mengontrol
dirinya, bahkan masih memakai pempers, mengompol di kelas, guru pun tanpa
sungkan dan jijik membersihkan dan mengganti pempers anak tersebut.
Kedekatan guru dan anak ini mendorong dan merangsang komunikasi dari anak
dengan reaksi anak yang cenderung lebih suka dan dekat dengan Ibu guru yang
membantunya saat ada kesulitan.
C. Cara berkomunikasi dengan anak berkebutuhan kusus
Bagi orang awam, berinteraksi dengan anak berkebutuhan khusus merupakan hal
yang tidak mudah. Apalagi bagi orang awam yang tidak terbisa dengan itu semua,
mereka akan canggung saat berkomunikasi dengan anak berkebutuhan khusus.
Untuk itu penting itu kita sebagai orang tua, teman-temanya, dan juga orang
ingkungannya untuk mengetahui bagaiman cara berkomunikasi dengan anak
berkebutuhan khusus. Supaya anak berkebutuhan khusus juga dapat menjani hidupnya
seperti layaknya orang normal lainnya. Berikut cara berkomunikasi dan berinteraksi
kepada anak-anak berkebutuhan khusus.
1. Menyebutkan nama mereka ketika berkomunikasi
Anak kebutuhan khusus biasanya akan memanggil orang lain dengan nama
lengkap. Itu karena anak kebutuhan khusus membutuhkan hal-hal yang bersifat
lengkap begitupun nama. Untuk itu jika kita mau memanggilnya jangan hanya “hai
kamu” atau “kamu” saja, tapi panggil lah mereka dengan menyebutkan namanya.
Dengan begitu mereka akan menangkap panggilan tersebut dan interaksi pun terasa
tidak canggung.
2. Membahas topik spesifik dan jelas
Kebiasaan banyak orang terutama perempuan jika mengobrol dengan temannya
akan membahas sesuatu tanpa adanya arus yang jelas. Namun, hal tersebut tidak
berlaku kepada anak berkebutuhan khusus. Karena mereka lebih membutuhkan

11
segala sesuatu yang jelas dan spesifik. Contonya, jika sedang membicarakan sebuah
film, maka fokuslah pada alaur ceritanya atau genre filmya, jangan sampai kalian
keluar dari pembahasan tersebut. Hal itu yang membuat mereka bigung dan
interaksi pun berakhir.
3. Kontak mata secukupnya
Hal yang paling penting saat berkomunikasi kapada orang lain ialah kontak mata.
Maka hal tersebut sebaiknya jangan dilakukan kepada anak berkebutuhan khusus.
Mereka akan berpikir bahwa lawan bicaranya ini seperti menintimidasikannya dan
mereka juga merasa tidak nyaman karena dilihati terus selama berbicara.
Akibatanya mereka akan sering menunduk dan juga tidak mau berbicara lagi.
Sama hal dengan terlalu memberikan kontak mata, terlalu memberikan kebisingan
dan sentuhan kepada anak kebutuhan khusus merupakan hal yang mereka tidak
sukai. Mereka lebih menyukai suasana yang tenang. Karena ketika kita menyentuh
mereka ketika berkomunikasi, mereka akan merasa ketakutan saat disentuh apalagi
pada orang yang tidak dikenalnya.
4. Sabar menunggu jawaban.
Ketika kita memberikan mereka pertanyaan, lalu mereka lama meresponnya maka
bersabarlah hingga mereka meresponnya. dan ingat disaat memberikan pertanyaan
dan belum di respon maka jangan langsung memberikan pertanyaan lagi atau
mengganti topik tapi bersabar dan tunggulah mereka menjawabnya. Baru setelah
mereka menjawab kita boleh mengasih pertanyaan lainnya.
D. Perkembangan Bahasa dan komunikasi anak berkebutuhan khusus
Menurut Jenny Thomson, Anak autis sangat berbeda dengan anak lain dalam hal
berbahasadan berkomunikasi karena mengalami kesulitan memproses dan memahami
bahasa. Sebagian dari mereka mungkin mampu memproses bahasa dan memahami
artinya, tetapi hanya dapat menginterpretasi bahasa secara harfiah. Contoh, saat
Thomson dalam penelitiannya memberikan pelajaran memasak kepada anak autis, ia
meminta anak autis untuk menuangkan air panas ke atas bubuk saos. Namun yang
terjadi anak autis itu menuangkan air ke atas bungkus bubuk saos dan ke lantai. Dari
sini terlihat bahwa anak autis akan mengalami kebingungan dalam menginterpetasi
kata.
Beberapa karakter perkembangan bahasa anak autis pada bidang komunikasi adalah
anak cenderung jarang berbicara, percakapan terbatas, perkembangan kemampuan
berbicara lebih lambat dibanding anak-anak sebayanya, tidak bisa memberikan respons
secara spontan, tidak bisa masuk ke dalam situasi sosial, tidak memiliki keinginan
untuk berkomunikasi.
Oleh karena itu perlu adanya terapi pada anak penyandang autis. Terapi yang
diberikansifatnya menyeluruh atau komprehensif. Mulai dari aspek fisik hingga psikis
mendapat porsi terapi masing-masing dalam rangka meningkatkan perkembangannya.
Hal ini dikarenakan penyebab autis yang begitu kompleks. Adapun terapi yang biasa
dilakukan untuk anak autis, menurut Esthy Wikasanti, adalah Applied Behavioral
Analysis (ABA), terapi wicara, terapi okupasi dan fisik, terapi sosial, terapi bermain,
terapi perilaku, terapi perkembangan, terapi visual, dan terapi biomedik.
1. Terapi wicara atau terapi bicara
Terapi ini digunakan untuk membantu anak penyandang autis yang mengalami
kesulitan dalam berbicara dan berbahasa. Sebab hampir semua anak autis

12
mengalami gangguan berbahasa dan berbicara. Dalam terapi wicara ini hal yang
dilakukan adalah menempatkan komunikasi atau pembicaraan yang sesuai konteks.
Komunikasi bisa menggunakan benda-benda sebagai referensi untuk membantu
murid, contohnya cangkir untuk menunjukkan minum, alas piring untuk menandai
waktu makan, atau mantel untuk menandai waktu bermain. Ketika anak mulai
merespons benda benda sebagai suatu bentuk komunikasi, kemudian setiap benda
dilengkapi dengan gambar agar bisa dimengerti sebagai sebuah simbol untuk
melambangkan hal yang dimaksud. Satu strategi menurut Francine Brower yang
telah berhasil digunakan untuk membangun komunikasi dua arah dengan anak-anak
autis adalah Sistem Komunikasi Pertukaran Gambar. Tips-tips dan saran untuk
pendekatan ini adalah berupa mengganti kata-kata atau kalimat yang akan kita
sampaikan melalui gambar.
2. Terapi Bermain
Terapi bermain merupakan salah satu terapi yang juga memungkinkan melatih
perkembangan wicara/bahasa, dan interaksi sosial anak autis. Dengan mengikuti
terapi bermain penyandang autis dapat meminimalisir perilaku agresifnya, perilaku
menyakiti diri sendiri dan menghilangkan stereotip yang tidak bermanfaat.gerakan
terapi bermain yang sederhana seperti tepuk tangan, merentangkan kedau tangan,
menyusun balok, bermain palu dan pasak, serta bermain alat yang lain.
Melalui permainan anak-anak akan mendapatkan ilmu atau pelajaran dengan cara
yang paling efektif. Permainan adalah hal yang penting baginya untuk
meningkatkan kemampuan bahasa dan kemampuan berinteraksi dengan
lingkungannya.
3. Terapi komunikasi sesuai konteks
Komunikasi merupakan perpaduan dari gerakan tubuh, bahasa tubuh, ekspresi
wajah, intonasi dan konteks atau kondisi yang berlaku pada saat itu. Murid autis
mengalami kesultan besar dalam berkomunikasi. Oleh karena itu, perlu dibuatkan
komunikasi yang yang nyaman sebagai bentuk pembuka pemahaman dan
mengurangi rasa frustasi.
Komunikasi sesuai konteks memiliki maksud bawha saat melaukan interaksi dan
komunikasi guru harus menyampaikan sesuai apa yang dibutuhkan oleh anak autis
dan dirancang dengan komunikasi yang sederhana yang mudah difahami anak autis.
Alat bantu bisa digunakan dalam hal ini yaitu menggunakan alat peraga berupa
benda, maupun gambar dan bisa ditingkatkan kembali dengan mengganti simbol-
simbol tertentu untuk mewakili kata sederhana.
4. Memperbaiki percakpan
Sering kali anak autis mengalami kendala dalam komunikasi. Diantaranya ia
enggan atau tidak percaya diri untuk berbicara. Terkadang bahasa yang
diucapkannya terkesan dipaksakan dan hasilnya suara yang dikeluarkan tidak
terdengar atau sulit difahami oleh orang lain. Karena upaya anak autis untuk
menjadi pembicara pertama (komunikan) tidak berhasil, menjadikannya semakin
enggan untuk berbicara dan semakin memperburuk perkembangan kemampuan
berbahasanya.
Ketika situasi ini terjadi, jelaskan bahwa anak perlu mengulang dan
memperbaiki kembali ucapannya dan dijealskan bahwa guru ingin mendengar
kembali apa yang diucapkannya. Hal ini dilakukan untuk membangun kembali

13
kepercayaannya dalam berkomunikasi. Dan sekaligus menunjukkan bahwa
komunikasi yang dibangunnya membuahkan hasil.
5. Berbicara apa adanya
Pada terapi ini dimaksudkan bahwa guru tidak harus menanggapi komentar
komentar murid autis secara serius. Terkadang guru mengharap aturan sosial yang
tidak tertulis berjalan dan dapat dimengerti anak, guru berharap murid
menghormatinya di kelas. Hal ini perlu dijelaskan secara apa adanya, dan murid
akan meamhaminya jika kita menjelaskannya sejak awal secara bertahap.

6. Membangun dialog
Cara yang dapat digunakan untuk membangun dialog dengan anak autis adalah
sebagai berikut:
a. Menjadwal waktu tertentu yang jauh dari kebisingan kelas akan dapat fokus
pada interaksi dalam percakapan.
b. Memberi aturan spesifik yang berhubungan dengan dialog. Menjelaskan
bahwa kedua belah pihak saling bergiliran dalam berbicara. Lakukan kontak
mata, erakan tubuh dan sentuhan untuk menarik perhatian anak autis.
c. Melakukan permainan peran yang melibatklan percakapan.
d. Mendorong anak autis yang enggan berkomunnikasi untuk membuat
kalimat kalimat yang panjang dan mencontohkan jawaban pertanyaan dalam
komunikasi yang lebih lengkap.
e. Menggunakan percakapan secara tertulis. Dilakuklan dengan guru membuat
pertanyaan secara tertulis dan murid menjawab dengan tertulis pula.
f. Kerika ada masalah dalam percakapan, perlu disediakan waktu untuk
menunjukkan cara memperbaikinya kepada murid autis.
7. Mengajak anak senam fantasi
Terapi ini lebih ditujukan untuk membangun keselarasan gerak tubuhnya. Selain
itu digunakan juga untuk mengurangi ketegangan-ketegangan otot pada anak.
Setelah anak melakukan senam fantasi, misalkan “senam burung elang”, “senan
ular” dan lain sebagainya, anak akan merasa rileks dan nyaman. Sehingga saat
kondisi seperti ini guru akan lebih mudah untuk mengajak komunikasi dan mencoba
meningkatkan perkembangan kemapuan bahasa anak.
8. Konsistensi dalam mendidik anak autis
Hal ini merupakan keharusan untuk mengatasi dan memberikan terapi
perkembangan kemampuan berbahasa anak austis. Guru perlu menjaga kesabaran,
menyampaikan apa yang telah disepakati bersama secara terus-menerus, dan
memperingatkan anak bila ada perubahan. Berusaha untuk terus menjalin
komunikasi yang jelas dengan murid dan menjaga untuk mengembangkan serta
mempertahankan kualitas komunikasi yang baik dengan murid sepanjang hari.

14
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Komunikasi Nonverbal merupakan proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak
menggunakan kata-kata Dengan menggunakan komunikasi non verbal kita dapat
melengkapi dan menekankan komunikasi verbal kepada anak autis. Komunikasi adalah
suatu proses penciptaan persamaan pengertian, ide, pemikiran dan sikap terhadap orang
lain. Dalam proses komunikasi paling tidak terdapat beberapa komponen yang terlibat,
yaitu sumber, pesan, saluran/media, penerima, dan timbal balik/efek. Keseluruhan
komponen tersebut sama pentingnya dalam mewujudkan proses komunikasi yang
efektif. Untuk meningkatkan kemampuan berbahasa anak autis guru bisa menggunakan
komunikasi non verbal. Bentuk-bentuk komunikasi non verbal yang bisa digunakan
guru adalah ekspresi wajah, gerakan tubuh dan tangan, sentuhan, dan kedekatan jarak.
2. Saran
Pada dasarnya yang dilakukan oleh para terapis bertujuan agar mendidik sekaligus
melatih anak-anak untuk bisa berkomunikasi dengan lancar melalui komunikasi
nonverbal, jelas ini merupakan suatu kendala, apalagi para terapis tidak dibekali dengan
keilmuan yang diperlukan untuk menunjang proses tersebut. Sebaiknya para terapis
harus dibekali dengan ilmu yang cukup untuk menunjang proses yang dilakukan kepada
anak-anak tersebut dan seharusnya untuk menjadi guru di sekolah tersebut harus
memiliki skill atau latar belakang yang sesuai. Tenaga kependidikan untuk anak autistic
ini idealnya dari disiplin ilmu yang sesuai seperti PGTK, PGSD dan sarjana PLB atau
Sarjana Psikolog.

15
DAFTAR PUSTAKA
Geniofam, Mengasuh & Mensukseskan Anak Berkebutuhan Khusus. Jogjakarta: Gerai Ilmu,
2010.
Hadis, A. 2005. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus-Autistik. Bandung: Alfabeta.
Kosasih, E. 2012. Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Yrama
Widya.
Cara Berkomunikasi Dengan Anak Berkebutuhan Khusus - Blog Bantu Anak

16

Anda mungkin juga menyukai