Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KOMUNIKASI

Dosen Pembimbing :

Disusun Oleh :

Widia Aswina
Aslindaputri
Raditya
Alvina
Suryani
Rizky Ramadhan

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MALAHAYATI
MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

puji syukur kami panjatkan kehadirat allah swt yang telah ,melimpahkan
rahmat serta hidayanya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah komunikasi dengan judul
“komunikasi efektif kepada pasien kebutuhan khusus:tuna rungu,autisme,dan tuna
grita ” dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk, maupun pedoman bagi
pembaca untuk memperdalami ilmu komunikasi pada pasien yang berkebutuhan
khusus.
kami berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. kami
sadar bahwa masih banyak kekurangan terhadap makalah ini. oleh kerena itu,
kami meminta kepada para pembaca untuk memberikan masukan bermanfaat
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini agar dapat diperbaiki
bentuk maupun isi makalah sehingga kedepannya dapat menjadi lebih baik.

Medan 29 November 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.2. Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
2.1 Tuna Rungu .............................................................................................. 3
2.1.1 Cara berkumunikasi dengan Tuna rungu .............................................. 4
2.2 Autisme .................................................................................................... 6
2.2.1 Kategori Autisme .................................................................................. 6
2.2.2 Cara berkomunikasi dan melatih pasien autism. .................................. 7
2.3 Tuna grahita (keterbelakangan Mental).................................................... 8
2.3.1 Klasifikasi Anak Tunagrahita ............................................................... 9
2.3.2 Cara berkomunikasi dengan anak penderita tunagrahita .................... 11
Bab iii .................................................................................................................... 12
penutup .................................................................................................................. 12
3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 12
3.2 Saran ....................................................................................................... 12
Daftar pustaka ....................................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,


bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Urgensi
komunikasi bersifat menyeluruh melingkupi kebutuhan semua individu yang
dapat teridentifikasi dari beragam cara mereka dalam melakukan interaksi. Dalam
dinamika kehidupan manusia maupun organisme yang lain, eksistensi komunikasi
menjadi prasyarat mutlak untuk dapat melakukan adaptasi. Ketika kemampuan
komunikasi tidak dapat dimiliki individu maka akan menghambat dirinya untuk
survive terlebih untuk melakukan aktualisasi diri. Dalam dinamika komunikasi
antar individu, tentu keberagaman kondisi individu dapat menjadi kontribusi dari
efektif tidaknya suatu komunikasi terbangun. Syarat mutlak berjalannya
komunikasi secara efektif yang diantaranya kondisi komunikan dan komunikator
yang memenuhi kesempurnaan pada reseptornya (indera) menjadi penentu
berjalannya komunikasi yang baik. Namun yang menjadi persoalan bahwa tidak
semua individu memiliki kesempurnaan perkembangan dalam aspek fisik maupun
psikisnya. Pada anak-anak yang memiliki keterbatasan kemampuan komunikasi
yang disebabkan hambatan perkembangan psikis maupun fisik tentu
menyebabkan perbedaan gaya komunikasi bagi mereka. Dalam kehidupan di
sekitar kita, tentu tidak jarang kita menjumpai anak yang menagalami hambatan
dalam komunikasi baik yang di derita sejak lahir maupun yang terjadi di dalam
perjalanan aspek perkembangannya. Tanggapan dan opini umum berpendapat
bahwasannya komunikasi secara lisan adalah me1dia utama dan cara termudah
untuk mempelajari dan menguasai bahasa. Berkomunikasi melalui berbicara
adalah cara yang terbaik. Maka menjadi permasalahan yang sangat mendasar
ketika ternyata anak dalam perkembangannya tidak mampu melakukan kegiatan
komunikasi verbal secara normal. Kondisi tersebut menjadi sulit manakala orang
tua tidak memiliki upaya yang keras untuk mencari solusi bagaimana agar si anak
mampu menjalani hidup secara layak dengan keterbatasan kemampuan
komunikasinya.

1
Komunikasi seseorang kepada orang yang memiliki kebutuhan khusus itu
sangatlah berbeda Anak berkebutuhan khusus didefinisikan sebagai anak yang
membutuhkan pendidikan serta layanan khusus untuk mengembangkan potensi
kemanusiaan mereka secara sempurna. Penyebutan sebagai anak berkebutuhan
khusus, dikarenakan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, anak ini
membutuhkan bantuan layanan pendidikan, layanan sosial, layanan bimbingan
dan konseling, dan berbagai jenis layanan lainnya yang bersifat khusus. Dan ada
juga Komunikasi seseorang kepada orang dewasa yang juga memiliki kebutuhan
khusus.

1.1 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara berkomunikasi pada pasien tuna rungu?
2. Bagaimana cara berkomunikasi pada pasien autisme?
3. Bagaimana cara berkomunikasi pada tuna grita?

1.2. Tujuan
1. Untuk memahami komunikasi dengan pasien berkebutuhan khusus tuna
rungu.
2. Untuk memahami komunikasi dengan pasien berkebutuhan khusus
autisme.
3. Untuk memahami komunikasi dengan pasien berkebutuhan khusus tuna
grita.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tuna Rungu


Berbicara dengan pasien berkebutuhan khusus dengan pasien yang tidak
berkebutuhan khusus sangatlah jauh berbeda.Cara komunikasi penderita tuna
rungu adalah dengan menggunakan bahasa isyarat. Tidak ada bahasa isyarat yang
bersifat universal. Bahasa ini berbeda pada setiap negara bahkan daerah. Di
Indonesia, komunitas Tuli menggunakan Bahasa Isyarat Indonesia atau Bisindo
sebagai bahasa utama (bahasa ibu). Di Inggris, penderita tuna rungu menggunakan
British Sign Language (BSL), sementara American Sign Language (ASL)
digunakan di Amerika Serikat.Adanya perbedaan menyebabkan mereka yang
menggunakan BISINDO tidak dapat memahami BSL dan ASL, demikian juga
sebaliknya. BISINDO juga memiliki ragam bahasa daerah masing-masing. Bahasa
isyarat satu daerah dapat memiliki perbedaan dengan ragam bahasa daerah
lainnya. BISINDO dapat dipelajari tidak hanya oleh orang tuna rungu, melainkan
setiap orang yang ingin bisa menggunakannya, termasuk orang tanpa gangguan
pendengaran. Selain BISINDO, penderita tuna rungu juga dapat berkomunikasi
dengan melihat gerakan mulut (oral), gerakan kepala, badan, ekspresi, dan lain
sebagainya.Penderita tuna rungu yang mendapat pengajaran di sekolah khusus,
biasanya dapat mengerti pembicaraan dengan membaca gerakan bibir (oral),
menggunakan BISINDO, atau keduanya. Namun, penderita tuna rungu yang tidak
belajar BISINDO atau oral, tidak bisa memahami atau menggunakan keduanya
untuk berkomunikasi.
Tuna rungu/gangguan pendengaran dapat terjadi berupa penurunan
pendengaran hingga tuli. Bentuk tuli yang selama ini dikenal ialah tuli perspektif
dan tuli konduktif. tuli perspektif adalah tuli yang terjadi akibat kerusakan sistem
saraf, sedangkan tuli konduktif terjadi akibat kerusakan struktur panghantar
rangsang suara.
Pada klien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling
sering digunakan ialah media visual. Klien menangkap pesan bukan dari suara
yang di keluarkan orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan

3
bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat penting bagi klien ini sehingga dalam
melakukan komunikasi, upayakan supaya sikap dan gerakan anda dapat ditangkap
oleh indra visualnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum berkomunikasi dengan klien
gangguan pendengaran:
1. Periksa adanya bantuan pendengaran dan kaca mata.
2. Kurangi kebisingan.
3. Dapatkan perhatian klien sebelum memulai pembicaraan.
4. Berhadapan dengan klien dimana ia dapat melihat mulut anda.
5. Jangan mengunyah permen karet.
6. Bicara pada volume suara normal- jangan teriak .
7. Susun ulang kalimat anda jika klien salah mengerti
8. Sediakan penerjemah bahasa isyarat jika diindiksikan
Berdasarkan kemampuan telinga menangkap bunyi, gangguan pendengaran
dikelompokkan menjadi :
1. Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40db).
2. Gangguan pendengaran ringan(41-55db)
3. Gangguan pendengaran sedang(56-70db)
4. Gangguan pendengaran berat(71-90db)
5. Gangguan pendengaran ekstrim/tuli(di atas 91db)

2.1.1 Cara berkumunikasi dengan Tuna rungu


Berikut adalah tehnik-tehnik komunikasi yang dapat digunakan klien
dengan pendengaran:
1. Orientasikan kehadiran diri anda dengan cara menyentuh klien atau
memposisikan diri di depan klien.
2. Usahakan menggunakan bahasa yang sederhana dan bicaralah dengan
perlahan untuk memudahkan klien membaca gerak bibir anda.
3. Usahakan berbicara dengan posisi tepat di depan klien dan
pertahankan sikap tubuh dan mimik wajah yang lazim.

4
4. Tunggu sampai anda secara langsung di depan orang, anda memiliki
perhatian individu tersebut dan anda cukup dekat dengan orang
sebelum anda mulai berbicara.
5. Pastikan bahwa individu melihat anda pendekatan, jika kehadiran
anda mungkin membuat terkejut orang tersebut.
6. Wajah-keras mendengar orang-langsung dan berada di level yang
sama dengan dia sebisa mungkin.
7. Jangan melakukan pembicaraan ketika anda sedang mengunyah
sesuatu misalnya makanan atau permen karet.
8. Jika anda makan, mengunyah atau merokok sambil berbicara, maka
orang akan lebih sulit untuk mengerti pembicaraan anda.
9. Gunakan bahasa pantomim bila memungkinkan dengan gerakan
sederhana dan perlahan.
10. Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila anda bisa dan diperlukan.
11. Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah
sampaikan pesan dalam bentuk tulisan atau gambar (symbol).
12. Jika orang yang memakai alat bantu dengar dan masih memiliki
kesulitan mendengar, periksa untuk melihat apakah alat bantu dengar
di telinga orang. Juga periksa untuk melihat bahwa alat dihidupkan,
disesuaikan dan memiliki baterai bekerja. Jika hal-hal ini baik dan
orang yang masih memiliki kesulitan mendengar, mencari tahu kapan
dia terakhir memiliki evaluasi pendengaran.
13. Jauhkan tangan anda dari wajah anda saat berbicara.
14. Mengakui bahwa orang mendengar dan memahami kurang baik ketika
mereka lelah atau sakit.
15. Mengurangi atau menghilangkan kebisingan latar belakang sebanyak
mungkin ketika melakukan pembicaraan.
16. Bicaralah dengan cara yang normal tanpa berteriak. Melihat bahwa
lampu tidak bersinar di mata orang tuna rungu.
17. Jika seseorang telah memahami sesuatu kesulitan, menemukan cara
yang berbeda untuk mengatakan hal yang sama, bukan mengulangi
kata-kata yang sama berulang kali.

5
18. Gunakan kalimat sederhana, kalimat singkat untuk membuat
percakapan anda lebih mudah untuk dimengerti.
19. Penulis pesan jika perlu, berikan waktu yang cukup untuk
berkomunikasi dengan orang gangguan pendengaran. Berbicara
dengan terburu-buru akan membuat lawan bicara anda stress.

2.2 Autisme
Autisme adalah gangguan perkembangan otak yang memengaruhi penderita
dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Di samping itu, autisme
juga menyebabkan gangguan perilaku dan membatasi minat penderitanya. autisme
berasal dari kata ‘auto’ yang artinya sendiri. Istilah ini dipakai karena mereka
yang mengidap gejala autisme seringkali memang terlihat seperti seorang yang
hidup sendiri. Mereka seolah-olah hidup di dunianya sendiri dan terlepas dari
kontak sosial yang ada di sekitarnya. autisme mengacu pada problem dengan
interaksi sosial, komunikasi dan bermain dengan imajinatif yang mulai muncul
sejak anak berusia di bawah tiga tahun dan mereka mempunyai keterbatasan pada
level aktifitas dan interest dan hampir tujuh puluh lima persen dari anak autispun
mengalami beberapa derajat retardasi mental.
2.2.1 Kategori Autisme
Autism dikategorikan ke dalam 3 aspek yaitu :
1. Aspek sosial
• mampu tidak menjalani interaksi sosial yang memadai, seperti
kontak mata sangat kurang hidup, ekspresi muka kurang hidup,
ekspresi mata kurang hidup, dan gerak-geriknya kurang tertuju.
• tidak dapat bermain dengan teman sebaya.
2. Aspek komunikasi
• sering menggunakan bahasa yang aneh dan berulang-ulang.
• jika bicara, biasanya tidak dipakai untuk berkomunikasi.
3. Aspek perilaku
• terpaku pada satu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak
ada gunanya.
• seringkali sangat terpukau pada benda.

6
Berikan sebanyak mungkin pengalaman baru yang menstimulasi
terbentuknya sambungan synaps diotak anak. Jangan menyembunyikan di dalam
rumah atau lingkungan terbatas. Ajak anak autis untuk bersosialisasi dan
terhubung dengan banyak hal baru sebagaimana anak-anak pada umumnya di usia
perkembangan mereka.
Keterlibatan orang tua secara aktif sangat dibutuhkan dalam mendukung
perkembangan optimal pendidikan anak-anak autis. Orangtua sebaiknya secara
aktif menjalin komunikasi dengan guru dan pihak sekolah mengenai
perkembangan putra-putri mereka serta memberikan informasi yang dibutuhkan
kepada guru di sekolah yang menangani pendidikan putra-putri mereka.
Komuniksai yang terjalin dengan baik antara pihak sekolah dan orangtua
merupakan kunci terjalinnya kerjasama yang baik dalam menyusun metode
pendidikan yang paling sesuai untuk anak.
2.2.2 Cara berkomunikasi dan melatih pasien autism.
Berikut langkah-langkah yang dapat di lakukan untuk berkomunikasi
dengan pasien autism :
1. Wajah yang terarah
Dasar yang pertama dilakukan pada umunnya ketika seseorang berbicara
dengan orang lain adalah melihat wajah lawan bicaranya, karena itu anak autis
yang biasanya kesulitan melakukan kontak mata, pertama kali latihlah ia untuk
melihat wajah dari lawan bicaranya. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
melatih anak melihat wajah :
• Jangan mulai pembicaraan sebelum pasien melihat kepada anda.
• Dekatkan mainan atau benda yang sangat disukai pasien ke wajah anda
sehingga pasien mengikutinya sebelum mulai berbicara.
• Setiap kali terjadi kontak mata dengan pasien anda meskipun tidak
disengaja,usahakan untuk melakukan suatu pembicaraan.
2. Suara yang terarah
pasien autis seringkali tidak memahami makna dari bunyi yang
didengarnya, dan itu bunyi apa. Latihlah pasien untuk sadar dengan berbagai
bunyi yang ada di sekitarnya dengan beberapa aktivitas sebagai berikut :

7
• Pekalah terhadap reaksi pasien saat mendengar bunyi tertentu, langsung
tunjukan pada anak dimana sumber bunyi tersebut berasal.
• Mainkan bunyi-bunyian secara bergantian dari berbagai arah, dan
pancing pasien untuk menemukan dari arah mana sumber bunyinya.
• Biasakan pasien bercakap-cakap dengan anda di berbagai suasana, sepi
atau ramai.
• Pekalah terhadap apa yang ingin dikatakan pasien untuk mengetahui
keinginannya, contohnya gestur tangan pasien saat hendak ingin
minum.
• Berikan apresiasi positif atau inisiatif pasien bercerita, ketika pasien
menceritakan sesuatu tentang dirinya sendiri, temannya atau apapun
secara spontan, selalu sempatkan untuk memberi tanggapan dengan
bahasa indonesia yang baik dan benar yang sering dipakai dalam
percakapan sehari-hari dan beri apresiasi atas apa yang diceritakan anak
sehingga pasien termotivasi untuk berceritera kembali lain kali. Hindari
sikap mengabaikan atau komentar.
• Kembangkan komunikasi yang penuh empati.
• Berbicara benar dalam berbagai situasi
• Permainan tiba-tiba Ketika mendapat pasien anak kecil.

2.3 Tuna grahita (keterbelakangan Mental)


Istilah tunagrahita berasal dari bahasa sansekerta tuna yang artinya rugi
(kurang), dan grahita artinya berpikir. Tunagrahita mempunyai beberapa istilah, di
antaranya dikemukakan oleh Inglas, yaitu: mental retardation, mental defeciency,
mental defective, mentally handicapped, feebleminidedness, mental subnormality,
amentia and oligophredia. Di Indonesia tunagrahita disebut lemah ingatan, lemah
otak, lemah pikiran, cacat mental, terbelakang mental, dan lemah mental.
Anak tunagrahita atau anak keterbelakangan mental adalah anak yang
memiliki kondisi mental secara umum di bawah rata-rata yang timbul selama
periode perkembangan dan berkaitan dengan kelemahan perilaku penyesuaian
dirinya dengan lingkungan. Oleh karena itu, fungsi sosial anak tunagrahita tidak
berkembang dengan baik.

8
Menurut American Psychiatric Association anak tunagrahita atau disebut
dengan IDD (Intellectual Developmental Disorder) atau gangguan perkembangan
intelektual adalah anak yang mengalami gangguan pada masa periode
perkembangan yang meliputi intelektual dan keterbatasan fungsi adaptif dalam
konseptual, sosial, dan keterampilan adaptif. Oleh karena itu, anak 12 tunagrahita
untuk meniti tugas perkembangannya sangat membutuhkan layanan dan
bimbingan secara khusus.
Seseorang dikategorikan berkelainan mental subnormal atau tunagrahita,
jika memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendah (di bawah normal),
sehingga untuk melakukan tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau
layanan secara spesifik, termasuk dalam program pendidikannya. seseorang
dikatakan tunagrahita jika secara sosial tidak cakap, secara mental dibawah
normal, kecerdasan terhambat sejak lahir atau usia muda, dan kematangannya
terlambat.
Berkaitan dengan komunikasi, sebagai modal awal manusia berinteraksi
dan beradaptasi, diperlukan kemampuan untuk berbahasa. Untuk mengembangkan
kemampuan bahasa dan bicara pada seorang anak normal mungkin tidak menemui
kesulitan, karena kecerdasan yang dimiliki sebagai aspek psikologis mempunyai
kontribusi cukup besar dalam mekanisasi fungsi kognisi terhadap stimulasi verbal
maupun nonverbal, terutama yang memiliki unsur kebahasaan.
Namun, tidak demikian dengan anak tunagrahita, apa yang dapat
dilakukan oleh anak normal sulit diikuti oleh anak tunagrahita. Seringkali
stimulasi verbal maupun nonverbal dari lingkungannya sulit ditransfer dengan
baik oleh anak tunagrahita. Bahkan hal-hal yang tampaknya sederhana terkadang
tidak mampu dicerna dengan baik. Belum lagi ditambah faktor fisiologis anak
tunagrahita yang cenderung sulit berkomunikasi secara verbal. Hal inilah yang
menjadi penyebab ketergantungan tunagrahita terhadap orang lain cukup tinggi.

2.3.1 Klasifikasi Anak Tunagrahita


Tunagrahita terbagi menjadi beberapa kategori yakni:
1. Tunagrahita ringan (debil atau mild)

9
Tunagrahita ringan disebut juga moron. Kelompok ini memiliki IQ antara
68-52 menurut Binet, sedangkan menurut skala Weschler (WISC) memiliki IQ
69-55. Karakteristiknya antara lain kemampuan dalam hal bahasa, pemusatan
perhatian, dan akademiknya kurang. Perkembangannya 1/2 hingga 3/4 anak
normal seusianya. Penanganannya bisa dengan sering memberikan feedback.
Selain itu, dibantu dengan memberikan semangat, juga mengulang
perbendaharaan kata-kata hingga pengulangan tugas dari yang sederhana ke
arah yang lebih sulit. Walaupun demikian, mereka masih dapat belajar
membaca, menulis dan berhitung sederhana. Dengan bimbingan dan pendidikan
yang baik, anak tunagrahita ringan pada saatnya akan dapat memperoleh
penghasilan untuk dirinya sendiri. Pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak
mengalami gangguan fisik. Mereka secara fisik tampak seperti anak normal
pada umumnya
2. Tunagrahita sedang (imbesil atau moderate)
Kelompok ini memiliki IQ 51-36 pada skala Binet dan 54-40 menurut skala
Weschler (WISC). Anak terbelakang mental sedang bisa mencapai
perkembangan MA sampai kurang lebih 7 tahun (Somantri, 2007). Anak
kategori ini hanya bisa menghitung sampai angka 10, tidak dapat membaca, dan
kurang mampu beradaptasi sosial. Sementara perkembangannya sekitar 1/4
hingga 1/2 dari anak normal seusianya. Anak dengan kategori ini bisa diberikan
aktivitas sederhana seperti pengulangan kata-kata. Di samping itu, fokus pada
program keterampilan seperti menggunting dan mengecat.
3. Tunagrahita berat (severe) dan Tunagrahita sangat berat (profound)
Kelompok anak tunagrahita berat sering disebut idiot. Kelompok ini dapat
dibedakan lagi menjadi berat dan sangat berat. Tunagrahita berat (severe)
memiliki IQ antara 32-20 menurut skala Binet, dan antara 39-25 menurut skala
Weschler (WISC). Tunagrahita sangat berat (profound) memiliki IQ di bawah
19 menurut skala Binet dan IQ di bawah 24 menurut skala Weschler (WISC).
Kemampuan mental yang dapat dicapai kurang dari tiga tahun.
Karakteristiknya, kemampuan berbahasa yang terlambat, bersikap pasif, serta
mengalami masalah pada kemampuan motorik kasar dan halus. Penanganannya
bisa difokuskan pada perkembangan motorik kasar sebelum motorik halus, atau

10
melatihnya mengidentifikasi warna dan bentuk. Serta pendekatan multisensorik
dan konsistensi dalam satu aktivitas. Anak tunagrahita berat memerlukan
bantuan perawatan secara total dalam hal berpakaian, mandi, makan, dan lain-
lain. Bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang
hidupnya.

2.3.2 Cara berkomunikasi dengan anak penderita tunagrahita


1. Fase pra-interaksi dimana tim medis serta petugas kesehatan
mempersiapkan diri menyiapkan kondisi mental
2. Fase orientasi tim medis pasien dan petugas kesehatan mencoba lebih
dekat dengan pasien tunagrahita agar terjadinya hubungan saling percaya
dan mau menceritakan apa yang dirasakan kepada petugas kesehatan dan
tim medis
3. Fase kerja ialah fase ini petugas kesehatan sudah fokus pada
permasalahan yang diderita pasien tunagrahita sehingga petugas
kesehatan dapat memberikan arahan serta pelatihan agar mau berusaha
memperbaiki kondisinya selain itu pada fase ini tim medis memberi obat
kepada pasien tunagrahita yang sesuai dengan dosis
4. Terminasi, fase ini kesimpulan, tim medis serta petugas kesehatan
menganalisis kondisi pasien tunagrahita serta mengevaluasi agar
pertemuan berikutnya lalu ada terminasi akhir dimana proses
penyimpulan apakah pasien tunagrahita yang mengalami gangguan jiwa
dapat dipulangkan atau mengikuti proses terapi selanjutnya

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan teori yang telah di paparkan kami dapat menyimpulkan dalam
berkomunikasi dengan pasien berkebutuhan khusus yang di antaranya yaitu pasien
tuna rungu, autism, dan tuna grahita para tenaga medis di harapkan melakukan
pendekatan terlebih dahulu dengan membuat komunikasi dengan penuh empati
dengan pasien dan dibarengi dengan menggunakan gestur tangan agar pasien bisa
paham denga apa yang ingin kita sampaikan, juga para tenaga medis diharuskan
memiliki kesabaran yang lebih dalam berkomunikasi dengan pasien berkebutuhan
khusus, di khusukan lagi apabila pasien tersebut masih berusia belia.
Perhatikan juga intonasi suara saat berkomunikasi, diharuskan
menggunakan Bahasa yang lembut dan jangan terburu-buru dalam melakukan
percakapan agar pasien dapat terbuka dengan kita.

3.2 Saran
Sebelum memulai berkomunikasi dengan pasien berkebutuhan khusus
alangkah baiknya para tenaga medis mengenal terlebih dahulu calon pasiennya
dengan bertanya kepada keluarga pasien tentang apa yang pasien suka dan tidak
sukai agar proses komunikas dapat berjalan baik.

12
DAFTAR PUSTAKA

Aliyah Nur'aini Hanun. (2013). Komunikasi Antarpribadi Tunagrahita. Fakultas


Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura Pontianak.
Mansur. (2016). Hambatan Komunikasi Anak Autis. Fakultas Ushuluddin, Adab
dan Dakwah IAIN Kendari.
Joko Yuwono. (2006). Pembelajaran Komunikasi Anak Autis.
Muslih, A,H. (2018). Komunikasi Anak Tuna Rungu Dengan Bahasa Isyarat Di
Slb B Yakut Purwokerto. IAIN Ponorogo.
Raudhatul, F. (2021). Skripsi “pola komunikasi tuna Netra dan tuna rungu”.
Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah.

13

Anda mungkin juga menyukai