Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul Komunikasi Terapeutik pada Pasien
Remaja.
Mengingat terbatasnya waktu dan kemampuan yang penulis miliki, maka penulis
menyadari tugas ini masih membutuhkan kritik yang membangun. Oleh karena itu, saran dan
kritik yang sifatnya membangun, sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tugas ini.
Terselesaikannya makalah ini tidak terlepas dari bantuan Ibu Ainur Rochmah, S.Kep., Ns
selaku dosen pembimbing. Maka melalui kesempatan ini, perkenankan penulis menyampaikan
ucapan terimakasih kepada beliau.
Semoga Allah SWT melimpahkan semua bantuan dan keikhlasan beliau yang telah
membantu penulis dalam menyusun tugas makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 TujuanPenulisan
11. Mengetahui pengertian komunikasipadaremaja.
22. Mengetahui proses prinsip komunikasipadaremaja.
33. Mengetahui Komunikasi Terapeutik pada Remaja
44. Mengetahui Teknik Komunikasi padaRemaja
55. Mengetahui hambatan dalam Komunikasi pada Remaja
BAB II
PEMBAHASAN
A. Simpulan
Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan dan pesan yang
disampaikan melalui lambang-lambang tertentu, mengandung arti, dilakukan oleh penyampai
pesan ditujukan kepada penerima pesan. Tujuan komunikasi yaitu pesan yang disampaikan oleh
komunikator dapat dimengerti oleh si komunikan. Dalam melakukan komunikasi pada anak dan
remaja, perawat perlu memperhatikan berbagai aspek diantaranya adalah cara berkomunikasi
dengan anak, tehnik komunikasi, tahapan komunikasi dan faktor yang mempengaruhi komuikasi.
Seperti pada anak dan remaja dalam berkomunikasinya sedang membentuk jati dirinya,
dia akan lebih diam dengan orang yang dianggapnya tidak sama dengan dia. Masa remaja
merupakan masa-masa panjang yang dialami seorang anak. Saat remaja mereka mulai
mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun non fisik dalam kehidupan mereka.
B. Saran
Adapun saran yang ingin penulis sampaikan dengan penulisan makalah ini yaitu :
1. Mahasiswa mampu berkomunikasi dengan remaja lebih efektif karena telah mengetahui
bagaimana prinsip dan strategi berkomunikasi dengan remaja, serta mengetahui hambatan yang
akan ditemui pada saat akan berkomunikasi dengan remaja
2. Mahasiswa mampu menerapkan tehnik-tehnik komunikasi, cara berkomunikasi, tahapan
komunikasi serta faktor yang menghambat komunikasi pada anak dan remaja.
3. Mahasiswa dapat menjelaskan komunikasi pada remaja.
DAFTAR PUSTAKA
Disusun oleh :
Khoirotun Niswah
NIM : 12020020
PENDAHULUAN
1.4 Manfaat
Agar mengetahui bagaimana pentingnya mengetahui tehnik komunikasi pada orang
dewasa .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4.1. Kesimpulan
Dari uraian dan role play diatas maka dapat dipahami bahwa Terapeutik merupakan kata
sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan atau segala sesuatu yang memfasilitasi
proses penyembuhan.
Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi profesional perawat yang direncanakan dan
dilakukan untuk membantu penyembuhan atau pemulihan pasien. Dengan memiliki keterampilan
berkomunikasi terapeutik pada orang dewasa perawat akan lebih mudah menjalin hubungan
saling percaya dengan klien, sehingga akan lebih efektif mencapai tujuan asuhan keperawatan
yang telah diterapkan, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan akan
meningkatkan profesi.
Disamping itu, salah satu tujuan komunikasi terapeutik dewasa adalah membantu pasien untuk
memperjelas dan mengurangi beban perasaan atau pikirannya serta dapat mengambil tindakan
untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal-hal yang diperlukan. penerapan
komunikasi pada dewasa.
4.2. Saran
1. Berdasarkan kesimpulan diatas maka kami selaku penulis berpesan kepada tenaga kesehatan
khususnya perawat, ketika berkomunikasi pada pasien dewasa hendaknya perawat memiliki
sikap atetif (memperdulikan, sabar, mendengarkan dan memperhatikan tanda-tanda non verbal,
mempertahankan kontak mata)
2. Selain itu perawat juga harus bersikap merespon, serta memberi dukungan dan dapat
menimbulkan sikap saling percaya. Sehingga memudahkan bagi perawat untuk melakukan
asuhan keperawatan kepada pasien dewasa dengan mengetahui permasalahannya dengan jelas. 3.
Kepada instansi keperawatan hendaknya dapat membimbing dan memfasilitasi mahasiswanya
agar menjadi perawat yang profesional dalam berkomunikasi guna memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien dewasa.
DAFTAR PUSTAKA
Damaiyanti, Mukhripah. (2008). Komunikasi Terapeutik Dalam Praktek Keperawatan. Refika
ADITAMA. Bandung.. Potter, Patricia A. (1997). Fundamental Keperawatan. EGC buku
Kedokteran. Jakarta. Purwanto, Heri. (1999). Pengantar Perilaku Manusia. EGC Buku
Kedokteran. Jakarta.
KOMUNIKASI PADA KLIEN LANSIA
Karakteristik Lansia
Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia ( WHO ) mengelompokkan usia lanjut menjadi
4 macam, meliputi :
- usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45-59 tahun.
- usia lanjut (elderly), kelompok usia antara 60-70 tahun.
- usia lanjut usia (old), kelompok usia antara 75-90 tahun
- usia tua (very old), kelompok usia diatas 90 tahun
Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan usia namun perubahan-perubahan
akibat dari usia tersebut telah dapat di identifikasi, misalnya perubahan pada aspek fisik berupa
perubahan neurologis dan sensorik, perubahan visual, perubahan pendengaran. Perubahan-
perubahan tersebut dapat menghambat proses penerimaan dan interpretasi terhadap maksud
komunikasi. Perubahan ini juga menyebabkan klien lansia mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi. Belum lagi perubahan kognitif yang berpengaruh pada tingkat intelegensia,
kemampuan belajar, daya memori dan motivasi klien.
Perubahan emosi yang sering nampak adalah berupa reaksi penolakan terhadap kondisi yang
terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya :
- tidak percaya terhadap diagnosa, gejala, perkembangan serta keterangan yang diberikan
petugas kesehatan
- mengubah keterangan yang diberikan sedemikian rupa, sehingga diterima keliru
- menolak membicarakan perawatannya di rumah sakit
- menolak ikut serta dalam perawatan dirinya secara umum, khususnya tindakan yang langsung
mengikutsertakan dirinya.
- menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur, terutama bila nasehat
tersebut demi kenyamanan klien.
Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya abstrak dan mengarah pada perubahan perilaku, maka umumnya
membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk melaksanakan pendekatan ini, perawat berperan
sebagai konselor, advokat, suporter, interpreter terhadap segala sesuatu yang asing atau sebagai
penampung masalah-masalah rahsia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi klien.
Pendekatan sosial
Pendekatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan keterampilan berinteraksi dengan lingkungan.
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, bercerita, bermain, atau mengadakan kegiatan-kegiatan
kelompok merupakan implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan
sesama lansia maupun dengan petugas kesehatan.
Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya dengan Tuhan atau agama
yang dianutnya terutama bagi klien dalam keadaan sakit atau mendekati kematian. Pendekatan
spiritual ini cukup efektif terutapa bagi klien yang mempunyai kesadaran yang tinggi dan latar
belakang keagamaan yang baik.
1. Tehnik Asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan bicara dengan menunjukkan
sikap peduli, sabar mendengarkan dan memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud
komunikasi atau pembicaraan dapat dimengerti. Asertif merupakan pelaksanaan etika
berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk menjaga hubungan
yang terapeutik dengan klien lansia.
2. Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien merupakan bentuk
perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat mengetahui adanya perubahan sikap atau
kebiasaan klien sekecil apapun hendaknya segera menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan
tersebut, misalnya dengan mengajukan pertanyaan, "Apa yang sedang Bapak/Ibu pikirkan saat
ini ? Apa yang bisa saya bantu ?". Berespon berarti bersikap aktif, tidak menunggu bantuan dari
klien. Sikap aktif dari petugas kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi klien.
3. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap materi komunikasi yang
diinginkan. Ketika klien mengungkapkan pernyataan-pernyataan diluar materi yang diinginkan,
maka perawat hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu diperhatikan
karena umumnya klien lansia senang menceritakan yang mungkin tidak relevan untuk
kepentingan petugas kesehatan
4. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia baik pada aspek fisik maupun psikis secara bertahap
menyebabkan emosi klien relatif menjadi labil. Perubahan ini perlu disikapi dengan menjaga
kestabilan emosi klien lansia, misalnya dengan mengiyakan, senyum dan menganggung kepala
ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat dan menghargai sesama lansia
berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak
merasa menjadi beban bagi keluarganya, dengan demikian diharapkan klien termotivasi untuk
mandiri dan berkarya sesuai kemampuannya. Selama memberi dukungan baik secara moril
maupun materil, petugas kesehatan jangan sampai terkesan menggurui atau mengajari klien
karena ini dapat merendahkan kepercayaan klien kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya.
Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi, meningkatkan kepercayaan diri klien tanpa
terkesan menggurui atau mengajari misalnya : "Saya yakin Bapak/Ibu lebih berpengalaman dari
saya, untuk itu kami yakin Bapak/Ibu mampu melaksanakan....dan bila diperlukan kami siap
membantu".
5. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi dengan lansia, sering proses komunikasi tidak
berlangsung dengan lancar. Klarifikasi dengan cara mengajukan pertanyaan ulang dan memberi
penjelasan lebih dari satu kali perlu dilakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat
diterima dan dipersepsikan sama oleh klien. "Bapak/Ibu bisa menerima apa yang saya sampaikan
tadi ? bisa minta tolong Bapak/Ibu untuk menjelaskan kembali apa yang saya sampaikan tadi?"
1. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya ditandai dengan perilaku-perilaku dibawah ini :
- berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawanbicara)
- meremehkan orang lain
- mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
- menonjolkan diri sendiri
- mempermalukan orang lain di depan umum, baik dengan perkataan maupun tindakan
2. Non Asertif
Tanda-tanda dari sikap non asertif ini adalah :
- menarik diri bila diajak berbicara
- merasa tidak sebaik orang lain atau rendah diri
- merasa tidak berdaya
- tidak berani mengungkapkan keyakinan
- membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
- tampil diam atau pasif
- mengikuti kehendak orang lain
- mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga ghubungan baik dengan orang lain
Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupakan hal yang wajar seiring dengan
menurunnya fungsi fisik dan psikologis klien. Namun sebagai tenaga profesional kesehatan,
perawat dituntut mampu mengatasi keadaan tersebut, untuk itu perlu adanya tehnik atai tips-tips
tertentu yang perlu diperhatikan agar komunikasi dapat berlangsung efektif, antara lain :
Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak komunikasi adalah bagian dari kehidupan
manusia. Mulyana pernah berujar, bahwa tanpa melibatkan diri dalam komunikasi, seseorang
tidak akan tahu bagaimana makan, minum, berbicara sebagai manusia dan memperlakukan
manusia lain secara beradab, karena cara-cara berperrilaku tersebut harus dipelajari lewat
pengasuhan keluarga dan pergaulan dengan orang lain yang intinya adalah komunikasi. Jadi
komunikasi adalah inti dari semua hubungan dengan tingkat kedalaman yang bervariasi yang
ditandai dengan kejujuran, keterbukaan, pengertian, dan saling percaya di antara kedua belah
pihak. Adapun proses komunikasi dapat di ilustrasikan seperti dibawah ini.
komunikan
pesan
komunikator
feedback
Keluarga adalah sebagai sebuah institusi yang terbentuk karena ikatan perkawinan.
Didalamnya hidup bersama pasangan suami istri secara sah karena pernikahan.
Pengertian keluarga menurut Noor (1983) adalah suatu unit atau lingkungan masyarakat
yang paling kecil atau merupakan masyarakat yang paling bawah dari satu lingkungan negara.
Posisi keluarga atau rumah tangga ini sangat sentral seperti diungkapkan oleh Aristoteles (dalam
Noor, 1983) bahwa keluarga rumah tangga adalah dasar pembinaan negara. Dari beberapa
keluarga rumah tangga berdirilah suatu kampung kemudian berdiri suatu kota. Dari beberapa
kota berdiri daru propinsi, dan dari beberapa propinsi berdiridatu negara.[2]
Pada dasaranya keluarga itu adalah sebuah komunitas dalam “satu atap”. Kesadaran
untuk hidup bersama dalam satu atap sebagai suami istri dan saling interaksi dan berpotensi
punya anak akhirnya membentuk komunikasi baru yang disebut keluarga. Karenanya
keluargapun dapat diberi batasan sebagai sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-
laki dan wanita perhubungan mana sedikit banyak bertsanggung lama untuk menciptakan dan
membesarkan anak-anak. Jadi keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan
sosial yang terdiridari suami, istri dan anak-anak yang belum dewasa. Satuan ini mempunyai
sifat-sifat tertentu yang sama, dimana saja dalam satuan masyarakat manusia.
Ketika sebuah keluarga terbentuk, komunikasi baru karena hubungan darahpun
terbentuk pula. Di dalamnya ada suami, istri dan anak sebagai penghuninya. Saling berhubungan,
saling berinteraksi di antara mereka melahirkan dinamika kelompok karena berbagai
kepentingan, yang terkadang bisa memicu konflik dalam keluarga.
Oleh karena itu, konflik dalam keluarga harus diminimalkan untuk mewujudkan
keluarga seimbang dan bagaimana cara berkomunikasi dalam keluarga dengan baik. Keluarga
seimbang adalah keluarga yang ditandai keharmonisan hubungan (relasi) antara ayah dan ibu
antara ayah dan anak serta antara ibu dan anak. Setiap anggota keluarga tahu tugas dan tanggung
jawab masing-masing dan dapat dipercaya.[3]
Tak dapat dipungkiri, hubunganyang menjadi kepedulian kebanyakan orang adalah
hubungan dalam keluarga, keluarga mewakili suatu konstelasi hubungan yang sangat khusus.[4]
Dilingkungan keluarga, komunikasi juga sangat besar kedudukannya dalam
mempertahankan kelangsungan hidup keluarga yang bersangkutan. Tanpa dibarengi dengan
pelaksanaan komunikasi yang terbuka antar anggota dalam suatu keluarga dipastikan tidak akan
terjadi keharmonisan di dalamnya.
Dalam keluarga juga paling sering terjadinya proses komunikasi dan informasi
pendidikan. Bukanlah pendidikan awalnya dari keluarga? Sebagian besar perilaku orangtua dan
lingkungannya dalam keluarga, akanselalu mendapatkan proses pendidikan sepanjang anak-anak
masih diasuh di dalamnya.
Didalam lingkungan keluarga memang tidak hanya terjadi proses komunikasi
pendidikanlain seperti komunikasi massa (setidaknya sebagai anggota audiens pemirsa dan
pembaca media massa).
Infromasi dalam lingkungan keluarga pun menyertai kehadiran proses komunikasi, baik
langsung ataupun tidak langsung. Seperti halnya proses komunikasi, proses perjalanan informasi
dalam lingkungan keluarga selalu sejalan sebagai penyerta proses komunikasi.[5]
B. Saran
Penulis menyadari masih banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini, maka kritik
terutamannya saran yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyusunan
makalah kami ke depan yang lebih baik. Atas saran yang diberikan disampaikan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, Syaiful Bahri, 2004. Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam Keluarga, Jakarta :
Rineka Cipta.
M. Yusuf, Pawit, 2009. Ilmu Informasi Komunikasi dan Kepustakaan, jakarta : bumi Aksara.
Mulyona, Deddy, 2005. Nuansa-nuansa Komunikasi, Bandung : Remaja Rosdakarya
Tubss L.Stewart dan Sylvia Moss,Human Communication, Bandung : Remaja rosda Karya
http://aliyahnuraini.wordpress.com/2009/04/04/komunikasi-keluarga.
http://pondokhikmat.tripod.com/komunikasikelurga_efektif.htm
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan bersosial, kita sebagai manusia tidak dapat untuk tidak berkomunikasi. We
can’t not communicate begitupun halnya saat kita berkelompok. Komunikasi seakan menjadi
pengaruh dalam jasad sebuah kelompok. Salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi
sukses atau gagalnya suatu kelompok/komunitas bergantung pada komunikasinya. Seberapa
intens dan efektif suatu komunikasi dapat dibangun. Dalam komunikasi kelompok sering kali
ada kegiatan penting yang sangat menunjang keberhasilan kelompok tersebut. Kegiatan tersebut
adalah kegiatan Diskusi Kelompok.Saat ini, banyak permasalahan yang terjadi di kalangan
sebuah kelompok dan inti masalahnya adalah kurangnya komunikasi. Permasalahan komunikasi
yang terjadi pun tak hanya intern saja tapi juga eksternalnya.
Dalam hidup bermasyarakat, orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan orang lain,
niscaya akan terisolasi dari masyarakatnya. Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah
sebuah kebutuhan yang sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Teori
dasar Biologi menyebut adanya dua kebutuhan, yakni kebutuhan untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya dan kebutuhan untuk menyasuaikan diri dengan lingkungannya.
Berdasarkan permasalahan di atas, penting kiranya penulis yang berkutat di dalam
beberapa kelompok, mengkaji dan mencarikan solusi terbaik untuk semua pihak. Maka dari itu,
penulis mencari informasi dan menyusun makalah mengenai komunikasi kelompok yang
mudah-mudahan bisa menjadi solusi. Hal ini pun merupakan salah satu upaya pemenuhan tugas
mata kuliah Komunikasi Keperawatan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi
satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lainnya, dan memandang
mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005). Kelompok ini misalnya
adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang
tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga
melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi
berlaku juga bagi komunikasi kelompok.
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam
suatu kelompok kecil masyarakat seperti dalam rapat, pertemuan, konferensi, dan sebagainya.
Definisi lain mengenai komunikasi kelompok adalah suatu iteraksi dengan bertatap muka antara
tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi infomasi, menjaga diri,
pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi
anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi komunikasi kelompok di atas mempunyai
kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu
umtuk mencapai tujuan kelompok.
Sifat-sifat komunikasi kelompok sebagai berikut:
1. Kelompok berkomunikasi melalui tatap muka
2. Kelompok memiliki partisipan
3. Kelompok bekerja di bawah arahan seseorang pemimpin
4. Kelompok membagi tujuan atau sasaran bersama
5. Anggota kelompok memiliki pengaruh atas satu sama lain
2. Fasilitasi Sosial
Fasilitasi berasal dari bahasa Prancis facile, yang berarti mudah, ini menunjukkan kelancaran
atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton oleh kelompok. Kelompok mempengaruhi
pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Robert Zajonz (1965) menjelaskan bahwa kehadiran
orang lain dianggap menimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu. Efek ini
terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya di depan orang yang menggairahkan kita.
Energi yang meningkat akan mempertinggi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan.
Respon dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu adalah yang
benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah yang salah, terjadi penurunan
prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah, respon yang dominan adalah respon yang banar; karena
itu peneliti melihat kelompok mampu mempertinggi kualitas kerja individu.
Contohnya, seorang anak sekolah ketika berada di rumah akan terlihat baik perilakunya.
Akan tetapi, ketika anak ini berada di tengah-tengah kelompoknya (contoh: Geng Nero), maka
perilakunya akan berubah menjadi nakal dan agresif. Bahkan ibunya terheran-heran dibuatnya,
karena tidak menyangka anaknya bisa seperti itu, padahal di rumah ia terlihat pendiam dan
kalem.
3. Polarisasi
Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum diskusi kelompok
para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan
lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok
agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih keras. Jadi
polarisasi adalah proses mengkutub, baik ke arah mendukung atau positif atau pro maupun ke
arah menolak atau negatif atau kontra dalam suatu masalah yang diperdebatkan.
Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok atau prestasi (performance), tujuan
kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk
saling berbagi informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari
beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat
memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok.
Efektivitas kelompok dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: faktor situasional atau
karateristik kelompok dan faktor personal atau karateristik para anggota kelompok. Faktor
situasional meliputi: ukuran kelompok, jaringan komunikasi, kohesi kelompok, dan
kepemimpinan. Sedangkan faktor personal meliputi: kebutuhan interpersonal, tindak
komunikasi, dan peranan.
Ada 4 faktor situasional yang mempengaruhi efektifitas komunikasi kelompok sebagai
berikut:
1) Ukuran kelompok
Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja kelompok atau performance
bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Sehubungan dengan hal
tersebut, ada dua tugas kelompok, yaitu tugas koaktif dan tugas interaktif. Pada tugas koaktif,
masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak berinteraksi. Pada tugas
interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara terorganisasi untuk menghasilkan
produk, atau keputusan.
Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran kelompok adalah tujuan
kelompok. Bila tujuan kelompok memerlukan kegiatan yang konvergen (mencapai satu
pemecahan yang benar), maka hanya diperlukan kelompok kecil supaya sangat produktif,
terutama bila tugas yang dilakukan hanya membutuhkan sumber, ketrampilan, dan kemampuan
yang terbatas. Bila tuga memerlukan kegiatan yang divergen (menghasilkan berbagai gagasan
kreatif), diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar.
2) Jaringan komunikasi
Pada jaringan komunikasi model roda, seseorang (biasanya pemimpin) menjadi fokus perhatian.
Ia dapat berhubungan dengan semua anggota kelompok, tetapi setiap anggota kelompok hanya
bisa berhubungan dengan pemimpinnya. Pada jaringan komunikasi rantai, A dapat
berkomunikasi dengan B, B dapat berkomunikasi dengan dengan C, C dapat berkomunikasi
dengan dengan D, dan begitu seterusnya. Pada jaringan komunikasi Y, tiga orang anggota dapat
berhubungan dengan orang-orang di sampingnya seperti pada pola rantai, tetapi ada dua orang
yang hanya dapat berkomunikasi dengan hanya seseorang di sampingnya. Pada jaringan
komunikasi lingkaran, setiap orang hanya dapat berkomunikasi dengan dua orang, di samping
kiri dan kanannya. Dengan perkataan lain, dalam model ini tidak ada pemimpin. Pada jaringan
komunikasi bintang, disebut juga jaringan komunikasi semua saluran (all channel), setiap
anggota dapat berkomunikasi dengan semua anggota kelompok yang lain.
Dalam hubungannya dengan prestasi kelompok, Leavit menemukan bahwa jaringan komunikasi
roda, yaitu yang paling memusat dari seluruh jaringan komunikasi, menghasilkan produk
kelompok yang tercepat dan terorganisasi. Sedangkan kelompok lingkaran, yang paling tidak
memusat, adalah yang paling lambat dalam memacahkan masalah. Jaringan komunikasi
lingkaran cenderung melahirkan sejumlah kesalahan. Penelitian-penelitian selanjutnya
membuktikan bahwa pola komunikasi yang paling efektif adalah pola semua saluran. Karena
pola semua saluran tidak terpusat pada satu orang pemimpin, dan pola ini juga paling
memberikan kepuasan kepada anggota serta paling cepat menyelesaikan tugas bila tugas itu
berhubungan dengan masalah yang sulit. Pola roda adalah pola komunikasi yang memberikan
kepuasan paling rendah.
3) Kohesi kelompok
Kohesi kelompok berarti adanya semangat kelompok yang tinggi, hubungan interpersonal yang
akrab, kestiakawanan, dan perasaan “kita” yang dalam. Kohesi kelompok merupakan kekuatan
yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya
meninggalkan kelompok. Kohesi kelompok dapat diukur dari: keterikatan anggota secara
interpersonal antara satu sama lain, ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok, dan
sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan
personalnya.
Menurut Bestinghaus, ada beberapa implikasi komunikasi dalam kelompok kohesif, sebagai
berikut:
a) Komunikator dengan mudah berhasil memperoleh dukungan kelompok. Jika gagasannya sesuai
dengan mayoritas anggota kelompok.
b) Pada umumnya kelompok yang lebih kohesif lebih mungkin dipengaruhi persuasi. Ada tekanan
ke arah uniformitas dalam pendapat, keyakinan, dan tindakan.
c) Komunikasi dengan kelompok yang kohesif harus memperhitungkan distribusi komunikasi di
antara anggota-anggota kelompok.
d) Dalam situasi pesan tampak sebagai ancaman kepada kelompok, kelompok yang lebih kohesif
akan cenderung menolak pesan.
e) Sebagai konsekuensi dari poin 4 di atas, maka komunikator dapat meningkatkan kohesi
kelompok agar kelompok mampu menolak pesan yang bertentangan.
4) Kepemimipinan
Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak
ke arah tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah faktor yang paling menentukan keefektifan
komunikasi kelompok. Ada tiga gaya kepemimpinan, yaitu otoriter, demokratis, dan laissez
faire.
3.1 Simpulan
Berdasarkan pemaparan di atas maka kami dapat menyimpulkan bahwa komunikasi
kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok
kecil masyarakat seperti dalam rapat, pertemuan, konferensi, dan sebagainya. Dalam komunikasi
kelompok ada prinsip dasar, yang terdiri dari empat elemen yaitu elemen pertama interaksi
dalam komunikasi kelompok merupakan hal yang sangat penting, elemen yang kedua adalah
waktu, elemen yang ketiga adalah ukuran atau jumlah partisipan dalam komunikasi kelompok,
elemen terakhir adalah tujuan yang mengandung pengertian bahwa keanggotaan akan membantu
individu dalam anggota kelompok dapat mewujudkan satu atau lebih tujuannya.Pengaruh
kelompok pada komunikasi yaitu konformitas, fasilitasi sosial, polarisasi. Faktor yang
mempengaruhi efektivitas komunikasi kelompok yaitu ukuran kelompok, jaringan komunikasi,
kohesi kelompok, kepemimpinan. Bentuk-bentuk komunikasi kelompok yaitu kelompok primer
dan sekunder, kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan, kelompok deskriptif dan kelompok
presikriptif.
3.2 Saran
Berdasarkan simpulan di atas maka dalam komunikasi kelompok agar memperhatikan
tatacara dalam berkomunikasi di dalam kelompok sehingga komunikasi yang dilakukan menjadi
lebih efektif.
DAFTAR PUSTAKA
- Kontrak waktu
2) Kegiatan membuka pembelajaran
- Memberi salam
- Perkenalan
- Menjelaskan tujuan
- Apersepsi
3) Kegiatan inti
- Penyuluh memberikan materi
- Menyimpulkan materi
- Memberi salam
LAMPIRAN
MATERI PENYULUHAN
F. Cara Cuci Tangan 6 Langkah Pakai Sabun Yang Baik dan Benar
1. Basahi kedua telapak tangan setinggi pertengahan lengan memakai air yang mengalir,
ambil sabun kemudian usap dan gosok kedua telapak tangan secara lembut
2. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian
3. Jangan lupa jari-jari tangan, gosok sela-sela jari hingga bersih
4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan mengatupkan
5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian
6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan .Bersihkan kedua
pergelangan tangan secara bergantian dengan cara memutar, kemudian diakhiri
dengan membilas seluruh bagian tangan dengan air bersih yang mengalir lalu
keringkan memakai handuk atau tisu