Anda di halaman 1dari 24

TUGAS UTS PENDIDIKAN INKLUSIF

“MODUL LAYANAN BK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS”

DISUSUN OLEH:

NURUL HABIBAH (220404501003)

A/01 BK 22

JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan atas kehadiran Allah swt. Karna berkat rahmat, nikmat, dan
karunia-Nyalah saya dapat menyelesaikan modul ini dengan tepat waktu guna memenuhi tugas
UTS Mata Kuliah Pendidikan Inklusif. Selanjutnya kami ingin mengucapkan banyak terima kasih
kepada Bapak Prof. Abdul Saman, M.Si., Kons, Akhmad Harum, S.Pd., M.Pd dan ibu Inayah
Ridhayanti S.Pd., M.Pd selaku dosen Mata Kuliah Pendidikan Inklusif.

Harapan saya semoga modul ini dapat membantu menambahkan pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki isi modul agar menjadi
lebih baik lagi, karena keterbatasan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu saya sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari teman-teman dalam modul ini.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan modul ini masih banyak kekurangan karena
keterbatasan saya. Maka dari itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
menyempurnakan modul ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak
yangmembutuhkan.

Makassar, 08 April 2024

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................................................... 3
BAB I .............................................................................................................................................. 4
KARAKTERISTIK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS.......................................................... 4
A. Definisi Anak Berkebutuhan Khusus ................................................................................... 4
B. Jenis-Jenis Dan Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus ................................................. 5
BAB II........................................................................................................................................... 12
METODE IDENTIFIKASI DAN ASESMEN KEBUTUHAN BK ............................................. 12
A. Tunanetra ........................................................................................................................... 12
B. Autisme .............................................................................................................................. 13
BAB III ......................................................................................................................................... 16
LAYANAN GURU BK DALAM MEMBANTU ANAK YANG MENGALAMI ABK ............. 16
A. Tunanetra ........................................................................................................................... 16
B. Autisme .............................................................................................................................. 18
BAB IV ......................................................................................................................................... 23
PENUTUP..................................................................................................................................... 23
Kesimpulan................................................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................... 24

3
BAB I

KARAKTERISTIK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


A. Definisi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus didefinisikan sebagai anak yang membutuhkan
pendidikan serta layanan khusus untuk mengembangkan potensi kemanusiaan mereka
secara sempurna. Penyebutan sebagai anak berkebutuhan khusus, dikarenakan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, anak ini membutuhkan bantuan layanan pendidikan,
layanan sosial, layanan bimbingan dan konseling, dan berbagai jenis layanan lainnya yang
bersifat khusus. Menurut Heward, ABK ialah anak dengan karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan
mental, emosi, atau fisik. Sedangkan menurut Ilahi menjelaskan ABK sebagai berikut.
Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki kebutuhan khusus sementara
atau permanen sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan yang lebih intens.
Berkaitan dengan istilah disability, maka anak berkebutuhan khusus adalah anak
yang memiliki keterbatasan di salah satu atau beberapa kemampuan baik itu bersifat fisik
seperti tunanetra dan tunarungu, maupun bersifat psikologis seperti autism dan ADHD.
ABK adalah mereka yang memiliki perbedaan dengan rata-rata anak seusianya atau anak-
anak pada umumnya. Perbedaan yang dialami ABK ini terjadi pada beberapa hal, yaitu
proses pertumbuhan dan perkembangannya yang mengalami kelainan atau penyimpangan
baik secara fisik, mental, intelektual, sosial maupun emosional.
Pengertian anak berkebutuhan khusus memiliki arti yang lebih luas apabila
dibandingkan dengan pengertian anak luar biasa. Anak berkebutuhan khusus adalah anak
yang dalam pendidikannya memerlukan pelayanan yang spesifik dan berbeda dengan anak
pada umumnya. Menurut Mangunsong, penyimpangan yang menyebabkan anak
berkebutuhan khusus berbeda terletak pada perbedaan ciri mental, kemampuan sensori,
fisik dan neuromoskuler, perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi,
maupun kombinasi dua atau tiga dari hal-hal tersebut. Pengertian lainnya bersinggungan
dengan istilah tumbuh-kembang normal dan abnormal. Pada anak berkebutuhan khusus
bersifat abnormal, yaitu terdapat penundaan tumbuh kembang yang biasanya tampak di
usia balita seperti baru bisa berjalan di usia 3 tahun. Hal lain yang menjadi dasar anak
tergolong berkebutuhan khusus yaitu ciri-ciri tumbuh-kembang anak yang tidak muncul
4
(absent) sesuai usia perkembangannya seperti belum mampu mengucapkan satu katapun
di usia 3 tahun, atau terdapat penyimpangan tumbuh-kembang seperti perilaku echolalia
atau membeo pada anak autis.
Pemahaman anak berkebutuhan khusus terhadap konteks, ada yang bersifat
biologis, psikologis, sosio-kultural. Dasar biologis anak berkebutuhan khusus bisa
dikaitkan dengan kelainan genetik dan menjelaskan secara biologis penggolongan anak
berkebutuhan khusus, seperti brain injury yang bisa mengakibatkan kecacatan tunaganda.
Dalam konteks psikologis, anak berkebutuhan khusus lebih mudah dikenali dari sikap dan
perilaku, seperti gangguan pada kemampuan belajar pada anak slow learner, gangguan
kemampuan emosional dan berinteraksi pada anak autis, gangguan kemampuan berbicara
pada anak autis dan ADHD. Konsep sosio-kultural mengenal anak berkebutuhan khusus
sebagai anak dengan kemampuan dan perilaku yang tidak pada umumnya, sehingga
memerlukan penanganan khusus.
Jadi dari beberapa definisi yang dijelaskan diatas, anak berkebutuhan khusus dapat
didefinisikan sebagai individu yang memiliki karakteristik fisik, intelektual, maupun
emosional, di atas atau di bawah rata-rata individu pada umumnya.
B. Jenis-Jenis Dan Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus terbagi menjadi beberapa jenis/kategori dengan karakteristik
yang berbeda dari setiap jenis/kategori tersebut. Karakteristik- karakteristik tersebut antara
lain dapat merupakan gejala yang muncul dan dikenali sebagai gejala/symptom dari jenis
kebutuhan khusus tertentu.
a) Tunanetra
1. Definisi Tunanetra
Tunanetra mengalami hambatan penglihatan dalam memperoleh
informasi. Tunanetra merupakan salah satu tipe anak berkebutuhan khusus
(ABK), yang mengacu pada hilangnya fungsi indera visual seseorang.
Untuk melakukan kegiatan kehidupan atau berkomunaksi dengan
lingkungannya mereka menggunakan indera non-visual yang masih
berfungsi, seperti indera pendengaran, perabaan, pembau, dan perasa
(pengecapan). Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam
memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang

5
digunakan harus bersifat taktual dan bersuara, contohnya adalah
penggunaan tulisan braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata.
sedangkan media yang bersuara adalah tape recorder dan peranti lunak
JAWS. Namun dari segi kecerdasan sebagian besar tunanetra tidak
dipengaruhi oleh ketunaannya, kecuali bagi mereka yang mengalami
kelaianan ganda (double handicaped), Hanya saja tunantera mengalami
kesulitan untuk pembentuakan ataupun penerimaan gagasan yang bersifat
abstrak (Blackhurts & Berdine, 1981).
Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta
total (Blind) dan low vision. Menurut Kaufman & Hallahan tunanetra
adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan
kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan.
Untuk membantu tunanetra beraktivitas di sekolah luar biasa mereka belajar
mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya
mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta
bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang
terbuat dari alumunium).
2. Karakteristik Tunanetra
Anak berkebutuhan khusus tunanetra ada 2 macam, yaitu anak low vision
dan anak tunanetra buta total. Anak low vision memiliki ciri-ciri:
a. Mata tampak merah.
b. Bola mata tampak keruh (putih-putih ditengah), dan kadang-
kadang seperti mata kucing (bersinar).
c. Bola mata bergerak sangat cepat.
d. Penglihatan hanya mampu merespon terhadap cahaya, benda
ukuran besar dengan warna mencolok.
e. Memicingkan mata pada saat terkena sinar matahari.
f. Melihat obyek, menonton televisi, membaca buku atau
melihat gambar di buku sangat dekat.
g. Menonton televisi sangat dekat.

6
h. Bila berjalan ditempat yang belum dikenal sering tersandung
dan menabrak.
i. Pada saat matahari tenggelam tidak bisa melihat jelas (rabun
senja).
j. Sering membentur-benturkan kepala ke tembok.

Ciri-ciri anak tunanetra buta total, yaitu:

a. Tidak mampu melihat cahaya.


b. Kerusakan nyata pada kedua bola mata.
c. Sering meraba-raba bila mencari sesuatu benda dan jika
berjalan sering menabrak dan tersandung.
d. Bagian bola mata tampak jernih tetapi tidak bisa melihat
cahaya maupun benda.
e. Sering menekan bola mata dengan jari.

Selain itu, ciri-ciri atau karakteristik anak yang mengalami gangguan


penglihatan/tunanetra (Kristiana dan Widayanti, 2016:23-24):

a. Ciri fisik (perkembangan fisik)


Kurang melihat (kabur) untuk jarak dekat atau jauh, tidak
dapat melihat jari-jari tangannya yang berada 1 meter
didepannya, kesulitan mengambil benda kecil didekatnya,
kerusakan nyata pada kedua bola mata, sering meraba dan
tersandung pada waktu berjalan, bagian bola mata yang
hitam berwarna keruh/ bersisik/ kering, mata bergoyang
terus, mengalami peradangan hebat pada kedua bola mata,
dalam menulis tidak dapat mengikuti garis lurus, memiliki
visus sentralis 6/60 atau lebih kecil dari itu, tidak dapat
membedakan cahaya, tidak dapat menggunakan
penglihatannya untuk kegiatan pendidikan dan sosial.
b. Karakteristik Kognitif
Keterbatasan dalam kemampuan mengenai warna, ukuran,
jarak ruang, kemampuan untuk berpindah tempat,
7
keterbatasan untuk bergerak yang mempengaruhi hubungan
sosialnya.
c. Karakteristik Akademik
Anak dengan tunanetra mengalami keterbatasan dalam
bidang akademik, khususnya pada bidang membaca dan
menulis.
d. Karakteristik Sosial dan Emosional
Karena keterbatasan anak untuk mengetahui gambaran
lingkungan melalui pengamatan dan peniruan, anak dengan
tunanetra tidak memiliki gambaran bagaimana melakukan
komunikasi non-verbal seperti menampilkan ekspresi wajah
dan gestur tangan maupun tubuh yang sesuai pada saat
berinteraksi dengan orang lain.
e. Karakteristik Perilaku
Anak dengan tunanetra cenderung kurang mampu
memperhatikan kebutuhan hariannya, sehingga ada
kecenderungan untuk menerima bantuan dari orang lain.
Apabila hal ini terjadi, anak akan memiliki kecenderungan
untuk berlaku pasif. Beberapa anak tunantera sering
menampakan perilaku stereotip seperti menekan matanya,
membuat suara dengan jarintan, menggoyangkan anggota
tubuh, dan berputar-putar. Tidak adanya rangsangan
sensoris, terbatasnya aktivitas gerak di dalam lingkungan,
serta keterbatasan sosial menjadi beberapa alasan mengapa
perilaku stereotip tersebut muncul.
b) Autisme
1. Definisi Autisme
Autisme atau biasa disebut ASD (Autistic Spectrum Disorder)
merupakan gangguan perkembangan fungsi otak yang komplek dan sangat
bervariasi (spektrum), biasanya gangguan ini meliputi cara berkomunikasi,
berinteraksi social dan kemampuan berimajinasi. Autisme pertama kali

8
diperkenalkan oleh Leo Kanner pada tahun 1943. Kanner mendeskripsikan
gangguan ini sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang
lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan bahasa
yang tertunda, echolalia, mutism, pembalikan kalimat, adanya aktivitas
bermain repetitive dan stereotype, rute ingatan yang kuat dan keinginan
obsesif untuk mempertahankan keteraturan di dalam lingkungannya
(Dheasabel et al., 2017).
Autistic disorder sama dengan gangguan autistic adalah anak-anak
yang mengalami gangguan perkembangan dalam kriteria DSM-IV. Secara
etimologis kata “autisme” berasal dar kata “auto” dan “isme”. Auto artinya
diri sendiri, sedangkan isme berarti suatu aliran/paham. Dengan demikian
autisme diartikan sebagai suatu paham yang hanya tertarik pada dunia
sendiri. Perilakunya timbul semata- mata karena dorongan dari dalam
dirinya. Penyandang autisme seakan-akan tidak peduli dengan stimulus-
stimulus yang datang dari orang lain. Autisme adalah gangguan
perkembangan neorobiologis berat yang mempengaruhi cara seseorang
untuk berkomunikasi dan berelasi atau berhubungan dengan orang lain
(Sutadi, 2002:6). Penyandang autisme tidak dapat berhubungan dengan
orang lain secara berarti, serta kemampuannya untuk membangun
hubungan dengan orang lain terganggu karena ketidakmampuannya untuk
berkomunikasi dan mengerti perasaan orang lain. Lebih lanjut dijelaskanya
bahwa penyandang autisme memiliki gangguan pada interaksi sosial,
komunikasi (baik verbal maupun nonverbal), imajinasi, pola perilaku
repetitive dan resistensi terhadap perubahan pada rutinitas.
2. Karakteristik Autisme
Menurut Powers (1989) karakteristik anak autistik adalah adanya enam
gejala/gangguan, yaitu dalam bidang:
a. Masalah atau gangguan di bidang komunikasi
Dengan karakteristik yang nampak pada anak autistic berupa
perkembangan bahasa anak autistik lambat atau sama sekali
tidak ada (anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau

9
pernah berbicara lalu kemudian hilang kemampuan bicara),
kadang-kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai
artinya, mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang, dengan
bahasa yang tidak dapat dimengerti oleh orang lain, bicara
tidak dipakai untuk alat berkomunikasi, senang meniru atau
membeo (echolalia). Bila senang meniru, dan dapat
menghafal kata-kata atau nyanyian yang didengar tanpa
mengerti artinya.
b. Masalah atau gangguan di bidang interaksi social
Dengan karakteristik berupa anak autistic lebih suka
menyendiri, anak tidak melakukan kontak mata dengan
orang lain atau menghindari tatapan muka atau mata dengan
orang lain, tidak tertarik untuk bermain bersama dengan
teman, baik yang sebaya maupun yang lebih tua dari
umurnya, bila diajak bermain, anak autistik itu tidak mau
dan menjauh.
c. Masalah atau gangguan di bidang sensoris
Dengan karakteristik berupa anak autistik tidak peka
terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk, anak autistik
bila mendengar suara keras langsung menutup telinga,
senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda
yang ada di sekitarnya dan tidak peka terhadap rasa sakit
atau takut.
d. Masalah atau gangguan di bidang pola bermain
Dengan karakteristik berupa anak autistik tidak bermain
seperti anak-anak pada umumnya, tidak suka bermain
dengan anak atau teman sebayanya, tidak memiliki
kreatifitas dan tidak memiliki imajinasi, tidak bermain
sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya
diputar-putar, dan senang terhadap benda-benda yang
berputar.

10
e. Masalah atau gangguan di bidang pola bermain
Dengan karakteristik berupa:Anak autistik dapat berperilaku
berlebihan atau terlalu aktif dan berperilaku berkurangan,
anak autistik memperlihatkan perilaku stimulasi diri atau
merangsang diri sendiri seperti bergoyang-goyang
mengepakkan tangan seperti burung. Anak autistik tidak
suka kepada perubahan dan anak autistik duduk benggong,
dengan tatapan kosong.
f. Masalah atau gangguan di bidang emosi
Dengan karakteristik berupa: Anak autistik sering marah-
marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa dan menangis
tanpa alasan, dapat mengamuk, kadang agresif dan merusak
dan anak autistik kadang-kadang menyakiti dirinya sendiri.

11
BAB II

METODE IDENTIFIKASI DAN ASESMEN KEBUTUHAN BK


A. Tunanetra
Untuk mengenali anak yang mengalami kerusakan dalam penglihatannya
bergantung pada tingkat parah atau tidaknya kerusakan yang dialaminya. Anak yang
terlihat tidak bereaksi pada mainan yang berwarna cerah, patut dicurigai. Begitu pula
kondisi seperti katarak, bola mata yang terlalu besar atau terlalu kecil. Ada beberapa cara
dalam melakukan proses identifikasi, yaitu melalui (Mangunsong, 2009):
1. Skrining
Skrining dapat dilakukan melalui observasi baik oleh orangtua
maupun guru, dimana melalui skrining diharapkan dapat diketahui apakah
anak terindikasi mengalami gangguan pengkihatan atau tidak, dengan
demikian memungkinkan orang tua untuk menyadarinya. Skrining dapat
dilakukan dengan mengenali tanda-tanda/ karakteristik gangguan mata:
sulit dalam membaca atau melakukan sesuatu, memegang buku dekat ke
mata, tidak dapat dengan jelas melihat sesuatu pada jarak tertentu
(walaupun dekat dengan mata), memajukan kepala, menggosok-gosok
mata, sering mengedipkan mata, juling, mata kemerahan, bengkak seperti
radang, mata berair, keluhan mata terasa panas dan gatal, pusing kepala,
penglihatan tidak jelas/kabur. Apabila anak menunjukkan gejala-gejala
tersebut, maka perlu dievalusi lebih lanjut.
2. Penanganan oleh tenaga ahli dan kelanjutannya
Peran dokter atau ahli mata dan ahli optik akan dapat membantu
menggambarkan kondisi fisik dan bantuan teknis yang diperlukan. Berikut
contoh instrument skrining dan identifikasi gangguan penglihatan:

1. Gangguan penglihatan/ low vision


a. Kurang melihat (Kabur) tidak mampu
mengenali orang pada jarak 6 meter

b. Kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya

12
c. Tidak dapat menulis mengikuti garis lurus

d. Sering meraba dan tersandung waktu berjalan


e. Bagian bola mata yang hitam bewarna keruh/
bersisik/kering

f. Mata bergoyang terus

g. Peradangan hebat pada kedua bola mata

h. Kerusakan nyata pada kedua bola mata


i. Kekontrasan warna/ mampu membedakan
warna yang serupa
j. Memiliki persepsi benda kecil yang bergerak
maupun tidak

k. Mampu membedakan warna-warna bentuk


l. Mampu membedakan benda paling besar
sampai paling kecil dari sekelompok bentuk
m. Mampu mengurutkan benda dari yang
terbesar sampai yang terkecil
2. buta
a. Tidak dapat membedakan cahaya

B. Autisme
Menemukenali gajala autis dapat dilakukan melalui tahapan screening berikut ini:
1. melakukan observasi pada anak dengan menggunakan beberapa
tools/instrument observasi antara lain:
a. M-CHAT (Modified - Checklist Autism in Toddlers)
Tersedia untuk tujuan klinis, penelitian, dan pendidikan. M -
CHAT divalidasi untuk skrining balita antara 16 dan 30 bulan, untuk
menilai risiko ASD. Ada 23 item, meliputi aspek-aspek: imitation,
pretend play, and joint attention dan anak-anak yang gagal lebih dari

13
tiga item total atau dua item penting (terutama jika skor tersebut
tetap tinggi setelah wawancara tindak lanjut) harus dirujuk untuk
evaluasi diagnostik oleh spesialis terlatih untuk mengevaluasi ASD
pada anak-anak yang sangat muda. Instrument M- CHAT dapat
dilihat dan didownload di: www.firstsigns.org.
b. Pervasive Developmental Disorders Screening Test (PDDS – II)
PDDST-II adalah salah satu alat skrening yang telah
dikembangkan oleh Siegel B. dari Pervasive Developmental
Disorders Clinic and Laboratory, Amerika Serikat sejak tahun 1997.
Perangkat ini banyak digunakan di berbagai pusat terapi gangguan
perliaku di dunia. Beberapa penelitian menunjukkan hasil yang
cukup baik sebagai alat bantu diagnosis atau skrining Autis.
Skrining sendiri dilakukan pada anak dengan umur 12-18 bulan.
c. Social Communication Questionnaire (SCQ)
d. Social Responsiveness Scale (SRS)
e. Screening Tool for Autism at Two-Year-Olds (STAT)
f. Asperger’s Syndrome Diagnostic Scale (ASDS) over 4
g. Autism Spectrum Screening Questionnaire (ASSQ)
h. Gilliam Autism Rating Scale, Second Edition (GARS-2)
i. Asperger’s Syndrome Diagnostic Scale (ASDS)
j. Childhood Autism Rating Scale 2 (CARS 2)
k. Bayley Infant Neuro Developmental Screens
2. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk menggali data lebih dalam mengenai
anak kepada orang-orang yang terlibat dalam pengasuhan subjek sehingga
dapat menegakan diagnosis secara lebih tepat.
3. Evaluasi diagnostik melalui pemeriksaan ahli (psikiatri atau psikolog)
dengan melakukan diagnosa banding (membandingkan dengan ciri-ciri
diagnosis dari gangguan yang memiliki ciri-ciri hampir sama). Beberapa
diagnosis banding autis antara lain: ADHD, Severe Mental Retarded,
Fragille X, dan PKU. Bahkan seringkali, gangguan autis ini tidak

14
muncul/berdiri sendiri namun disertai dengan gangguan lain (komorbid)
yang dapat memperparahnya. Oleh karena itu diagnosis yang tepat
berkaitan dengan long term outcome.

15
BAB III

LAYANAN GURU BK DALAM MEMBANTU ANAK YANG MENGALAMI ABK


Bimbingan dan konseling dapat dikatakan sebagai pelayanan apabila kegiatan tersebut
dilakukan secara kontak langsung dengan konseli, serta berkenaan langsung dengan permasalahan
tertentu yang sedang dihadapi atau dirasakan oleh konseli tersebut. Layanan bimbingan merupakan
bagian penunjang yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan kegiatan pendidikan karena saling
berhubungan antara satu dengan yang lain (Lilik Sriyanti, 2020: 39). Hal ini dilakuak untuk
menunjang anak dalam melakukan aktivitas sehari – hari serta mengembangkan potensi yang
dimiliki.

A. Tunanetra
Layanan bimbingan dan konseling bagi anak tunanetra di sekolah bertujuan agar
anak dapat mencapai penyesuaian dan perkembangan yang optimal sesuai dengan
kemampuannya, bakat, dan nilai-nilai yang dimilikinya. Secara umum tujuan tersebut
mengarah kepada “self actualization, self realization, fully functioning dan self
acceptance” sesuai dengan variasi perbedaan individu antara sesama anak. Halini
mengingat setiap siswa memiliki keunikan-keunikan tertentu. Bagi anak tunanetra selain
tujuan di atas, tekanan pencapaian tujuan lebih di arahkan untuk membentuk kompensasi
positif dari kecacatan yang dimilikinya. Mereka tidak begitu terganggu dengan kecacatan
yang ia miliki, tetapi jusru ada usaha optimalisasi sisa kecacatan tersebut.
Menurut Hayatul Khairul Rahmat (2019: 41-43) strategi layanan bimbingan dan
konseling yang dilaksanakan mencakup empat komponen pelayanan yaitu: layanan dasar,
layanan responsif, perencanaan individual dan dukungan sistem.
1. Layanan Dasar
Layanan dasar merupakan layanan yang harus diberikan kepada
seluruh siswa tunanetra yang bersifat umum dalam rangka mencegah
(preventif) kemungkinan terjadinya gangguan, rintangan, atau hambatan
dalam belajar maupun dalam hal perkembangan sehingga mampu
membantu memberikan kemudahan bagi siswa dalam mencapai
perkembangan optimal. Layanan dasar ini menggunakan empat strategi
layanan yaitu bimbingan klasikal, layanan orientasi, layanan informasi, dan

16
bimbingan kelompok. Dalam layanan yang diberikan tersebut lebih
menekankan pada permasalahan pribadi dan sosial.
2. Layanan Responsif
Layanan ini diberikan kepada siswa yang menghadapi kebutuhan
dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera, maka layanan
yang diberikan adalah layanan responsif, sebab jika tidak dengan segera
dibantu dapat menimbulkan gangguan dalam proses pencapaian tugas-tugas
perkembangan. Layanan responsif diberikan kepada siswa dalam rangka
membantu siswa dalam mengintervensi masalah-masalah atau kepedulian
pribadi siswa berkenaan dengan masalah sosial-pribadi, karir ataupun
masalah perkembangan pendidikan.
Layanan responsive ini memiliki beberapa strategi pelaksanaan
yaitu konseling individual, konseling kelompok, referal, kolaborasi dengan
guru mata pelajaran atau wali kelas, kolaborasi dengan orang tua, kolaborasi
dengan pihak terkait, bimbingan teman sebaya, konsultasi, konferensi
kasus, dan kunjungan rumah (home visit).
3. Perencanaan Individual
Perencanaan individual merupakan suatu layanan yang dilakukan
sebagai upaya untuk memfasilitasi konseli untuk merencanakan,
memonitor,dan mengelola rencana pendidikan, karir, dan pengembangan
sosial pribadi oleh dirinya sendiri. Perencanaan individual yang
dilaksanakan hanya berupa penempatan dan penyaluran.
4. Dukungan Sistem
Dukungan sistem ini merupakan komponen layanan dan kegiatan
manajemen yang secara tidak langsung memberikan layanan dalam
memfasilitasi kelancaran perkembangan siswa. Pelaksanaan dukungan
sistem ini melalui beberapa strategi sebagai berikut:
a. Pengembangan jejaring yang dilakukan oleh guru
bimbingan konseling untuk memaksimalkan pelayanan
bimbingan dan konseling kepada siswa yakni dengan
menjalin kerjasama dengan Puskesmas. Kerjasama ini untuk

17
membantu melakukan pemeriksaan medis dan menawarkan
rekomendasi pada sekolah mengenai masalah-masalah yang
berhubungan dengan kesehatan dan medis yang
mempengaruhi perkembangan siswa.
b. Kegiatan manajemen sebagai upaya untuk memantapkan,
memelihara, dan meningkatkan mutu program bimbingan
dan konseling, dilakukan dengan cara melakukan konsultasi
dan kolaborasi dengan kepala sekolah dan guru yang ada di
sekolah yakni dengan bekerjasama untuk membangun
kesamaan persepsi dalam memberikan bimbingan kepada
siswa dan juga untuk memperoleh informasi mengenai siswa
secara lengkap sehingga dapat merencanakan program
layanan yang tepat diberikan kepada siswa.
c. Riset dan pengembangan dimana guru bimbingan konseling
terus menerus berusaha untuk menambah wawasan
pengetahuan dan ketrampilannya dengan cara mengikuti
kegiatan ilmiah seperti seminar dan workshop yang ada
kaitannya dengan keilmuan bimbingan dan konseling.
B. Autisme
Menurut Elisa Virliana Dewi (2023: 12-16) terdapat 9 bentuk layanan yang dapat
diberikan pada anak autis yaitu sebagai berikut:
1. Layanan orientasi
Layanan orientasi merupakan salah satu bentuk layanan yang yang
dapat memberikan pengaruh bagi anak autis dengan mendorong untuk
memahami lingkungan baru, seperti lingkungan sekolah dan hal-hal baru
yang dipelajari, guna mempermudah dan memperlancar keterlibatan anak
dalam lingkungan baru tersebut. Apabila dalam lingkungan sekolah,
layanan ini dapat dilakukan sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun
ajaran, yaitu pada awal semester.
Tujuan dari layanan orientasi yaitu supaya anak dapat beradaptasi
dengan lingkungan yang baru. Selain itu, layanan ini memiliki fungsi

18
pencegahan, dengan maksud anak dapat terhindar dari permasalahan karena
tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan baru (Lilik Sriyanti, 2020: 36).
Dikarenakan layanan ini dilakukan pada awal program pelajaran baru maka
materi layanan mencakup organisasi sekolah, guru – guru dan staf sekolah,
ekstrakurikuler, fasilatas atau sarana dan prasarana serta tata tertib sekolah.
2. Layanan informasi
Menurut Dedy Kustawan (2013: 91-92) layanan informasi
merupakan pemberian berbagai informasi tentang hal yang dapat
memberikan manfaat bagi anak melalui interaksi langsung maupun tidak
langsung seperti buku, majalah, media elektronik dll. Layanan informasi
merupakan salah satu layanan penting yang dibutuhkan dalam
melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling pada anak. layanan
informasi dapat membantu anak dalam menerima dan memahami informasi
mengenai informasi pendidikann/akademik, kehidupan bermasyarakat,
pekerjaan dan kesehatan.
Sehingga layanan ini memiliki tujuan untuk membantu anak autis
agar dapat mempertimbangkan dan mengambil keputusan yang tepat atas
informasi yang telah diperoleh. Fungsi dari layanan ini yaitu sebagai
pencegahan dan pemahaman, yaitu anak dapat terhindar dari berbagai
permasalahan dan mampu memahami informasi serta dapat menentukan
pilihan yang tepat.
3. Layanan penempatan dan penyaluran
Dedy Kustawan (2013: 92) layanan penempatan dan penyaluran
merupakan salah satu kegiatan bimbingan yang bertujuan untuk membantu
anak atau sekelompok anak yang mengalami ketidakcocokan antara
kemampuan dengan usaha pengembangan, dan penempatan anak pada
lingkungan yang tepat serta pemberian ruang dan kesepatan anak untuk
mengembangkan kemampuan diri secara optimal. Layanan penempatan dan
penyaluran dapat membantu anak dalam mendapatkan penempatan dan
penyaluran yang sesuai dengan kondisi misalnya penempatan dan

19
penyaluran dalam kelas, kerja kelompok, program ekstrakurikuler /
kurikuler, program magang, dan pelatihan.
Layanan ini bertujuan untuk mengembangkan bakat dan minat anak
autis agar dapat tersalurkan dengan baik dan tepat. Sehingga layanan
penempatan dan penyaluran memiliki fungsi sebagai pengembangan.
4. Layanan penguasaan konten
Layanan yang dimaksud yaitu layanan bimbingan yang dapat
memberikan pemahaman, penguasaan dan pengembangan dari berbagai
informasi mengenai kebiasaan dan kemampuan belajar yang sesuai dengan
tingkat kesulitan belajar anak, sehingga dapat melakukan sesuatu yang
bermanfaat bagi kehidupan dan perkembangan dirinya (Richma Hidayati,
2016: 31).
Tujuan dari layanan penguasaan konten yaitu agar anak autis
mampu mengembangkan sikap, kebiasaan dan kemampuannya secara
optimal. Sehingga layanan ini berfungsi sebagai pengembangan.
5. Layanan konseling perorangan
Layanan konseling perorangan merupakan layanan bimbingan yang
diberikan secara tatap muka antara konselor dan seorang anak autis untuk
memperbaiki masalah yang dihadapi melalui tahap perseorangan. Layanan
ini digunakan untuk membantu anak memperbaiki masalah yang dialami
(Dedy Kustawan, 2013: 94). Bagi anak autis memiliki kesulitan dalam hal
berkomunikasi dan berinteraksi atau dalam kegiatan secara tatap muka,
sehingga perlu mengupayakan metode dan cara yang sesuai dalam
berinteraksi dalam melaksanakan kegiatan konseling perorangan.
Dalam layanan ini lebih cenderung khusus atau pribadi. Sehingga
dari layanan ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan yang ada agar
anak dapat mengubah sikap dan mampu beradaptasi dengan lingkungan
sekitar. Layanan program konseling perorangan berfungsi sebagai
pengentasan atau advokasi.
6. Layanan bimbingan kelompok

20
Layanan bimbingan kelompok yaitu layanan yang dilakukan secara
bersama-sama atau kelompok untuk memperoleh materi atau informasi dari
konselor dalam pengembangan kemampuan bersosialisasi anak autis.
Melalui bimbingan kelompok anak autis diberikan motivasi untuk
menentukan pilihan/keputusan tertentu atas masalah sosial yang dihadapi.
Sehingga masalah – masalah tersebut dapat dipecahkan melalui bimbingan
kelompok.
Bimbingan kelompok bertujuan untuk mengembangkan sikap
bersosialisasi anak autis dengan teman dan lingkungan sekitar sehingga
dapat memberi pemahaman bahwa ia tidak merasa berbeda dengan anak
yang lain. Layanan bimbingan kelompok berfungsi sebagai pemahaman dan
pengembangan (Mudaim, Putri Solekhah, 2020: 472). Fungsi dari layanan
ini dimaksudkan untuk mengetahui pemahaman atas potensi diri anak dan
dapat dikembangkan sehingga potensi tersebut dapat bermanfaat dimasa
depan.
7. Layanan konsultasi
Lilik Sriyanti (2020: 38) layanan konsultasi merupakan layanan
bimbingan yang dapat dilakukan secara berkelompok atau personal baik
dari guru, orang tua ataupun pihak-pihak lain yang bertujuan untuk
membantu peserta didik dalam mendapatkan informasi, pengetahuan dan
metode-metode yang dapat digunakan dalam menangani permasalahan
anak autis. Dalam pelayanan ini, konselor membuka kesempatan untuk
bertukar pikiran baik dari guru maupun orang tua dalam menangani masalah
dan kesulitan yang dihadapi.
8. Layanan mediasi
Layanan mediasi adalah layanan yang dilakukan oleh konselor
terhadap anak autis dalam membantu menyelesaikan permasalahan dan
memperbaiki hubungan dengan pihak lain. Layanan mediasi merupakan
salah satu layanan penting yang diberikan oleh anak autis dalam mengatasi
masalahnya, baik dengan teman, orang tua, guru ataupun pihak lain yang
dapat menghambat perkembangan dirinya.

21
Layanan mediasi lebih menitik beratkan pada perubahan-perubahan
atau situasi awal menjadi situasi baru dalam berhubungan dengan pihak
yang bermasalah (Dedy Kustawan, 2013: 97). Sehingga pelaksanaan dari
layanan mediasi ini bertujuan untuk membangun dan menciptakan kondisi
hubungan yang positif dan mendukung antara anak yang mengalami
perselisihan dan ketidakcocokan.
9. Layanan advokasi
Prayitno (2014) layanan advokasi dalam bimbingan dan konseling
merupakan usaha yang digunakan untuk memberikan kembali hak-hak anak
yang tidak mendapatkan perhatian dan perlakuan yang sesuai dengan
tuntutan. Layanan advokasi merupakan layanan yang diberikan kepada
anak autis untuk mendapatkan kembali hak-hak yang seharusnya diperoleh.
Selama ini anak berkebutuhan khusus seperti autis dipandang berbeda
dengan anak lain dan terpinggirkan sehingga anak autis belum mendapatkan
hak-hak yang sewajarnya didapatkan.
Melalui layanan ini, anak autis memiliki peluang belajar yang sama
dengan anak lainnya, memiliki hak mendapatkan keadilan dan manusiawi
(Lilik Sriyanti, 2020: 38). Tujuan dari layanan advokasi yaitu anak dapat
terbebas dari pengaruh pihak tertentu yang membatasi atau menghilangkan
hak anak untuk mengatasi masalah anak. Dalam hal ini, konselor memiliki
kewenangan besar dalam berupaya menangani permasalahan anak.

22
BAB IV

PENUTUP
Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus adalah individu yang memiliki karakteristik fisik,
intelektual, maupun emosional, di atas atau di bawah rata-rata individu pada umumnya.
Penyebutan sebagai anak berkebutuhan khusus, dikarenakan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya, anak ini membutuhkan bantuan layanan pendidikan, layanan sosial, layanan
bimbingan dan konseling, dan berbagai jenis layanan lainnya yang bersifat khusus.
Terdapat beberapa jenis anak berkebutuhan khusus, diantaranya tunanetra dan autism.
Tunanetra adalah tipe anak berkebutuhan khusus (ABK), yang mengacu pada
hilangnya fungsi indera visual seseorang. Tunanetra mengalami hambatan penglihatan
dalam memperoleh informasi. Sedangkan autism atau biasa disebut ASD (Autistic
Spectrum Disorder) merupakan gangguan perkembangan fungsi otak yang komplek dan
sangat bervariasi (spektrum), biasanya gangguan ini meliputi cara berkomunikasi,
berinteraksi social dan kemampuan berimajinasi.

23
DAFTAR PUSTAKA
Anak Autis Usia Dini, B. (n.d.). LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING.
Ayuning, A., Pitaloka, P., Fakhiratunnisa, S. A., & Ningrum, T. K. (2022). KONSEP DASAR
ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS. In MASALIQ : Jurnal Pendidikan dan Sains (Vol. 2,
Issue 1). https://ejournal.yasin-alsys.org/index.php/masaliq
buku ajar ABK . (n.d.).
Dermawan, O. (n.d.). STRATEGI PEMBELAJARAN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
DI SLB. http://bintangbangsaku.com/artikel/tag/anak-
Norlita, W., & Sari, M. (2021). Jurnal Kesehatan As-Shiha Kemampuan Perhatian Anak Autisme
Pada Permainan Puzzle Di SLB Melati Rumbai Pekanbaru.
https://ejurnal.umri.ac.id/index.php/JKU/index
PESHUM+6+(Adena). (n.d.).
Ratri Desiningrum, D. (2016). PSIKOLOGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS.
Scanned by CamScanner. (n.d.).
Studi Bimbingan Konseling Islam, P., & Sunan Kalijaga Yogyakarta, U. (2019). Hayatul Khairul
Rahmat IMPLEMENTASI STRATEGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING
KOMPREHENSIF BAGI SISWA TUNANETRA DI MTs YAKETUNIS YOGYAKARTA Hayatul
Khairul Rahmat (Vol. 16, Issue 1).

24

Anda mungkin juga menyukai