TUNADAKSA
Mata Kuliah : Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Dosen Pengampu : Isnaeni Marhani, M. Psi
Disusun Oleh :
Depi Lestari 22.23.025629
Muhammad Sukma 22.23.026203
Nurul Adaniah 22.23.025633
Penulis Kelompok 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..........................................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................................
A. Latar Belakang...........................................................................................................
B. Rumusan Masalah......................................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN........................................................................................................
A. Pengertian Tunadaksa................................................................................................
B. Karakteristik Tunadaksa............................................................................................
C. Penyebab Tunadaksa..................................................................................................
D. Penanganan di Setting Pendidikan
E. Model Kurikulum.......................................................................................................
BAB 3 PENUTUP.................................................................................................................
A. Kesimpulan................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia pada umumnya berharap dilahirkan dalam keadaan fisik yang normal dan
sempurna, akan tetapi tidak semua manusia mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karen
adanya keterbatasan fisik yang tidak dapat dihindari seperti kecacatan atau kelainan pada
fisiknya yang disebut tunadaksa. Dalam kamus bahasa Indonesia tunadaksa merupakan cacat
pada anggota tubuhnya (Marhijanto, 1993). Penyabab terjadinya tunadaksa menurut Riadi dkk.
(2006) ada tiga faktor yaitu faktor karena kelahiran, faktor kecelakaan, faktor virus.
Faktor kalahiran dikarenakan pada proses kelahiran yang terlalu lama karena tulang
pinggang ibu kecil sehingga bayi mengalami kekurangan oksigen, kekurangan oksigen
menyebabkan terganggunya sistem metabolisme dalam otak bayi, akibatnya jaringan syaraf
pusat mengalami kerusakan. Pemakaian alat bantu berupa tang ketika proses kelahiran yang
mengalami kesulitan sehingga dapat merusak jaringan syaraf pada otak bayi. Pemakaian
anestesi yang melebihi ketentuan ibu yang melahirkan karena operasi dan menggunakan anestesi
yang melebihi dosis dapat mempengaruhi sistem persyarafan otak bayi, sehingga otak
mengalami kelaianan struktur ataupun fungsinya.
Faktor kecelakaan, dimana seseorang mengalami kecelakaan dalam kerja seperti
cleaning service yang terjatuh saat membersihkan kaca jendela tempat ia bekerja sehingga ia
harus diamputasi. Tunadaksa tidak hanya bagi mereka bagi mereka yang kehilangan anggota
tubuhnya saja tapi kelebihan anggota tubuh dapat juga dikatakan sebagai tunadaksa, seperti
memeiliki jari yang lebih dari lima buah.
B. Rumusan Masalah
Tunadaksa berasal dari kata “tuna” yang berarti rugi atau kurang, dan “daksa" yang
berarti tubuh. Tunadaksa adalah anak yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna,
sedangkan istilah cacat tubuh dan cacat fisik dimaksudkan untuk menyebut anak cacat pada
anggota tubuhnya, bukan cacat indranya. Selanjutnya istilah cacat ortopedi terjemahan dari
bahasa Inggris orthopedically handicapped. Orthopedic mempunyai yang berhubungan dengan
otot, tulang dan persendian. Dengan demikian, cacat ortopedi kalainannya terletak pada aspek
otot, tulang dan persendian atau dapat juga merupakan akibat adanya kelainan yang
terletak pada pusat pengatur sistem otot, tulang dan persendian.
B. Karakteristik Tunadaksa
1. Karakteristik Akademik
Pada umumnya tingkat kecerdasan anak tunadaksa yang mengalami kelainan pada
sistem otot dan rangka adalah normal sehingga dapat mengikuti pelajaran sama dengan
anak normal, sedangkan anak tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem cerebral
tingkat kecerdasannya berentang mulai dari tingkat idiocy sampai dengan gifted. Hardman
(1990) mqngemukakan bahwa 45% anak cerebral palsy mengalami keterbelakangn mental
(tunagrahita), 35% mempunyai tingkat kecerdasan normal dan diatas normal. Sisanya sedikit
dibawah rata-rata. Selanjutnya, P. Seibel (1984:138) mengemukakan bahwa tidak ditemukan
hubungan secara langsung antara tingkat kelainan fisik dengan kecerdasan anak.
Artinya anak cerebral palsy yang kelainannya berat, tidak berarti kecerdasannya rendah.
2. Karakteristik Sosial/Emosiaonal
Karakteristik sosial/emosional anak tunadaksa bermula dari konsep diri anak yang
merasa dirinya cacat, tidak berguna, dan menjadi beban orang lain yang mengakibatkan
mereka malas belajar, bermain dan perilaku salah suai lainnya. Kehadiran anak cacat yang
tidak diterima oleh orang tua dan disingkirkan dari masyarakat akan merusak perkembangan
pribadi anak. Kegiatan jasmani yang tidak dapat dilakukan oleh anak tunadaksa dapat
mengakibatkan timbulnya problem emosi, seperti mudah tersinggung, mudah marah, rendah
diri, kurang dapat bergaul, pemalu, menyendiri, dan frustrasi. Problem emosi seperti itu,
banyak ditemukan pada anak tunadaksa dengan gangguan sistem cerebral. Oleh sebab itu,
tidak jarang dari mereka tidak memiliki rasa percaya diri dan tidak dapat menyesuaikan
diri dengan lingkungan sosialnya.
3. Karakteristik Fisik/Kesehatan
C. Penyebab Tunadaksa
1. Infeksi atau penyakit yang menyerang ketika ibu mengandung sehingga menyerang otak
bayi yang sedang dikandungnya.
2. Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran terganggu, tali pusar tertekan,
sehingga merusak pembentukan saraf-saraf di dalam otak.
3. Bayi dalam kandungan terkena radiasi yang langsung mempengaruhi sistem saraf pusat
sehingga struktur maupun fungsinya terganggu.
4. Ibu yang sedang mengandung mengalami trauma yang dapat mengakibatkan
terganggunya pembentukan sistem saraf pusat. Misalnya, ibu jatuh dan perutnya
terbentur dengan cukup keras dan secara kebetulan mengganggu kepala bayi, maka
dapat merusak sistem saraf pusat bayi.
1. Proseskelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggangnya yang kecil pada
ibu sehingga bayi mengalami kekurangan oksigen. Hal ini kemudian
menyebabkan terganggunya sistem metabolisme dalam otak bayi sehingga
jaringan saraf pusat mengalami kerusakan.
2. Pemakaian alat bantu berupa tang ketika proses kelahiran yang mengalami kesulitan
sehingga dapat merusak jaringan saraf otak pada bayi.
3. Pemakaian anestesi yang melebihi ketantuan. Ibu yang melahirkan karena operasi
dan menggunakan anestesi yang melebihi dosis dapat mempengaruhi sistem
persarafan otak bayi sehingga otak mengalami kelainan struktur maupun
fungsinya.
Tujuan pendidikan anak tunadaksa mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun
1991 agar peserta didik mampu mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan
sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal
balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar serta dapat
mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan
lanjutan. Connor (1975) dalam Musyafak Asyari (1995) mengemukakan bahwa
dalam pendidikan anak tunadaksa perlu dikembangkan 7 aspek yang diadaptasikan
sebagai berikut.
A.Pengembangan Intelektual dan Akademik
B. TEMPAT PENDIDIKAN
Model layanan pendidikan yang sesuai dengan jenis, derajat kelainan dan
jumlah peserta didik diharapkan akan memperlancar proses pendidikan. Anak
tunadaksa dapat mengikuti pendidikan pada tempat-tempat berikut.
4. Kelas Reguler dan Khusus (Part-Time Reguler Class and Part-Time Special
Class)
Model ini digunakan apabila menyatukan anak tunadaksa dengan anak
normal, pada mata pelajaran tertentu. Mereka belajar dengan anak normal dan
apabila anak tunadaksa mengalami kesulitan mereka belajar di kelas khusus.
5. Kelas reguler Dibantu oleh Guru Khusus (Reguler Class with Supportive
Instructional Service)
Anak tunadaksa bersekolah bersama-sama anak normal di sekolah umum
dengan bantuan guru khusus apabila anak mengalami kesulitan.
6. Kelas Biasa dengan Layanan Konsultasi untuk Guru Umum (Reguler Class
Placement with Consulting Service for Reguler Teachers)
Tanggung jawab pembelajaran model ini sepenuhnya dipegang oleh guru
umum. Anak tunadaksa belajar bersama dengan anak normal di sekolah
umum, dan untuk membantu kelancaran pembelajaran ada guru kunjung yang
berfungsi sebagai konsultan guru reguler.
E. Model Kurikulum
Menurut penulis, model kurikulum yang terdapat pada film Stronger Modifikasi
kurikulum umum dimodifikasi, disederhanakan tanpa harus menghilangkan substansi, dan
disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan PDBK. Modifikasi dan penyederhanaan
kurikulum dapat dilakukan dalam salah satu atau lebih dari hal-hal berikut, yaitu tujuan, isi,
metode dan cara penilaian.
SISTEM PENDIDIKAN
karena selama anak di kelas khusus ia sering bermain, ke kantin, dan upacara
bersama dengan anak normal (siswa kelas reguler).
Lama pendidikan dan penjenjangan serta isi kurikulum tiap jenjang adalah
sebagai berikut.
a. TKLB (Taman Kanak-kanak Luar Biasa) berlangsung satu sampai tiga tahun
dan isi kurikulumnya, meliputi pengembangan Kemampuan Dasar (Moral
Pancasila, Agama, Disiplin, Perasaan, Emosi, dan Kemampuan
Bermasyarakat), Pengembangan Bahasa, Daya Pikir, Daya Cipta,
Keterampilan dan Pendidikan Jasmani. Usia anak yang diterima sekurang-
kurangnya 3 tahun.
b. SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa) berlangsung sekurang-kurangnya enam
tahun dan usia anak yang diterima sekurang-kurangnya enam tahun. Isi
kurikulumnya terdiri atas: Program Umum meliputi mata pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama, Bahasa
Indonesia, Matematika, IPS, IPA, Kerajinan Tangan dan Kesenian, serta
Pendidikan Jasmani dan Kesehatan; program khusus (Bina Diri dan Bina
Gerak), dan Muatan Lokal (Bahasa Daerah, Kesenian, dan Bahasa Inggris).
c. SLTPLB (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa) berlangsung sekurang-
kurangnya 3 tahun, dan siswa yang diterima harus tamatan SDLB. Isi
kurikulumnya terdiri atas program umum (Pendidikan Pancasila, Kewarganegaraan,
Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Pendidikan
Jasmani dan Kesehatan, Bahasa Inggris), program khusus (Bina Diri dan Bina
Gerak), program muatan lokal (Bahasa Daerah, Kesenian Daerah).
Lama belajar dan perimbangan bobot mata pelajaran untuk tiap jenjang
adalah TKLB lama belajar satu jam pelajaran 30 menit, SDLB lama belajar satu jam
pelajaran 30 dan 40 menit. Bobot mata pelajaran di SDLB yang tergolong akademik
lebih banyak dari mata pelajaran yang lainnya, SLTPLB lama belajar satu jam
pelajaran 45 menit dan bobot mata pelajaran keterampilan dan praktik lebih banyak
daripada mata pelajaran lainnya; dan SMLB lama belajar sama dengan SLTPLB dan
bobot mata pelajaran keterampilan lebih banyak dan mata pelajaran lainnya lebih
diarahkan pada aplikasi dalam kehidupan sehari-hari.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan