Anda di halaman 1dari 16

PERSPEKTIF PENDIDIKAN

DAN PEMBELAJARAN ANAK TUNADAKSA

DOSEN PENGAMPU : Dr. NURHASTUTI, S.Pd. M.Pd

Disusun Kelompok 2 :
Anjar Meltiana 23003229
Antasari Bayuningrum 23003230
Fitriana Kusumawardani 23003244

Tria Rahmadika 23003280


Tuti Sismonita 23003281
M. Warits Aknura 23003255

PENDIDIKAN LUAR BIASA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah memberikan kesempatan pada kami
untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan
makalah Perspektif Pendidikan dan Pembelajaran Anak Tunadaksa tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dosen pada mata kuliah Perspektif
Pendidikan dan Pembelajaran Anak Tundaksa di program RPL Pendidikan Luar Biasa
Universitas Negeri Padang. Selain itu, kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca tentang pemahaman Anak Tunadaksa.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Dr. Nurhastuti, S.Pd,
M.Pd selaku dosen pengampu sehingga tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih
pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun senantiasa kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

Jambi, November 2023


DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................................

Daftar isi.............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..............................................................................................................

B. Tujuan............................................................................................................................

C. Rumusan masalah.........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Jenis-jenis Tunadaksa................................................................................................

B. Klasifikasi Tunadaksa................................................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Setiap anak mempunyai kesempatan yang sama dalam menempuh pendidikan tanpa
mengenal perbedaan termasuk bagi anak berkebutuhan khusus. Hal ini telah diatur di dalam
pasal 31 ayat (1) UUD 1945, yang intinya setiap warga negara berhak untuk mendapatkan
layanan pendidikan secara merata, ini menunjukkan bahwa baik anak normal atau anak
berkebutuhan khusus juga harus mendapat pendidikan yang layak guna mengoptimalkan
potensi dirinya.
Gerak merupakan suatu yang sangat esensial bagi manusia. Perkembangan gerak
menggambarkan suatu fungsi persepsi senso-motorik, fungsi intelektual dan fungsi emosi
psikologis. Perkembangan gerak berjalan seiring dengan pertumbuhan gerak. Pertumbuhan
dan perkembangan merupakan suatu proses yang tidak bisa dipisahkan karena saling
bergantung satu sama lainnya.
Tunadaksa adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya
disebabkan oleh kurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya
secara normal, sebagai akibat bawaan, luka penyakit, atau pertumbuhan yang tidak
sempurna sehingga untuk kkepentingan pembelajarannya perlu layanan secara khusus.
Menurut Atmaja (2018:128) tunadaksa merupakan suatu keadaan rusak atau
terganggu sebagian akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot dan sendi
dalam fungsinya yang normal. Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit, kecelakaan atau
juga dapat disebabkan oleh pembawaan sejak lahir.
Peserta didik tunadaksa memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan peserta
didik berkebutuhan lainnya. Peserta didik tunadaksa memiliki hambatan yang terletak pada
kesulitan gerak dan kelainan postur. Sehingga dengan adanya hambatan ini peserta didik
tunadaksa memiliki ketidakmampuan untuk melakukan orientasi ruang dan memiliki
gangguan koordinasi gerak karena kondisi fisik motorik yang lemah. Memperhatikan peserta
didik tunadaksa tersebut, maka penataan situasi kelas dan lingkungan pembelajaran pada
peserta didik tunadaksa merupakan suatu kebutuhan. Tentunya kita sebagai guru harus
memiliki pemahaman dan komitmen serta keterampilan dalam menata fasilitas pembelajaran
yang memadai.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas yang menjadi rumusan masalah adalah :
1. Apa saja jenis-jenis anak Tunadaksa ?
2. Apa klasifikasi anak Tunadaksa ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui jenis-jenis anak Tunadaksa
2. Untuk mengetahui klasifikasi anak Tunadaksa
BAB II
PEMBAHASAN

A. Jenis – Jenis Anak Tunadaksa


Jenis-jenis anak tunadaksa menurut Nurhastuti (2019) sebagai berikut :
1. Cerebral Palsy
Dalam bahasa Indonesia Cerebral palsy diartikan sebagai lumpuh otak. Keadaan ini
memengaruhi fungsi otak dan jaringan saraf sehingga penyandang Cerebral palsy
mengalami gangguan dan gerakan, pembelajaran, pendengaran, penglihatan, sampai
dengan kemampuan berpikir mereka.

2. Poliomielitis
Poliomielitismerupakan suatu infeksi penyakit pada sumsusm tulang belakang yang
disebabkan oleh virus polio. Area yang terserang infeksi virus adalah pada sel-sel
syaraf motorik pada sumsum tulang belakang atau pada jaringan syaraf yang terdapat
di dalam otak

3. Muskular Distropi
Muskular distropi adalah suatu penyakit yang menyababkan terjadinya kemunduran
dan kelemahan otot lurik, tanpa diketahui sebabnya apakah saraf pusat atau saraf
tepi. Penyakit ini merupakan suatu penyakit yang khas mengenai otot-otot

4. Spina Bifida
Spina Bifida merupakan keadaan umum yang disebabkan karena kerusakan fisik
anak, yaitu kecacatan atau kerusakan bawaan dalam perkembangan urat syaraf tulang
belakang. Suatu bagian dari susunan syaraf tulang belakang yang mengontrol otot-
otot dan daya perasa pada bagian bawah tubuh tidak berkembang secara normal
5. Cacat Bawaan Pada Anggota Gerak Bagian Atas dan Anggota Gerak Bagian Bawah
Kelainan anggota yang dimaksud adalah hilangnya anggota sebagian atau secara
keseluruhan dari anggota gerak atas atau anggota bawah.

B. Klasifikasi Anak Tuna Daksa


Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa, pada dasarnya kelainan pada anak
tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu (1) kelainan pada sistem
serebral ( Cerebral System), dan (2) kelainan pada sistem otot dan rangka ( Musculus
Skeletal System)

1. Kelainan pada sistem serebral (cerebral system disorder)

Penggolongan anak tuna daksa ke dalam kelainan sistem serebral ( cerebral)


didasarkan pada letak penyebab kelahiran yang terletak di dalam sistem syaraf pusat (otak
dan sumsum tulang belakang). Kerusakan pada sistem syaraf pusat mengakibatkan bentuk
kelainan yang krusial karena otak dan sumsum tulang belakang merupakan pusat dari
aktivitas hidup manusia. Di dalamnya terdapat pusat kesadaran, pusat ide, pusat kecerdasan,
pusat motorik, pusat sensoris dan lain sebagainya. Kelompok kerusakan bagian otak ini
disebut CerebralPalsy (CP). Cerebral Palsy dapat diklasifikasikan menurut:

a. Penggolongan Menurut Derajat Kecacatan


Menurut derajat kecacatan, cerebal palsy dapat digolongkan atas: golongan ringan,
sedang, dan golongan berat.
 Golongan ringan adalah mereka yang dapat berjalan tanpa menggunakan alat,
berbicara tegas, dapat menolong dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-hari.
Mereka dapat hidup bersama-sama (dalam hal ini mengikuti aktivitas sehari-
hari) anak normal lainnya. Kelainan yang dimiliki oleh kelompok ini tidak
mengganggu kehidupan dan pendidikannya.
 Golongan sedang adalah mereka yang membutuhkan treatment atau latihan
khusus untuk bicara, berjalan, dan mengurus dirinya sendiri. Golongan ini
memerlukan alat-alat khusus untuk membantu gerakannya, seperti brace untuk
membantu penyangga kaki, kruk atau tongkat sebagai penopang dalam
berjalan. Dengan pertolongan secara khusus, anak-anak kelompok ini
diharapkan dapat mengurus dirinya sendiri.
 Golongan berat adalah mereka yang memiliki cerebral palsy. Golongan ini
yang tetap membutuhkan perawatan dalam ambulansi, bicara, dan menolong
dirinya sendiri. Mereka tidak dapat hidup mandiri di tengah-tengah
masyarakat.

b. Penggolongan Menurut Topografi


Dilihat dari topografi yaitu banyaknya anggota tubuh yang lumpuh, Cerebral
Palsy dapat digolongkan menjadi enam golongan, yaitu:
 Monoplegia
Hanya satu anggota gerak yang lumpuh, misalnya kaki kiri.
Sedangkan kaki kanan dan kedua tangannya normal.
 Hemiplegia
Lumpuh anggota gerak atas dan bawah pada sisi yang sama,
misalnya tangan kanan dan kaki kanan, atau tangan kiri dan kaki kiri.
 Paraplegia
Lumpuh pada kedua tungkai kakinya.
 Diplegia
Lumpuh kedua tangan kanan dan kiri atau kedua kaki kanan dan kiri
(paraplegia).
 Triplegia
Tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan, misalnya tangan kanan dan
kedua kakinya lumpuh, atau tangan kiri dan kedua kakinya lumpuh.
 Quadriplegia
Anak jenis ini mengalami kelumpuhan seluruhnya anggota
geraknya. Mereka cacat pada kedua tangan dan kedua kakinya,
quadriplegia disebutnya juga tetraplegia.
c. Penggolongan Menurut Fisiologi
Dilihat dari fisiologi, yaitu segi gerak, letak kelainan terdapat diotak dan fungsi
geraknya (motorik), maka anak Cerebral Palsy dibedakan atas:
 Spastik
Tipe spastik ini ditandai dengan adanya gejala kekejangan atau kekakuan pada
sebagian ataupun seluruh otot. Kekakuan itu timbul ketika akan bergerak sesuai
dengan kehendak. Dalam keadaan ketergantungan emosional, kekakuan atau
kekejangan itu akan makin bertambah, sebaliknya dalam keadaan tenang,
gejala itu menjadi berkurang. Pada umumnya, anak CP jenis spastik ini
memiliki tingkat kecerdasan yang tidak terlalu rendah. Di antara mereka ada
yang normal bahkan ada yang di atas normal.
 Athetoid
Pada tipe ini tidak terdapat kekejangan atau kekakuan. Otot-ototnya dapat
digerakkan dengan mudah. Ciri khas tipe ini terdapat pada sistem gerakan.
Hampir semua gerakan terjadi di luar kontrol dan koordinasi gerak.
 Ataxia
Ciri khas tipe ini adalah seperti kehilangan keseimbangan. Kekakuan hanya
dapat terlihat dengan jelas saat berdiri atau berjalan. Gangguan utama pada tipe
ini terletak pada sistem koordinasi dan pusat keseimbangan pada otak.
Akibatnya, anak tipe ini mengalami gangguan dalam hal koordinasi ruang dan
ukuran. Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari adalah pada saat makan
mulut terkatup terlebih dahulu sebelum sendok berisi makanan sampai ujung
mulut.
 Tremor
Gejala yang tampak jelas pada tipe tremor adalah gerakan-gerakan kecil dan
terus menerus berlangsung sehingga tampak seperti bentuk getaran-getaran.
Gerakan itu dapat terjadi pada kepala, mata, tungkai, dan bibir.
 Rigid
Pada tipe ini dapat dijumpai kekakuan otot – tidak seperti pada tipe spastik – di
mana gerakannya tampak tidak ada keluwesan.
 Tipecampuran
Anak pada tipe ini menunjukkan dua ataupun lebih jenis gejala CP sehingga
akibatnya lebih berat bila dibandingkan dengan anak yang hanya memiliki satu
tipe CP.
2. Kelainan Pada Sistem Otot dan Rangka ( Musculus Scelatel System)

Penggolongan anak tuna daksa ke dalam kelompok sistem otot dan rangka
didasarkan pada letak penyebab kelainan anggota tubuh yang mengalami kelainan yaitu:
kaki, tangan dan sendi, dan tulang belakang. Jenis-jenis kelainan sistem otak dan rangka
antara lain meliputi :
a. Poliomylitis
Penderita polio ini mengalami kelumpuhan otot sehingga otot akan mengecil dan
tenaganya melemah. Peradangan akibat virus polio ini menyerang sumsum tulang
belakang pada anak usia dua tahun sampai enam tahun.
b. Muscle Dystrophy.
Anak mengalami kelumpuhan pada fungsi otot. Kelumpuhan pada
penderita muscle dystrophy sifatnya progresif, semakin hari semakin parah.
Kondisi kelumpuhannya bersifat simetris, yaitu pada kedua tangan saja atau
kedua kaki saja, atau pada kedua tangan dan kaki. Penyebab terjadinya muscle
distrophy belum diketahui secara pasti. Gejala anak menderita muscle
dystrophy baru kelihatan setelah anak berusia tiga tahun, yaitu gerakan-gerakan
yang lambat, di mana semakin hari keadaannya semakin mundur. Selain itu, jika
berjalan sering terjatuh. Hal ini kemudian mengakibatkan anak tidak mampu
berdiri dengan kedua kakinya dan harus duduk di atas kursi roda.
Berikut klasifikasi Tuna Daksa Menurut Frances G. Koening dalam Somantri (2006:123):
1. Kerusakan yang dibawa sejak lahir atau kerusakan yang merupakan
keturunan, meliputi :
a) Club-foot (kaki seperti tongkat).
b) Club –hand (tangan seperti tongkat).
c). Polydactylism (jari yang lebih dari lima pada masing- masing tangan atau
kaki).
d) Syndactylism (jari-jari yang berselaput atau menempel satu dengan yang
lainnya).
e) Torticolis (gangguan pada leher sehingga kepala terkulai ke muka).
f) Spina-bifida (sebagian dari sumsum tulang belakang tidak tertutupi).
g) Cretinism (kerdil/katai).
h) Mycrocepalus (kepala yang kecil, tidak normal).
i) Hydrocepalus (kepala yang besar karena berisi cairan).
j) Clefpalats (langit-langit mulut yang berlubang).
k) Herelip (gangguan pada bibir dan mulut).
l) Congenital hip dislocation (kelumpuhan pada bagian paha).
m) Congenital amputation (bayi yang dilahirkan tanpa anggota tubuh tertentu).
n) Fredresich ataxia (gangguan pada sumsum tulang belakang).
o) Coxavalga (gangguan pada sendi paha, terlalu besar).
p) Syphilis (kerusakan tulang dan sendi akibat penyakit syphilis).
2. Kerusakan pada waktu kelahiran :
a) Erb‟s palsy (kerusakan pada syaraf lengan akibat tertekan atau tertarik waktu
kelahiran).
b) Fragilitasosium (tulang yang rapuh dan mudah patah).
3. Infeksi :
a) Tuberkulosis tulang (menyerang sendi paha sehingga menjadi kaku).
b) Osteomyelitis (radang di dalam dan di sekeliling sumsum tulang karena
bakteri).
c) Poliomyelitis (infeksi virus yang mungkin menyebabkan kelumpuhan).
d) Pott‟s disease (tuberkulosis sumsum tulang belakang).
e) Still‟s disease (radang pada tulang yang menyebabkan kerusakan permanen
pada tulang).
f) Tuberkulosis pada lutut atau pada sendi lain.
4. Kondisi traumatik atau kerusakan traumatik :
a) Amputasi (anggota tubuh dibuang akibat kecelakaan).
b) Kecelakaan akibat luka bakar.
c) Patah tulang.
5. Tumor :
a) Oxostosis (tumor tulang).
b) Osteosis fibrosa cystica (kista atau kantang yang berisi cairan dalam tulang).
6. Kondisi-kondisi lainnya :
a) Flatfeet (telapak kaki yang rata, tidak berteluk).
b) Kyphosis (bagian belakang sumsum tulang belakang yang cekung).
c) Lordosis (bagian muka sumsum tulang belakang yang cekung).
d) Perthe‟s disease (sendi paha yang rusak atau mengalami kelainan).
e) Rickets (tualng yang lunak karena nutrisi, menyebabkan kerusakan tulang dan
sendi).
f) Scilosis (tulang belakang yang berputar, bahu dan paha yang miring).
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang termasuk jenis -jenis tuna daksa
yaitu Cerebral Palsy, Poliomielitis, Muskular Distropi, Spina Bifida, Cacat Bawaan Pada
Anggota Gerak Bagian Atas dan Anggota Gerak Bagian Bawah.
Klasifikasi Tunadaksa dikelompokkan menjadi; kelainan pada sistem serebral
( Cerebral System), dan kelainan pada sistem otot dan rangka ( Musculus Skeletal System).
Kelainan pada sistem serebral digolongkan menurut derajat kecacatan, topografi, dan
fisiologi. Kelainan pada sistem otot dan rangka meliputi Poliomylitis dan Muscle Dystrophy.
Namun Frances G. Koening mengklasifikasikan Tunadaksa menurut kerusakan sejak lahir,
kerusakan saat lahir, infeksi, kerusakan traumatik, tumor, dan kerusakan kondisi lainya.
DAFTAR PUSTAKA

Atmaja Rinakri Jati. 2018. Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
http://repository.unpas.ac.id/TK Ningrum - Masaliq, 2022 - ejournal.yasin-alsys.org. Di akses
pada tanggal 9 Novenber 2023
Nurhastuti. 2019. Bahan Ajar Perspektif Pendidikan Anak Tunadaksa. Jurusan Pendidikan Luar
Biasa:Universitas Padang.
http://repository.unp.ac.id/21924/1/BAHAN%20AJAR%20BUK%20NURHASTUTI.pdf

Soemantri, Sutjihati.1996.Psikologi Anak Luar Biasa.Jakarta.Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan.
https://www.youtube.com/watch?v=vnSsQP7SPNY
Dari study kasus ini, menceritakan seorang gadis yang bernama Atun Dinia berusia 17
tahun yang bertempat tinggal Jalan baru Marendal I Pasar 6 Dusun 9 Kecamatan Pasembak
Deliserdang Sumatra Utara yang menderita polio dari usia 7 tahun. Penyakit Polio yang
menyebabakan kakinya lumpuh dan merenggut harapannya. Penyakit polio ini disebabkan oleh
virus, yang merusak sel-sel neuron motorik kornu anterior masa kelabu medula spinalis (anterior
horn cells of the spinal cord) dan batang otak (brain stem) yang berakibat kelemahan atau
kelumpuhan otot (paralisis flaksid akut) dengan distribusi dan tingkat yang bervariasi serta
bersifat permanen.
Anak pertama dari Ibu Ariani, ini seharusnya sudah memasuki bangku SMA kelas I.
tetapi karena kondisi ekonomi keluarga. Atun putus sekolah dari sejak kelas 6 SD karena
kakinya yang lumpuh sehingga menyebabakan tidak bisa banyak bergerak, selain itu karena
kondisi ekonomi Ibunya yang sendirian mencari nafkah sehingga penghasilannya hanya cukup
untuk biaya makan sehari – hari untuk keluarganya.
Dengan melihat kondisi Atun tersebut, pelayanan pendidikan yang bisa di berikan adalah
pendekatan emosional dan pendekatan psikologi terhadap orang tuangnya (dalm hal ini ibunya).
Atun mempunyai harapan untuk sekolah dan dengan keberadaan sekolah khusu seperti SLB
merupakan sekoalah yang cocok untuk pengembangan potensinya. Karena Atun ketika ditanya
menjelaskan bahwasnnya Atun mempunyai cita – cita sebagai desainer yang diamana ini terlihat
kalau hubungannya dengan itelegensinya tidak begitu mengalami hambatan, hanya pada kakinya
lah yang lumpuh menguraki mobilitas untuk bergerak sehingga memerlukan bantuan alat kursi
roda untuk aksesbilitasnya dalam melakukan kegiatan.
Pendekatan emosiaonal dalam hal ini bisa melalui rehabilitas. Jadi rehabilitas ini
merupakan suatu upaya yang dilakukan pada penyandang kelainan fungsi tubuh, agar memiliki
kesanggupan untuk berbuat sesuatu yang berguna baik bagi dirinya maupun orang lain.
Contohnya : Rehabilitasi vokasional atau karya adalah rehabilitasi penderita kelainan fungsi
tubuh bertujuan memberi kesempatan anak dengan hambatan motorik untuk bekerja. Dalam
rehabilitasi vokasional ada beberapa teknik yang dapat digunakan, antara lain konseling,
revalidasi, vocational guide, vocational assessment, team work, vocational training, selective
placement, dan follow up. Selain itu juga bisa diberikan Rehabilitasi psikososial adalah
rehabilitasi yang dilakukan dengan harapan mereka dapat mengurangi dampak psikososial yang
kurang menguntungkan bagi perkembangan dirinya. Sasaran yang hendak dicapai dalam
program rehabilitasi psikososial ini secara khusus yaitu: a.Meminimalkan dampak psikososial
sebagai akibat kelainan yang dideritanya, seperti rendah diri, putus asa, mudah tersinggung,
cemas, lekas marah, dan lain-lain. b.Meningkatkan kemampuan dan kepercayaan diri, memupuk
semangat juang dalam meraih kehidupan dan penghidupan yang lebih baik, serta menyadarkan
pada tanggungjawab diri sendiri, keluarga, masyarakat dan negara. c.Mempersiapkan mental
penyandang kelainan kelak setelah terjun di masyarakat sehingga dapat berperan aktif tanpa
harus merasa canggung atau terbebani oleh ketunaan atau kelainannya.

Anda mungkin juga menyukai