Anda di halaman 1dari 17

TUNA DAKSA

Mata Kuliah: BK Anak Luar Biasa

Nama Kelompok :

I M Panji Pradana (022540010)

Kadek Hendra Adi Kusuma (022540013)

PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PANJI SAKTI

2022-2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan
rahmat_Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Tuna
Daksa”.

Kami sampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Rofi’ud Darojatin Nisaa,
S.Pd,M.Pd Dosen Mata Kuliah BK Anak Luar Biasa yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tempuh.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih sangat jauh
dari kata sempurna, maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dan menyempurnakan makalah ini. Dan semoga
makalah ini dapat berguna bagi kita semua.

Singaraja, 12 Desember 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I............................................................................................................................
PENDAHULUAN.........................................................................................................
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................2
1.3 Tujuan................................................................................................................2
BAB II..........................................................................................................................
PEMBAHASAN...........................................................................................................
2.1. PENGERTIAN ANAK TUNA DAKSA............................................................3
2.2. KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN TUNA DAKSA..............4
2.3. KLASIFIKASI ANAK TUNA DAKSA............................................................6
2.4. PENYEBAB TUNA DAKSA............................................................................9
2.5. PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK TUNA DAKSA..............................11
2.6. PERKEMBANGAN SOSIAL, EMOSI, DAN KEPRIBADIAN......................11
BAB III.........................................................................................................................
PENUTUP....................................................................................................................
3.1. Kesimpulan......................................................................................................13
3.2. Saran................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persepsi masyarakat awam tentang anak berkelainan fungsi anggota tubuh
(anak tunadaksa) sebagai salah satu jenis anak berkelainan dalam konteks
Pendidikan Luar Biasa (Pendidikan Khusus) masih dipermasalahkan. Munculnya
permasalahan tersebutterkait dengan asumsi bahwa anak tunadaksa (kehialangan
salah satu atau lebih fungsianggota tubuh) pada kenyataannya banyak yang tidak
mengalami kesulitan untuk menititugas perkembangannya, tanpa harus masuk
sekolah khusus untuk anak tunadaksa(khususnya tunadaksa ringan).

Secara umum dikenal dua macam anak tunadaksa. Pertama, anak tuna daksa
yang disebabkan karena penyakit polio, yang mengakibatkan terganggunya salah
satu fungsi anggota badan. Anak tunadaksa kelompok ini sering disebut
orthopedically handicapped,tidak mengalami hambatan perkembangan
kecerdasannya. Oleh karena itu mereka dapat belajar mengikuti program sekolah
biasa.

Kedua, anak tunadaksa yang disebabkan oleh gangguan neurologis. Anak tuna
daksa kelompok ini mengalami gangguan gerak dan kebanyakan dari mereka
mengalami gannguan kecerdasan dan sering disebut neurologically handicapped
atau secara khususmereka disebut penyandang cerebral palsy. Anak tuna daksa
kelompok ini membutuhkan layanan pendidikan luar biasa.Anak yang mengalami
gangguan gerakan pada taraf sedang dan berat,umumnya dimasukkan ke sekolah
luar biasa (SLB), sedangkan anak yang mengalami gangguan gerakan dalam taraf
ringan banyak ditemukan sekolah-sekolah umum. Namun jika mereka tidak
mendapatkan pelayanan khusus dapat menyebabkan terjadinya kesulitan belajar
yang serius.
1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu:

1. Apa pengertian dari anak Tuna Daksa?


2. Bagaimana karakteristik dan permasalahan yang dihadapi dari anak Tuna
Daksa?
3. Bagaimana klasifikasi dari anak Tuna Daksa?
4. Apa penyebab anak Tuna Daksa?
5. Bagaimana perkembangan kognitif dari anak Tuna Daksa?
6. Bagaimana perkembangan sosial, emosi, dan kepribadian anak Tuna
Daksa?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari anak Tuna Daksa.

2. Menjelaskan karakteristik dan permasalahan yang dihadapi anak Tuna


Daksa.

3. Menguraikan klasifikasi anak Tuna Daksa.

4. Mengetahui penyebab anak Tuna Daksa.

5. Menjelaskan perkembangan kognitif anak Tuna Daksa.

6. Menjelaskan perkembangan sosial, emosi, dan kepribadian anak Tuna


Daksa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Anak Tuna Daksa
Anak tuna daksa sering disebut juga anak cacat tubuh, cacat fisik, dan
cacat ortopedi. Istilah tuna daksa berasal atau kurang dan “daksa” yang berarti
tidak memiliki anggota tubuh yang tidak sempurna.sedangkan istilah cacat tubuh
dan cacat fisik dimaksudkan untuk menyebut anak cacat pada anggota tubuh,
bukan cacat inderanya selanjutnya cacat ortopedi terjemahan dari
orthopedically handcapped. Ortopedic mempunyai hubungan dengan otot,
tulang, dan persendian.

Secara etiologis, gambaran seseorang yang di identifikasikan mengalami


ketunadaksaan yaitu seseorang yang mengalami kesulitan mengoptimalkan
fungsi anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang
salah bentuk, dan akibatnya kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan
tubuh tertentu mengalami penurunan

Secara definitive pengertian tuna daksa adalah ketidakmampuan


anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan oleh berkurangnya
kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal sebagai
akibat dari luka, penyakit, atau pertumbuhan yang tidak sempurna sehingga
untuk kepentingan pembelajarannya perlu layanan khusus.

Menurut Somantri pengertian Tuna daksa adalah suatu keadaan rusak


atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang,
otot, dan sendi dalam fungsinya yang normal. Kondisi ini disebabkan oleh
penyakit, kecelakaan, atau dapat juga disebabkan oleh pembawaan sejak lahir.
Tuna daksa sering juga diartikan sebagai suatu kondisi yang menghambat
kegiatan individu sebagai akibat kerusakan atau gangguan pada tulang dan
otot, sehingga mengurangi kapasitas normal individu untuk mengikuti
pendidikan dan untuk berdiri sendiri.

Maka disimpulkan bahwa Tuna Daksa adalah suatu keadaan rusak atau
terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot,
dan sendi dalam fungsinya yang normal. Kondisi ini disebabkan oleh
penyakit, kecelakaan, atau dapat juga disebabkan oleh pembawaan sejak lahir
(Pertumbuhan yang tidak Sempurna). Sehingga mengakibatkan kecacatan dan
membuat anggota tubuh menjadi kehilangan fungsinya.

2.2. Karakteristik dan Permasalahan yang dihadapi Anak Tuna Daksa


Banyak jenis dan variasi anak tuna daksa, sehingga untuk mengidentifikasi
karakteristiknya diperlukan pembahasan yang sangat luas. Berdasarkan berbagai
sumber ditemukan beberapa karakteristik umum bagi anak tuna daksa, diantara
lain sebagai berikut :

1. Karakteristik Kepribadian

2. Tidak ada hubungan antara pribadi yang tertutup dengan lamanya kelainan
fisik yang diderita.

3. Adanya kelainan fisik tidak mempengaruhi kepribadian atau ketidak


mampuan individu dalam menyesuaikan diri.

4. Anak cerebal-palsy dan polio cenderung memiliki rasa takut dari pada
yang mengalami sakit jantung.

5. Karakteristik Emosi-sosial

6. Kegiatan-kegiatan jasmani yang tidak dapat dijangkau oleh anak tuna


daksa dapat berakibat timbulnya problem emosi, perasaan dan dapat
menimbulkan frustasi yang berat.

7. Keadaan tersebut dapat berakibat fatal, yaitu mereka menyingkirkan diri


dari keramaian.

8. Anak tuna daksa cenderung acuh bila dikumpulkan bersama anak-anak


normal dalam suatu permainan.

9. Akibat kecacatanya mereka dapat mengalami keterbatasan dalam


berkomunikasi dengan lingkunganya.

10. Karakteristik Intelegensi


11. Hasil penelitian ternyata IQ anak tuna daksa rata-rata normal.

12. Karakteristik Fisik

13. Selain memiliki kecacatan tubuh, ada kecenderungan mengalami


gangguan-gangguan lain, misalnya: sakit gigi, berkurangnya daya
pendengaran, penglihatan, gangguan bicara dan sebagainya.

14. Kemampuan motorik terbatas dan ini dapat dikembangkan sampai pada
batas-batas tertentu.

Dari karakteristik tersebut menimbulkan dampak positif maupun dampak


negatif. Dari dampak negatif timbul masalah-masalah yang muncul yang
berkaitan dengan posisi siswa disekolah. Permasalahan tersebut dapat
digolongkan menjadi beberapa masalah, yaitu:

1. Masalah kesulitan belajar

Terjadinya kelainan pada otak ,sehingga fungsi fikirnya terganggu persepsi.


Apalagi bagi anak tuna daksa yang disertai dengan cacat-cacat lainya dapat
menimbulkan komplikasi yang secara otomatis dapat berpengaruh terhadap
kemampuan menyerap materi yang diberikan.

2. Masalah sosialisasi

Anak tuna daksa mengalami berbagai kesulitan dan hambatan dalam


menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Hal ini dapat terjadi karena
kelainan jasmani, sehingga mereka tidak diterima oleh teman-temannya,
diisolasi, dihina, dibenci, dan bahkan tidak disukai sama sekali kehadiranya
dan sebagainya.

3. Masalah kepribadian

Masalah kepribadian dapat berwujud kurangnya ketahanan diri bahkan tidak


adanya kepercayaan diri, mudah tersinggung dan sebagainya.
4. Masalah ketrampilan dan pekerjaan

Anak tuna daksa memiliki kemampuan fisik yang terbatas, namun di lain
pihak bagi mereka yang memiliki kecerdasan yang normal ataupun yang
kurang perlu adanya pembinaan diri sehingga hidupnya tidak sepenuhnya
menggantungkan diri pada orang lain. Karena itu dengan modal kemampuan
yang dimilikinya perlu diberikan kesempatan yang sebanyak-banyaknya untuk
dapat mengembangkan lewat latihan ketrampilan dan kerja yang sesuai
dengan potensinya, sehingga setelah selesai masa pendidikan mereka dapat
menghidupi dirinya, tidak selalu mengharapkan pertolongan oranglain.

5. Masalah latihan gerak

Kondisi anak tuna daksa yang sebagian besar mengalami gangguan dalam
gerak. Agar kelainanya itu tidak semakin parah dan dengan harapan supaya
kondisi fungsional dapat pulih ke posisi semula, dianggap perlu adanya latihan
yang sistematis dan berlanjut.misalnya terapi-fisik (fisio-therapy), terapi-tari
(dance-therapy), terapi-bermain (play-therapy), dan terapi-okupasional
(occupotional-therapy).

2.3. Klasifikasi Anak Tuna Daksa


Menurut Direktorat Pendidikan Luar Biasa, pada dasarnya kelainan pada anak
Tuna Daksa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu (1) kelainan
pada sistem serebral ( Cerebral System), dan (2) kelainan pada sistem otot dan
rangka ( Musculus Skeletal System)
1. Kelainan pada sistem serebral ( cerebral system disorders)
Penggolongan anak tuna daksa ke dalam kelainan sistem serebral ( cerebral)
didasarkan pada letak penyebab kelahiran yang terletak di dalam sistem syaraf
pusat (otak dan sumsum tulang belakang). Kerusakan pada sistem syaraf pusat
mengakibatkan bentuk kelainan yang krusial karena otak dan sumsum tulang
belakang merupakan pusat dari aktivitas hidup manusia. Di dalamnya terdapat
pusat kesadaran, pusat ide, pusat kecerdasan, pusat motorik, pusat sensoris dan
lain sebagainya. Kelompok kerusakan bagian otak ini disebut Cerebral
Palsy (CP). Cerebral Palsy dapat diklasifikasikan menurut:
a. Penggolongan menurut derajat kecacatan
Menurut derajat kecacatan, cerebal palsy dapat digolongkan atas:
golongan ringan, golongan sedang, dan golongan berat.

• Golongan ringan adalah mereka yang dapat berjalan tanpa menggunakan


alat, berbicara tegas, dapat menolong dirinya sendiri dalam kehidupan
sehari-hari. Mereka dapat hidup bersama-sama (dalam hal ini mengikuti
aktivitas sehari-hari) anak normal lainnya. Kelainan yang dimiliki oleh
kelompok ini tidak mengganggu kehidupan dan pendidikannya.
• Golongan sedang adalah mereka yang membutuhkan treatment atau
latihan khusus untuk bicara, berjalan, dan mengurus dirinya sendiri.
Golongan ini memerlukan alat-alat khusus untuk membantu gerakannya,
seperti brace untuk membantu penyangga kaki, kruk atau tongkat sebagai
penopang dalam berjalan. Dengan pertolongan secara khusus, anak-anak
kelompok ini diharapkan dapat mengurus dirinya sendiri.
• Golongan berat adalah mereka yang memiliki cerebral palsy. Golongan
ini yang tetap membutuhkan perawatan dalam ambulansi, bicara, dan
menolong dirinya sendiri. Mereka tidak dapat hidup mandiri di tengah-
tengah masyarakat.

b. Penggolongan Menurut Topografi


Dilihat dari topografi yaitu banyaknya anggota tubuh yang
lumpuh, Cerebral Palsy dapat digolongkan menjadi enam golongan, yaitu:
• Monoplegia = Hanya satu anggota gerak yang lumpuh, misalnya kaki
kiri.Sedangkan kaki kanan dan kedua tangannya normal.
• Hemiplegia = Lumpuh anggota gerak atas dan bawah pada sisi yang
sama, misalnya tangan kanan dan kaki kanan, atau tangan kiri dan kaki
kiri.
• Paraplegia = Lumpuh pada kedua tungkai kakinya.
• Diplegia = Lumpuh kedua tangan kanan dan kiri atau kedua kaki kanan
dan kiri(paraplegia).
• Triplegia = Tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan, misalnya tangan
kanan dan kedua kakinya lumpuh, atau tangan kiri dan kedua kakinya
lumpuh.
• Quadriplegia = Anak jenis ini mengalami kelumpuhan seluruhnya
anggota geraknya. Mereka cacat pada kedua tangan dan kedua kakinya,
quadriplegia disebutnya juga tetraplegia

c. Penggolongan Menurut Fisiologi


• Spastik yaitu ditandai dengan adanya gejala kekejangan atau kekakuan
pada sebagian ataupun seluruh otot. Kekakuan itu timbul ketika akan
bergerak sesuai dengan kehendak. Dalam keadaan ketergantungan
emosional, kekakuan atau kekejangan itu akan makin bertambah,
sebaliknya dalam keadaan tenang, gejala itu menjadi berkurang.
• Athetoid yaitu Pada tipe ini tidak terdapat kekejangan atau kekakuan.
Otot-ototnya dapat digerakkan dengan mudah. Ciri khas tipe ini terdapat
pada sistem gerakan. Hampir semua gerakan terjadi di luar kontrol dan
koordinasi gerak.
• Ataxia yaitu Ciri khas tipe ini seperti kehilangan keseimbangan.
Kekakuan hanya dapat terlihat dengan jelas saat berdiri atau berjalan.
• Tremor, Gejala yang tampak jelas pada tipe tremor adalah gerakan-
gerakan kecil dan terus menerus berlangsung sehingga tampak seperti
bentuk getaran-getaran. Gerakan itu dapat terjadi pada kepala, mata,
tungkai, dan bibir.
• Rigid yaitu Pada tipe ini dapat dijumpai kekakuan otot – tidak seperti
pada tipe spastik – di mana gerakannya tampak tidak ada keluwesan.
• Tipe campuran yaitu Anak pada tipe ini menunjukkan dua ataupun lebih
jenis gejala Cerebral Palsy sehingga akibatnya lebih berat bila
dibandingkan dengan anak yang hanya memiliki satu tipe Cerebral Palsy.
2. Kelainan pada sistem otot dan rangka ( musculus scelatel system)
Penggolongan anak tuna daksa ke dalam kelompok sistem otot dan rangka
didasarkan pada letak penyebab kelainan anggota tubuh yang mengalami
kelainan yaitu: kaki, tangan, sendi, dan tulang belakang. Jenis-jenis kelainan
sistem otak dan rangka antara lain meliputi
a. Poliomylitis
Penderita polio ini mengalami kelumpuhan otot sehingga otot akan mengecil
dan tenaganya melemah. Peradangan akibat virus polio ini menyerang
sumsum tulang belakang pada anak usia dua tahun sampai enam tahun.
b. Muscle Dystrophy
Anak mengalami kelumpuhan pada fungsi otot. Kelumpuhan pada
penderita muscle dystrophy sifatnya progresif, semakin hari semakin parah.
Kondisi kelumpuhannya bersifat simetris, yaitu pada kedua tangan saja atau
kedua kaki saja, atau pada kedua tangan dan kaki. Penyebab
terjadinya muscle distrophy belum diketahui secara pasti. Gejala anak
menderita muscle dystrophy baru kelihatan setelah anak berusia tiga tahun,
yaitu gerakan-gerakan yang lambat, di mana semakin hari keadaannya
semakin mundur. Selain itu, jika berjalan sering terjatuh. Hal ini kemudian
mengakibatkan anak tidak mampu berdiri dengan kedua kakinya dan harus
duduk di atas kursi roda.

2.4 Penyebab Tuna Daksa


Ada beberapa macam sebab yang dapat menimbulkan kerusakan pada anak
sehingga menjadi tunadaksa. Kerusakan tersebut ada yang terletak di jaringan
otak, jaringan sumsum tulang belakang, serta pada sistem musculus skeletal.
Terdapat keragaman jenis tunadaksa, dan masing-masing timbulnya kerusakan
berbeda-beda. Dilihat dari waktu terjadinya, kerusakan otak dapat terjadi pada
masa sebelum lahir, saat lahir, dan sesudah lahir.
1. Sebelum lahir (fase prenatal)
Kerusakan terjadi pada saat bayi saat masih dalam kandungan
disebabkan:
a. Infeksi atau penyakit yang menyerang ketika ibu mengandung sehingga
menyerang otak bayi yang sedang dikandungnya.
b. Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran terganggu, tali pusar
tertekan, sehingga merusak pembentukan syaraf-syaraf di dalam otak.
c. Bayi dalam kandungan terkena radiasi yang langsung mempengaruhi
sistem syarat pusat sehingga struktur maupun fungsinya terganggu.
d. Ibu yang sedang mengandung mengalami trauma yang dapat
mengakibatkan terganggunya pembentukan sistem syaraf pusat. Misalnya, ibu
jatuh dan perutnya terbentur dengan cukup keras dan secara kebetulan
mengganggu kepala bayi, maka dapat merusak sistem syaraf pusat.

2. Saat kelahiran (fase natal/perinatal)


Hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan otak bayi pada saat bayi
dilahirkan antara lain:
a. Proses kelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggang yang kecil pada
ibu sehingga bayi mengalami kekurangan oksigen. Hal ini kemudian
menyebabkan terganggunya sistem metabolisme dalam otak bayi sehingga
jaringan syaraf pusat mengalami kerusakan.
b. Pemakaian alat bantu berupa tang ketika proses kelahiran yang mengalami
kesulitan sehingga dapat merusak jaringan syaraf otak pada bayi.
c. Pemakaian anestesi yang melebihi ketentuan. Ibu yang melahirkan karena
operasi dan menggunakan anestesi yang melebihi dosis dapat mempengaruhi
sistem persyarafan otak bayi sehingga otak mengalami kelainan struktur
ataupun fungsinya.

3. Setelah proses kelahiran (fase post natal)


Fase setelah kelahiran adalah masa di mana bayi mulai dilahirkan sampai
masa perkembangan otak dianggap selesai, yaitu pada usia lima tahun. Hal-
hal yang dapat menyebabkan kecacatan setelah bayi lahir adalah:
a. Kecelakaan/trauma kepala, amputasi.
b. Infeksi penyakit yang menyerang otak.

2.5 Perkembangan Kognitif Anak Tuna Daksa


Proses perkembangan kognitif banyak ditentukan dari pengalaman-
pengalaman individu sebagai hasil belajar. Proses perkembangan kognitif akan
berjalan dengan baik apabila ada dukungan atau dorongan dari lingkungan.
Seperti dikatakan Piaget bahwa setiap individu memiliki struktur kognitif dasar
yang disebut schema (misalnya kemampuan untuk melakukan gerakan refleks,
seperti menghisap, merangkak, dan gerakan refleks lainnya).schema ini akan
berkembang melalui belajar. Proses adaptasi yang didahulukan dengan adanya
persepsi.

Anak tuna daksa yang mengalami kerusakan alat tubuh, tidak ada masalah
secara fisiologis dalam struktur kognitifnya. Masalah terjadi ketika anak tuna
daksa mengalami hambatan dan mobilitas. Anak mengalami hambatan dalam
melakukan dan mengembangkan gerakan-gerakan, sehingga sedikit banyak
masalah ini mengakibatkan hambatan dalam perkembangan struktur kognitif anak
tuna daksa. Dalam pengukuran intelegensi pada anak tuna daksa, sering
ditemukan angka intelegensi yang cukup tinggi. Namun potensi kognitif yang
cukup tinggi pada anak-anak tuna daksa ini belum dapat difungsikan secara
optimal. Hambatan mobilitas, masalah emosi, kepribadian akan mempengaruhi
anak tuna daksa dalam melakukan eksplorasi keluar.

2.6 Perkembangan Sosial, Emosi, dan Kepribadian Anak Tuna Daksa


Faktor utama terjadinya “hambatan sosial” ini bersumber pada sikap
keluarga, teman-teman dan masyarakat. Ahmad Toha Muslim dan Sugiarmin
(1996) menjelaskan bahwa sikap, perhatian keluarga dan lingkungan terhadap
anak tuna daksa dapat mendorong yang bersangkutan untuk meningkatkan
kemampuan bersosialisasi. Sebaiknya sikap-sikap positif yang ditunjukkan
orang tua maupun teman-temannya akan lebih membantu anak dalam penerimaan
diri terhadap kenyataan yang dihadapi, sehingga masalah-masalah perkembangan
sosial dapat diatasi.
Ketunaan yang ada pada anak tuna daksa secara khusus tidak akan
menghambat dalam “perkembangan emosi” pada anak tuna daksa. Hambatan ini
dialami setelah anak mengadakan interaksi dengan lingkungannya. Seringnya
ditolak, seringnya mengalami kegagalan ditambah lingkungan orangtua yang
tidak menguntungkan, menyebabkan anak tuna daksa sering nampak muram,
sedih dan jarang menampakkan rasa senang.
“Perkembangan kepribadian” anak banyak ditemukan oleh pengalaman usia
dini, keadaan fisik, kesehatan, pemberian cap dari orang lain, intelegensi, pola
asuh orangtua dan sikap masyarakat. Pada usia dini anak tuna daksa mengalami
gangguan dalam fungsi mobilitas, gangguan pada waktu merangkak, berguling,
berdiri dan berjalan. Kondisi ini apabila didukung dengan sikap yang negative
dari keluarga maupun masyarakat akan menjadikan pengalaman di usia dini yang
sangat menyakitkan, dan dapat menjadikan pengalaman-pengalaman yang
traumatis pada anak.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa, Secara definitive pengertian kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa)
adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan
oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara
normal akibat luka, penyakit, atau pertumbuhan yang tidak sempurna sehingga
untuk kepentingan pembelajarannya perlu layanan secara khusus. Seperti juga
kondisi ketuntasan yang lain, kondisi kelainan pada fungsi anggota tubuh atau
tunadaksa dapat terjadi pada saat sebelum anak lahir (prenatal), saat lahir
(neonatal), dan setelah anak lahir (postnatal). Insiden kelainan fungsi anggota
tubuh atau ketunadaksaan yang terjadi sebelum bayi lahir atua ketika dalam
kandungan, diantaranya dikarenakan faktor genetik dan kerusakan pada system
saraf pusat Sama seperti bentuk kelainan atau ketuntasan yang lain, kelainan
fungsi anggota tubuh atau tunadaksa yang dialami seseorang memiliki
konsekuensi atau akibat yang hampir serupa, terutama pada aspek kejiwaan
penderita, baik berefek langsung maupun tidak langsung. Dalam konteks
perkembangan kognitif menurut Gunarsa (1985) paling tidak ada empat aspek
yang turut mewarnai, yaitu sebagai berikut: Kematangan, Pengalaman, Transmisi
social dan Ekuilibrasi

3.2. Saran
Akhirnya, dengan mengucap syukur kehadapan Tuhan yang Maha esa,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan maksimal. Penulis
berharap makalah ini memberikan ilmu tentang faktor-faktor penyebab
ketunadaksaan, sebaiknya keluarga, masyarakat dan tenaga pengajar cepat
tanggap dalam menanggulangi ketunadaksaan berdasarkan pada faktor
penyebabnya, khususnya bagi para mahasiswa Bimbingan dan Konseling. Sebagai
pelengkap, maka kritik yang membangun dan saran dari berbagai pihak untuk
penyempurnaan tugas ini sangat penulis harapkan. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi penulis sendiri maupun bagi orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.researchgate.net/publication/
326512709_AKSESIBILITAS_PENYANDANG_TUNADAKSA

http://eprints.umsida.ac.id/4041/1/Ardhia%20Rizeki%20A
%20%28152071200018%29.pdf

https://eprints.umm.ac.id/41990/2/jiptummpp-gdl-diahayuwul-50162-2-babi.pdf

Astati. 2009. Modul 7 Karakteristik dan Pendidikan Anak Tunadaksa dan


Tunalaras. Bandung: UPI.

Anda mungkin juga menyukai