Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT , yang telah memberikan
rahmat dan karuniaNya, sehingga kami bisa menyelesaikan Makalah Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus ini yang berjudul “Anak Dengan Gangguan Penglihatan
(Tunanegra)”.
Melalui makalah ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian untuk makalah ini, yaitu keada teman-teman
satu kelompok, dan terutama dengan Dosen yang membimbing dan pengarahannya
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari apabila dalam makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ibi di masa yang akan datang semoga makalah ini bermanfaat bagi
kita semua.

Kota Bima, Oktober 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan.......................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertain dan Batasan Tunanetra............................................................................... 2
B. Ciri-Ciri Tunanetra ..................................................................................................... 3
1. Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek Akademis......................................... 3
2. Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek Pribadi dan sosial............................. 3
3. Karakteristik Anak Tunanetra dalalm Aspek fisik/sensoris dan Motorik/perilaku 3
C. Faktor –Faktor Penyebab Ketunanetraan.................................................................... 4
1. Faktor internal timbul dalam diri individu (keturunan).......................................... 4
2. Faktor eksternal berasal dari luar individu............................................................. 5
D. Perkembangan Kepribadian Anak Tunanetra............................................................... 6
E. Metode Pembelajaran Tunanetra.................................................................................. 7
1. Strategi Pengorganisasian....................................................................................... 8
2. Strategi Penyampaian............................................................................................. 8
F. Layanan-layanan Pendidikan Tunanetra...................................................................... 9
1. Jenis Layanan.........................................................................................................
................................................................................................................................
10
2. Tempat/ Sistem Layanan........................................................................................
................................................................................................................................
10
3. Ciri Khas Layanan..................................................................................................
................................................................................................................................
11

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan...................................................................................................................
......................................................................................................................................
12
B. Saran-saran...................................................................................................................
......................................................................................................................................
13

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk paling sempurna yang diciptakan Tuhan, namun
dibalik kesempurnaan itu terdapat beberapa orang yang memiliki keterbatasan.
Keterbatasan yang dimiliki individu tidak selamanya dipandang sebagai hal yang
wajar sehingga terdapat pihak yang berpandangan bahwa individu yang memiliki
keterbatasan tidak sama dengan individu pada umumnya yang sempurna baik fisik
maupun mentalnya.
Seiring dengan perkembangan zaman anak-anak yang memiliki keterbelakangan
atau kelainan, baik dalam segi fisik maupun mental telah mendapatkan perhatian dari
pemerintah, terbukti dengan dikeluarkannya Undang-Undang ABK (Anak Berkebutuhan
Khusus) termasuk di Indonesia, pada tahun 2003 diatur dalam Undang-undang Nomor 20
tentang Satuan Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 5 Ayat 2.
Melalui undang-undang yang berlaku di Indonesia, anak berkebutuhan khusus
yang memiliki keterbelakangan atau kelainan, baik dari segi fisik maupun mental dapat
diwadahi melalui pelayanan pendidikan yang disesuaikan atau khusus. Seperti halnya
salah satu kelainan fisik yang diderita oleh anak berkebutuhan khusus yaitu anak yang
memiliki keterbatasan penglihatan (tunanetra).

B. Rumusan Maslaah
1. Bagaimanakah Pengertian dan Batasan Tunanetra ?
2. Bagaimanakah Ciri-ciri Tunanetra ?
3. Bagaimanakah Faktor-faktor Penyebab Ketunanetraan ?
4. Bagaimanakan Perkembangan Kepribadian Anak Tunanetra ?
5. Bagaimanakah Pembelajaran Tunanetra ?
6. Bagaimanakah Layanan-Layanan Pendidikan Tunanetra ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Pengertian dan Batasan Tunanetra
2. Untuk mengetahui Ciri-ciri Tunanetra
3. Untuk mengetahui Faktor-faktor Penyebab Ketunanetraan
4. Untuk mengetahui Perkembangan Kepribadian Anak Tunanetra
5. Untuk mengetahui Pembelajaran Tunanetra

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Batasan Tunanetra


Kamus lengkap bahasa Indonesia memaparkan “Tunanetra berasal dari 2 kata, yaitu
tuna dan netra, tuna berarti tidak memiliki, tidak punya, luka atau rusak, sedangkan netra
berarti penglihatan sehingga tunanetra berarti tidak memiliki atau rusak penglihatan.”
Tunanetra digunakan untuk menggambarkan tingkatan kerusakan atau gangguan
penglihatan yang berat sampai pada yang sangat berat, yang dikelompokan secara umum
menjadi buta dan kurang lihat. Jadi, tunanetra tidak hanya mereka yang buta saja
melaikan mereka yang mampu melihat tetapi penglihatannya sangat kurang dan terbatas
sekali sehingga tidak bisa digunakan atau dimanfaatkan untuk kegiatan pembelajaran
seperti halnya orang awas biasa. Dalam hal ini adalah kedua-duanya (indra
penglihatanya) tidak dapat berfungsi dengan baik. 1
Secara pengertian, mereka yang mengalami kerusakan indra penglihatanyya
tergolong tunanetra. Akan tetapi, individu yang disebut sebagai tunanetra dalam hal ini
ialah mereka yang tak mampu atau tidak dapat memanfaatkan indra penglihatannya
secara optimal untuk kegiatan pembelajaran, sehingga perlu penanganan atau layanan
yang khusus (berkebutuhan khusus).
Menurut Hidayat “Anak tunanetra adalah anak yang mengalami penyimpangan atau
kelainan indera penglihatan baik bersifat berat maupun ringan, sehingga memerlukan
pelayanan khusus dalam pendidikannya untuk dapat mengembangkan potensinya
seoptimal mungkin.”2
Dalam bidang pendidikan luar biasa, anak dengan gangguan penglihatan tidak saja
mereka yang buta, tetapi mencakup juga mereka yang mampu melihat tapi terbatas.
Anak-anak dengan gangguan penglihatan ini dapat diketahui dalam kondisi berikut:
1. Ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orang awas,
2. Terjadi kekeruhan pada mata atau terdapat cairan tertentu,
3. Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak, dan
4. Terjadi kerusakan susunan syaraf otak yang berhubungan dengan penglihatan.

1 Wardani, Dkk, Pengantar Pendidikan Luar Biasa, (Jakarta: UT, 2011), hlm. 56.
2 Hidayat Dkk, Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus,(Bandung: UPI, 2006), hlm. 21.

2
B. Ciri-ciri Tunanetra
1. Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek Akademis
Menurut Tillman & Obsorg dalam wardani, ada beberapa perbedaan antara anak
tunanetra dan anak awas yaitu:
a. Anak-anak tunanetra menyimpan pengalaman-pengalaman khusus seperti anak
awas, tetapi pengalaman-pengalaman tersebut kurang terintegrasikan.
b. Anak-anak tunanetra mendapat angka yang hampir sama dengan anak awas dalam
hal berhitung, informasi, dan kosa kata, tetapi kurang baik dalam hal pemahaman
(comprehension) dan persamaan.
c. Kosa kata anak-anak tunanetra cenderung merupakan kata-kata yang definitif,
sedangkan anak awas menggunakan arti yang lebih luas. Contoh, bagi anak
tunanetra kata malam berarti gelap atau hitam, sedangkan bagi anak awas, kata
malam mempunyai makna cukup luas, seperti malam penuh bintang atau malam
yang indah dengan sinar purnama.
2. Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek Pribadi dan Sosial
Beberapa literatur mengemukakan karakteristik yang mungkin terjadi pada anak
tunanetra yang tergolong buta sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari
kebutaannya adalah:
a. Curiga pada orang lain
Keterbatasan rangsangan visual/penglihatan, menyebabkan anak tunanetra
kurang mampu untuk berorientasi pada lingkungannya sehingga kemampuan
mobilitasnya pun terganggu.
b. Mudah tersinggung
Pengalaman sehari-hari yang sering menimbulkan rasa kecewa dapat
mempengaruhi tunanetra sehingga tekanan-tekanan suara tertentu atau singgungan
fisik yang tidak sengaja dari orang lain dapat menyinggung perasaannya.
c. Ketergantungan pada orang lain
Sifat ketergantungan pada orang lain mungkin saja terjadi pada tunanetra. Hal
tersebut mungkin saja terjadi karena ia belum berusaha sepenuhnya dalam
mengatasi kesulitannya sehingga selalu mengharapkan pertolongan orang lain.

3
3. Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek Fisik/Sensoris dan Motorik/
perilaku
a. Aspek fisik dan sensoris
Dilihat secara fisik, akan mudah ditentukan bahwa orang tersebut mengalami
tunanetra. Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi matanya dan sikap tubuhnya
yang kurang ajeg serta agak kaku. Pada umumnya kondisi mata tunanetra dapat
dengan jelas dibedakan dengan mata orang awas. Mata orang tunanetra ada yang
terlihat putih semua, tidak ada bola matanya atau bola matanya agak menonjol
keluar. Namun ada juga yang secara anatomis matanya, seperti orang awas
sehingga kadang-kadang kita ragu kalau dia itu seorang tunanetra, tetapi kalau ia
sudah bergerak atau berjalan akan tampak bahwa ia tunanetra.
b. Aspek Motorik/Perilaku
Ditinjau dari aspek motorik/perilaku anak tunanetra menunjukkan
karakteristik sebagai berikut:
1) Gerakannya agak kaku dan kurang fleksibel
Oleh karena keterbatasan penglihatannya anak tunanetra tidak bebas
bergerak, seperti halnya anak awas. Dalam melakukan aktivitas motorik,
seperti jalan, berlari atau melompat, cenderung menampakkan gerakan yang
kaku dan kurang fleksibel.
2) Perilaku stereotipee (stereotypic behavior)
Sebagian anak tunanetra ada yang suka mengulang-ngulang gerakan
tertentu, seperti mengedip-ngedipkan atau menggosok-gosok matanya.
Perilaku seperti itu disebut perilaku stereotipee (stereotypic behavior).
Perilaku stereotipe lainnya adalah menepuk-nepuk tangan.

C. Faktor-faktor Penyebab Ketunanetraan


Menurut Efendi “Penyebab tunanetra terjadi karena adanya faktor endogen
(keturunan) dan eksogen (penyakit, kecelakaan dan lain-lain). Faktor-
faktor penyebab ketunanetraan dijelaskan Wardani, yaitu:3
1. Faktor internal timbul dalam diri individu (keturunan)
Faktor internal merupakan faktor yang timbul dari dalam individu itu sendiri
(intern), yakni sifat genetik yang di bawa individu akibat hasil persilangan yang salah
karena terjadi atau terdapat beberapa kelainan, sehingga beberapa fungsi organ-organ
3 Wardani, Dkk, Op. Cit., hlm. 62.

4
tubuh akibat persilangan gen yang salah akan mengakibatkan terganggunya atau
menjadi tidak dapat berfungsinya organ-organ tersebut dengan semestinya (tidak
optimal). Faktor ini kemungkinan besar terjadi pada perkawinan antar keluarga dekat
dan perkawinan antar tunanetra. Karena didalam keluarga memiliki kesamaan gen
satu sama lainnya yang memungkinkan gen-gen tersebut membawa sifat suatu
penyakit atau kecacatan tertentu. Biasanya gen ini tidak tampak (resesif), namun
apabila gen-gen ini (gen pembawa sifat kelainan) tercampur dengan gen yang sehat
dan dominan, maka gen pembawa sifat penyakit yang ada akan menjadi tampak.
Begitupula dengan perkawinan antar atau salah satu penderita tunanetra yang
membawa gen akan mewariskan sifat genetiknya.
2. Faktor eksternal berasal dari luar individu
Faktor eksternal merupakan faktor yang datang dari luar individu itu sendiri.
faktor eksternal juga mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap penyebab
terjadinya ketunanetraan. Faktor-faktor ini bisa saja timbul karena kecelakaan atau
terserang suatu penyakit.
Penyebab ketunanetraan menurut Wardani yang dikelompokkan pada faktor
eksternal, antara lain:4
a. Penyakit rubella dan syphilis
Rubella (campak Jerman) merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
virus yang sering berbahaya dan sulit didiagnosis secara klinis. Jika seorang ibu
terkena rubella pada usia kehamilan 3 bulan pertama maka virus tersebut dapat
merusak pertumbuhan sel-sel pada janin dan merusak jaringan pada mata, telinga,
atau organ lainnya sehingga kemungkinan besar anaknya lahir tunanetra atau
tunarungu atau berkelainan lainnya.
b. Glaukoma
Glaukoma merupakan suatu kondisi dimana terjadi tekanan yang berlebihan
pada bola mata. Hal ini terjadi karena struktur bola mata yang tidak sempurna pada
pembentukannya dalam kandungan. Kondisi ini ditandai dengan pembesaran pada
bola mata, kornea menjadi keruh, banyak mengeluarkan air mata, dan merasa silau.

4 Ibid., hlm. 62-63

5
c. Retinopati diabetes
Retinopati diabetes merupakan kondisi yang disebabkan oleh adanya
gangguan dalam aliran darah pada retina. Kondisi ini disebabkan oleh adanya
penyakit diabetes.
d. Retinoblastoma
Retinoblastoma merupakan tumor ganas yang terjadi pada retina dan sering
ditemukan pada anak-anak. Gejala yang dapat dicurigai dari penyakit tersebut,
antara lain menonjolnya bola mata, adanya bercak putih pada pupil, juling,
glaukoma, mata sering merah, atau penglihatannya terus menurun.
e. Kekurangan vitamin A
Kekurangan vitamin A menyebabkan kerusakan pada sensitivitas retina
terhadap cahaya dan terjadi kekeringan pada konjungtiva bulbi yang terdapat pada
celah kelopak mata, disertai pengerasan dan penebalan pada epitel. Pada saat mata
bergerak akan tampak lipatan pada konjungtiva bulbi. Dalam keadaan parah, hal
tersebut dapat merusak retina dan apabila keadaan ini dibiarkan akan terjadi
ketunanetraan.
f. Terkena zat kimia
Zat kimia seperti etanol dan aseton apabila mengenai kornea akan
mengakibatkan kering dan terasa sakit. Asam sulfat dan asam tannat yang
mengenai kornea akan menimbulkan kerusakan.
g. Kecelakaan
Benturan keras mengenai saraf mata atau tekanan yang keras terhadap bola
mata. Secara klinis, tunanetra kecil sekali kemungkinannya untuk disembuhkan,
meskipun ada hal semacam operasi mata, namun ini sering kali sulit untuk berhasil
karena adanya penolakan dari tubuh.

D. Perkembangan Kepribadian Anak Tunanetra


Pada hakikatnya perkembangan apapun mengenai anak tunanetra sangat bergantung
pada orang yang menanganinya. Jika anak tunanetra didukung dan dipercaya untuk
melakukan kegiatan yang positif maka perkembangannya pun akan bermakna.
Sebagai orang terdekat, orang tua dan keluarga sangat berperan dalam
perkembangan segala aspek anak tunanetra sehingga dianjurkan bahkan diharuskan
pihak-pihak ini memberi dorongan/ motivasi, terus secara continue memberi semangat
dan memberikan input yang dapat menimbulkan perkembangan positif bagi anak

6
tunanetra termasuk dalam perkembangan kepribadian sehingga anak tunanetra dapat
menyadari, mengenali dan memiliki konsep diri.
Davis dalam Somantri, menyatakan mengenai proses perkembangan awal anak
tunanetra, yaitu:5
Dalam proses perkembangan awal, diferensiasi konsep diri merupakan sesuatu yang
sulit untuk dicapai sehingga untuk memasuki lingkungan baru, seorang anak tunanetra
harus dibantu oleh ibu atau orang tuanya melalui komunikasi verbal, memberikan
semangat dan memberikan gambaran lingkungan tersebut sejelas-jelasnya seperti anak
tunanetra mengenal tubuhnya sendiri.
Pada pembahasan konsep diri disampaikan pula 3 aspek yang terdapat
di dalamnya menurut Callhoun dan Acocella dalam Fitriyah, yaitu:6
1. Pengetahuan merupakan apa yang individu ketahui tentang dirinya. Di dalam
benaknya terdapat satu daftar yang menggambarkan dirinya, kelengkapan atau
kekurangan fisik, usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan, agama dan lain-
lain.
2. Harapan digambarkan sebagai suatu aspek dimana seseorang memandang tentang
dirinya, kemungkinan dirinya menjadi apa di masa depan.
3. Penilaian, individu berkedudukan sebagai penilai tentang dirinya sendiri.

E. Metode Pembelajaran Tunanetra


Terdapat empat prinsip dalam pembelajaran bagi anak tunanetra bila dibandingkan
anak awas pada umumnya. Yaitu: 7
Pertama: melakukan duplikasi, artinya mengambil seluruh materi dan strategi
pembelajaran pada anak awas ke dalam pembelajaran pada anak tunanetra tanpa
melakukan perubahan, penambahan, dan pengurangan apa pun.
Kedua: melakukan modifikasi terhadap materi, media dan strategi pembelajaran
yaitu sebagian atau keseluruhan materi, media, prosedur dan strategi pembelajaran yang
dipergunakan pada pembelajaran anak awas dimodifikasi sedemikian rupa sehingga baik
materi, media, dan strategi pembelajarannya sesuai dengan karakteristik anak.

5 T. Sutjihati Somantri, Op. Cit., hlm. 85-86.


6 Fitriyah, Chusniatul & Rahayu, Siti Azizah. Konsep Diri pada Remaja Tunanetra di Yayasan Pendidikan
Anak Buta (YPAB) Surabaya. (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2013), hlm. 23.
7 Frieda Mangungsong, Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Depok: LPSP3, 2011), hlm.
34-36.

7
Ketiga: melakukan substitusi, yaitu mengganti materi, media, dan strategi
pembelajaran yang berlaku pada pembelajaran anak awas, bahkan mengganti mata
pelajaran tertentu, misalnya mata pelajaran menggambar diganti dengan apresiasi seni
suara atau sastra. Memberikan tambahan pembelajaran/ kegiaatan ekstra kurikuler yang
berkaitan dengan aktivitas kompensatif yang tidak ada pada kurikulum reguler. Misalnya
kursus orientasi mobilitas, Activity of dailly living (ADL), computer bicara, dll.
Keempat: melakukan omisi, yaitu penghilangan materi tertentu yang berlaku pada
pembelajaran anak awas. Hal tersebut dilakukan apabila ketiga prinsip di atas sudah tidak
dapat dilakukan, misalnya meniadakan materi pembiasan, proyeksi warna, pada mata
pelajaran/ mata kuliah tertentu, dan lain sebagainya.
Adapun metode pembelajaran yang ada digunakan untuk pembelajaran anak tuna
netra adalah sebagai berikut:8
1. Strategi pengorganisasian
Strategi pengorganisasian pembelajaran adalah metode untuk mengorganisasi
isi mata pelajaran/ kuliah yang telah dipilih untuk pembelajaran. Mengorganisasi
mengacu pada suatu tindakan seperti pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram,
format, dan lainnya yang setingkat dengan itu.
2. Strategi penyampaian
Strategi penyampaian merupakan komponen variabel metode untuk
melaksanakan program pembelajaran. sekurang-kurangnya ada 2 fungsi dari strategi
ini, yaitu:
a. menyampaikan isi pembelajaran kepada peserta didik, dan
b. menyediakan informasi/ bahan-bahan yang diperlukan peserta didik untuk
menampilkan unjuk-kerja (seperti latihan dan tes).
Strategi penyampaian mencakup lingkungan fisik, guru, bahan-bahan
pembelajaran, dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pembelajaran. Atau,
dengan kata lain, peraga merupakan satu komponen penting dari strategi penyampaian
pembelajaran. Itulah sebabnya, peraga pembelajaran merupakan bidang kajian utama
strategi ini.
Secara lengkap ada 3 komponen yang perlu diperhatikan dalam
memdeskripsikan strategi penyampaian:
a. Peraga pembelajaran,

8 Fitriyah, Chusniatul & Rahayu, Siti Azizah, Op. Cit., hlm. 45-46.

8
1) Upayakan setiap anak mendapat kesempatan untuk mengamati (meraba) media
yang tersedia.
2) Peraga visual dimodifikasi ke dalam peraga auditif, perabaan, namun tidak
semua kesan visual dapat diubah ke dalam kesan non visual. Misal persepsi
cahaya, bayangan, benda yang hanya dapat dijangkau dengan penglihatan. Hal
ini anak tunanetra cukup diberi kesempatan untuk merasakan gejala yang
muncul atau bahkan cukup diberikan cerita tentang itu.
3) Objek tiga dimensi harus disajikan dalam bentuk benda asli atau model.
b. Interaksi peserta didik dengan peraga
1) Peraga hendaknya jangan terlalu besar atau terlalu kecil, yang ideal adalah
sejauh kedua tangan dapat mendeteksi objek secara keseluruhan.
2) Penyajian tabel/ diagram perlu penjelasan cara membaca dan maksud tabel/
diagram tersebut.
3) Ada jaminan bahwa peraga itu tidak berbahaya, tidak mudah rusak.
4) Strategi Pengelolaan merupakan komponen variabel metode yang berurusan
dengan bagaimana menata interaksi antara peserta didik dengan variabel-
variabel metode pembelajaran lainnya.
5) Metode pembelajaran untuk orang awas pada prinsipnya dapat diterapkan
terhadap peserta didik tunanetra dengan memodifikasi aktivitas visual ke
dalam aktivitas selain visual.
6) Metode ceramah: kata-kata asing atau kata lain yang belum dikenal hendaknya
dosen/ guru mengulangi dan mengeja huruf-demi huruf. Jika antara ucapan
dengan tulisan berbeda maka dosen/ guru harus mengeja huruf demi huruf.

F. Layanan-layanan Pendidikan Tunanetra


Layanan pendidikan bagi anak tunanetra pada dasarnya sama dengan layanan
pendidikan bagi anak awas hanya dalam teknik penyampaiannya disesuaikan dengan
kemampuan dan ketidak mampuan atau karakteristik anak tunanetra.
1. Jenis Layanan
Ditinjau dari segi jenisnya, layanan pendidikan bagi anak tunanetra meliputi
layanan umum dan layanan khusus.
a. Layanan umum

9
Latihan yang diberikan terhadap anak tunanetra, umumnya meliputi hal-hal
berikut:
1) Keterampilan
2) Kesenian
3) Olahraga
b. Layanan khusus/layanan rehabilitasi
Layanan khusus /rehabilitasi yang diberikan terhadap anak tunanetra, antara
lain sebagai berikut:
1) latihan membaca dan menulis braille
2) latihan penggunaan tongkat
3) latihan orientasi dan mobilitas
4) latihan visual/fungsional penglihatan.9
2. Tempat /Sistem Layanan
a. Tempat khusus/ sistem segregasi
Tempat pendidikan melalui sistem segregasi bagi anak tunanetra adalah
berikut ini:
1) Sekolah khusus
Sekolah khusus yang konvensional adalah Sekolah Luar Biasa untuk
anak tunanetra (SLB bagian A). Sekolah ini memiliki kurikulum tersendiri
yang dikhususkan bagi anak tunanetra.
2) Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
SDLB yang dimaksud dalam kurikulum tersebut, diperuntukkan bagi satu
jenis kelainan, yaitu anak tunanetra saja, sedangkan dalam konsep SDLB ini
merupakan suatu sekolah pada tingkat dasar yang menampung berbagai jenis
kelainan, seperti tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa.
3) Kelas jauh/kelas kunjung
Kelas jauh/kelas kunjung adalah kelas yang dibentuk untuk memberikan
layanan pendidikan bagi anak luar biasa termasuk anak tunanetra yang
bertempat tinggal jauh dari SLB/SDLB.

b. Sekolah biasa/sistem integrasi.


9 Ibid., hlm. 48.

10
Penyelenggaraan sistem pendidikan terpadu memerlukan seorang ahli ke-
PLB-an yang disebut Guru Pembimbing Khusus (GPK),dan ruang bimbingan
khusus untuk memberikan layanan khusus bagi anak tunanetra.
Melalui sistem integrasi/terpadu, anak tunanetra belajar bersama-sama
dengan anak normal (awas) dengan memperoleh hak kewajiban yang sederajat.
Sekolah dasar atau sekolah biasa lainnya yang menerima anak tunanetra (anak
luar biasa pada umumnya) sebagai siswanya, disebut sekolah terpadu. Apabila
disekolah tersebut tidak terdapat bagi anak luar biasa maka secara otomatis
sebutan sekolah terpadu tidak berlaku lagi (kembali disebut sekolah dasar atau
sekolah biasa lainnya).
Bentuk keterpaduan dalam sistem pendidikan integrasi, sangat bervariasi.
bentuk-bentuk keterpaduan/integrasi meliputi:
1) Bentuk kelas biasa dengan guru konsultasi (regular classroom with consultant
teacher)
2) Kelas biasa dengan guru kunjungan (itinerant teacher)
3) Kelas biasa dengan ruang sumber (resource room) atau ruang bimbingan
khusus
4) Kelas khusus (special class)
3. Ciri Khas Layanan
Hal-hal yang khas dalam pendidikan anak tunanetra adalah berikut ini:
a. Penempatan anak tunanetra
Dalam menempatkan anak tunanetra, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1) Anak tunanetra ditempatkan didepan, agar dapat mendengarkan penjelasan
guru dengan jelas.
2) Memberikan kesempatan kepada anak tunanetra untuk memiliki tempat duduk
yang sesuai dengan kemampuan penglihatannya
3) Anak tunanetra hendaknya ditempatkan berdekatan dengan anak yang relatif
cerdas, agar terjadi proses saling membantu.
4) Tidak diperkenankan dua anak tunanetra duduk berdekatan.
b. Alat peraga yang digunakan hendaknya memiliki warna yang kontras. Pada alat
peraga bahan cetakan, antara tulisan dan warna dasar kertas harus kontras.
c. Ruang belajar bagi anak tunanetra terutama anak low vision cukup mendapatkan
cahaya/penerangan.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tunanetra artinya rusaknya penglihatan.Tes yang digunakan untukmengetahui
ketunanetraan disebut snellen card.Tunanetra disebabkan oleh retrolenta
fibroplasia (RLF)/ banyaknya bayi lahir prematur serta faktor internal (bawaan) dan
eksternal yang lain (penyakit).Pembendaharaan kosakata pada anak tunanetra diperoleh
dari dalam dirinya sendiri dan orang lain.Hambatan-hambatan dalam perkembangan
motorik anak tunanetra berhubungan erat dengan ketidakmampuannya dalam
penglihatannya yang selanjutnya berpengaruh terhadapa faktor psikis dan fisik anak pada
tahap-tahap perkembangan anak tunanetra selanjutnya.
Masalah-masalah yang dihadapi anak tunanetra sangat beragam termasuk dalam
ruang lingkup pendidikan, sosial, emosi, kesehatan, pengajaran mencakup kesulitan
dalam proses belajar anak, orientasi dan mobilitas serta kebiasaan diri, gangguan emosi,
penyesuaian diri, keterampilan dan pekerjaan, ketergantungan diri dan penggunaan waktu
senggang.
Dampak yang diterima orang terdekat penderita tunanetra akan dilimpahkan
kembali kepada anak tunanetra, misalnya melalui reaksi-reaksi orang tua terhadap
ketunanetraan anaknya, yaitu penerimaan secara realistik terhadap anak dan
ketunanetraannya, penyangkalan terhadap ketunetraan anak, perlindungan yang
berlebihan, penolakan secara tertutup dan penolakan secara terbuka.

B. Saran-saran
Setelah mengetahui beberapa hal tentang ketunanetraan, kami memeberikan saran,
setelah mengetahui faktor-faktor penyebab ketunanetraan, sebaiknya keluarga,
masyarakat dan tenaga pengajar cepat tanggap dalam menanggulangi ketunanetraan
berdasarkan pada faktor penyebabnya.Masalah anak tunanetra berupa masalah
pendidikan, sosial, emosi, kesehatan, pengisian waktu luang, maupun pekerjaan.Semua
masalah tersebut dapat diantisipasi dengan memberikan layanan pendidikan, arahan,
bimbingan, latihan, dan kesempatan yang luas kepada anak tunanetra.

12
DAFTAR PUSTAKA

Wardani, Dkk, Pengantar Pendidikan Luar Biasa, Jakarta: UT, 2011.

Hidayat Dkk, Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus,Bandung: UPI, 2006.

Muhammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, Jakarta: Bumi Aksara,


2006.

T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung: Refika Aditama, 2006.

Fitriyah, Chusniatul & Rahayu, Siti Azizah. Konsep Diri pada Remaja Tunanetra di Yayasan
Pendidikan Anak Buta (YPAB) Surabaya. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Surabaya,
2013.

Frieda Mangungsong, Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, Depok: LPSP3,
2011.

Anda mungkin juga menyukai