Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF

TUNA NETRA( KELAINAN PENGLIHATAN)

Muhammad Taufik

Veni indah Pertiwi

Nando Apriyansyah

Sarina Kabogau

5B

PENDIDIKAN JASMANI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS BENGKULU
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga tugas kelompok “penjas adaktif” dapat kami selesaikan
sesuai waktu yang ditargetkan. Makalah ini kami susun untuk memberikan informasi kepada
pembaca mengenai “tunanetra” serta sebagai bahan penilaian dalam menguji pemahan belajar
kami..

Kami menyadari dalam makalah ini terdapat kekurangan ataupu kesalahan, untuk itu
kami mohon kritik demi kesempuranaan makalah selanjutnya. Atas partisipasinya kami
ucapkan terima kasih.

Wassalamu ‘alaikum wr,wb.

Bengkulu,07 september 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1

A Latar Belakang................................................................................... 1

B Rumusan Masalah.............................................................................. 2

C Tujuan................................................................................................ 2

D Manfaat ............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 3

1. Pengertian Tunanetra......................................................................... 3

2. Klasifikasi Anak Tunanetra............................................................... 5

3. Dampak Ketunanetraan..................................................................... 8

4. Kemampuan Bahasa Dan Berbica Anak Tunanetra........................... 11

5. Penyesuain Social Anak Tunanetra.................................................... 13

6. Kemampuan Membaca Anak Tunanetra............................................ 13

BAB III PENUTUP...................................................................................... 15

A Kesimpulan........................................................................................ 15

B Saran.................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 16
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk paling sempurna yang diciptakan Tuhan, namun dibalik
kesempurnaan itu terdapat beberapa orang yang memiliki keterbatasan. Keterbatasan yang
dimiliki individu tidak selamanya dipandang sebagai hal yang wajar sehingga terdapat pihak
yang berpandangan bahwa individu yang memiliki keterbatasan tidak sama dengan individu
pada umumnya yang sempurna baik fisik maupun mentalnya.

Pandangan yang tidak mewajarkan terhadap individu yang memiliki keterbatasan


terjadi pada masa Renaissance, pada masa itu anak yang memiliki keterbatasan fisik maupun
mental diperlakukan dengan buruk (dianggap sebagai manusia yang kerasukan roh jahat).

Melalui undang-undang yang berlaku di Indonesia, anak berkebutuhan khusus yang


memiliki keterbelakangan atau kelainan, baik dari segi fisik maupun mental dapat diwadahi
melalui pelayanan pendidikan yang disesuaikan atau khusus. Seperti halnya salah satu
kelainan fisik yang diderita oleh anak berkebutuhan khusus yaitu anak yang memiliki
keterbatasan penglihatan (tunanetra). Oleh karena itu, dalam makalah ini penyusun akan
memaparkan mengenai“ Anak Tunanerta”.

B. Rumusan masalah

1. Apa yang dimaksud dengan tunanetra ?

2. Bagaimana klasifikasi anak tunanetra ?

3. Bagaimana dampak ketunanetra ?

4. Bagaimana kemampuan bahasa dan bicara anak tunanetra ?

5. Bagaimana penyesuanian social anak tunanetra ?

6. Bagaimana kemampuan membaca anak tunanetra ?


C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian tunanetra

2. Mengetahui klasifikasi anak tunanetra.

3. Mengetahui dampak ketunanetraan.

4. Mengetahui kemampuan bahasa dan berbica anak tunanetra.

5. Mengetahui penyesuain social anak tunanetra.

6. Mengetahui kemampuan membaca anak tunanetra.

D. Manfaat

Bagi penulis : makalah ini sangat bermanfaat untuk menambah wawasan tentang
pengertian tunanetra, klasifikasi anak tunanetra, dan karakteristik anak tunanetra. Selain itu
juga untuk melatih membuat makalah yang baik dan benar. Bagi pembaca : dengan
membaca makalah ini tentunya akan menambah pengetahuan mereka mengenai topik yang
dibicarakan dan diharapkan nantinya mampu membagi pengetahuan mereka kepada orang
lain.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian tunanetra

Tunanetra adalah istilah umum yang digunakan kepada seseorang dengankondisi


mengalami gangguan atau hambatan penglihatan. Menurut Conor (dalam Nawawi, 2009),
tunanetra mempunyai batasan dalam penglihatan. Batasan tunanetradari kacamata medis
apabila ketajaman penglihatannya tidak lebih dari 20/20 meskipunmenggunakan kacamata
pembesar dan bidang penglihatannya tidak melebihi sudut pandang 20 derajat. Batasan
penglihatan untuk anak tunanetra dalam bidang pendidikanlebih memfokuskan pada
pentingnya fungsi penglihatan terhadap proses pendidikan,seperti tidak dapat secara optimal
menyesuaikan metode , materi pelajaran danlingkungan belajar yang umumnya dapat
digunakan oleh orang yang melihat.Secara umum ketunanetraan atau hambatan penglihatan
(visual impairment) dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori besar, yaitu buta total (totally
blind) dan kurang lihat (Low Vision) (Friend dalam Nawawi, 2010). Seorang yang
mengalami low vision menurut WHO apabila: a) memiliki kelainan penglihatan meskipun
telahdilakukan usaha pengobatan, b) mempunyai ketajaman penglihatan kurang dari
6/18ketajaman cahaya, c) luas penglihatannya kurang dari 10 derajat dari titik
fiksasi.Seseorang dikatakan

low visionjika mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas visual, namun


dapat meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan tugas-tugastersebut dengan
menggunakan strategi visual pengganti, alat-alat bantu low vision dan modifikasi lingkungan
(Corn dan Koenig dalam Nawawi, dkk, 2009). Orang yang termasuk low vision adalah
mereka yang mengalami hambatanvisual ringan sampai berat. Seseorang dikatakan
menyandang low vision atau kuranglihat apabila ketunanetraannya masih cenderung
memfungsikan indera penglihatannyadalam melakukan kegiatan sehari-hari. Saluran utama
yang dipergunakannya dalam belajar adalah penglihatan dengan mempergunakan alat bantu,
baik yangdirekomendasikan oleh dokter maupun tidak. Jenis huruf yang dipergunakan sangat
bervariasi tergantung pada sisa penglihatan dan alat bantu yang dipergunakannya.Latihan
orientasi dan mobilitas diperlukan oleh siswa low vision untuk mempergunakansisa
penglihatannya.
Totaly Blind (buta total) adalah seseornag yang memiliki hambatan/ tidak
berfungsinya indera penglihatan, dimana mata tidak mampu mengolah rangsangancahaya
atau dalam istilah kedokteran disebut dengan visus 0, yaitu tidak dapat melihatdan tidak dapat
melihat gerakan tangan pada jarak kurang satu meter (Anonim, (t.th)).Menurut Huebner,
Blindness (kebutaan) menunjuk pada seseorang yang tidak mampumelihat atau hanya
memiliki persepsi cahaya (Friend, 2005 dalam Nawawi, 2009).Seseorang dikatakan buta
blind) jika mengalami hambatan visual yang sangat beratatau bahkan tidak dapat melihat
sama sekali. Kadang-kadang di lingkungan sekolah juga digunakan istilah functionally blind
atau educationally blind untuk kategorikebutaan ini. Penyandang buta total mempergunakan
kemampuan perabaan an pendengaran sebagai saluran utama dalam belajar. Orang seperti ini
biasanyamempergunakan huruf Braille sebagai media membaca dan memerlukan
latihanorientasi dan mobilitas (Nawawi, 2009).Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan
bahwa tunanetra adalah seseorangyang karena sesuatu hal tidak dapat menggunakan matanya
sebagai saluran utamadalam memperoleh informasi dari lingkungannya. Adanya
ketunanetraan padaseseorang, secara otomatis ia akan mengalami keterbatasan. Keterbatasan
itu adalah dalam hal:

1. memperolah informasi dan pengalaman baru,

2. dalam interaksidengan lingkungan, dan

(3) dalam bergerak serta berpindah tempat (mobilitas).

Olehkarena itu, dalam perkembangannya seorang anak tunanetra mengalami hambatan


atausedikit terbelakang mobilitasnya bila dibandingkan dengan anak normal yang awas

B. Klasifikasi Anak Tunanetra

Klasifikasi tunanetra secara garis besar dibagi empat yaitu:

1. Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan

a. Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki
pengalaman penglihatan.

b. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta
pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
c. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-
kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan
pribadi.

d. Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran
mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.

e. dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian
diri.

2. Berdasarkan kemampuan daya penglihatan

a. Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki hambatan
dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan
dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.

b. Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian
daya penglihatan, hanya dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan
biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.

c. Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.

3. Berdasarkan pemeriksaan klinis

a. Tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan kurang dari 20/200 dan atau memiliki
bidang penglihatan kurang dari 20 derajat.

b. Tunanetra yang masih memiliki ketajaman penglihatan antara 20/70 sampai dengan
20/200 yang dapat lebih baik melalui perbaikan.

4. Berdasarkan kelainan-kelainan pada mata

a. Myopia adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang
retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan. Untuk membantu proses
penglihatan pada penderita Myopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa negatif.

b. Hyperopia adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan
retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan. Untuk membantu proses
penglihatan pada penderita Hyperopia digunakan kacamata koreksi dengan lensa positif.
c. Astigmatisme adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan karena
ketidakberesan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola mata sehingga
bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh tidak terfokus jatuh pada retina. Untuk
membantu proses penglihatan pada penderita astigmatisme digunakan kacamata koreksi
dengan lensa silindris.

C. Dampak Ketunanetraan

1. Dampak terhadap Kognisi

Kognisi adalah persepsi individu tentang orang lain dan obyek-obyek yang
diorganisasikannya secara selektif. Respon individu terhadap orang dan obyek tergantung
pada bagaimana orang dan obyek tersebut tampak dalam dunia kognitifnya. Setiap orang
mempunyai citra dunianya masing-masing karena citra tersebut merupakan produk yang
ditentukan oleh factor-faktor berikut:

a. Lingkungan fisik dan sosisalnya.

b. struktur fisiologisnya

c. keinginan dan tujuannya

d. pengalaman-pengalaman masa lalunya.

Dari keempat factor yang menentukan kognisi individu tunanetra menyandang kelainan
dalam struktur fisiologisnya, dan mereka harus menggantikan fungsi indera penglihatan
dengan indera-indera lainnya untuk mempersepsi lingkungannya. Banyak di antara mereka
tidak pernah mempunyai pengalaman visual, sehingga konsepsi orang awas mereka tentang
dunia ini sejauh mungkin berbeda dari konsepsi orang awaspada umumnya.

2. Dampak terhadap Keterampilaan Sosial

Peran orang tua sangat penting dalam perkemabangan anak tunanetra. Akibat ketunaan
yang dialami tidak jarang orang tua merasa malu dan tidak menerima keadaan yang dialami
oleh sang anak. Tidak jarang hal ini sering menimbulkan permasalahan pada kedua orang
tuanya, dan bisa memicu perceraian. Namun jika kedua orang ua bisa saling menerima
keadaan sang anak itu bisa berdampak baik pada perkembangan si anak sendiri. Pada
umumnya orang tua akan mengalami masa duka akibat kehilangan anaknya yang “normal”
itu dalam tiga tahap; tahap penolakan, tahap penyesalan, dan akhirnya tahap penerimaan,
meskipun untuk orang tua tertentu penerimaan itu mungkin akan tercapai setelah bertahun-
tahun. Proses “duka cita” ini merupakan proses yang umum terjadi pada orang tua anak
penyandang semua jenis kecacatan. Sikap orang tua tersebut akan berpengaruh terhadap
hubungan di antara mereka (ayah dan ibu) dan hubungan mereka dengan anak itu, dan
hubungan tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi perkembangan emosi dan social
anak.

3. Dampak terhadap Bahasa

Pada dasarnya perkembangan bahasa pada anak tunanetra tidak jauh berbeda dengan anak
awas pada umumnya. Mereka bisa berkomunikasi dengan baik dengan mereka yang awas.
Dalam belajar berkomunikasi mereka sama-sama mendengarkan.

4. Dampak terhadap Orientasi dan Mobilitas

Kemampuan yang paling berpengaruh pada tuna netra adalah pada saat bermobilitas yaitu
kemampuan bergerak secara leluasa. Ketrampilan mobilitas ini sangat terkait dengan
kemampuan orientasi, yaitu kemampuan untuk memahami hubungan lokasi antara satu obyek
dengan obyek lainnya di dalam lingkungan (Hill dan Ponder,1976). Para pakar dalam bidang
orientasi dan mobilitas telah merumuskan dua cara yang dapat ditempuh oleh individu
tunanetra untuk memproses informasi tentang lingkungannya, yaitu dengan metode urutan
(sequncial mode) menggambarkan keadaan sekitar dengan titik-titik lingkungan tersebut
secara berurutan. Ataupun dengan peta konsep yakni gambar antopografis tentang hubungan
secara umum antara berbagai titik di dalam lingkungan.. Metode peta kognitif lebih
direkomendasikan karena cara tersebut menawarkan fleksibilitas yang lebih baik dalam
menavigasi lingkungan. Akan tetapi, metode konseptualisasi ruang apapun , metode urutan
ataupun metode peta kognitif- individu tunanetra tetap berkekurangan dalam bidang mobilitas
dibandingkan dengan sebayanya yang awas.

Untuk membentuk mobilitas itu, alat bantu yang umum dipergunakan oleh orang tuna
netra di Indonesia adalah tongkat, sedangkan di banyak negara barat penggunaan anjing
penuntun (guide dog) juga populer. Dan penggunaan alat elektronik untuk membantu
orientasi dan mobilitas individu tunanetra masih terus dikembangkan. Agar anak tuna netra
memiliki rasa percaya diri untuk bergerak secara leluasa di dalam lingkungannya
bersosialisasi, mereka harus memperoleh latihan orientasi dan mobilitas
D. Kemampuan Bahasa Dan Berbicara Anak Tunanetra

Anak yang sejak lahir mengalami tunanetra beratakan kesulitan untuk belajar ahasa
sebab sebagian besar proses pembelajaran bahasa dan bicara pada anak melalui imitasi dan
penglihatan yang diobservasi dari lingkungannya. Atas dasar itulah, perkembangan bahasa
anak yang mengalami ketunanetraan sejak lahir, konsep perbendaharaan kata yang dimiliki
lebih lambat dibandingkan dengan anak normal, sebab anak tunanetra hanya mengenal nama-
nama tanpa mempunyai pengalaman untuk memahami hakikat secara langsung objeknya,
interprestasinya hanya menurut gagasannya, dan cenderung verbalistik.

Kehilangan seluruh atau sebagian fungsi penglihatan pada anak tunanetra akan
menimbulkan dampak negative atas kemampuannya yang lain, kemampuan mendayagunakan
kemamppuan fisiknya yang lain, seperti pengembangan fungsi psikis dan penyesuaian sosial.
Perkembangan bahasa anak tunanetra sebagai berikut :

1. Awal mula perkembangan bahasa pada anak yang mengalami hambatan dalam
penglihatan sama dengan anak awas lainnya, dimulai dengan mengucapkan bunyi-bunyi
vokal pada usia sekitar 8 minggu.

2. Mulai mengoceh sampai usia 12 minggu

3. Mulai mengucapkan suku kata sampai usia 28 minggu

4. Mulai mengucapkan kata yang bermakna dan mulai meniru bunyi pengucapan kata
sampai usia 48 minggu.

5. Mulai memahami banyak kata yang bermakan sampai satu tahun.

Setelah melewati usia 1 tahun, anak yang mengalami hambatan visual akan
menunjukkan perkembangan bahasa yang lambat, karena keterbatasan untuk mengobservasi
dan memadukan secara simultan antara bunyi kata, makna bunyi kata, dan objek yang
memiliki makna bunyi kata ybs. Konsekwensinya anak akan kehilangan berbagai stimulasi
untuk merangsang perkembangan bahasanya. Dalam melakukan dialog dengan orang
lain, anak yang mengalami hambatan visual akan kesulitan untuk mengembangakan
pembicaraan, karena keterbatasan objek pembicaraan, sehingga anak kehilangan banyak
kesempatan untuk mengembangkan kemampuan bahasanya.

Stingfield (1963) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa tidak sedikit anak


tunanetra yang menunjukan gangguan bahasa dan bicara. Baik gangguan bicara yang bersifat
organis maupun fungsional. Gangguan bicara yang bersifat organis penyebabnya adalah
gangguan pada lidah, langit-langit lembut, dan organ-organ artikulasinya. Sedangkan
gangguan bicara sebab fungsional, penyebabnya adalah regresi, egois, gembira yang
berlebihan, rendah diri, dan kompensasi yang berlebihan. Bentuk-bentuk gangguan bahasa
dan bicara yang seringkali terjadi pada anak tunanetra meliputi kesalahan ucap, pelat, dan
gagap. Frekuensi terbesar gangguan bicara pada anak tunanetra disebakan rusaknya organ
bicara.

E. Penyesuaian Sosial Anak Tunanetra

Lingkungan (keluarga, masyarakat, sekolah) berperan dalam membantu anak


tunanetra untuk mengeliminasi potensi masalah yang dapat menghambat perkembangan
psiko-sosial anak tunanetra akibat keterbatasan kemampuannya. Jika lingkungan dapat
memberikan kesempatan untuk berbuat, serta membantu anak tunanetra untuk melakukan
penyesuaian sosial yang sebaik-baiknya, niscaya perkembangan kepribadian anak tunanetra
tidak berbeda sebagaimana layaknya anak normal lainnya.

Peran pendidik sangat penting dalam penyesuaian sosial anak tunanetra.Peran


pendidik selain mengarahkan dan membina pengetahuan anak tunanetra tentang kenyataan
yang ada disekitarnya, juga menumbuhkan kepercayaan diri serta menanamkan perasaan
bahwa dirinya dapat diakui dan diterima oleh lingkungannya.

F. Kemampuan Membaca Anak Tunanetra

Anak tunanetra dalam belajar membaca menggunakan cara yang khusus, yakni
menggunakan huruf-huruf yang diciptakan oleh braille. Sebelum ditemukan huruf braille,
pengajaran membaca pada anak tunanetra sempat dicoa dengan menggunakan huruf latin
yang dibuat timbul, namun hal ini rupanya kurang efektif dan efisien. Huruf braille yang
digunakan sebagai pengganti huruf latin, terdiri atas titik-titik yang ditumbulkan dan dibaca
dengan jari-jari. Huruf braille tersusun dari enam buah titik, dua dalam posisi vertical dan tiga
dalam posisi horizontal.

Penggunaan jari-jari sebagai alat pembaca huruf braille, Burken (1932) dalam
penelitiannya menyimpulkan, bahwa jari-jari yang dominan dalam membaca braille adalah
telunjuk dan jari tengah. Cara membacanya yakni gerakan naik turun dan horizontal, boleh
juga dengan memutar. Membaca braille dengan tangan kanan lebih efisien daripada membaca
braille dengan tangan kiri, serta membaca braille dengan diam lebih cepat daripada membaca
dengan oral.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tunanetra artinya rusaknya penglihatan.Tes yang digunakan untukmengetahui


ketunanetraan disebut snellen card. Pembendaharaan kosakata pada anak tunanetra diperoleh
dari dalam dirinya sendiri dan orang lain. Masalah-masalah yang dihadapi anak tunanetra
sangat beragam termasuk dalam ruang lingkup pendidikan, sosial, emosi, kesehatan,
pengajaran mencakup kesulitan dalam proses belajar anak, orientasi dan mobilitas serta
kebiasaan diri, gangguan emosi, penyesuaian diri, keterampilan dan pekerjaan,
ketergantungan diri dan penggunaan waktu senggang.

B. Saran

Setelah mengetahui beberapa hal tentang ketunanetraan, kami memeberikan saran,


setelah mengetahui faktor-faktor penyebab ketunanetraan, sebaiknya keluarga, masyarakat
dan tenaga pengajar cepat tanggap dalam menanggulangi ketunanetraan berdasarkan pada
faktor penyebabnya.Masalah anak tunanetra berupa masalah pendidikan, sosial, emosi,
kesehatan, pengisian waktu luang, maupun pekerjaan.Semua masalah tersebut dapat
diantisipasi dengan memberikan layanan pendidikan, arahan, bimbingan, latihan, dan
kesempatan yang luas kepada anak tunanetra.
DAFTAR PUSTAKA

Efendi, Mohammad. (2006). Pengantar Psikopedagogik Anak


Berkelainan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Fitriyah, Chusniatul & Rahayu, Siti Azizah. (2013). Konsep Diri pada Remaja
Tunanetra di Yayasan Pendidikan Anak Buta (YPAB) Surabaya. Surabaya:
IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Hidayat, dkk. (2006). Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: UPI


PRESS.

http://ririsagustin.blogspot.co.id/2012/05/tunanetra.html

https://devianggraeni90.wordpress.com/2010/02/17/anak-tunanetra/

Mestika, Puti Addina. Sarana Bantu Atletik Lari Tunanetra dengan Sistem
Kerja Line Follower. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

T. Sutjihati Somantri, M.Si., psi. (2007). “Psikologi Anak Luar Biasa”.


Karakteristik dan Masalah Perkembangan Anak Tunanetra, 65-91.
Bandung: PT. Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai