TUNANETRA
DOSEN PENGAMPUH:
EMELDA THESALONIKA S.Pd., M.Pd
OLEH:
KELOMPOK 4
PG A3
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kami kesehatan sehingga kami dapat menyusun makalah yang berisikan tentang
pembelajaran Untuk ABK Tunanetra untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen kami.
Kami Menyusun makalah ini dengan sedemikian rupa agar kita semua dapat lebih
memahami, mengerti dan mendalami, mengenai pembelajaran Untuk ABK Tunanetra .Kami
berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca dan semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat untuk kami khususnya dan masyarakat diidonesia umumnya.
Kami menyadari makalah ini tidak sempurna, oleh karena itu kami menerima kritikan
dan saran dari semua pihak manapun yang sifatnya membangun. Selalu kami harapkan untuk
menyempurnakan tugas makalah kedepannya.
Pematangsiantar
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................6
3.1 Kesimpulan................................................................................................................15
3.2 Saran..........................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................16
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk paling sempurna yang diciptakan Tuhan,
namundibalik kesempurnaan itu terdapat beberapa orang yang memiliki
keterbatasan.Keterbatasan yang dimiliki individu tidak selamanya dipandang
sebagai hal yangwajar sehingga terdapat pihak yang berpandangan bahwa
individu yang memiliki keterbatasan tidak sama dengan individu pada
umumnya yang sempurna baik fisikmaupun mentalnya.
4
3. Bagaimanakah Faktor-faktor Penyebab Ketunanetraan ?
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
1. Ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orang awas
2. Terjadi kekeruhan pada mata atau terdapat cairan tertentu,
3. Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak, dan
4. Terjadi kerusakan susunan syaraf otak yang berhubungan dengan
penglihatan.
7
singgunganfisik yang tidak sengaja dari orang lain dapat menyinggung
perasaannya.
c. Ketergantungan pada orang lainSifat ketergantungan pada orang lain mungkin
saja terjadi pada tunanetra. Haltersebut mungkin saja terjadi karena ia belum
berusaha sepenuhnya dalammengatasi kesulitannya sehingga selalu
mengharapkan pertolongan orang lain.
a. Aspek fisik dan sensorisDilihat secara fisik, akan mudah ditentukan bahwa orang
tersebut mengalamitunanetra. Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi matanya dan sikap
tubuhnya yang kurang ajeg serta agak kaku. Pada umumnya kondisi mata tunanetra
dapatdengan jelas dibedakan dengan mata orang awas. Mata orang tunanetra ada
yangterlihat putih semua, tidak ada bola matanya atau bola matanya agak
menonjolkeluar. Namun ada juga yang secara anatomis matanya, seperti orang
awassehingga kadang-kadang kita ragu kalau dia itu seorang tunanetra, tetapi kalau
iasudah bergerak atau berjalan akan tampak bahwa ia tunanetra.
b. Aspek Motorik/PerilakuDitinjau dari aspek motorik/perilaku anak tunanetra
menunjukkankarakteristik sebagai berikut:
1). Gerakannya agak kaku dan kurang fleksibel Oleh karena keterbatasan penglihatannya
anak tunanetra tidak bebas bergerak, seperti halnya anak awas. Dalam melakukan
aktivitas motorik,seperti jalan, berlari atau melompat, cenderung menampakkan gerakan
yangkaku dan kurang fleksibel.
2) . Perilaku stereotipee (stereotypic behavior)Sebagian anak tunanetra ada yang suka
mengulang-ngulang Gerakan tertentu, seperti mengedip-ngedipkan atau menggosok-
gosok matanya.
Menurut Efendi “Penyebab tunanetra terjadi karena adanya faktor endogen (keturunan)
dan eksogen (penyakit, kecelakaan dan lain-lain). Faktor-faktor penyebab ketunanetraan
dijelaskan Wardani, yaitu Faktor internal timbul dalam diri individu (keturunan). Faktor
internal merupakan faktor yang timbul dari dalam individu itu sendiri(intern), yakni sifat
genetik yang di bawa individu akibat hasil persilangan yang salah karena terjadi atau
terdapat beberapa
8
kelainan, sehingga beberapa fungsi organ-organtubuh akibat persilangan gen yang salah akan
mengakibatkan terganggunya ataumenjadi tidak dapat berfungsinya organ-organ tersebut
dengan semestinya (tidakoptimal). Faktor ini kemungkinan besar terjadi pada perkawinan
antar keluarga dekatdan perkawinan antar tunanetra. Karena didalam keluarga memiliki
kesamaan gensatu sama lainnya yang memungkinkan gen-gen tersebut membawa sifat suatu
penyakit atau kecacatan tertentu. Biasanya gen ini tidak tampak (resesif), namun apabila gen-
gen ini (gen pembawa sifat kelainan) tercampur dengan gen yang sehatdan dominan, maka
gen pembawa sifat penyakit yang ada akan menjadi tampak.Begitupula dengan perkawinan
antar atau salah satu penderita tunanetra yangmembawa gen akan mewariskan sifat
genetiknya.
Faktor eksternal berasal dari luar individu Faktor eksternal merupakan faktor yang
datang dari luar individu itu sendiri.faktor eksternal juga mempunyai pengaruh yang sangat
besar terhadap penyebabterjadinya ketunanetraan. Faktor-faktor ini bisa saja timbul karena
kecelakaan atauterserang suatu penyakit.Penyebab ketunanetraan menurut Wardani yang
dikelompokkan pada faktoreksternal, antara lain:
1. Penyakit rubella dan syphilis Rubella (campak Jerman) merupakan suatu penyakit
yang disebabkan olehvirus yang sering berbahaya dan sulit didiagnosis secara klinis.
Jika seorang ibuterkena rubella pada usia kehamilan 3 bulan pertama maka virus
tersebut dapatmerusak pertumbuhan sel-sel pada janin dan merusak jaringan pada
mata, telinga,atau organ lainnya sehingga kemungkinan besar anaknya lahir tunanetra
atautunarungu atau berkelainan lainnya.
2. Glaukoma : Glaukoma merupakan suatu kondisi dimana terjadi tekanan yang
berlebihan pada bola mata. Hal ini terjadi karena struktur bola mata yang tidak
sempurna pada pembentukannya dalam kandungan. Kondisi ini ditandai dengan
pembesaran pada bola mata, kornea menjadi keruh, banyak mengeluarkan air mata,
dan merasa silau.
3. KecelakaanBenturan keras mengenai saraf mata atau tekanan yang keras terhadap
bolamata. Secara klinis, tunanetra kecil sekali kemungkinannya untuk
disembuhkan,meskipun ada hal semacam operasi mata, namun ini sering kali sulit
untuk berhasilkarena adanya penolakan dari tubuh.
9
1.4 Perkembangan kepribadian Anak Tunanetra
Pada hakikatnya perkembangan apapun mengenai anak tunanetra sangat bergantung
pada orang yang menanganinya. Jika anak tunanetra didukung dan dipercaya untuk
melakukan kegiatan yang positif maka perkembangannya pun akan bermakna.
Sebagai orang terdekat, orang tua dan keluarga sangat berperan dalam
perkembangan segala aspek anak tunanetra sehingga dianjurkan bahkan diharuskan
pihak-pihak ini memberi dorongan/ motivasi, terus secara continue memberi semangat
dan memberikan input yang dapat menimbulkan perkembangan positif bagi anak
tunanetra termasuk dalam perkembangan kepribadian sehingga anak tunanetra dapat
menyadari, mengenali dan memiliki konsep diri.
Davis dalam Somantri, menyatakan mengenai proses perkembangan awal anak
tunanetra, yaitu:
Dalam proses perkembangan awal, diferensiasi konsep diri merupakan sesuatu yang
sulit untuk dicapai sehingga untuk memasuki lingkungan baru, seorang anak tunanetra
harus dibantu oleh ibu atau orang tuanya melalui komunikasi verbal, memberikan
semangat dan memberikan gambaran lingkungan tersebut sejelas-jelasnya seperti anak
tunanetra mengenal tubuhnya sendiri.
Pada pembahasan konsep diri disampaikan pula 3 aspek yang terdapat
di dalamnya menurut Callhoun dan Acocella dalam Fitriyah, yaitu:
1. Pengetahuan merupakan apa yang individu ketahui tentang dirinya. Di dalam
benaknya terdapat satu daftar yang menggambarkan dirinya, kelengkapan atau
kekurangan fisik, usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan, agama dan lain-
lain.
2. Harapan digambarkan sebagai suatu aspek dimana seseorang memandang tentang
dirinya, kemungkinan dirinya menjadi apa di masa depan.
3. Penilaian, individu berkedudukan sebagai penilai tentang dirinya sendiri.
Terdapat empat prinsip dalam pembelajaran bagi anak tunanetra bila dibandingkan
anak awas pada umumnya. Yaitu:
Pertama: melakukan duplikasi, artinya mengambil seluruh materi dan strategi
pembelajaran pada anak awas ke dalam pembelajaran pada anak tunanetra tanpa
melakukan perubahan, penambahan, dan pengurangan apa pun.
1
Kedua: melakukan modifikasi terhadap materi, media dan strategi pembelajaran yaitu
sebagian atau keseluruhan materi, media, prosedur dan strategi pembelajaran yang
dipergunakan pada pembelajaran anak awas dimodifikasi sedemikian rupa sehingga baik
materi, media, dan strategi pembelajarannya sesuai dengan karakteristik anak.
Ketiga: melakukan substitusi, yaitu mengganti materi, media, dan strategi
pembelajaran yang berlaku pada pembelajaran anak awas, bahkan mengganti mata
pelajaran tertentu, misalnya mata pelajaran menggambar diganti dengan apresiasi seni
suara atau sastra. Memberikan tambahan pembelajaran/ kegiaatan ekstra kurikuler yang
berkaitan dengan aktivitas kompensatif yang tidak ada pada kurikulum reguler. Misalnya
kursus orientasi mobilitas, Activity of dailly living (ADL), computer bicara, dll.
Keempat: melakukan omisi, yaitu penghilangan materi tertentu yang berlaku pada
pembelajaran anak awas. Hal tersebut dilakukan apabila ketiga prinsip di atas sudah tidak
dapat dilakukan, misalnya meniadakan materi pembiasan, proyeksi warna, pada mata
pelajaran/ mata kuliah tertentu, dan lain sebagainya.
Adapun metode pembelajaran yang ada digunakan untuk pembelajaran anak tuna
netra adalah sebagai berikut:
1. Strategi pengorganisasian
Strategi pengorganisasian pembelajaran adalah metode untuk mengorganisasi isi
mata pelajaran/ kuliah yang telah dipilih untuk pembelajaran. Mengorganisasi mengacu
pada suatu tindakan seperti pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram, format, dan
lainnya yang setingkat dengan itu.
2. Strategi penyampaian
Strategi penyampaian merupakan komponen variabel metode untuk melaksanakan
program pembelajaran. sekurang-kurangnya ada 2 fungsi dari strategi ini, yaitu:
a. menyampaikan isi pembelajaran kepada peserta didik, dan
b. menyediakan informasi/ bahan-bahan yang diperlukan peserta didik untuk
menampilkan unjuk-kerja (seperti latihan dan tes).
Strategi penyampaian mencakup lingkungan fisik, guru, bahan-bahan pembelajaran,
dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pembelajaran. Atau, dengan kata lain,
peraga merupakan satu komponen penting dari strategi penyampaian.
pembelajaran. Itulah sebabnya, peraga pembelajaran merupakan bidang kajian utama
strategi ini.
1
Secara lengkap ada 3 komponen yang perlu diperhatikan dalam memdeskripsikan
strategi penyampaian:
a. Peraga pembelajaran,
1) Upayakan setiap anak mendapat kesempatan untuk mengamati (meraba)
media yang tersedia.
1
1. Jenis Layanan
Ditinjau dari segi jenisnya, layanan pendidikan bagi anak tunanetra meliputi layanan
umum dan layanan khusus.
a. Layanan umum
Latihan yang diberikan terhadap anak tunanetra, umumnya meliputi hal-hal berikut:
1) Keterampilan
2) Kesenian
3) Olahraga
b. Layanan khusus/layanan rehabilitasi
Layanan khusus /rehabilitasi yang diberikan terhadap anak tunanetra, antara lain
sebagai berikut:
1) latihan membaca dan menulis braille
2) latihan penggunaan tongkat
3) latihan orientasi dan mobilitas
4) latihan visual/fungsional penglihatan.
2. Tempat /Sistem Layanan
a. Tempat khusus/ sistem segregasi
Tempat pendidikan melalui sistem segregasi bagi anak tunanetra adalah berikut ini:
1) Sekolah khusus
Sekolah khusus yang konvensional adalah Sekolah Luar Biasa untuk anak tunanetra
(SLB bagian A). Sekolah ini memiliki kurikulum tersendiri yang dikhususkan bagi anak
tunanetra.
2) Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
SDLB yang dimaksud dalam kurikulum tersebut, diperuntukkan bagi satu jenis
kelainan, yaitu anak tunanetra saja, sedangkan dalam konsep SDLB ini
merupakan suatu sekolah pada tingkat dasar yang menampung berbagai
jenis kelainan, seperti tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa.
1) Kelas jauh/kelas kunjung
Kelas jauh/kelas kunjung adalah kelas yang dibentuk untuk memberikan
layanan pendidikan bagi anak luar biasa termasuk anak tunanetra yang
bertempat tinggal jauh dari SLB/SDLB.
2. Sekolah biasa/sistem integrasi.
1
Penyelenggaraan sistem pendidikan terpadu memerlukan seorang ahli ke-
PLB-an yang disebut Guru Pembimbing Khusus (GPK),dan ruang bimbingan
khusus untuk memberikan layanan khusus bagi anak tunanetra.
Melalui sistem integrasi/terpadu, anak tunanetra belajar bersama-sama
dengan anak normal (awas) dengan memperoleh hak kewajiban yang sederajat.
Sekolah dasar atau sekolah biasa lainnya yang menerima anak tunanetra (anak
luar biasa pada umumnya) sebagai siswanya, disebut sekolah terpadu. Apabila
disekolah tersebut tidak terdapat bagi anak luar biasa maka secara otomatis
sebutan sekolah terpadu tidak berlaku lagi (kembali disebut sekolah dasar atau
sekolah biasa lainnya).
Bentuk keterpaduan dalam sistem pendidikan integrasi, sangat bervariasi.
bentuk-bentuk keterpaduan/integrasi meliputi:
1) Bentuk kelas biasa dengan guru konsultasi (regular classroom with consultant
teacher)
2) Kelas biasa dengan guru kunjungan (itinerant teacher)
3) Kelas biasa dengan ruang sumber (resource room) atau ruang bimbingan khusus
4) Kelas khusus (special class)
2. Ciri Khas Layanan
Hal-hal yang khas dalam pendidikan anak tunanetra adalah berikut ini:
a. Penempatan anak tunanetra
Dalam menempatkan anak tunanetra, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1) Anak tunanetra ditempatkan didepan, agar dapat mendengarkan penjelasan
guru dengan jelas.
2) Memberikan kesempatan kepada anak tunanetra untuk memiliki tempat duduk
yang sesuai dengan kemampuan penglihatannya
3) Anak tunanetra hendaknya ditempatkan berdekatan dengan anak yang relatif
cerdas, agar terjadi proses saling membantu.
4) Tidak diperkenankan dua anak tunanetra duduk berdekatan.
b. Alat peraga yang digunakan hendaknya memiliki warna yang kontras. Pada alat
peraga bahan cetakan, antara tulisan dan warna dasar kertas harus kontras.
c. Ruang belajar bagi anak tunanetra terutama anak low vision cukup mendapatkan
cahaya/penerangan.
1
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi guru
tenaga kependidikan untuk peserta didik agar mampu menguasai materi yang akan di ajarkan,
dan mampu memberikan wawasan pengetahuan kepada peserta didik untuk di kehidupannya
sehari-hari. Penulis menyadari jika makalah ini masih jauh dari sempurna. Karena itu saran
dan kritik membangun sangat kami butuhkan dalam penyempurnaan makalah ini.
1
DAFTAR PUSTAKA
T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung: Refika Aditama, 2006.
Fitriyah, Chusniatul & Rahayu, Siti Azizah. Konsep Diri pada Remaja Tunanetra di Yayasan
Pendidikan Anak Buta (YPAB) Surabaya. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2013.
Frieda Mangungsong, Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, Depok: LPSP3,
2011.