Anda di halaman 1dari 16

PEMBELAJARAN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

TUNANETRA

DOSEN PENGAMPUH:
EMELDA THESALONIKA S.Pd., M.Pd

OLEH:
KELOMPOK 4
PG A3

1. RUTH SAHANAYA SIANIPAR (2101010091)


2. DINA LORENZA SINAGA (2101010102)
3. DEAINSANTRI SINAGA (2101010103)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH


DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kami kesehatan sehingga kami dapat menyusun makalah yang berisikan tentang
pembelajaran Untuk ABK Tunanetra untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen kami.

Kami Menyusun makalah ini dengan sedemikian rupa agar kita semua dapat lebih
memahami, mengerti dan mendalami, mengenai pembelajaran Untuk ABK Tunanetra .Kami
berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca dan semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat untuk kami khususnya dan masyarakat diidonesia umumnya.

Kami menyadari makalah ini tidak sempurna, oleh karena itu kami menerima kritikan
dan saran dari semua pihak manapun yang sifatnya membangun. Selalu kami harapkan untuk
menyempurnakan tugas makalah kedepannya.

Pematangsiantar

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................4

1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................6

2.1 Pengertian dan batasan Tunanetra...............................................................................6

2.2 Ciri Ciri Tunanetra.......................................................................................................7

2.3 Faktor faktor penyebab ketunanetraan.........................................................................8

2.4 Perkembangan Kepribadian anak Tunanetra...............................................................8

2.5 Metode Pembelajaran Anak Tunanetra.....................................................................10

2.6 Layanan layanan pendidikan Tunanetra...................................................................12

BAB III PENUTUP..................................................................................................................15

3.1 Kesimpulan................................................................................................................15

3.2 Saran..........................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................16

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk paling sempurna yang diciptakan Tuhan,
namundibalik kesempurnaan itu terdapat beberapa orang yang memiliki
keterbatasan.Keterbatasan yang dimiliki individu tidak selamanya dipandang
sebagai hal yangwajar sehingga terdapat pihak yang berpandangan bahwa
individu yang memiliki keterbatasan tidak sama dengan individu pada
umumnya yang sempurna baik fisikmaupun mentalnya.

Seiring dengan perkembangan zaman anak-anak yang memiliki


keterbelakanganatau kelainan, baik dalam segi fisik maupun mental telah
mendapatkan perhatian dari pemerintah, terbukti dengan dikeluarkannya
Undang-Undang ABK (Anak BerkebutuhanKhusus) termasuk di Indonesia,
pada tahun 2003 diatur dalam Undang-undang Nomor 20 tentang Satuan
Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 5 Ayat 2.

Melalui undang-undang yang berlaku di Indonesia, anak berkebutuhan


khususyang memiliki keterbelakangan atau kelainan, baik dari segi fisik
maupun mental dapatdiwadahi melalui pelayanan pendidikan yang
disesuaikan atau khusus. Seperti halnyasalah satu kelainan fisik yang diderita
oleh anak berkebutuhan khusus yaitu anak yangmemiliki keterbatasan
penglihatan (tunanetra).

Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami problema dalam


belajar, hanya saja problema tersebut ada yang ringan dan tidak memerlukan
perhatian khusus dari orang lain karena dapat diatasi sendiri oleh yang
bersangkutan dan ada juga yang problem belajarnya cukup berat sehingga
perlu mendapatkan perhatian dan bantuan dari orang lain. Anak luar biasa atau
disebut sebagai anak berkebutuhan khusus (children with special needs),
memang tidak selalu mengalami problem dalam belajar. Namun, ketika
mereka diinteraksikan bersama-sama dengan anak-anak sebaya lainnya dalam
sistem pendidikan regular, ada hal-hal tertentu yang harus mendapatkan
perhatian khusus dari guru dan sekolah untuk mendapatkan hasil belajar yang
optimal.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah Pengertian dan Batasan Tunanetra ?

2. Bagaimanakah Ciri-ciri Tunanetra ?

4
3. Bagaimanakah Faktor-faktor Penyebab Ketunanetraan ?

4. Bagaimanakan Perkembangan Kepribadian Anak Tunanetra ?

5. Bagaimanakah metode Pembelajaran Tunanetra ?

6. Bagaimanakah Layanan-Layanan Pendidikan Tunanetra ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui Pengertian dan Batasan Tunanetra

2. Untuk mengetahui Ciri-ciri Tunanetra.

3. Untuk mengetahui Faktor-faktor Penyebab Ketunanetraan.

4. Untuk mengetahui Perkembangan Kepribadian Anak Tunanetra

5. Untuk mengetahui metode Pembelajaran Tunanetra

6. Untuk mengetahui Layanan-Layanan Pendidikan Tunanetra

5
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Pengertian dan Batasan Tunanetra


Kamus lengkap bahasa Indonesia memaparkan “Tunanetra berasal dari
2 kata, yaitu tuna dan netra, tuna berarti tidak memiliki, tidak punya, luka atau
rusak, sedangkan netra berarti penglihatan sehingga tunanetra berarti tidak
memiliki atau rusak penglihatan.” Tunanetra digunakan untuk
menggambarkan tingkatan kerusakan atau gangguan penglihatan yang berat
sampai pada yang sangat berat, yang dikelompokan secara umummenjadi buta
dan kurang lihat. Jadi, tunanetra tidak hanya mereka yang buta saja melainkan
mereka yang mampu melihat tetapi penglihatannya sangat kurang dan terbatas
sekali sehingga tidak bisa digunakan atau dimanfaatkan untuk kegiatan
pembelajaranseperti halnya orang awas biasa. Dalam hal ini adalah kedua-
duanya (indra penglihatanya) tidak dapat berfungsi dengan baik.
Secara pengertian, mereka yang mengalami kerusakan indra
penglihatan yang tergolong tunanetra. Akan tetapi, individu yang disebut
sebagai tunanetra dalam hal iniialah mereka yang tak mampu atau tidak dapat
memanfaatkan indra penglihatannyasecara optimal untuk kegiatan
pembelajaran, sehingga perlu penanganan atau layananyang khusus
(berkebutuhan khusus).Menurut Hidayat “Anak tunanetra adalah anak yang
mengalami penyimpangan atau kelainan indera penglihatan baik bersifat berat
maupun ringan, sehingga memerlukan pelayanan khusus dalam pendidikannya
untuk dapat mengembangkan potensinya seoptimal mungkin.”
Dalam bidang pendidikan luar biasa, anak dengan gangguan
penglihatan tidak saja mereka yang buta, tetapi mencakup juga mereka yang
mampu melihat tapi terbatas.Anak-anak dengan gangguan penglihatan ini
dapat diketahui dalam kondisi berikut:

6
1. Ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orang awas
2. Terjadi kekeruhan pada mata atau terdapat cairan tertentu,
3. Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak, dan
4. Terjadi kerusakan susunan syaraf otak yang berhubungan dengan
penglihatan.

1.2 Ciri Ciri Tunanetra


Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek Akademis Menurut Tillman &
Obsorg dalam wardani, ada beberapa perbedaan antara anaktunanetra dan anak
awas yaitu :
a. Anak-anak tunanetra menyimpan pengalaman-pengalaman khusus seperti
anakawas, tetapi pengalaman-pengalaman tersebut kurang terintegrasikan.
b. Anak-anak tunanetra mendapat angka yang hampir sama dengan anak
awas dalam hal berhitung, informasi, dan kosa kata, tetapi kurang baik
dalam hal pemahaman(comprehension) dan persamaan.
c. Kosa kata anak-anak tunanetra cenderung merupakan kata-kata yang
definitif,sedangkan anak awas menggunakan arti yang lebih luas. Contoh,
bagi anaktunanetra kata malam berarti gelap atau hitam, sedangkan bagi
anak awas, katamalam mempunyai makna cukup luas, seperti malam
penuh bintang atau malamyang indah dengan sinar purnama.

Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek Pribadi dan Sosial

Beberapa literatur mengemukakan karakteristik yang mungkin terjadi pada


anaktunanetra yang tergolong buta sebagai akibat langsung maupun tidak langsung
darikebutaannya adalah:

a. Curiga pada orang lain Keterbatasan rangsangan visual/penglihatan, menyebabkan


anak tunanetrakurang mampu untuk berorientasi pada lingkungannya sehingga
kemampuanmobilitasnya pun terganggu.
b. Mudah tersinggungPengalaman sehari-hari yang sering menimbulkan rasa kecewa
dapatmempengaruhi tunanetra sehingga tekanan-tekanan suara tertentu atau

7
singgunganfisik yang tidak sengaja dari orang lain dapat menyinggung
perasaannya.
c. Ketergantungan pada orang lainSifat ketergantungan pada orang lain mungkin
saja terjadi pada tunanetra. Haltersebut mungkin saja terjadi karena ia belum
berusaha sepenuhnya dalammengatasi kesulitannya sehingga selalu
mengharapkan pertolongan orang lain.

Karakteristik Anak Tunanetra dalam Aspek Fisik/Sensoris dan Motorik/perilaku

a. Aspek fisik dan sensorisDilihat secara fisik, akan mudah ditentukan bahwa orang
tersebut mengalamitunanetra. Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi matanya dan sikap
tubuhnya yang kurang ajeg serta agak kaku. Pada umumnya kondisi mata tunanetra
dapatdengan jelas dibedakan dengan mata orang awas. Mata orang tunanetra ada
yangterlihat putih semua, tidak ada bola matanya atau bola matanya agak
menonjolkeluar. Namun ada juga yang secara anatomis matanya, seperti orang
awassehingga kadang-kadang kita ragu kalau dia itu seorang tunanetra, tetapi kalau
iasudah bergerak atau berjalan akan tampak bahwa ia tunanetra.
b. Aspek Motorik/PerilakuDitinjau dari aspek motorik/perilaku anak tunanetra
menunjukkankarakteristik sebagai berikut:
1). Gerakannya agak kaku dan kurang fleksibel Oleh karena keterbatasan penglihatannya
anak tunanetra tidak bebas bergerak, seperti halnya anak awas. Dalam melakukan
aktivitas motorik,seperti jalan, berlari atau melompat, cenderung menampakkan gerakan
yangkaku dan kurang fleksibel.
2) . Perilaku stereotipee (stereotypic behavior)Sebagian anak tunanetra ada yang suka
mengulang-ngulang Gerakan tertentu, seperti mengedip-ngedipkan atau menggosok-
gosok matanya.

1.3 Faktor Faktor Ketunanetraan

Menurut Efendi “Penyebab tunanetra terjadi karena adanya faktor endogen (keturunan)
dan eksogen (penyakit, kecelakaan dan lain-lain). Faktor-faktor penyebab ketunanetraan
dijelaskan Wardani, yaitu Faktor internal timbul dalam diri individu (keturunan). Faktor
internal merupakan faktor yang timbul dari dalam individu itu sendiri(intern), yakni sifat
genetik yang di bawa individu akibat hasil persilangan yang salah karena terjadi atau
terdapat beberapa

8
kelainan, sehingga beberapa fungsi organ-organtubuh akibat persilangan gen yang salah akan
mengakibatkan terganggunya ataumenjadi tidak dapat berfungsinya organ-organ tersebut
dengan semestinya (tidakoptimal). Faktor ini kemungkinan besar terjadi pada perkawinan
antar keluarga dekatdan perkawinan antar tunanetra. Karena didalam keluarga memiliki
kesamaan gensatu sama lainnya yang memungkinkan gen-gen tersebut membawa sifat suatu
penyakit atau kecacatan tertentu. Biasanya gen ini tidak tampak (resesif), namun apabila gen-
gen ini (gen pembawa sifat kelainan) tercampur dengan gen yang sehatdan dominan, maka
gen pembawa sifat penyakit yang ada akan menjadi tampak.Begitupula dengan perkawinan
antar atau salah satu penderita tunanetra yangmembawa gen akan mewariskan sifat
genetiknya.

Faktor eksternal berasal dari luar individu Faktor eksternal merupakan faktor yang
datang dari luar individu itu sendiri.faktor eksternal juga mempunyai pengaruh yang sangat
besar terhadap penyebabterjadinya ketunanetraan. Faktor-faktor ini bisa saja timbul karena
kecelakaan atauterserang suatu penyakit.Penyebab ketunanetraan menurut Wardani yang
dikelompokkan pada faktoreksternal, antara lain:

1. Penyakit rubella dan syphilis Rubella (campak Jerman) merupakan suatu penyakit
yang disebabkan olehvirus yang sering berbahaya dan sulit didiagnosis secara klinis.
Jika seorang ibuterkena rubella pada usia kehamilan 3 bulan pertama maka virus
tersebut dapatmerusak pertumbuhan sel-sel pada janin dan merusak jaringan pada
mata, telinga,atau organ lainnya sehingga kemungkinan besar anaknya lahir tunanetra
atautunarungu atau berkelainan lainnya.
2. Glaukoma : Glaukoma merupakan suatu kondisi dimana terjadi tekanan yang
berlebihan pada bola mata. Hal ini terjadi karena struktur bola mata yang tidak
sempurna pada pembentukannya dalam kandungan. Kondisi ini ditandai dengan
pembesaran pada bola mata, kornea menjadi keruh, banyak mengeluarkan air mata,
dan merasa silau.
3. KecelakaanBenturan keras mengenai saraf mata atau tekanan yang keras terhadap
bolamata. Secara klinis, tunanetra kecil sekali kemungkinannya untuk
disembuhkan,meskipun ada hal semacam operasi mata, namun ini sering kali sulit
untuk berhasilkarena adanya penolakan dari tubuh.

9
1.4 Perkembangan kepribadian Anak Tunanetra
Pada hakikatnya perkembangan apapun mengenai anak tunanetra sangat bergantung
pada orang yang menanganinya. Jika anak tunanetra didukung dan dipercaya untuk
melakukan kegiatan yang positif maka perkembangannya pun akan bermakna.
Sebagai orang terdekat, orang tua dan keluarga sangat berperan dalam
perkembangan segala aspek anak tunanetra sehingga dianjurkan bahkan diharuskan
pihak-pihak ini memberi dorongan/ motivasi, terus secara continue memberi semangat
dan memberikan input yang dapat menimbulkan perkembangan positif bagi anak
tunanetra termasuk dalam perkembangan kepribadian sehingga anak tunanetra dapat
menyadari, mengenali dan memiliki konsep diri.
Davis dalam Somantri, menyatakan mengenai proses perkembangan awal anak
tunanetra, yaitu:
Dalam proses perkembangan awal, diferensiasi konsep diri merupakan sesuatu yang
sulit untuk dicapai sehingga untuk memasuki lingkungan baru, seorang anak tunanetra
harus dibantu oleh ibu atau orang tuanya melalui komunikasi verbal, memberikan
semangat dan memberikan gambaran lingkungan tersebut sejelas-jelasnya seperti anak
tunanetra mengenal tubuhnya sendiri.
Pada pembahasan konsep diri disampaikan pula 3 aspek yang terdapat
di dalamnya menurut Callhoun dan Acocella dalam Fitriyah, yaitu:
1. Pengetahuan merupakan apa yang individu ketahui tentang dirinya. Di dalam
benaknya terdapat satu daftar yang menggambarkan dirinya, kelengkapan atau
kekurangan fisik, usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan, agama dan lain-
lain.
2. Harapan digambarkan sebagai suatu aspek dimana seseorang memandang tentang
dirinya, kemungkinan dirinya menjadi apa di masa depan.
3. Penilaian, individu berkedudukan sebagai penilai tentang dirinya sendiri.

1.5 Metode pembelajaran Tunanetra

Terdapat empat prinsip dalam pembelajaran bagi anak tunanetra bila dibandingkan
anak awas pada umumnya. Yaitu:
Pertama: melakukan duplikasi, artinya mengambil seluruh materi dan strategi
pembelajaran pada anak awas ke dalam pembelajaran pada anak tunanetra tanpa
melakukan perubahan, penambahan, dan pengurangan apa pun.
1
Kedua: melakukan modifikasi terhadap materi, media dan strategi pembelajaran yaitu
sebagian atau keseluruhan materi, media, prosedur dan strategi pembelajaran yang
dipergunakan pada pembelajaran anak awas dimodifikasi sedemikian rupa sehingga baik
materi, media, dan strategi pembelajarannya sesuai dengan karakteristik anak.
Ketiga: melakukan substitusi, yaitu mengganti materi, media, dan strategi
pembelajaran yang berlaku pada pembelajaran anak awas, bahkan mengganti mata
pelajaran tertentu, misalnya mata pelajaran menggambar diganti dengan apresiasi seni
suara atau sastra. Memberikan tambahan pembelajaran/ kegiaatan ekstra kurikuler yang
berkaitan dengan aktivitas kompensatif yang tidak ada pada kurikulum reguler. Misalnya
kursus orientasi mobilitas, Activity of dailly living (ADL), computer bicara, dll.
Keempat: melakukan omisi, yaitu penghilangan materi tertentu yang berlaku pada
pembelajaran anak awas. Hal tersebut dilakukan apabila ketiga prinsip di atas sudah tidak
dapat dilakukan, misalnya meniadakan materi pembiasan, proyeksi warna, pada mata
pelajaran/ mata kuliah tertentu, dan lain sebagainya.
Adapun metode pembelajaran yang ada digunakan untuk pembelajaran anak tuna
netra adalah sebagai berikut:
1. Strategi pengorganisasian
Strategi pengorganisasian pembelajaran adalah metode untuk mengorganisasi isi
mata pelajaran/ kuliah yang telah dipilih untuk pembelajaran. Mengorganisasi mengacu
pada suatu tindakan seperti pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram, format, dan
lainnya yang setingkat dengan itu.
2. Strategi penyampaian
Strategi penyampaian merupakan komponen variabel metode untuk melaksanakan
program pembelajaran. sekurang-kurangnya ada 2 fungsi dari strategi ini, yaitu:
a. menyampaikan isi pembelajaran kepada peserta didik, dan
b. menyediakan informasi/ bahan-bahan yang diperlukan peserta didik untuk
menampilkan unjuk-kerja (seperti latihan dan tes).
Strategi penyampaian mencakup lingkungan fisik, guru, bahan-bahan pembelajaran,
dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pembelajaran. Atau, dengan kata lain,
peraga merupakan satu komponen penting dari strategi penyampaian.
pembelajaran. Itulah sebabnya, peraga pembelajaran merupakan bidang kajian utama
strategi ini.

1
Secara lengkap ada 3 komponen yang perlu diperhatikan dalam memdeskripsikan
strategi penyampaian:
a. Peraga pembelajaran,
1) Upayakan setiap anak mendapat kesempatan untuk mengamati (meraba)
media yang tersedia.

2) Peraga visual dimodifikasi ke dalam peraga auditif, perabaan, namun tidak


semua kesan visual dapat diubah ke dalam kesan non visual. Misal persepsi cahaya,
bayangan, benda yang hanya dapat dijangkau dengan penglihatan. Hal ini anak tunanetra
cukup diberi kesempatan untuk merasakan gejala yang muncul atau bahkan cukup
diberikan cerita tentang itu.
3) Objek tiga dimensi harus disajikan dalam bentuk benda asli atau model.
b. Interaksi peserta didik dengan peraga
1) Peraga hendaknya jangan terlalu besar atau terlalu kecil, yang ideal adalah
sejauh kedua tangan dapat mendeteksi objek secara keseluruhan.
2) Penyajian tabel/ diagram perlu penjelasan cara membaca dan maksud tabel/
diagram tersebut.
3) Ada jaminan bahwa peraga itu tidak berbahaya, tidak mudah rusak.
4) Strategi Pengelolaan merupakan komponen variabel metode yang berurusan
dengan bagaimana menata interaksi antara peserta didik dengan variabel-variabel metode
pembelajaran lainnya.
5) Metode pembelajaran untuk orang awas pada prinsipnya dapat diterapkan
terhadap peserta didik tunanetra dengan memodifikasi aktivitas visual ke dalam aktivitas
selain visual.
6) Metode ceramah: kata-kata asing atau kata lain yang belum dikenal hendaknya
dosen/ guru mengulangi dan mengeja huruf-demi huruf. Jika antara ucapan dengan
tulisan berbeda maka dosen/ guru harus mengeja huruf demi huruf.

1.6 Layanan-layanan Pendidikan Tunanetra


Layanan pendidikan bagi anak tunanetra pada dasarnya sama dengan layanan
pendidikan bagi anak awas hanya dalam teknik penyampaiannya disesuaikan dengan
kemampuan dan ketidak mampuan atau karakteristik anak tunanetra.

1
1. Jenis Layanan
Ditinjau dari segi jenisnya, layanan pendidikan bagi anak tunanetra meliputi layanan
umum dan layanan khusus.
a. Layanan umum
Latihan yang diberikan terhadap anak tunanetra, umumnya meliputi hal-hal berikut:
1) Keterampilan
2) Kesenian
3) Olahraga
b. Layanan khusus/layanan rehabilitasi
Layanan khusus /rehabilitasi yang diberikan terhadap anak tunanetra, antara lain
sebagai berikut:
1) latihan membaca dan menulis braille
2) latihan penggunaan tongkat
3) latihan orientasi dan mobilitas
4) latihan visual/fungsional penglihatan.
2. Tempat /Sistem Layanan
a. Tempat khusus/ sistem segregasi
Tempat pendidikan melalui sistem segregasi bagi anak tunanetra adalah berikut ini:
1) Sekolah khusus
Sekolah khusus yang konvensional adalah Sekolah Luar Biasa untuk anak tunanetra
(SLB bagian A). Sekolah ini memiliki kurikulum tersendiri yang dikhususkan bagi anak
tunanetra.
2) Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
SDLB yang dimaksud dalam kurikulum tersebut, diperuntukkan bagi satu jenis
kelainan, yaitu anak tunanetra saja, sedangkan dalam konsep SDLB ini
merupakan suatu sekolah pada tingkat dasar yang menampung berbagai
jenis kelainan, seperti tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa.
1) Kelas jauh/kelas kunjung
Kelas jauh/kelas kunjung adalah kelas yang dibentuk untuk memberikan
layanan pendidikan bagi anak luar biasa termasuk anak tunanetra yang
bertempat tinggal jauh dari SLB/SDLB.
2. Sekolah biasa/sistem integrasi.

1
Penyelenggaraan sistem pendidikan terpadu memerlukan seorang ahli ke-
PLB-an yang disebut Guru Pembimbing Khusus (GPK),dan ruang bimbingan
khusus untuk memberikan layanan khusus bagi anak tunanetra.
Melalui sistem integrasi/terpadu, anak tunanetra belajar bersama-sama
dengan anak normal (awas) dengan memperoleh hak kewajiban yang sederajat.
Sekolah dasar atau sekolah biasa lainnya yang menerima anak tunanetra (anak
luar biasa pada umumnya) sebagai siswanya, disebut sekolah terpadu. Apabila
disekolah tersebut tidak terdapat bagi anak luar biasa maka secara otomatis
sebutan sekolah terpadu tidak berlaku lagi (kembali disebut sekolah dasar atau
sekolah biasa lainnya).
Bentuk keterpaduan dalam sistem pendidikan integrasi, sangat bervariasi.
bentuk-bentuk keterpaduan/integrasi meliputi:
1) Bentuk kelas biasa dengan guru konsultasi (regular classroom with consultant
teacher)
2) Kelas biasa dengan guru kunjungan (itinerant teacher)
3) Kelas biasa dengan ruang sumber (resource room) atau ruang bimbingan khusus
4) Kelas khusus (special class)
2. Ciri Khas Layanan
Hal-hal yang khas dalam pendidikan anak tunanetra adalah berikut ini:
a. Penempatan anak tunanetra
Dalam menempatkan anak tunanetra, perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1) Anak tunanetra ditempatkan didepan, agar dapat mendengarkan penjelasan
guru dengan jelas.
2) Memberikan kesempatan kepada anak tunanetra untuk memiliki tempat duduk
yang sesuai dengan kemampuan penglihatannya
3) Anak tunanetra hendaknya ditempatkan berdekatan dengan anak yang relatif
cerdas, agar terjadi proses saling membantu.
4) Tidak diperkenankan dua anak tunanetra duduk berdekatan.
b. Alat peraga yang digunakan hendaknya memiliki warna yang kontras. Pada alat
peraga bahan cetakan, antara tulisan dan warna dasar kertas harus kontras.
c. Ruang belajar bagi anak tunanetra terutama anak low vision cukup mendapatkan
cahaya/penerangan.

1
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tunanetra artinya rusaknya pengelihatan Pembendaharaan kosa kata pada


anak tunanetra diperoleh dari dalam dirinya sendiri dan orang lain.Hambatan-hambatan
dalam perkembangan motorik anak tunanetra berhubungan erat dengan
ketidakmampuannya dalam penglihatannya yang selanjutnya berpengaruh terhadapa
faktor psikis dan fisik anak pada tahap-tahap perkembangan anak tunanetra selanjutnya.
Masalah-masalah yang dihadapi anak tunanetra sangat beragam termasuk dalam
ruang lingkup pendidikan, sosial, emosi, kesehatan, pengajaran mencakup kesulitan
dalam proses belajar anak, orientasi dan mobilitas serta kebiasaan diri, gangguan emosi,
penyesuaian diri, keterampilan dan pekerjaan, ketergantungan diri dan penggunaan waktu
senggang.
Dampak yang diterima orang terdekat penderita tunanetra akan dilimpahkan
kembali kepada anak tunanetra, misalnya melalui reaksi-reaksi orang tua terhadap
ketunanetraan anaknya, yaitu penerimaan secara realistik terhadap anak dan
ketunanetraannya, penyangkalan terhadap ketunetraan anak, perlindungan yang
berlebihan, penolakan secara tertutup dan penolakan secara terbuka.

3.2 Saran

Demikianlah makalah yang dapat kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi guru
tenaga kependidikan untuk peserta didik agar mampu menguasai materi yang akan di ajarkan,
dan mampu memberikan wawasan pengetahuan kepada peserta didik untuk di kehidupannya
sehari-hari. Penulis menyadari jika makalah ini masih jauh dari sempurna. Karena itu saran
dan kritik membangun sangat kami butuhkan dalam penyempurnaan makalah ini.

1
DAFTAR PUSTAKA

Wardani, Dkk, Pengantar Pendidikan Luar Biasa, Jakarta: UT, 2011.

Hidayat Dkk, Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus,Bandung: UPI, 2006.

Muhammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, Jakarta: Bumi Aksara,


2006.

T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung: Refika Aditama, 2006.

Fitriyah, Chusniatul & Rahayu, Siti Azizah. Konsep Diri pada Remaja Tunanetra di Yayasan
Pendidikan Anak Buta (YPAB) Surabaya. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2013.

Frieda Mangungsong, Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, Depok: LPSP3,
2011.

Anda mungkin juga menyukai