Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PENDIDIKAN INKLUSI

Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus

Berdasarkan Klasifikasinya

Dosen Pengampu:

Dr. Damri, M.Pd

Arisul Mahdi, S.Pd, M.Pd

Disusun Oleh:

Nur Putri Khalbi (22002215)

Rezcha Amanda (22002226)

Silvetrelli Ririn Sitohang (22002233)

Falentina Syaulatiah (22003019)

Silvi Oktaviani (22003217)

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena karunia, Rahmat, serta
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Karakteristik Anak
Berkebutuhan Khusus Berdasarkan Klasifikasinya” untuk memenuhi tugas kelompok mata
kuliah Pendidikan Inklusi dengan tepat waktu.

Makalah ini bertujuan untuk menambah pengetahuan serta wawasan kita sebagai calon
pendidik dalam memahami karaktertistik anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,
tunalaras berdasarkan klasifikasinya. Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan
makalah ini banyak terdapat kekurangan, karena kurangnya wawasan dan pengetahuan kami.

Oleh sebab itu, segala tegur sapa demi penyempurnaan makalah ini sangat kami nantikan.
Demikian prakata dari kami, sekian dan terima kasih.

Padang, 9 November 2023

Kelompok 7

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................................ii


DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii
BAB I............................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................... 1
C. Tujuan ................................................................................................................................. 2
BAB II ........................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN............................................................................................................................ 3
A. Anak Tunanetra................................................................................................................... 3
a. Pengertian Anak Tunanetra ............................................................................................. 3
b. Faktor Penyebab Anak Tunanetra ................................................................................... 4
c. Klasifikasi Anak Tunanetra ............................................................................................. 5
d. Karakteristik Anak Tunanetra ......................................................................................... 5
B. Anak Tunarungu ................................................................................................................. 7
a. Pengertian Anak Tunarungu ............................................................................................ 7
b. Faktor Penyebab Tunarungu ........................................................................................... 8
C. Anak Tunagrahita ............................................................................................................. 11
a. Pengertian Tunagrahita ................................................................................................. 11
b. Karakteristik Anak Tunagrahita .................................................................................... 11
D. Anak Tunadaksa ............................................................................................................... 13
a. Pengertian Anak Tunadaksa .......................................................................................... 13
b. Karakteristik Anak Tunadaksa ...................................................................................... 14
E. Anak Tunalaras ................................................................................................................. 15
a. Pengertian Tunalaras ..................................................................................................... 15
b. Klasifikasi Anak Tunalaras ........................................................................................... 16
BAB III ........................................................................................................................................ 19
PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 19
A. Kesimpulan ....................................................................................................................... 19
B. Saran ................................................................................................................................. 19

iii
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak berkebutuhan khusus mengalami gangguan baik terhadap fisik, mental,


intelegensi, dan emosinya sehingga memerlukan bantuan khusus untuk memenuhi
kebutuhan mereka dalam kehidupan sehari-sehari. Keterbatasan yang dimiliki anak
berkebutuhan khusus, menjadi tugas dan kewajiban orang tuanya. Lingkungan yang tepat
untuk anak-anak serta pola asuh yang sesuai dengan kondisi mereka. Banyak orang tua
yang hanya berpikir agar anak-anaknya cukup mandiri dalam memenuhi kehidupan
sehariharinya. Sehingga para orang tua kurang memperhatikan terhadap kebutuhan
pendidikan, serta potensi yang mungkin bisa dikembangkan dalam keterbatasan fisik yang
ada.
Istilah anak berkebutuhn khusus ini diterapkan karena dianggap baik
dibandingkan dengan sebutan anak cacat atau sebutan lainnya yang memberikan dampak
pengaruh buruk terhadap kejiwaan mereka. Anak berkebutuhan khusus juga diartikan
sebagai anak yang mengalami gangguan fisik, mental, intelegensi, dan emosi sehingga
membutuhkan pembelajaran secara khusus.
Anak berkebutuhan khusus seperti tidak memiliki kebebasan untuk melakukan
kegiatan yang mereka inginkan, seperti minat dan kreativitas yang tidak diperlihatkan
kepada umum seperti anak normal lainnya. Keterbatasan yang mereka miliki akan
ditambah dengan kondisi lingkungan yang tidak mendukung terhadap perkembangan
anak berkebutuhan khusus di lingkungan sosial.

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja karakteristik anak tunanetra?


2. Apa saja karakteristik anak tunarungu?
3. Apa saja karakteristik anak tunagrahita?

1
4. Apa saja karakteristik anak tundaksa?
5. Apa saja karakteristik anak tunalaras?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui dan memahami karakteristik anak tunanetra


2. Untuk mengetahui dan memahami karakteristik anak tunrungu
3. Untuk mengetahui dan memahami karakteristik anak tunagrahita
4. Untuk mengetahui dan memahami karakteristik anak tunanetra
5. Untuk mengetahui dan memahami karakteristik anak tunalaras

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anak Tunanetra

a. Pengertian Anak Tunanetra


Anak Tunanetra berasal dari kata tuna yang berarti rusak atau rugi dan netra
yang berarti mata. Jadi tunanetra yaitu individu yang mengalami kerusakan atau
hambatan pada organ mata. Mohammad Efendi mendefinisikan tunanetra sebagai
suatu kondisi penglihatan dimana “anak yang memiliki visus sentralis 6/60 lebih kecil
dari itu atau setelah dikoreksi secara maksimal penglihatannya tidak memungkinkan
lagi mempergunakan fasilitas pendidikan dan pengajaran yang biasa digunakan oleh
anak normal/orang awas.” Dari sudut pandang medis seseorang dikatakan megalami
tunanetra apabila “memiliki visus dua puluh per dua ratus atau kurang dan memiliki
lantang pandangan kurang dari dua puluh derajat.” Jika dilihat dari sudut pandang
pendidikan, anak yang mengalami tunanetra apabila anak membutuhkan “media yang
digunakan untuk mengikuti kegiatan pembelajaran adalah indra peraba (tunanetra
total) ataupun anak yang masih bisa membaca dengan cara dilihat dan menulis tetapi
dengan ukuran yang lebih besar (low vision).”Selain itu tunanetra juga diartikan
sebagai “seseorang yang sudah tidak mampu memfungsikan indra penglihatannya
untuk keperluan pendidikan dan pengajaran walaupun telah dikoreksi dengan
lensa.”Dengan demikian dapat dipahami bahwa tunanetra yaitu berkurangnya fungsi
atau ketidakfungsian indra penglihatan seseorang untuk melihat bayangan benda
dalam aktivitas sehari-hari sehingga membutuhkan pendidikan khusus guna
mendukung aktivitas belajarnya.

3
b. Faktor Penyebab Anak Tunanetra
Anak-anak yang mengalami gangguan penglihatan memiliki faktor penyebab
yang berbeda, ada yang berasal dari dalam diri mereka sendiri ataupun dari luar diri
mereka. Berikut adalah klasifikasi faktor penyebab individu mengalami tunanetra:
1) Prenatal (Sebelum Kelahiran)
Tahap prenatal yaitu sebelum anak lahir pada saat masa anak di dalam
kandungan dan diketahui sudah mengalami ketunaan. Faktor prenatal berdasarkan
periodisasinya dibedakan menjadi periode embrio, periode janin muda, dan
periode janin aktini. Pada tahap ini anak sangat rentan terhadap pengaruh trauma
akibat guncangan, atau bahan kimia.Faktor lain yang menjadi faktor anak
mengalami tunanetra berkaitan dengan kondisi anak sebelum dilahirkan yaitu gen
(sifat pembawa keturunan), kondisi psikis ibu, kekurangan gizi, keracunan obat,
virus, dan sebagainya.
2) Neonatal (Saat Kelahiran)
Periode neonatal yaitu periode dimana anak dilahirkan. Beberapa faktornya
yaitu anak lahir sebelum waktunya (prematurity), lahir dengan bantuan alat (tang
verlossing), posisi bayi tidak normal, kelahiran ganda atau kesehatan bayi.
3) Posnatal (setela kelahiran)
Kelainan pada saat posnatal yaitu kelainan yang terjadi setelah anak lahir atau
saat anak dimasa perkembangan. Pada periode ini ketunaan bisa terjadi akibat
kecelakaan, panas badan yang terlalu tinggi, kekurangan vitamin, bakteri. Serta
kecelakaan yang sifatnya ekstern seperti masuknya benda keras atau tajam, cairan
kimia yang berbahaya, kecelakaan kendaraan, dan lain-lain. Dapat dipahami
bahwa terdapat tiga tahapan faktor penyebab terjadinya tunanetra pada diri anak
yaitu tahap prenatal yang meliputi pengaruh trauma akibat guncangan atau bahan
kimia. Tahap neonatal meliputi anak lahir sebelum waktunya, posisi bayi tidak
normal, kelahiran ganda, dan kesehatan bayi yang bersangkutan. Serta tahap
posnatal yang meliputi kecelakaan, panas badan yang terlalu tinggi, kekurangan
vitamin, bakteri, dan sebagainya.

4
c. Klasifikasi Anak Tunanetra
Menurut Aqila Smart dalam buku Anak Cacat Bukan Kiamat tunanetra
diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu buta total dan kurang penglihatan (low
fision). Berikut penjelasannya:
a) Buta Total (Blind)
Buta total yaitu kondisi penglihatan yang tidak dapat melihat dua jari di
mukanya atau hanya melihat sinar atau cahaya. Mereka tidak bisa menggunakan
huruf selain huruf braille. Ciri-ciri buta total diantaranya secara fisik mata terlihat
juling, sering berkedip,menyipitkan mata, kelopak mata merah, mata infeksi,
gerakan mata tak beraturan dan cepat, mata selalu berair dan pembengkakan pada
kulit tempat tumbuh bulu mata. Secara perilaku menggosok mata secara
berlebihan, menutup atau melindungi mata sebelah, memiringkan kepala, atau
mencondongkan kepala ke depan, sukar membaca atau mengerjakan tugas yang
memerlukanpenggunaan mata, berkedip lebih banyak, membawa buku ke dekat
mata, tidak dapat melihat benda yang agak jauh, menyipitkan mata atau
mengerutkan dahi.
b) Low Vision
Low fision yaitu kondisi penglihatan yang apabila melihat sesuatu maka
harus didekatkan atau mata harus dijauhkan dari objek yang dilihatnya atau
memiliki pemandangan kabur ketika melihat objek. Ciri-ciri low fision
diantaranya menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat, hanya dapat
membaca huruf yang berukuran besar, mata tampak terlihat putih di tengah mata
atau kornea (bagian bening di depan mata) terlihat berkabut, terlihat tidak menatap
lurus ke depan, memincingkan mata atau mengerutkan kening terutama di cahaya
terang atau saat melihat sesuatu, lebih sulit melihat pada malam hari, pernah
mengalami operasi mata dan atau memakai kacamata yang sangat tebal tetapi
masih tidak dapat melihat dengan jelas.

d. Karakteristik Anak Tunanetra


Karakteristik Anak Tunanetra Menurut Rudiyati (2002), anak penyandang tuna
yang kehilangan informasi secara visual memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Rasa curiga terhadap orang lain

5
Tidak berfungsinya indera penglihatan berpengaruh terhadap penerimaan
informasi visual saat berkomunikasi dan berinteraksi. Seorang anak tunanetra
tidak memahami ekspresi wajah dari teman bicaranya atau hanya dapat melalui
suara saja. Hal ini mempengaruhi saat teman bicaranya berbicara dengan orang
lainnya secara berbisik-bisik atau kurang jelas, sehingga dapat mengakibatkan
hilangnya rasa aman dan cepat curiga terhadap orang lain. Anak tunanetra perlu
dikenalkan dengan orang-orang di sekitar lingkungannya terutama anggota
keluarga, tetangga, masyarakat sekitar rumah, sekolah dan masyarakat sekitar
sekolah.
b. Perasaan Mudah Tersinggung
Perasaan mudah tersinggung juga dipengaruhi oleh keterbatasan yang ia
peroleh melalui auditori/pendengaran. Bercanda dan saling membicarakan agar
saat berinteraksi dapat membuat anak tunanetra tersinggung. Perasaan mudah
tersinggung juga perlu diatasi dengan memperkenalkan anak tunanetra dengan
lingkungan sekitar. Hal ini untuk memberikan pemahaman bahwa setiap orang
memiliki karakteristik dalam bersikap, bertutur kata dan cara berteman. Hal
tersebut bila diajak bercanda, anak tunanetra dapat mengikuti tanpa ada perasaan
tersinggung bila saatnya ia yang dibicarakan.
c. Verbalisme
Pengalaman dan pengetahuan anak tunanetra pada konsep abstrak
mengalami keterbatasan. Hal ini dikarenakan konsep yang bersifat abstrak seperti
fatamorgana, pelangi dan lain sebagainya terdapat bagian-bagian yang tidak dapat
dibuat media konkret yang dapat menjelaskan secara detail tentang konsep
tersebut, sehingga hanya dapat dijelaskan melalui verbal. Anak tunanetra yang
mengalami keterbatasan dalam pengalaman dan pengetahuan konsep abstrak akan
memiliki verbalisme, sehingga pemahaman anak tunanetra hanya berdasarkan
kata-kata saja (secara verbal) pada konsep abstrak yang sulit dibuat media konkret
yang dapat menyerupai.
d. Perasaan Rendah Diri
Keterbatasan yang dimiliki anak tunanetra berimplikasi pada konsep
dirinya. Implikasi keterbatasan penglihatan yaitu perasaan rendah diri untuk
bergaul dan berkompetisi dengan orang lain. Hal ini disebabkan bahwa
penglihatan memiliki pengaruh yang cukup besar dalam memperoleh informasi.
Perasaan rendah diri dalam bergaul terutama dengan anak awas. Perasaan tersebut
6
akan sangat dirasakan apabila teman sepermainannya menolak untuk bermain
bersama.

Ada juga beberapa karekteristik umum anak Tunanetra yaitu:

- Sering menabrak ketika bergerak


- Kesulitan membaca huruf pada buku bacaan atau tulisan pada papan tulis
- kesulitan menulis pada garis lurus
- Memegang buku dekat dengan muka ketika membaca.
- Sering mengeluh kepala pusing, mata gatal atau berair
- Bentuk dan warna bola mata berbeda; bola mata bergoyang-goyang, mengecil atau
berwarna putih.
- Sering meletakan barang di tempat yang salah
- Sulit meniru Gerakan
- Sulit mengenal gambar jika warna kurang kontras
- Sering hendak terjatuh jika melewati rintangan jalan
- Suka meraba barang yang dipegang atau yang ada didekatnya
B. Anak Tunarungu

a. Pengertian Anak Tunarungu


Menurut Soewito dalam buku Ortho paedagogik Tunarungu adalah:Seseorang
yang mengalami ketulian berat sampai total, yang tidak dapat menangkap tutur kata
tanpa membaca bibir lawan bicaranya”. Anak tunarungu adalah anak yang mengalami
kehilangan kemampuan mendengar baik itu sebagian atau seluruhnya yang
diakibatkan kerusakan fungsi pendengaran baik sebagian atau seluruhnya sehingga
membawa dampak kompleks terhadap kehidupannya.
Anak tunarungu merupakan anak yang mempunyai gangguan pada
pendengarannya sehingga tidak dapat mendengar bunyi dengan sempurna atau bahkan
tidak dapat mendengar sama sekali, tetapi dipercayai bahwa tidak ada satupun
manusia yang tidak bisa mendengar sama sekali. Walaupun sangat sedikit, masih ada
sisa-sisa pendengaran yang masih bisa dioptimalkan pada anak tunarungu tersebut.
Berkenaan dengan tunarungu, terutama tentang pengertian tunarungu terdapat
beberapa pengertian sesuai dengan pandangan masing-masing. Menurut Andreas
Dwidjosumarto mengemukaka bahwa seseorang yang tidak atau kurang mampu
mendengar suara dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua

7
kategori, yaitu tuli (deaf) atau kurang dengar (hard of hearing) (Laila, 2013: 10).
Murni Winarsih mengemukakan bahwa tunarungu adalah suatu istilah umum yang
menunjukkan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai berat, digolongkan ke
dalam tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah yang kehilangan kemampuan
mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik
memakai ataupun tidak memakai alat bantu dengar dimana batas pendengaran yang
dimilikinya cukup memungkinkan keberhasilan proses informasi bahasa melalui
pendengaran. Tin Suharmini mengemukakan tunarungu dapat diartikan sebagai
keadaan dari individu yang mengalami kerusakan pada indera pendengaran sehingga
menyebabkan tidak bisa menangkap berbagai rangsang suara, atau rangsang lain
melalui pendengaran (Laila, 2013: 10).

b. Faktor Penyebab Tunarungu


Faktor Penyebab Anak Tunarunguyaitu Kehilangan pendengaran bisa disebabkan
oleh faktor genetik, infeksi pada ibu seperti cacar air selama kehamilan, komplikasi
ketika melahirkan, atau penyakit awal masa kanak-kanak seperti gondok atau cacar
air. Banyak anak sekarang ini dilindungi dari kehilangan pendengaran dengan
vaksinasi seperti untuk mencegah infeksi. Tanda-tanda masalah pendengaran adalah
mengarahkan salah satu telinga ke pembicara, menggunakan salah satu telinga dalam
percakapan, atau tidak memahami percakapan ketika wajah pembicara tidak dapat
dilihat indikasi lain adalah tidak mengikuti arahan, sering kali meminta orang untuk
mengulang apa yang mereka katakan, salah mengucapkan kata atau nama baru, atau
tidak mau berpartisipasi dalam diskusi kelas (Anita, 2004: 608).
Sebab-sebab kelainan pendengaran atau tunarungu juga dapat terjadi sebelum
anak dilahirkan, atau sesudah anak dilahirkan. Menurut Sardjono mengemukakan
bahwa faktor penyebab ketunarunguan dapat dibagi dalam:
a. Faktor-faktor sebelum anak dilahirkan (prenatal)
a) Faktor keturunan Cacar air,
b) Campak (Rubella, Gueman measles)
c) Terjadi toxaemia (keracunan darah)
d) Penggunaan pilkina atau obat-obatan dalam jumlah besar
e) Kekurangan oksigen (anoxia)
f) Kelainan organ pendengaran sejak lahir

8
b. Faktor Rhesus (Rh) ibu dan anak yang sejenis
a) Anak lahir pre mature
b) Anak lahir menggunakan forcep (alat bantu tang)
c) Proses kelahiran yang terlalu lama
c. Faktor-faktor sesudah anak dilahirkan (postnatal)
a) Infeksi
b) Meningitis (peradangan selaput otak)
c) Tunarungu perseptif yang bersifat keturunan
d) Otitismedia yang kronis
e) Terjadi infeksi pada alat-alat pernafasan.
c. Karakteristik Anak Tunarungu
Karakteristik anak tunarungu menurut UNESCO yaitu:
o Tidak menyadari adanya bunti atau suara
o Tidak melihat ke sumber suara
o Terlihat mendekatkan telinga pada sumber suara
o Sulit untuk berbicara atau berbicara dengan kata yang tidak jelas dengan
suara keras
o Sulit untuk mengungkapkan perasaan dengan tepat
o Cenderung menggunakan mimic atau gerakan (tangan dan tubuh) untuk
berkomunikasi
o Cenderung pemata atau milihat anak lain melakukan sesuatu sebelum dia
melakukan apa yang diminta.
Berikut adalah karakteristik segi bahasa dari anak tunarungu:

a. Miskin dalam perbendaharaan kata, sehingga kesulitan pula bagi dirinya untuk
mengekspresikan bahasa dan bicaranya.
b. Penggunaan bahasa isyarat atau berbicara verbal tergantung dari kebiasaan di
lingkungan anak
c. Keterbatasan untuk membentuk ucapan dengan baik, oleh karena berbicara
lisan (verbal) diperlukan sejumlah kata-kata
d. Irama dan gaya bahasanya monoton
e. Sulit memahami kata-kata yang bersifat abstrak
f. Sulit memahami kata yang mengandung kiasan

9
g. Bahasa tulisan terlihat pendek-pendek, sederhana, dan menggunakan bahasa
yang diingatnya saja
h. Seringkali menggunakan kalimat tunggal, tidak menggunakan kata- kata yang
banyak oleh karena keterbatasan dalam mengingat kata-kata yang rumit

Menurut Sutjihati (2006), karakteristik anak yang mengalami tunarungu


adalah sebagai berikut:

a. Karakteristik fisik
Cara berjalannya kaku dan sedikit bungkuk, gerakan matanya cepat, agak
beringas, gerakan tangan dan kakinya cepat atau lincah, pernafasannya pendek
dan agak terganggu.
b. Karakteristik intelegensi
Secara potensial anak tunarungu tidak berbeda dengan intelegensi anak normal
pada umumnya. Namun demikian secara fungsional intelegensi anak tunarungu di
bawah anak normal disebabkan oleh kesulitan anak tunarungu dalam memahami
bahasa karena terbatasnya pendengaran. Anak-anak tunarungu sulit dapat
menangkap pengertian yang abstrak, sebab untuk dapat menarik pengertian yang
abstrak diperlukan pemahaman yang baik akan bahasa lisan maupun bahasa
tulisan. Tidak semua aspek intelegensi anak tunarungu terhambat, yang
mengalami hambatan hanya bersifat verbal, misalnya dalam merumuskan
pengertian, menarik kesimpulan, dan meramalkan kejadian.
c. Karakteristik emosi
Emosi anak tunarungu selalu bergolak, di satu pihak karena kemiskinan
bahasanya dan di lain pihak karena pengaruh-pengaruh dari luar yang diterimanya.
Keterbatasan yang terjadi dalam komunikasi pada anak tunarungu mengakibatkan
perasaan terasing dari lingkungannya. Anak tunarungu mampu melihat semua
kejadian, akan tetapi tidak mampu untuk memahami dan mengikutinya secara
menyeluruh sehingga menimbulkan emosi yang tidak stabil, mudah curiga, dan
kurang percaya diri.
d. Karakteristik sosial
Dalam pergaulan anak tunarungu cenderung memisahkan diri terutama dengan
anak normal, hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan untuk melakukan
komunikasi secara lisan.
e. Karakteristik bahasa
10
Miskin dalam kosakata, sulit dalam mengartikan ungkapan-ungkapan bahasa
yang mengandung arti kiasan, sulit mengartikan kata-kata abstrak, kurang
menguasai irama dan gaya bahasa. Hal ini disebabkan adanya hubungan yang erat
antara bahasa dan bicara dengan ketajaman pendengaran, mengingat bahasa dan
bicara merupakan hasil proses peniruan sehingga para anak tunarungu sangat
terbatas dalam segi bahasa.

C. Anak Tunagrahita

a. Pengertian Tunagrahita
Anak tunagrahita Istilah tunagrahita berasal dari bahasa sansekerta tuna yang
artinya rugi (kurang), dan grahita artinya berpikir (Mumpuniarti, 2000: 25).
Tunagrahita mempunyai beberapa istilah, di antaranya dikemukakan oleh Inglas
(Mumpuniarti, 2000: 25), yaitu: mental retardation, mental defeciency, mental
defective, mentally handicapped, feebleminidedness, mental subnormality, amentia
and oligophredia. Di Indonesia tunagrahita disebut lemah ingatan, lemah otak, lemah
pikiran, cacat mental, terbelakang mental, dan lemah mental.
Menurut Ibrahim (2004: 37) anak tunagrahita atau anak keterbelakangan mental
adalah anak yang memiliki kondisi mental secara umum di bawah rata-rata yang
timbul selama periode perkembangan dan berkaitan dengan kelemahan perilaku
penyesuaian dirinya dengan lingkungan. Oleh karena itu, fungsi sosial anak
tunagrahita tidak berkembang dengan baik. Menurut American Psychiatric
Association (2013: 33) anak tunagrahita atau disebut dengan IDD (Intellectual
Developmental Disorder) atau gangguan perkembangan intelektual adalah anak yang
mengalami gangguan pada masa periode perkembangan yang meliputi intelektual dan
keterbatasan fungsi adaptif dalam konseptual, sosial, dan keterampilan adaptif. Oleh
karena itu, anak tunagrahita untuk meniti tugas perkembangannya sangat
membutuhkan layanan dan bimbingan secara khusus (Efendi, 2006: 110)
b. Karakteristik Anak Tunagrahita

Karakteristik anak tunagrahita adalah sebagai berikut:

1) Keterbatasan Inteligensi
Inteligensi merupakan kemampuan untuk mempelajari informasi dan
ketrampilan-ketrampilan menyesuaikan diri dengan masalah-masalah dan situasi-
11
situasi kehidupan baru, belajar dari pengalaman masa lalu, berfikir abstrak, kreatif,
dapat menilai secara kritis, menghindari kesalahan-kesalahan, mengatasi
kesulitan-kesulitan, dan kemampuan untuk merencanakan masa depan. Anak
tunagrahita memiliki kekurangan dalam hal tersebut. Kapasitas belajar anak
tunagrahita terutama yang bersifat abstrak seperti menulis, berhitung, dan
membaca juga sangat terbatas.
2) Keterbatasan Sosial
Disamping memiliki keterbatasan inteligensi, anak tunagrahita juga
memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dan bergaul di masyarakat. Oleh
karena itu mereka memerlukan bantuan dari orang lain untuk membantu mereka
berinteraksi dengan lingkungan. Anak tunagrahita cenderung berteman dengan
anak yang lebih muda usianya, ketergantungan terhadap orang tua sangat besar,
tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, sehingga mereka
harus selalu dibimbing dan diawasi. Mereka juga mudah dipengaruhi dan
cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya.
3) Keterbatasan Fungsi Mental
Anak tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untuk menyelesaikan reaksi
pada situasi yang baru dikenalnya. Mereka memperlihatkan reaksi terbaiknya bila
mengikuti hal-hal yang rutin dan secara konsisten dialaminya dari hari ke hari.
Anak tunagrahita tidak dapat menghadapi suatu kegiatan atau tugas dalam jangka
waktu yang lama.
Anak tunagrahita juga memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa.
Mereka bukannya mengalami kerusakan artikulasi, akan tetapi pusat pengolahan
(perbendaharaan kata) yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya. Karena
alasan itu mereka membutuhkan kata-kata konkret yang sering didengarnya.
Persamaan dan perbedaan harus ditujukan secara berulang-ulang. Latihan-latihan
sederhana seperti mengajarkan konsep besar dan kecil, keras dan lemah, perlu
menggunakan pendekatan yang konkrit. Selain itu mereka juga kurang mampu
untuk mempertimbangkan sesuatu, membedakan yang baik dan yang buruk.

Selain itu menurut Nur'aeni (1997), anak tunagrahita juga memiliki beberapa
karakteristik atau ciri-ciri, yaitu sebagai berikut:

- Perkembangan senantiasa tertinggal dibanding teman sebayanya.

12
- Tidak mampu mengubah cara hidupnya, ia cenderung rutin. Jika terjadi hal baru
di lingkungannya, ia menjadi bingung dan risau.
- Perhatiannya tidak dapat bertahan lama, amat singkat.
- Kemampuan berbahasa dan berkomunikasinya terbatas, umumnya anak gagap.
- Sering tidak mampu menolong diri sendiri.
- Motif belajarnya rendah sekali.
- Irama perkembangannya tidak rapi, suatu saat meningkat tinggi, tapi saat yang
lain menurun drastis.
- Tidak peduli pada lingkungan.

D. Anak Tunadaksa

a. Pengertian Anak Tunadaksa


Menurut Hikmawati (2011), penyandang tunadaksa adalah seseorang yang
mempunyai kelainan tubuh pada alat gerak yang meliputi tulang, otot, dan persendian
baik dalam struktur atau fungsinya yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan
dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara layak. Menurut Karyana dan
Widiati (2013), tunadaksa dapat didefinisikan sebagai penyandang bentuk kelainan
atau kecacatan pada sistem otot, tulang, dan persendian yang dapat mengakibatkan
gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilisasi, dan gangguan perkembangan
keutuhan pribadi. Mangunsong (2011) menyatakan bahwa tunadaksa mempunyai
pengertian yang luas dimana secara umum dikatakan ketidakmampuan tubuh secara
fisik untuk menjalankan fungsi tubuh seperti dalam keadaan normal. Dalam hal ini
yang termasuk gangguan fisik adalah lahir dengan tunadaksa bawaan seperti anggota
tubuh yang tidak lengkap, kehilangan anggota badan karena amputasi, terkena
gangguan neuro muscular seperti cerebral palsy,terkena gangguan sensomotorik (alat
penginderaan) dan atau menderita penyakit kronis.
Tingkat hambatan tunadaksa:
a. Ringan: memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik, kualitas gerakan
motorik dapat meningkat melalui terapi
b. Sedang: memiliki keterbatasan motorik, mengalami gangguan koordinasi sensorik
c. Berat: memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik, tidak mampu mengontrol
gerakan fisik

13
b. Karakteristik Anak Tunadaksa
Karakteristik:
– Sulit menggerakan tubuh
– Sulit untuk berpindah dari suatu posisi ke posisi lain
– Sulit meraih/mengambil benda di tempat yang tinggi
– Gerakan tubuh kaku dan layu
– Sering terjatuh
– Bila terjadi kekakuan pada otot bicara, maka diantara mereka dengan hambatan
gerak juga akan mengalami hambatan bicara seperti pada mereka yang cerebral
palsy (CP).

Karakteristik anak tunadaksa yang perlu di ketahui.

- Karakteristik akademik
Anak tunadaksa dengan kelainan sistem otot dan rangka umumnya memiliki
tingkat kecerdasan normal sehingga bisa mengikuti pelajaran sama dengan anak
normal.Akan tetapi, anak dengan kelainan sistem saraf pusat biasanya punya
tingkat kecerdasan (IQ) yang lebih rendah (intellectual disability).
- Karakteristik sosial dan emosional
Beberapa anak tunadaksa mungkin merasa dirinya cacat, tidak berguna, dan
menjadi beban bagi orang lain sehingga membuatnya malas belajar, bermain, dan
bersosialisasi. Ketidakmampuan melakukan kegiatan fisik sebagaimana mestinya
juga bisa membuat anak mudah tersinggung, marah, rendah diri, pemalu,
penyendiri, hingga frustrasi.
- Karakteristik fisik dan Kesehatan
Kecenderungan gangguan kesehatan lain, seperti sakit gigi, berkurangnya
kemampuan pendengaran dan penglihatan, serta gangguan bicara umum terjadi
pada anak dengan disabilitas saraf. Selain itu, penyandang tunadaksa jenis ini juga
bisa menunjukkan tanda-tanda hiperaktif (sangat aktif) maupun hipoaktif (sangat
pasif) dalam perilakunya.

Karakteristik Umum Anak Tunadaksa

a. Karakteristik akademik

14
Karakteristik akademik anak tuna daksa meliputi ciri khas kecerdasan,
kemampuan kognisi, persepsi dan simbolisasi.
b. Karakteristik sosial/emosional
Konsep dan respon serta sikap masyarakat yang negatif terhadap anak
tunadaksa mengakibatkan anak tuna daksa merasa tidak mampu, tidak berguna,
dan menjadi rendah diri. Akibatnya, kepercayaan dirinya hilang dan akhirnya
tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan social nya.
c. Karakteristik fisik/Kesehatan
Anak tuna daksa biasanya selain mengalami cacat tubuh juga mengalami
gangguan lain seperti sakit gigi, gangguan bicara dan gangguan motorik.

d. Karakteristik gangguan fungsi tubuh


Anak tunadaksa juga mengalami Gangguan fungsi mobilisasi dan gangguan
kemampuan kegiatan fisik.

E. Anak Tunalaras

a. Pengertian Tunalaras
Anak tunalaras adalah anak yang mengalami gangguan atau hambatan emosi dan
berkelainan tingkah laku, sehingga kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik
terhadap lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Dalam masalah hubungan
sosial dan berorganisasi pada anak tunalaras sangatlah memperihatinkan karena pada
dasarnya anak tunalaras dapat dikatakan sebagai anak nakal tidak tahu aturan.
Berbagai tingkah laku yang ditunjukkan dengan melakukan kontradiksi dalam norma-
norma sosial di masyarakat umum, seperti contoh melakukan pencurian, perusuh
lingkungan dan bertindak agresif terhadap orang lain (Khasanah, 2018). Anak
tunalaras juga menampakkan suatu perilaku penentangan yang terus menerus kepada
masyarakat, kehancuran suatu pribadi, serta kegagalan dalam belajar di sekolah,
termasuk kegagalannya dalam menyesuaikan diri secara sosial. Perilaku itu ditandai
dengan tidakan agresif, yaitu tidak mengikuti aturan, bersifat mengganggu
mempunyai sikap membangkang atau menentang, tidak dapat bekerja sama serta

15
melakukan kejahatan remaja seperti melanggar hukum (Kusmawati, Hadi & Putra,
2018).

b. Klasifikasi Anak Tunalaras


Sunardi (1995), anak tunalaras atau tunasosial dapat diklasifikasikan dalam
dua kelompok, yaitu berdasarkan klasifikasi psikiatris dan klasifikasi behavioristik.
Adapun penjelasan jenis klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut:
1) Klasifikasi Psikiatris
Berdasarkan tingkatan ringan, sedang atau berat, tunalaras dibagi menjadi:
o Tingkat ringan atau sedang, meliputi neurosis, psychoneurosis, gangguan
perilaku kepribadian yaitu penyimpangan perilaku ditandai dengan konflik
emosi dan kecemasan tetapi masih mempunyai hubungan dengan dunia
nyata.
o Tingkat berat, meliputi (1) Psychosis: yaitu penyimpangan perilaku
ditandai dengan penyimpangan dari pola-pola perilaku normal dalam
berpikir dan bertindak. (2) Schizophrenia: yaitu gangguan jiwa ditandai
dengan distorsi berpikir, persepsi tidak normal, dan perilaku atau emosi
yang aneh. (3) Autism: gangguan jiwa tingkat berat pada masa anak-anak,
ditandai dengan isolasi diri secara berlebihan, perilaku aneh,
keterlambatan perkembangan, biasanya dapat diamati sebelum usia 2,5
tahun.
2) Klasifikasi Behavioristic
Berdasarkan perilakunya, anak tunalaras dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
o Conduct disorder, juga disebut unsocialized aggression, yaitu
ketidakmampuan mengendalikan diri seperti berkelahi, memukul,
menyerang orang lain, pemarah, tidak patuh, menentang, merusak milik
orang lain, kurang ajar, nakal, hiperaktif, menolak arahan, mudah
terganggu perhatiannya, mencuri, menyalahkan orang lain, gaduh, dan
ramai.
o Socialized aggression, yaitu berbagai perilaku yang dilakukan secara
berkelompok, seperti bertemu dengan anak-anak jahat, mencuri secara
kelompok, setia dengan teman-teman yang nakal, menjadi anggota geng,
keluar rumah sampai larut malam, bolos dari sekolah, dan lari dari rumah.

16
o Anxiety-withdrwal, juga disebut personality problem, adalah perilaku
yang berkaitan dengan kepribadian seperti, cemas, takut, tegang, sangat
pemalu, menyendiri, tidak berteman, sedih, depresi, terlalu sensitif, terlalu
perasa, merasa rendah diri, kurang percaya diri, mudah bingung, sangat
tertutup, dan sering menangis.
o Immaturity/inadequacy, yaitu kelompok perilaku yang menunjukkan sikap
kurang dewasa, kurang matang, seperti kemampuan memperhatikan
pendek, tak dapat berkonsentrasi, melamun, kaku, pasif, kesulitan
memperhatikan, kurang minat, gagal menyelesaikan sesuatu, ceroboh, dan
tidak rapi.

Adapun menurut Meimulyani dan Caryoto (2013), berdasarkan jenis


gangguan yang dialami, anak tunalaras atau tunasosial dapat dikelompokkan
dalam dua jenis, yaitu:

a. Gangguan penyesuaian diri dengan lingkungan


Anak tunalaras yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungan dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu:
- The semi-socialized child. Anak yang termasuk kelompok ini dapat
mengadakan hubungan sosial tetapi terbatas pada lingkungan tertentu.
Keadaan ini terjadi pada anak yang datang dari lingkungan yang menganut
norma – norma tersendiri, yang mana norma tersebut bertentangan dengan
norma yang berlaku di dalam masyarakat. Di lingkungan sekolah, karena
perilaku mereka sudah diarahkan oleh kelompoknya, maka sering kali
menunjukkan perilaku memberontak karena tidak mau terikat oleh
peraturan di luar kelompoknya. Dengan demikian anak selalu merasakan
ada masalah dengan lingkungan di luar kelompoknya.
- Children arrested at a primitive level or socialization. Anak pada kelompok
ini dalam perkembangan sosialnya berhenti pada level atau tingkat yang
rendah. Mereka adalah anak yang tidak pernah mendapat bimbingan ke
arah sikap sosial dan terlantar dari pendidikan sehingga ia melakukan apa
saja yang dikehendakinya. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya perhatian
dari orang tua, yang berakibat pada perilaku anak kelompok ini cenderung
dikuasai oleh dorongan nafsu saja. Meskipun demikian mereka masih
dapat memberikan respon pada perlakuan yang ramah.
17
- Children with minimum socialization capacit. Anak kelompok ini tidak
mempunyai kemampuan sama sekali untuk belajar sikap-sikap sosial. Ini
disebabkan oleh pembawaan/kelainan atau anak tidak pernah mengenal
hubungan kasih sayang sehingga anak pada golongan ini banyak bersifat
apatis dan egois.
b. Gangguan Emosi
Anak tunalaras yang mengalami gangguan emosi, terdiri dari:
- Neurotic behavior. Anak pada kelompok ini masih dapat bergaul dengan
orang lain, tetapi mereka mempunyai permasalahan pribadi yang tidak
dapat diselesaikan. Mereka sering dan mudah sekali dihinggapi perasaan
sakit hati, perasaan marah, cemas, dan agresif serta rasa bersalah dan
kadang-kadang mereka melakukan tindakan lain seperti yang dilakukan
oleh anak unsocialized. Anak pada kelompok ini dapat dibantu dengan
terapi seorang konselor.
- Children with psychotic processes. Anak pada kelompok ini mengalami
gangguan yang paling berat sehingga memerlukan penanganan yang lebih
khusus, mereka sudah menyimpang dari kehidupan yang nyata, sudah
tidak memiliki kesadaran diri serta tidak memiliki identitas diri. Hal ini
disebabkan karena gangguan dari sistem syaraf sebagai akibat dari
keracunan, misalnya minum minuman keras dan obat-obatan.

18
BAB III

PENDAHULUAN

A. Kesimpulan

Anak berkebutuhan khusus (dulu di sebut sebagai anak luar biasa) di definisikan
sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk mengembangkan
potensi kemanusiaan mereka secara sempurna. Penyebutan sebagai anak berkebutuhan
khusus, dikarenakan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, anak ini membutuhkan
bantuan layanan pendidikan, layanan sosial, layanan bimbingan dan konseling, dan
berbagai jenis layanan lainnya yang bersifat khusus.
Klasifikasi anak-anak berkebutuhan khusus, yang mengalami kelainan fisik
mencakup anak-anak yang mengalami kelainan penglihatan (tunanetra), kelainan fungsi
pendengaran (tunarungu), dan anak-anak yang mengalami kelainan tubuh (tunadaksa).
Derajat kelainan masing-masing jenis ketunaan tersebut sangat beragam, dari kategori
ringan sampai yang berat, namun secara umum dapat dilihat klasifikasi secara umum
maupun klasifikasi secara khusus.

B. Saran

Diharapkan dengan adanya dapat membuat peserta didik lebih aktif lagi.Dan
motivasi belajar peserta didik hendaknya ditingkatkan lagi mengingat ini sangat penting
dalam belajar siswa.Karena dengan adanya motivasi maka peserta didik lebih percaya diri

19
dan aktif dalam kegiatan belajar. Mungkin saja seringkali muncul kesalahan dalam
penulisan makalah dan penulisan lainnya. Atas kesalahan dalam penyusunan makalah
penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya dan berharap mendapat kritik dan saran dari
pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2005). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Pendidikan


Inklusif. Jakarta:

Awalia, H. R., & Mahmudah, S. (2016). Studi deskriptif kemampuan interaksi sosial Anak
Tunagrahita ringan. Jurnal Pendidikan Khusus, 9(1), 1-16.

Baker, Bruce L. and Alan J. Brightman, Steps to Independence – Teaching Everyday Skills to
Children with Special Needs, 1997, Paul H. Brookes Publishing Co. Inc, Baltimore,
US

Blackhurst, A . E & Berdine, HW (1981), An Intruduction to Special Education, Boston:


Little, Brown & Co.

Budiyanto. (2012). Modul Pelatihan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,


Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Direktoral Pembinaan Pendidikan Khusus dan
Layanan Khusus Pendidikan Dasar.

Creswell, John W. (2014). Penelitian Kualitatif & Desain Riset: Memilih di antara lima
pendekatan edisi ketiga diterjemahkan Ahmad Lintang Lazuardi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Efendi, M. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara

Everall, R. 2006. Creating a Future: A Study of Resilience in Suicidal Female


Adolescent.84. pp. 461-470 Glantz, M.D. and Johnson, J.L. 1999. Resilience and
20
Development: Positive Life Adaptations. New York: Kluwer Academic/ Plenum
Publisher.

Indrawati, T. (2016). Pelaksanaan pembelajaran anak tunagrahita. Basic Education, 5(14), 1-


387.

Nisa, K., Mambela, S., & Badiah, L. I. (2018). Karakteristik dan kebutuhan anak
berkebutuhan khusus. Jurnal Abadimas Adi Buana, 2(1), 33-40.
Porwowibowo, Hendrijanto, K., & Trihartono, A. (2019). Mengenal Pembelajaran
Komunikasi Total Bagi Anak Tunarungu. Yogyakarta: Pandiva Buku.
Rahmah, F. N. (2018). Problematika anak tunarungu dan cara mengatasinya. Quality, 6(1), 1-
15.
Somantri, S. 2007. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: P.T. Refika Aditama

Yosiani, N. (2014). Relasi karakteristik anak tunagrahita dengan pola tata ruang belajar di
sekolah luar biasa. E-Journal Graduate Unpar, 1(2), 111-1

21
22

Anda mungkin juga menyukai