Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENDIDIKAN INKLUSI

“ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)”

DOSEN PENGAMPU:

Dr. Damri, M.Pd.

Arisul Mahdi,S.Pd, M.Pd

Disusun Oleh:

Ardila Rahmadani (22002078)

Dwini Irfani (22002090)

Emilsa Fitriana (22002093)

Yuni Widiyastuti (22002165)

DEPARTMEN ADMINISTRASI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya,
kelompok dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini disusun sebagai salah satu
tugas mata kuliah Pendidikan Inklusi yang diampu oleh dosen pengajar, Dr. Damri, M.Pd. dan
Arisul Mahdi,S.Pd, M.Pd di Universitas Negeri Padang pada semester 3 ini. Makalah ini berjudul
“ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)”
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan,
pengetahuan serta penunjang atau referensi materi mata kuliah Pendidikan Inklusi terkait dengan
“Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)”. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan
datang.
Kami berharap makalah ini dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang
pentingnya Pendidikan Inklusi dalam mencapai tujuan pendidikan yang lebih baik dan
berkualitas. Semoga makalah ini juga dapat memberikan kontribusi positif dalam pemahaman
pembaca tentang Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

Padang, November 2023

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. ii


DAFTAR ISI................................................................................................................................................ iii
BAB I ............................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 1
A. Latar belakang ................................................................................................................................... 1
B. Rumusan masalah ............................................................................................................................. 1
C. Tujuan ............................................................................................................................................... 1
BAB II........................................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ........................................................................................................................................... 2
A. Pengertian Anak berkebutuhan khusus (ABK) ................................................................................. 2
B. Klasifikasi anak berkebutuhan khusus .............................................................................................. 2
BAB III ......................................................................................................................................................... 9
PENUTUP .................................................................................................................................................... 9
A. Kesimpulan ....................................................................................................................................... 9
B. Saran ................................................................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan bagian integral dari masyarakat yang
membutuhkan perhatian khusus untuk memastikan hak-hak dan potensi mereka diakui dan
diwujudkan. Berbagai kondisi, mulai dari autisme, disabilitas fisik, gangguan belajar, hingga
gangguan perkembangan, memengaruhi jutaan anak di seluruh dunia. Meskipun upaya-upaya
telah dilakukan untuk meningkatkan kesadaran akan kebutuhan mereka, anak-anak ini masih
sering kali dihadapkan pada tantangan dan hambatan yang signifikan dalam memperoleh akses
yang sama terhadap pendidikan, layanan kesehatan, dan inklusi sosial.
Mengetahui bahwa setiap anak memiliki potensi yang tak terhingga, penting bagi kita
untuk merangkul keragaman ini dan menyediakan lingkungan yang mendukung bagi semua
anak, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus. Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian
terhadap isu-isu yang dihadapi oleh ABK telah meningkat, tetapi masih ada ketimpangan yang
signifikan dalam pemahaman, dukungan, dan penerimaan terhadap mereka di masyarakat.
Kurangnya akses terhadap pendidikan yang inklusif dan layanan kesehatan yang sesuai
dengan kebutuhan mereka, bersama dengan stigma sosial dan diskriminasi, menjadi hambatan
utama dalam pengembangan potensi anak-anak berkebutuhan khusus. Namun, dengan upaya
yang tepat, termasuk pendekatan yang inklusif dan dukungan yang berkelanjutan, kita dapat
menciptakan lingkungan yang memungkinkan anak-anak ini untuk berkembang secara optimal.
B. Rumusan masalah
1. Apa itu pengertian anak berkebutuhan khusus (ABK)?
2. Apa Klasifikasi anak berkebutuhan khusus?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu pengertin anak berkebutuhan khusus
2. Untuk mengetahui apa itu klasifikasi anak berkebutuhan khusus

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Anak berkebutuhan khusus (ABK)


Menurut Depdiknas (2004: 2), anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang secara
signifikan mengalami kelainan atau penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial,emosional)
dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak - anak lain
seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan atau penyimpangan


tertentu, tetapi kelainan atau penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga tidak memerlukan
pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus.

Anak Berkebutuhan Khusus ABK atau Anak Luar Biasa ALB adalah anak yang secara
signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka
yang secara fisik, psikologis, kognitif, atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan-
tujuan/kebutuhan dan potensinya secara maksimal, meliputi mereka yang tidak bisa mendengar,
tidak bisa melihat, mempunyai gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental, gangguan
emosional. Juga anak-anak yang berbakat dengan intelegensi tinggi, dapat dikategorikan sebagai
anak khusus/luar biasa, karena memerlukan penanganan yang terlatih dari tenaga profesional
(Suran dan Rizzo, 1979).

Frieda Mangunsong dalam buku “Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan


Khusus”, 2009:4 Anak Berkebutuhan Khusus atau Anak Luar Biasa adalah anak yang
menyimpang dari rata-rata anak normal dalam hal; ciri-ciri mental, kemampuan-kemampuan
sensorik, fisik dan neuromaskular, perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi,
maupun kombinasi dua atau lebih dari hal-hal diatas; sejauh ia memerlukan modifikasi dari
tugas-tugas sekolah, metode belajar atau pelayanan terkait lainnya, yang ditujukan untuk
pengembangan potensi atau kapasitasnya secara maksimal.

B. Klasifikasi anak berkebutuhan khusus


Secara umum klasifikasi anak berkebutuhan khusus meliputi dua kategori yaitu anak yang
memiliki kekhususan permanen dan temporer(Ilahi, 2013). Anak berkebutuhan khusus yang
memiliki kekhususan permanen yaitu akibat dari kelainan tertentu seperti anak tunanetra.
Sedangkan anak yang memiliki kekhususan temporer yaitu mereka yang mengalami hambatan
belajar dan perkembangan karena kondisi dan situasi lingkungan misalnya anak yang mengalami
kedwibahasaan atau perbedaan bahasa yang digunakan dalam dan di sekolah.
1. Anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer)

2
Anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) adalah anak yang
mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan oleh faktor-faktor
eksternal. Misalnya anak yang mengalami gangguan emosi karena trauma akibat diperkosa
sehingga anak ini tidak dapat belajar. Pengalaman traumatis seperti itu bersifat sementara tetapi
apabila anak ini tidak memperoleh intervensi yang tepat boleh jadi akan menjadi permanen.
Anak seperti ini memerlukan layanan pendidikan kebutuhan khusus, yaitu pendidikan yang
disesuaikan dengan hambatan yang dialaminya tetapi anak ini tidak perlu dilayani di sekolah
khusus. Di sekolah biasa banyak sekali anak-anak yang mempunyai kebutuhan khusus yang
bersifat temporer, dan oleh karena itu mereka memerlukan pendidikan yang disesuaikan yang
disebut pendidikan kebutuhan khusus.
Contoh lain, anak baru masuk kelas I Sekolah Dasar yang mengalami kehidupan dua
bahasa. Di rumah anak berkomunikasi dalam bahasa ibunya (contoh bahasa: Sunda, Jawa, Bali
atau Madura dsb.), akan tetapi ketika belajar di sekolah terutama ketika belajar membaca
permulaan, menggunakan bahasa Indonesia. Kondisi seperti ini dapat menyebabkan munculnya
kesulitan dalam belajar membaca permulaan dalam bahasa Indonesia. Anak seperti ini pun dapat
dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus sementara (temporer), dan oleh karena itu ia
memerlukan layanan pendidikan yang disesuaikan (pendidikan kebutuhan khusus). Apabila
hambatan belajar membaca seperti itu tidak mendapatkan intervensi yang tepat boleh jadi anak
ini akan menjadi anak berkebutuhan khusus permanen.
2. Anak Berkebutuhan Khusus yang Bersifat Menetap (Permanen)
Anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen adalah anakanak yang mengalami
hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang bersifat internal dan akibat langsung dari
kondisi kecacatan, yaitu seperti anak yang kehilangan fungsi penglihatan, pendengaran,
gangguan perkembangan kecerdasan dan kognisi, gangguan gerak (motorik), gangguan interaksi-
komunikasi, gangguan emosi, social dan tingkah laku. Dengan kata lain anak berkebutuhan
khusus yang bersifat permanen sama artinya dengan anak penyandang kecacatan.
Istilah anak berkebutuhan khusus bukan merupakan terjemahan atau kata lain dari anak
penyandang cacat, tetapi anak berkebutuhan khusus mencakup spektrum yang luas yaitu meliputi
anak berkebutuhan khusus temporer dan anak berkebutuhan khusus permanen (penyandang
cacat). Oleh karena itu apabila menyebut anak berkebutuhan khusus selalu harus diikuti
ungkapan termasuk anak penyandang cacat. Jadi anak penyandang cacat merupakan bagian atau

3
anggota dari anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu konsekuensi logisnya adalah lingkup
garapan pendidikan kebutuhan khusus menjadi sangat luas, berbeda dengan lingkup garapan
pendidikan khusus yang hanya menyangkut anak penyandang cacat.
Anak berkebutuhan khusus permanen meliputi: anak dengan gangguan penglihatan
(tunanetra); anak dengan gangguan pendengaran dan bicara (tunarungu/tunawicara); anak
dengan kelainan kecerdasan; anak dengan gangguan anggota gerak (tunadaksa); anak dengan
gangguan perilaku dan emosi (tunalaras); anak dengan gangguan emosi taraf berat; anak
gangguan belajar spesifik; anak lamban belajar (slow learner); anak autis.
1. Tunanetra
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (dalam buku Ardhi, 2012) pengertian
tuna netra ialah orang yang tidak dapat melihat, buta.
Orang tuna netra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali
(buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu
menggunakan penglihatnnya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point pada
keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan kacamata (kurang awas). Pertuni
2004 (dalam buku Ardhi, 2012)
2. Tunarungu
Anak tunarungu merupakan anak yang mempunyai gangguan pada
pendengarannya sehingga tidak dapat mendengar bunyi dengan sempurna atau
bahkan tidak dapat mendengar sama sekali, tetapi dipercayai bahwa tidak ada satupun
manusia yang tidak bisa mendengar sama sekali. Walaupun sangat sedikit, masih ada
sisa-sisa pendengaran yang masih bisa dioptimalkan pada anak tunarungu tersebut.
Berkenaan dengan tunarungu, terutama tentang pengertian tunarungu terdapat
beberapa pengertian sesuai dengan pandangan dan kepentingan masing-masing.
Menurut Andreas Dwidjosumarto (dalam Sutjihati Somantri, 1996: 74)
mengemukakan bahwa: seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar suara
dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu tuli
(deaf) atau kurang dengar (hard of hearing). Tuli adalah anak yang indera
pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga pendengarannya
tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah anak yang indera
pendengarannya mengalami kerusakan, tetapi masih dapat berfungsi untuk

4
mendengar, baik dengan maupun tanpa menggunakan alat bantu dengar (hearing
aids).
3. Tunagrahita
Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang
mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Dalam kepustakaan bahasa
asing digunakan istilah-istilah mental retasdation, mentally retarded, mental
deficiency, mental defective, dan lain-lain. Istilah tersebut sesungguhnya mempunyai
arti yang sama yang menjelaskan kondisi anak yang kecerdasanya jauh di bawah rata-
rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidak cakapan dalam interaksi
sosial. Anak tungrahita atau dikenal juga dengan istilah keterbelakangan mental
karena keterbatasan kecerdasanya mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti
program penddikan disekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak terbelakang
mental membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni disesuaikan dengan
kemampuan anak tersebut. Anak tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas
berada di bawah rata-rata. Disamping itu mereka mengalami keterbelakangan dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan. Mereka kurang cakap dalam memikirkan hal-
hal yang abstrak, yang sulit-sulit, dan yang berbelit-belit.
4. Tunadaksa
Tunadaksa berasal dari kata “tuna” yang berarti rugi atau kurang, dan“daksa"
yang berarti tubuh. Tunadaksa adalah anak yang memiliki anggota tubuh tidak
sempurna, sedangkan istilah cacat tubuh dan cacat fisik dimaksudkan untuk menyebut
anak cacat pada anggota tubuhnya, bukan cacat indranya. Selanjutnyaistilah cacat
ortopedi terjemahan dari bahasa Inggris orthopedically handicapped. Orthopedic
mempunyai yang berhubungan dengan otot, tulang dan persendian.Dengan demikian,
cacat ortopedi kalainannya terletak pada aspek otot, tulang dan persendian atau dapat
juga merupakan akibat adanya kelainan yang terletak pada pusat pengatur sistem otot,
tulang dan persendian.
Anak tunadaksa dapat didefinisikan sebagai penyandang bentuk kelainanatau
kecacatan pada sistem otot, tulang dan persendian yang dapat mengakibatkan
gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilisasi dan gangguan perkembangan
keutuhan pribadi. Salah satu definisi mengenai anak tunadaksamenyatakan bahwa

5
anak tunadaksa adalah anak penyandang cacat jasmani yangterlihat pada kelainan
bentuk tulang, otot, sendi maupun saraf-sarafnya. Istilahtunadaksa maksudnya sama
dengan istilah yang berkembang seperti cacat tubuh,tuna tubuh , tuna raga, cacat
anggota badan, cacat orthopedic, crippled, dan orthopedically handicapped
(Depdikbud, 1986:6)
Selanjutnya, Samuel A Kirk (1986) yang dialihbahasakan oleh Moh.Amin dan
Ina Yusuf Kusumah (1991:3)mengemukakan bahwa seseorang dikatakan anak
tunadaksa jika kondisi fisik ataukesehatan mengganggu kemampuan anak untuk
berperan aktif dalam kegiatan sehari-hari, sekolah atau rumah. Sebagai contoh, anak
yang mempunyai lengan palsu tetapi ia dapat mengikuti kegiatan sekolah, seperti
Pendidikan Jasmani atauada anak yang minum obat untuk mengendalikan gangguan
kesehatannya makaanak-anak jenis itu tidak termasuk penyandang gangguan fisik.
Tetapi jika kondisifisik tidak bisa memegang pena, atau anak sakit-sakitan (mengidap
penyakit kronis) sering kambuh sehingga ia tidak dapat bersekolah secara rutin maka
anak itutermasuk penyandang gangguan fisik (tunadaksa).
5. Tunalaras
Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan
emosi dan kontrol sosial. Definisi anak tunalaras atau emotionally handicapped atau
behavioral disorder lebih terarah berdasarkan definisi dari Eli M Bower (Bandi
Delphie, 2006: 17) bahwa anak dengan hambatan emosional atau kelainan perilaku,
apabila menunjukkan adanya satu atau lebih dari lima komponen berikut ini: tidak
mampu belajar bukan disebabkan karena faktor intelektual, sensori atau kesehatan;
tidak mampu untuk melakukan hubungan baik dengan temanteman dan guru-guru;
bertingkah laku atau berperasaan tidak pada tempatnya; secara umum mereka selalu
dalam keadaan tidak gembira atau depresi; dan bertendensi ke arah simptom fisik
seperti merasa sakit atau ketakutan yang berkaitan dengan orang atau permasalahan di
sekolah .
Anak tunalaras secara umum dikatakan sebagai anak yang mengalami
gangguan emosi dan penyimpangan tingkah laku. Menurut pendapat Yulia Putri
(2010) anak tunalaras adalah anak yang mempunyai tingkah laku berlainan, tidak
memiliki sikap yang dewasa, melakukan pelanggaran norma-norma sosial dengan

6
frekuensi yang cukup besar, tidak/kurang mempunyai toleransi kepada orang
lain/kelompok, serta mudah terpengaruh oleh suasana, sehingga menimbulkan
kesulitan bagi dirinya sendiri serta orang lain.
Menurut Tamsik Udin dan Tejaningsih (1998: 111) anak yang mengalami
hambatan dalam perkembangan sosial atau emosinya sehingga dimanifastikan lewat
tingkah laku norma hukum, sosial, agama yang berlaku di lingkungannya dengan
frekuensi yang cukup tinggi. Akibat perbuatannya dapat merugikan diri sendiri dan
lingkungan sekitarnya. Sehingga mereka memerlukan layanan pendidikan khusus
untuk mengembangkan potensinya seoptimal mungkin dan dapat hidup di tengah-
tengah masyarakat dengan baik.
Sutjihati Somantri (2007: 139) menjelaskan bahwa anak tunalaras adalah anak
yang mengalami gangguan atau hambatan emosi dan berkelainan tingkah laku,
sehingga kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan keluarga,
sekolah dan masyarakat. Anak tunalaras kadang-kadang tingkah laku tidak
mencerminkan kedewasaan dan suka menarik diri dari lingkungan, sehingga
merugikan dirinya sendiri dan orang lain dan bahkan kadang merugikan di segi
pendidikannya. Anak tunalaras juga sering disebut anak tunasosial karena tingkah
laku anak tunalaras menunjukkan penentangan terhadap norma-norma sosial
masyarakat yang berwujud seperti mencuri, menganggu dan menyakiti orang lain.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa anak tunalaras
adalah anak yang mengalami gangguan emosi dan penyimpangan tingkah laku serta
kurang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik di dalam keluarga,
sekolah, maupun masyarakat. Anak tunalaras juga mempunyai kebiasaan melanggar
norma dan nilai kesusilaan maupun sopan santun yang berlaku dalam kehidupan
seharihari, termasuk sopan santun dalam berbicara maupun bersosialisasi dengan
orang lain.
6. Autisme
Autisme berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti “sendiri”. Autisme
merupakan suatu gangguan perkembangan komunikasi, sosial, dan perilaku pada
anak (WHO, 2011).

7
Autisme adalah gangguan perkembangan kompleks yang gejalanya harus
sudah muncul sebelum anak berusia 3 tahun. Gangguan neurologi pervasif ini terjadi
pada aspek neurobiologis otak dan mempengaruhi proses perkembangan anak. Akibat
gangguan ini sang anak tidak dapat secara otomatis belajar untuk berinteraksi dan
berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya, sehingga ia seolaholah hidup dalam
dunianya sendiri (Yayasan Autisma Indonesia, 2008).
Gangguan perkembangan biasanya muncul sebelum usia tiga tahun yang
menyebabkan anak dengan autisme tidak mampu membentuk hubungan sosial atau
mengembangkan komunikasi normal. Anak autis menjadi terisolasi dari kontak
dengan orang lain dan tenggelam pada dunianya sendiri yang diekspresikan dengan
kegiatan yang di ulang-ulang. Kelainan pada anak autis disebut dengan Autism
Spectrum Disorder (ASD) (Puspitha, 2016).
Masalah kesehatan yang sering dialami anak Autism Spectrum Disorder
(ASD), diantaranya esofagistis (radang kerongkongan), gastritis (radang lambung),
duodenitis (radang usus dua belas jari), dan kolitis (radang usus besar), hal ini karena
pada anak autisme ditemukan adanya gangguan pencernaan (McCandless J, 2003)
7. Tunaganda
Tunaganda adalah istilah yang merujuk kepada individu yang mengalami
lebih dari satu jenis kebutuhan khusus secara bersamaan. Ini berarti seseorang yang
memiliki dua atau lebih kondisi atau disabilitas, seperti kombinasi dari gangguan
penglihatan dan gangguan pendengaran, atau kombinasi lainnya seperti
keterbelakangan mental dan gangguan fisik.
Kondisi tunaganda memerlukan pendekatan perawatan dan dukungan yang
unik karena memerlukan pemahaman mendalam tentang interaksi antara kondisi-
kondisi yang ada. Karena setiap kondisi tersebut mungkin mempengaruhi cara
seseorang berinteraksi dengan dunia dan lingkungannya, pendekatan perawatan yang
holistik dan terpadu biasanya diperlukan untuk memberikan dukungan yang efektif
kepada individu dengan kondisi tunaganda.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus mencakup beragam kondisi dan tantangan, baik fisik, mental,
maupun emosional, yang memerlukan perhatian dan dukungan khusus dalam pengembangan
mereka. Dalam pengertian yang lebih luas, mereka adalah anak-anak yang memiliki kebutuhan
yang berbeda dari anak-anak pada umumnya. Klasifikasi anak berkebutuhan khusus menjadi
landasan untuk mengidentifikasi jenis kebutuhan mereka, sehingga pendekatan dan strategi
pendidikan yang sesuai dapat diimplementasikan. Klasifikasi ini dapat mencakup kategori seperti
gangguan pembelajaran, gangguan perilaku dan emosional, gangguan fisik, serta gangguan
perkembangan seperti autisme. Pemahaman yang baik tentang klasifikasi ini memungkinkan
pendidik dan tenaga kesehatan untuk merancang program pendidikan dan intervensi yang sesuai,
serta menyediakan dukungan yang dibutuhkan bagi perkembangan optimal anak-anak
berkebutuhan khusus.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini kami masih memiliki banyak kesalahan dan kekurangan.
Untuk itu kelompok mengharapkan saran atau kritik yang membangun guna untuk membuat
makalah dengan lebih baik kedepannya. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kelompok pada
khususnya dan pembaca pada umumnya serta dapat memberikan mamfaat dan membantu pada
penambahan referensi.

9
DAFTAR PUSTAKA

Suran, B. G., & Rizzo, J. V. (1979). Special children: An integrative approach. Illinois: Scott
Foresman.

Mangunsong, Frieda. 2009, Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Depok:
Lembaga Pengembangan sarana Pengukuran Dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia (FPUI)

Ilahi, Mohammad Takdir. 2013. Pendidikan Inklusi: Konsep dan Aplikasi. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media

Somantri, Sutjihati. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: Depdikbud, 1996.

Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi,
Bandung: PT. Refika Aditama, 2006

Tamsik Udin dan Tejaningsih. (1998). Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka.

https://www.paud.id/pengertian-anak-berkebutuhan-khusus-abk/

http://perpustakaan.poltekkes-malang.ac.id/assets/file/kti/1401100026/7.BAB_2_.pdf

https://eprints.uny.ac.id/9894/3/BAB%202%20-%2008103244025.pdf

https://eprints.uny.ac.id/9896/2/BAB%202%20-%200810324907.pdf

http://repository.poltekkes-denpasar.ac.id/3989/3/BAB%20II.pdf

10

Anda mungkin juga menyukai