Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KARAKTERISTIK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Pendidikan Inklusi

Oleh Kelompok 8:

Maya Zulasmi 22006082

Mezaluna Azzurra Efendi 22002030

Muhammad Hafizh Abiddiya 22006086

Zulaikha 22006052

Dosen Pengampu :

Drs. H. Asep Ahmad Sopandi, M.Pd.

DEPARTEMEN ADMINISTRASI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang mana sudah memberikan
kenikmatan dan karunianya, sehingga penulis masih bisa melakukan kegiatan dengan sehat
wal afiat, dan dapat menelesaikan makalah ini dengan materi “Karakteristik Anak
Berkebutuhan Khusus”.

Kami sebagai penulis berterimakasih kepada Drs. H. Asep Ahmad Sopandi, M.Pd
selaku dosen mata kuliah Pendidikan Inklusi yang telah membimbing dalam menyusun
makalah ini dan menambah wawasan bagi penulis.

Penulis sadar bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya karena
keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga makalah ini bermanfaat
kepada yang membaca, menerapkannya serta mengamalkannya.

Padang, 31 Oktober 2023

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. I


DAFTAR ISI ........................................................................................................................... II
BAB I .........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan .......................................................................................................... 2
BAB II ....................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 3
2.1 Pengertian karakteristik anak berkebutuhan khusus .....................................................3
2.2 Karaktetistik anak berkebutuhan khusus. ..................................................................... 4
BAB III ....................................................................................................................................12
PENUTUP ...............................................................................................................................12
3.1 Kesimpulan .................................................................................................................12
3.2 Saran ........................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................13

II
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, istilah anak luar biasa yang kini disebut
sebagai anak berkebutuhan khusus masih disalah tafsirkan, yaitu anak luar biasa selalu
diartikan sebagai anak yang berkemampuan unggul atau berprestasi luar biasa. Padahal
pengertian anak luar biasa juga mengacu kepada pengertian yaitu anak yang
mengalami kelainan atau ketunaan, baik pada satu macam kelainan atau lebih dari satu
kelainan jenis kelainan.

Anak yang berkebutuhan khusus secara umum dikenal masyarakat umum sebagai
anak luar biasa.Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan
(bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, mental-intelektual, social, emosional)
dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Dengan demikian,
meskipun seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan tertentu, tetapi kelainan/
penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan
pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus.

Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami problem dalam belajar, hanya saja
problem tersebut ada yang ringan dan tidak memerlukan perhatian khusus dari orang lain
karena dapat diatasi sendiri oleh anak yang bersangkutan dan ada juga yang problem
belajarnya cukup berat sehingga perlu mendapatkan perhatian dan bantuan dari orang lain.
Anak penyandang cacat mulai diakui keberadaannya, dan oleh sebab itu mulai berdiri
sekolah-sekolah khusus, rumah-rumah perawatan dan panti sosial yang secara khusus
mendidik dan merawat anak-anak penyandang cacat. Mereka yang menyandang kecacatan,
dipandang memiliki karakteristik yang berbeda dari orang kebanyakan, sehingga dalam
pendidikannya mereka memerlukan pendekatan dan metode yang khusus pula sesuai dengan
karakteristiknya.

1
Model pembelajaran terhadap peserta didik berkebutuhan khusus, yang dipersiapkan
oleh para guru di sekolah, ditujukan agar peserta didik mampu untuk berinteraksi terhadap
lingkungan sosial. Pembelajaran tersebut disusun secara khusus melalui penggalian
kemampuan diri peserta didik yang paling dominan dan didasarkan pada Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Model bimbingan terhadap peserta didik berkebutuhan khusus difokuskan
dahulu terhadap perilaku nonadaptif atau perilaku menyimpang sebelum mereka melakukan
kegiatan program pembelajaran individual. Bimbingan semacam ini dapat diterapkan melalui
upaya-upaya pengondisian lingkungan yang dapat mencapai perkembangan optimal dalam
upaya mengembangkan perilaku-perilaku efektif sesuai dengan tugas-tugas
perkembangannya.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa pengertian dar karakteristik anak berkebutuhan khusus?


b. Apa saja karakteristik anak berkebutuhan khusus?

1.3 Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui pengertian karakteristik anak berkebutuhan khusus


b. Untuk mengetahui karakteristik anak berkebutuhan khusus

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian karakteristik anak berkebutuhan Khusus

Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Berdasarkan sejarah panjang


yang ada, peraturan hukum yang dibuat, serta pendapat para ahli maka anak
berkebutuhan khusus didefinisikan sebagai ”Anak yang secara signifikan berbeda dalam
beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka yang secara fisik,
psikologis, kognitif atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan/kebutuhan dan
potensinya secara maksimal, meliputi mereka yang tuli, buta, mempunyai gangguan
bicara, cacat tubuh, retardasi mental, gangguan emosional. Juga anak-anak yang berbakat
dengan inteligensi yang tinggi, dapat dikatagorikan sebagai anak berkebutuhan
khusus/luar biasa, karena memerlukan penanganan yang terlatih dari tenaga profesional”
(Suran dan Rizzo, 1979 dalam Mangunsong, F 2009).

Anak berkebutuhan khusus pun menurut Hallahan dan Kauffman (2006)


memerlukan pendidikan dan layanan yang khusus agar potensi kemanusiaan yang
mereka miliki dapat berkembang. Anak berkebutuhan khusus sudah jelas tampak
berbeda dengan anak kebanyakan dalam satu atau lebih hal semisal: adanya
keterbelakangan mental, ketidakmampuan belajar atau gangguan atensi, gangguan emosi
atau perilaku, hambatan fisik, hambatan berkomunikasi, autisma, hambatan pendengaran,
hambatan penglihatan atau keberbakatan dan kecerdasan istimewa.

Kekhususan yang dikaitkan dengan perbedaan cara belajar tentunya memberikan


dampak pada cara menginstruksikan yang berbeda dengan anak yang biasa. Kekhususan
yang dialami setiap anak bisa jadi memiliki penyebab, tingkat keparahan, dampak bagi
kemajuan pendidikan dan dampak itupun jadi berbeda jika dikaitkan dengan usia, jenis
kelamin dan lingkungan hidup anak tersebut masing-masing.

3
2.2 Karaktetistik anak berkebutuhan khusus.

1. Anak berkesulitan belajar


a. Pengertian
Istilah yang digunakan untuk menyebut Anak Berkesulitan Belajar (ABB)
cukup beragam. Istilah yang sering digunakan para ahli pendidikan adaah learning
disabilities (Donald, 1967:1) yang diartikan sebagai “kesulitan belajar”. Dalam
dunia pendidikan digunakan istilah educationally handicapped karena ank-anak
ini mengalami kesulitan dalam mengikuti proses pendidikan, sehingga mereka
memerlukan layanan pendidikan secara khusus sesuai dengan bentuk dan derajat
kesulitannya. Anak berkesulitan belajar adalah anak yang mengalami kesulitan
dalam tugas-tugas akademiknya, yang disebabkan oleh adanya ketidakberfungsian
sistem persarafan yang minimal di otak, atau gangguan dalam psikologi dasar,
sehingga mengakibatkan terhambatnya dalam melaksanakan tugas-tugas
akademik dan berdampak terhadap prestasi belajar rendah.

b. Klasifikasi Kesulitan Belajar


Kirk dan Gallagher (1989:187) menjelaskan bahwa kesulitan belajar dibedakan
dalam dua kategori besar yaitu:
- Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental
learning disabilities) Mencakup gangguan perhatian, ingatan, motorik,
persepsi, berbahasa, dan berpikir. Kesulitan belajar perkembangan dapat
mempengaruhi proses penerimaan, menginterpretasian dan merespon
stimulus dari lingkungan.
- Kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities) Mencakup
kesulitan belajar membaca, menulis, dan berhitung atau matematika.
Kesulitan belajar akademik merupakan suatu kondisi yang secara signifikan
menghambat proses belajar membaca, menulis dan operasi berhitung.

c. Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar


Secara Umum Menurut celment yang dikutip oleh Hallahan dan kauffman
terdapat sepuluh gejala yang sering dijumpai pada anak berkesulitan belajar, yaitu:
o Hiperaktif
o Gangguan persepsi motorik

4
o Emosi yang labil
o Kurang koordinasi
o Gangguan perhatian
o Impulsif
o Gangguan memori dan berpikir
o Kesulitan pada akademik khusus (membaca, menulis,dan matematika.
o Gangguan dalam berbicara dan mendengarkan
o Hasil electroencephalogram (EEG) tidak teratur serta tanda neurologis yang
tidak jelas.

2. Anak lamban belajar


a. Pengertian
Anak lamban belajar atau dikenal dengan istilah slow learner atau backward
adalah anak yang memiliki intelektual di bawah normal (80 - 85) namun bukan
termasuk anak tunagrahita, sehingga mengalami hambatan atau kesulitan dalam
berpikir, merespon rangsangan dan kemampuan beradaptasi yang lebih rendah serta
memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Pengertian anak lamban belajar menurut para ahli :
• Menurut Efendi (2008), anak lamban belajar adalah anak yang mengalami
hambatan atau keterlambatan dalam perkembangan mental (fungsi intelektual di
bawah teman-teman seusianya) disertai ketidakmampuan/kekurangmampuan untuk
belajar dan untuk menyesuaikan diri sedemikian rupa sehingga memerlukan
pelayanan pendidikan khusus.
• Menurut Triani (2013), anak lamban belajar adalah anak yang memiliki potensi
intelektual sedikit di bawah normal, tetapi tidak termasuk anak tunagrahita
(biasanya memiliki IQ sekitar 80-85). Dalam beberapa hal anak ini mengalami
hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan kemampuan
untuk beradaptasi, tetapi lebih baik di banding dengan tunagrahita.
• Menurut Agustin (2011), anak lamban belajar adalah anak dengan tingkat
penguasaan materi yang rendah, padahal materi tersebut merupakan prasyarat
bagi kelanjutan pelajaran berikutnya, sehingga mereka sering harus mengulang.
Kecerdasan mereka memang di bawah rata-rata, tetapi mereka bukan anak yang
tidak mampu, hanya mereka butuh perjuangan yang keras untuk menguasai apa
yang diminta di kelas reguler.

5
b. Karakteristik Anak Lamban Belajar
Menurut Bala dan Rao (2014), anak lamban belajar atau slow learner memiliki
beberapa karakteristik, yaitu sebagai berikut:
1) Kesulitan belajar kognitif
Adapun ciri-ciri dari kesulitan belajar kognitif di antaranya adalah:
a) Slow learner membutuhkan waktu belajar yang lama dan kurang
memahami apa yang telah ia pelajari.
b) Mereka selalu menginginkan pembelajaran yang bersifat langsung
diberikan oleh guru karena tidak terlalu membutuhkan banyak
ketrampilan.
c) Pada umumnya slow learner berprestasi rendah.
2) Masalah yang berkaitan dengan bahasa Ciri-ciri masalah yang berkaitan
dengan bahasa antara lain yaitu:
a) Siswa bermasalah pada ekspresi verbalnya.
b) Membaca dengan bersuara lebih sulit daripada membaca dalam hati.
c) Slow learner mengalami permasalahan artikulasi.
3) Masalah auditori-perseptual
Ciri-ciri masalah yang berkaitan dengan auditori-perseptual yaitu:
a) Ketika didekte, slow learner mengalami
kesulitan dalam penulisannya entah itu lupa menulis sehingga kata yang
hendak ditulis menjadi kurang lengkap.
b) Slow learner gagal memahami perintah yang bersifat verbal, sering kali
mereka tidak segera memberikan jawaban ketika diberi sebuah pertanyaan.
c) Mereka lebih menyukai materi yang disajikan secara visual daripada
disajikan oral.
d) Ketika diberikan pertanyaan yang bersifat verbal, tidak jarang mereka
menjawab dengan jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaan.
4) Masalah visual-motorik
Adapun ciri-ciri anak slow learner yang berkaitan dengan masalah visual-motorik
adalah:
a) Slow learner lebih mudah diberikan stimulus secara visual.
b) Mereka merasa kesulitan dalam menentukan warna, ukuran dan bentuk
serta sulit mengingat-ingat kembali suatu objek yang pernah mereka lihat.

6
c) Slow learner pada umumnya memiliki tulisan tangan yang jelek,
mengalami kesulitan dalam aktivitas motorik dan tidak jarang mereka
sering mengeluh sakit.
5) Masalah sosial dan emosi
Ciri-ciri lain yang ditemukan pada anak slow learning terhadap masalah sosial dan
emosi yaitu:
a) Mencubit atau melakukan hal-hal yang menarik baginya adalah salah satu
karakteristik slow learner, kadang-kadang mereka juga menarik diri dari
aktivitas sosial (anti-sosial).
b) Suasana hati mereka berubah-ubah (moody) dan tingkat sosial emosinya
masih di bawah harapan.

Sedangkan menurut Kusuma dkk (2006), beberapa karakteristik anak lamban belajar
atau slow learning adalah sebagai berikut:
a. Keterbatasan Kapasitas Kognitif Keterbatasan kapasitas kognitif membuat
anak lambanbelajar mengalami hambatan dalam proses pembelajaran, meliputi:
1) tidak berhasil mengatasi situasi belajar dan berpikir abstrak; 2) mengalami
kesulitan dalam operasi berpikir kompleks; 3) proses pengembangan konsep
atau generalisasi ide yang mendasari tugas sekolah, khususnya bahasa dan
matematika, rendah; dan 4) tidak dapat menggunakan dengan baik strategi
kognitif yang penting untuk proses retensi.
b. Memori atau daya ingat rendah Kurangnya perhatian terhadap informasi yang
disampaikan adalah salah satu faktor penyebab anak lamban belajar
mempunyai daya ingat yang rendah. Anak lamban belajar tidak dapat
menyimpan informasi dalam jangka panjang dan memanggil kembali ketika
dibutuhkan.
c. Gangguan dan kurang konsentrasi Jangkauan perhatian anak lamban belajar
relatif pendek dan daya konsentrasinya rendah. Anak lamban belajar tidak
dapat berkonsentrasi dalam pembelajaran yang disampaikan secara verbal
lebih dari tiga puluh menit.
d. Ketidakmampuan mengungkapkan ide Kesulitan dalam menemukan dan
mengombinasikan kata, ketidak-dewasaan emosi, dan sifat pemalu membuat
anak lamban belajar tidak mampu berekspresi atau mengungkapkan ide. Anak
lamban belajar lebih sering menggunakan bahasa tubuh daripada bahasa lisan.

7
Selain itu, kemampuan anak lamban belajar dalam mengingat pesan dan
mendengarkan instruksi rendah.

3. Autisme
a. Pengertian
Kanner dalam Mega (2008) mengatakan autisme adalah merupakan suatu
keadaan ketidakmampuan seseorang melakukan kontak sosial dengan lingkungannya,
dengan berbagai komunikasi. Anak-anak dengan gangguan autistik ini cenderung
menampakkan gejala gangguan komunikasi, tidak mampu melakukan komunikasi
baik verbal maupun non verbal, berpotensi menjadi hiperaktif. Dalam memberikan
batasan autis ini seringkali terjadi kekeliruan, bahwa anak autis sama dengan anak
tunagrahita, namun mereka rata-rata memiliki intelegensi rata-rata, dan bahkan
berpeluang diatas rata-rata.
Depdiknas dalam Abdul (2006) mengemukakan autisme adalah suatu ganguan
perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial, aktivitas
imajinasi. Dan anak autistik adalah anak yang mempunyai masalah atau ganguan
dalam bidang komunikasi, interaksi, sosial, ganguan sensoris, pola bermain, perilaku,
dan emosi.
Dan selanjutnya Ranuh dalam Agus (2004) mengatakan autis adalah
“gangguan kognitif (kemampuan untuk mengerti), gangguan tingkah laku sosial, dan
gangguan verbal”. Dalam seminar autis oleh Budiman dalam Agus (2004)
menguraikan autis sebagai “gangguan perkembangan yang luas dan berat”. Gangguan
tersebut mencakup bidang komunikasi, interaksi dan prilaku. Gejala ini timbul pada
anak usia 3 tahun. Pada sebagiaan anak gajala
tersebut sudah tampak sejak lahir.

• Karakteristik anak autisme


Adapun karakteristik anak autis dapat dilihat berdasarkan jenis masalah serta
gangguan yang dialaminya. Hal ini dinyatakan Hadis (2006:46) yang
mendeskripsikan lima karakteristik anak autisme sebagai berikut:
1. Masalah di bidang Komunikasi
Perkembangan bahasa anak autis sangat lambat bahkan tidak ada, gangguan
bahasa anak ini menyebabkan mereka terlihat seperti tuli, atau tidak bisa bicara.
Anak autis juga sering mengoceh secara berulang-ulang dengan bahasa yang

8
artinya tidak dapat dimengerti. Selain itu, anak autis juga lebih banyak
menggunakan bahasa tubuh, anak autis sering menariknarik tangan orang lain
untuk menunjukkan sesuatu atau meminta orang tersebut melakukan apa yang
diinginkannya.
2. Masalah di bidang interaksi sosial
Dari segi interaksi sosial, anak autis tidak dapat melakukan kontak mata dan
menghindari tatap muka dengan orang lain, tidak tertarik jika diajak bermain
bersama teman-temannya dan lebih suka bermain sendiri.
3. Masalah di bidang kemampuan Sensoris
Anak autis tidak peka sentuhan, bahkan tidak suka dipeluk, bereaksi (spontan
menutup telinga) bila mendengar suara keras. Selain itu, mereka juga senang
mencium dan menjilati mainan atau benda yang menarik perhatiannya. Anak
autis tidak memiliki daya imajinasi dan tidak kreatif dalam bermain, mereka
tidak suka bermain dengan teman sebaya. Anak autis tidak bisa bermain sesuai
dengan fungsi mainannya, tertarik dengan mainan yang berputar seperti roda
sepeda. Bila menyukai suatu mainan, maka akan dibawa kemana-mana.
4. Masalah perilaku
Dari segi perilaku, anak autis sering memperlihatkan perilaku yang berlebihan
(hiperktif), berputar-putar, berlari-lari serta melakukan gerakan tertentu secara
beruang-ulang. Anak autis juga memiliki tatapan mata yang kosong.
5. Masalah emosi
Dari segi emosi anak autis sering terlihat marah-marah, tertawa dan menangis
tanpa alasan. Bila dilarang, anak autis akan mengamuk dan dapat merusak
benda-benda yang ada disekitarnya. Anak autis juga sering menyakiti diri
sendiri (tantrum) misalnya membenturkan kepalanya ke dinding.

4. Anak tunaganda
a. Pengertian
Tunaganda merupakan anak yang memiliki hambatan lebih dari dua macam
keterbatasan baik secara mental maupun fisik (Alawia, 2014). Anak tunaganda
memiliki karakteristik secara umum meliputi sulit berkomunikasi dan berinteraksi
sosial, terlambatnya perkembangan motorik dan fisiknya, seringkali bersikap aneh
dan tidak bertujuan, kurang bisa memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri, cenderung

9
lupa terhadap keterampilan yang sudah dikuasai, dan terhambat dalam membentuk
persepsi dari suatu kondisi ke kondisi lainnya (Mirnawati, 2019).
Adanya keterbatasan tersebut menyebabkan anak tunaganda terhambat pada
proses pembelajaran di sekolah utamanya pada aspek motorik dan sosial. Di sini
diperlukan peran serta dari orang dewasa di sekitarnya termasuk konselor untuk
memberikan layanan intervensi yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan anak
tunaganda agar mencapai perkembangan optimal sesuai dengan sisa potensi yang
dimilikinya (Hallahan et al., 2009). Lalu, konselor juga butuh berkolaborasi secara
integral dan harmonis dengan beberapa ahli, siswa, guru, orang tua, dan staf sekolah
lainnya guna terlaksananya kegiatan dan layanan dengan baik (Nugraha 2017 &
Ramdani et al., 2020).

b. Karakteristik Anak Tunaganda


1) Memiliki ketunaan lebih dari satu jenis. Misal: tuna netra dan tunagrahita,
tuna netra dan tunarungu-wicara, tunanetra dan tuna daksa dan tunagrahita dll.
2) Ketidak mampuan anak akan semakin parah atau semakin bahaya bila tidak
cepat mandapatkan bantuan. Hal ini disebabkan kegandaannya yang tidak
cepat mendapatkan bantuan.
3) Sulit untuk mengadakan evaluasi karena keragaman kegandannya,
4) Membutuhkan instruksi atau pemberitahuan yang sangat terperinci
5) Tidak menyamaratakan pendidikan tuna ganda yang satu dengan yang lain
walau mempunyai kegandaan yang sama.

c. Penyebab Anak Tunaganda


Anak tunaganda disebabkan oleh faktor yang variatif, yang dapat terjadi pada saat
sebelum kelainan, saat kelahiran, dan atau setelah kelahiran.
1) Faktor Prenatal : ketidaknormalan kromosom komplikasi-komplikasi pada
anak dalam kandungan ketidakcocokan Rh infeksi pada ibu, kekurangan gizi
ibu yang sedang mengadung, serta terlalu banyak menkonsumsi obat dan
alcohol.
2) Faktor Natal : Kelahiran prematur kekurangan oksigen pada saat keiahiran
luka pada otak saat kelahiran. Disamping itu, proses kelahiran itu sendiri juga
mengandung bahaya-bahaya tertentu dan terdapat komplikasi-komplikasi.
Cacat berat dapat disebabkan misalnya, bayi yang terserang kekurangan

10
oksigen dan luka pada otak dalam proses kelahiran, dalam perkembangan
hidupnya mengalami cacat berat karena pada kepalanya mengalami
kecelakaan kendaraan, jatuh, pukulan atau siksaan, pemberian nutrisi yang
salah, anak yang tidak dirawat dengan baik, keracunan atau karena penyakit
tertentu yang dapat berpengaruh terhadap otak (seperti meningitas dan
encephalitis). Kepala mengalami kecelakaan kendaraan, jatuh dan mendapat
pukulan atau siksaan.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Karakteristik anak berkebutuhan khusus pada umumnya berkaitan dengan tingkat


perkembangan fungsional. Karakteristik spesifik tersebut meliputi tingkat perkembangan
sensorimotor, kognitif, kemampuan berbahasa, ketrampilan diri, konsep diri, kemampuan
berinteraksi sosial, serta kreativitasnya. Untuk mengetahui secara jelas tentang
karakteristik dari setiap siswa, guru terlebih dahulu melakukan skrining atau assesmen
agar mengetahui secara jelas mengenai kompetensi diri peserta didik bersangkutan.
Tujuannya agar saat memprogramkan pembelajaran, sudah dipikirkan mengenai :
intervensi pembelajaran yang dianggap cocok. Assesmen di sini adalah kegiatan untuk
mengetahui kemampuan dan kelemahan setiap didik dalam segi perkembangan kognitif
dan perkembangan sosial, pengamatan yang sensitif.

Adanya perbedaan karakteristik setiap peserta didik berkebutuhan khusus, akan


memerlukan kemampuan khusus guru. Guru dituntut memiliki kemampuan berkaitan
dengan cara mengombinasikan kemampuan dan bakat setiap anak dalam beberapa aspek.
Aspek-aspek tersebut meliputi kemarnpuan berpikir, melihat, mendengar, berbicara, dan
cara bersosialisasi. Hal-hal tersebut diarahkan pada keberhasilan dari tujuan akhir
pembelajaran, yaitu perubahan perilaku ke arah pendewasaan. Kemampuan guru
semacam itu merupakan kemahiran seorang guru dalam menyelaraskan keberadaanya
dengan kurikulum yang ada, kemudian diramu menjadi sebuah program pembelajaran
individual.

3.2 Saran

Kita sebagai calon pendidik harus tahu bagaimana cara mendidik anak sesuai
dengan minat bakat, karakter dan tentunya anak yang berkebutuhan khusus. Agar kita
lebih bijak dalam memberikan pelayanan khusus dalam menghadapi kasus anak yang
berkebutuhan khusus tersebut.

12
DAFTAR PUSTAKA

Agus, S. (2004). Terapi autisme Anak Berbakat dan Anak Hiperaktif. Jakarta: Pogres. Yusuf

Agustin, Mubiar. (2011). Permasalahan Belajar dan Inovasi Pembelajaran Panduan Untuk
Guru Konselor Psikolog Orang Tua dan Tenaga Kependidikan. Bandung: PT. Refika
Aditama.

Alawia, C. B. (2014). Peran Pemerintah Dalam Mewujudkan Kesejahteraan Anak


Penyandang Tuna Ganda: Studi Kasus Wisma Tuna Ganda Palsigunung.

Efendi, M. 2008. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara.

Hadis & Abdul (2006). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik. Bandung. Alfabeta.

Kusuma, dkk. (2006). Slow learners: Their psychology and instruction. New Delhi: Arora
Offset Press.

Mega, I. (2008). Kecakapan Hidup Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Padang. UNP Press.

Mirnawati, M. (2019). Anak Berkebutuhan Khusus" Hambatan Majemuk". Deepublish (Grup


Penerbitan Cv Budi Utama).

Munawir (2005). Pendidikan Bagi Anak Yang Mengalami Problema Belajar. Jakarta:
Depdiknas.

Nugraha, A., & Rahman, F. A. (2017). Strategi Kolaborasi Orangtua Dengan Konselor Dalam
Mengembangkan Sukses Studi Siswa. Jurnal Konseling Gusjigang,

Ramdani, R., Nasution, A. P., Ramanda, P., Sagita, D. D., & Yanizon, A. (2020). Strategi
Kolaborasi Dalam Manajemen Pelayanan Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah.
Educational Guidance And Counseling Development Journal, 3(1), 1-7.

Sunanto Juang (2005). Pengantar Penelitian Dengan Subject Tunggal. Japan. University of
Tsukuba.

Triani, N & Amir. (2013). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Lamban Belajar ( Slow
Learner ). Semarang: Luxima.

Yuwono Joko (2009). Memahami anak autistik (kajian teoritik dan empirik), Bandung
Alfabeta.

13

Anda mungkin juga menyukai