Anda di halaman 1dari 32

KEISTIMEWAAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM ISLAM

DAN MENGKAJI PENDIDIKAN INKLUSIF

Disusun oleh :

Kelompok 11

Nama :

Lydia ( 2210210004 )

Wija Yanti ( 2210210008 )

Dosen Pengampu :

Elsa cindrya M.Pd

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


2023/2023

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadiran Allah Swt yang mana telah memberikan berkat
rahmat,taufik, dan hidayah-Nya yang telah di anugerahkan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan makalah yang sederhana ini dengan judul “keistimewaan anak berkebutuhan
khusus dan mengkaji pendidikan inklusif”. Sholawat beriring salam semoga senantiasa tetap
Allah curahkan kepada junjungan kita Nabi Agung kita Nabi Muhammad Saw, beserta
keluarga sahabat dan para pengikut-pengikut beliau yang senantiasa tetap Istiqomah dalam
menjalankan syariat agama islam hingga yaumul akhir, Amiin.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi kewajiban tugas
mata kuliah anak berkebutuhan khusus yang telah memberikan tugas ini, sehingga dapat
menambah ilmu dan wawasan pada bidang Studi pendidikan. Proses penyelesaian dan
penulisan makalah ini tidak terlepas dari peran dan jasa berbagai pihak, untuk itu dalam
kesempatan ini dengan kerendahan hati, penulis mengaturkan ucapan banyak Terimakasih
yang tak terhingga. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa ini suatu karya yang jauh dari kata
sempurna. Karena keterbatasan dan kelemahan penulis, dari Ketidak sempurnaan ini menjadi
inspirasi bagi penulis untuk terus mengembangkan diri. Untuk itulah penulis berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya,
Amiin.

Palembang, 20 Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN......................................................................................................................1

A. LATAR BELAKANG....................................................................................................1

A. RUMUSAN MASALAH................................................................................................3

B. TUJUAN MASALAH....................................................................................................3

C. MANFAAT MASALAH................................................................................................3

BAB II........................................................................................................................................5

PEMBAHASAN........................................................................................................................5

A.Keistimewaan anak berkebutuhan khusus dalam pandangan Islam...................................5

B. Pendidikan inklusif........................................................................................................12

C. Kurikulum pendidikan inklusif.....................................................................................17

D. Pembelajaran dan evaluasi dalam pendidikan inklusif....................................................24

BAB III.....................................................................................................................................27

PENUTUP................................................................................................................................27

A.KESIMPULAN................................................................................................................27

B. SARAN............................................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................28

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan salah satu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan mutu sumber
daya manusia di Indonesia. Pendidikan dapat diperoleh melalui lembaga pendidikan baik
formal, informal, dan non formal. Sekolah merupakan contoh dari lembaga pendidikan yang
bersifat formal. Dewasa ini, peran sekolah sangat penting. Sekolah tidak hanya sebagai
wahana untuk mencari ilmu pengetahuan saja, tetapi juga sebagai tempat yang dapat memberi
bekal keterampilan untuk hidup yang nanti diharapkan dapat bermanfaat di dalam
masyarakat.

Di sekolah anak juga dibimbing untuk bersosialisasi dengan orang lain. Keberadaan sekolah
tidak saja penting bagi anak normal, melainkan bermanfaat pula untuk anak berkebutuhan
khusus yang memiliki keterbatasan dan kekurangan ketika harus berinteraksi dengan orang
lain. Anak berkebutuhan khusus dianggap sebagai sosok yang tidak berdaya dan perlu
dikasihani. Hal inilah yang menjadikan anak berkebutuhan khusus sering dikucilkan atau
ditinggalkan dari lingkungan sekitar.

Anak-anak berkebutuhan khusus sering menerima perlakuan yang diskriminatif dari orang
lain. Bahkan untuk menerima pendidikan saja mereka sulit. Beberapa sekolah reguler tidak
mau menerima mereka sebagai siswa. Alasannya guru di sekolah tersebut tidak memiliki
kualifikasi yang memadai untuk membimbing anak berkebutuhan khusus. Terkadang sekolah
khusus letaknya jauh dari rumah mereka, sehingga banyak anak berkebutuhan khusus yang
tidak mengenyam pendidikan.

Untuk mengatasi permasalahan. tersebut, perlu disediakan berbagai layanan pendidikan atau
sekolah bagi anak berkebutuhan khusus, baik menyangkut system pembelajaran, fasilitas
yang mendukung, maupun peran guru yang sangat penting untuk memberikan motivasi dan
arahan yang bersifat membangun.

Sekolah yang dianggap tepat untuk anak berkebutuhan khusus adalah sekolah inklusi.
Sekolah inklusi adalah sekolah reguler yang disesuaikan dengan kebutuhan anak yang

1
memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa pada satu kesatuan
yang sistemik (Ilahi, 2013: 25).

Seiring berjalannya waktu penyelenggaraan sekolah inklusi menghadapi berbagai tantangan


baik yang berasal dari dalam maupun dari luar sekolah. Tantangan yang berasal dari dalam
salah satunya adalah ketidaksiapan guru dalam mengajar anak berkebutuhan khusus di kelas
inklusi sehingga kesulitan dalam kegiatan pembelajaran.

Setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan sesuai dengan Pasal 31 ayat
(1) UUD 1945. Selama ini pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) diselenggarakan
secara terpisah dari mayoritas. Hasil tersebut menegaskan bahwa pelaksanaan pendidikan
inklusi saat ini masih memerlukan perbaikan dan dukungan yang substansial, terutama dalam
hal tenaga pengajar yang berkualitas, sarana/prasarana dan pendanaan.

Dalam Alquran disebutkan bahwa anak sebagai tabungan amal bagi orang tua saat di akhirat.
Apabila orang tua mengajarkan kebaikan kepada anaknya, maka amal yang mereka lakukan
akan mengalir kepada orang tuanya. Begitu juga dengan anak yang berkebutuhan khusus.
Mereka memiliki keistimewaan apabila melihatnya dalam kacamata Islam.

Menurut Ustadz Oemar Mita dalam video ceramahnya, ciptaan Allah SWT, tidak ada yang
namanya produk gagal. Mereka yang disebut sebagai anak berkebutuhan khusus (ABK),
seperti down syndrome dan autisme bukan termasuk dalam produk gagal. Keistimewaan
mereka terletak pada saat yaumul hisab nanti. “Hisabnya itu tidak dihisab atas salat, tidak
dihisab atas aurat, tidak dihisab atas puasa,” jelasnya.

Hisab itu berlaku bagi orang yang berakal. Anak-anak berkebutuhan khusus nanti kemudian
pada hari kiamat dikumpulkan di akhirat, maka mereka tidak ditanya salat, puasa, ataupun
amalan wajib lainnya.

Sehingga anak berkebutuhan khusus adalah seorang anak yang butuh untuk di berikan kasih
sayang, pendidikan, serta perhatian yang lebih untuk perkembangan dan kelangsungan
kehidupan nya di masa yang akan datang tidak hanya pendidikan umum melainkan
pendidikan agama juga.

Banyak anak yang memiliki kemampuan lebih meskipun dirinya memiliki kekurangan baik
fisik, intelektual , dan sebagainya sehingga perlu adanya pendidikan inklusif bagi anak
berkebutuhan khusus untuk proses pembelajaran dan pendidikannya.

2
Maka dari itu kami kelompok 11 akan membahas makalah yang berjudul “ keistimewaan
anak berkebutuhan khusus dalam Islam dan mengkaji pendidikan inklusif “.

A. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan di atas maka rumusan
masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana keistimewaan anak berkebutuhan khusus dalam pandangan Islam ?


2. Apa saja ayat Al Qur’an yang berkenaan tentang anak berkebutuhan khusus ?
3. Bagaimana pendidikan inklusif dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus ?
4. Bagaimana kurikulum paud dalam penerapan pendidikan inklusif ?
5.

B. TUJUAN MASALAH

1. Sebagai proses pembelajaran kepada mahasiswa mengenai anak berkebutuhan


khusus.
2. Mengetahui ayat Al Qur’an yang berkenaan tentang anak berkebutuhan
khusus.
3. Untuk pengembangan pendidikan bagi mahasiswa agar memahami tentang
pendidikan inklusif.
4. Untuk mengetahui proses pembelajaran dan pendidikan anak berkebutuhan
khusus
5. Sebagai sarana dan prasarana untuk kedepannya sebagai penambah wawasan
dan pengetahuan bagi kehidupan di masa depan.

C. MANFAAT MASALAH

1. Manfaat teoretis

Secara umum manfaat dari pembahasan ini adalah untuk pengetahuan mengenai
keistimewaan dalam Islam dan pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus

2. Manfaat praktis

3
Secara khusus manfaat dari pembahasan ini adalah bermanfaat bagi guru, siswa,
dan sekolah yaitu sebagai berikut:

a. Bagi pendidik
1) Sebagai sarana prasarana Pendidikan yang efektif bagi anak berkebutuhan khusus
2) Sebagai proses pembelajaran yang berkenaan untuk pendidikan Anak
berkebutuhan khusus agar anak dapat belajar layak seperti anak pada umumnya
b. Bagi anak didik
1) Memberi anak berkebutuhan khusus pendidikan yang layak
2) Memberi kasih sayang dan pendidikan yang cukup
3) Menambahkan pengalaman baru bagi anak untuk Tetap semangat dalam belajar

c. Bagi sekolah
1) Meningkatnya kualitas pembelajaran dan pendidikan di sekolah untuk lebih maju
ke depannya
2) Memberikan sumbangan yang positif terhadap kehidupan masyarakat agar lebih
peduli kepada anak berkebutuhan khusus

4
BAB II

PEMBAHASAN

A.Keistimewaan anak berkebutuhan khusus dalam pandangan Islam

Anak berkebutuhan khusus di definisikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan


dan layanan khusus untuk mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara sempurna.
Penyebutan sebagai anak berkebutuhan khusus, dikarenakan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya, anak ini membutuhkan bantuan layanan pendidikan, layanan sosial, layanan
bimbingan dan konseling, dan berbagai jenis layanan lainnya yang bersifat khusus. 1

Dalam percakapan sehari hari, anak berkebutuhan khusus dijuluki sebagai “orang luar
biasa“, dikarenakan mereka memiliki kelebihan yang luar biasa, misalnya orang yang
terkenal memiliki kemampuan intelektual yang luar biasa, memiliki kreatifitas yang tinggi
dalam melahirkan suatu temuan-temuan yang luar biasa dibidang iptek, religius, dan di
bidang-bidang kehidupan lainnya.

Dalam dunia pendidikan, kata luar biasa juga merupakan julukan atau sebutan bagi
mereka yang memiliki kekurangan atau mengalami berbagai kelainan dan penyimpangan
yang tidak di alami oleh orang normal pada umumnya. Kelainan atau kekurangan itu dapat
berupa kelainan dalam segi fisik, psikis, sosial, dan moral. (Dermawan, 2013).

Anak berkebutuhan khusus atau ABK Juga adalah anak-anak yang memiliki
keterbatasan atau keluarbiasaan dari segi fisik, mental, perilaku sosial, emosional, dan
komunikasi. Terkadang, anak berkebutuhan khusus sering kali dipandang sebelah mata pada
sebagian orang. Mereka tidak melihat dari kacamata keistimewaannya.

Setiap kekhususan memerlukan penanganan. Setiap jenis perlakuan yang berbeda


memiliki tujuan yang sama, yaitu memudahkan berkomunikasi dan nyaman dalam menjalani
aktivitas. Tidak dapat dimungkiri, peran orang tua sangat penting. Tidak terkecuali anak non-
ABK (reguler) maupun ABK. Di dalam kitab suci Al-Qur’an disebutkan bahwa anak
merupakan tabungan amal orang tua kelak saat di akhirat nanti.

1
Harahap, Musaddad. Refleksi Dinamika Kebebasan Akademis dalam Pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam
Al-Thariqah 1.1 (2017): 87-103.

5
Menurut pendapat Oemar Mita, ciptaan Allah tidak akan pernah dinamakan produk
gagal. Demikian pula anak berkebutuhan khusus, seperti autisme dan down syndrome,
bukanlah produk gagal. Keistimewaan mereka terletak ketika yaumul hisab. Begitu pula
ketika mendidik anak berkebutuhan khusus dengan sabar dan dapat menjadi sosok yang saleh
dan salihah. Sosok yang akan membukakan pintu surga apabila diajari hal kebaikan.

Orang tua merupakan orang terdekat sehingga harus bisa menciptakan suasana dan
membuat nyaman untuk berkembangnya. Setiap anak berkebutuhan khusus membutuhkan
waktu untuk beradaptasi dengan orang baru.

Dengan keadaan seperti ini, bukan berarti mereka tidak sempurna. Namun,
kesempurnaan mereka adalah rahasia Allah untuk umat pilihan-Nya. Anak berkebutuhan
khusus merupakan jalan menuju surga terhadap orang tua yang sabar dan mau mengajarkan
kebaikan.

Dalam Alquran disebutkan bahwa anak sebagai tabungan amal bagi orang tua saat di
akhirat. Apabila orang tua mengajarkan kebaikan kepada anaknya, maka amal yang mereka
lakukan akan mengalir kepada orang tuanya. Begitu juga dengan anak yang berkebutuhan
khusus. Mereka memiliki keistimewaan apabila melihatnya dalam kacamata Islam.

Menurut Ustadz Oemar Mita dalam video ceramahnya, ciptaan Allah SWT, tidak ada
yang namanya produk gagal. Mereka yang disebut sebagai anak berkebutuhan khusus (ABK),
seperti down syndrome dan autisme bukan termasuk dalam produk gagal. Keistimewaan
mereka terletak pada saat yaumul hisab nanti.

“Hisabnya itu tidak dihisab atas salat, tidak dihisab atas aurat, tidak dihisab atas puasa,”
jelasnya”.

Hisab itu berlaku bagi orang yang berakal. Anak-anak berkebutuhan khusus nanti
kemudian pada hari kiamat dikumpulkan di akhirat, maka mereka tidak ditanya salat, puasa,
ataupun amalan wajib lainnya.

“Mereka cuman ditanya pertanyaan sederhana, ‘Kamu mengenal saya tidak?’ kata Allah.
‘Kami kenal Engkau, Ya Allah,’ dimasukkan oleh Allah ke surga,” jelas Ustadz Oemar Mita.

Allah SWT mengganti penderitaan mereka di dunia dengan kenikmatan di akhirat. Allah
selalu memberikan yang terbaik dalam setiap takdir yang diberikan kepada kita.

6
“Allah titipkan sama kamu, karena Allah tahu kamu mampu merawatnya. Allah tidak pernah
salah dalam memilih tempat dan Allah tidak pernah salah dalam memilih orang,” terang
Ustadz Oemar Mita.

Anak sebagian anak-anak yang dilahirkan dalam kondisi semacam itu, bukan karena
tidak sempurna. Hanya saja kesempurnaan mereka itu tidak dipahami oleh kasat mata kita
karena keterbatasan akal kita ketika tidak bisa menjangkau ilmunya Allah Yang Maha Luas.

Setiap anak lahir ke dunia dengan jutaan mimpi dan potensi yang ada dalam diri,
termasuk anak-anak yang diberikan keluarbiasaan oleh Allah yang memerlukan perlindungan
dan perhatian khusus dalam menjalani kehidupan. Anak berkebutuhan khusus, istilah tersebut
yang akhirnya dikenal oleh masyarakat umum.

Anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang mengalami keterbatasan atau


keluarbiasaan baik dari segi fisik, mental, perilaku sosial, emosional serta komunikasi. Ada
beberapa jenis kekhususan, diantaranya kita kenal dengan tunanetra atau keterbatasan dalam
melihat, tunarungu atau keterbatasan dalam mendengar, tunagrahita atau keterbatasan dalam
pola intelektual dan kognitif, tunadaksa atau keterbatasan kondisi fisik, autisme, dan beberapa
kekhususan lainnya.

Pola pikir dan perilaku orang tua akan sangat mempengaruhi kondisi anak, begitu pula
sebaliknya. Seluruh anggota keluarga perlu bersinergi untuk dapat menjadi lingkungan
ternyaman bagi anggota lainnya yang berkebutuhan khusus, dan akhirnya semuanya tentang
penerimaan dan penyesuaian. Penerimaan awal dari keluarga akan sangat mendukung anak
berkebutuhan khusus untuk dapat berinteraksi dengan dunia yang lebih luas nantinya.

Setelah penerimaan keluarga, anak berkebutuhan khusus juga memerlukan lingkungan


yang lebih luas untuk mendukung dan menjadi tempat yang nyaman untuk dapat berinteraksi
serta beraktivitas sebagaimana seharusnya.

Kondisi yang ramah, menghargai dan mengakui keberadaan serta menghormati


keberagaman atau disebut dengan inklusifitas sangat dibutuhkan oleh anak berkebutuhan
khusus untuk tetap merusak perkembangan dan kesehariannya. Dengan kata lain, masyarakat
inklusif adalah masyarakat yang mampu menerima, menghormati serta mendukung gerak
anak berkebutuhan khusus tanpa keberatan, termasuk melalui fasilitas umum yang memang
diperuntukkan bagi siapa pun.

7
Sebagai contohnya Dua hafiz muda berkebutuhan khusus membanggakan nama Indonesia di
kancah internasional. Keduanya, Muhammad Naja Hudia Afifurrohman Agusfian dan Nur
Syahwa Syakhila Mohamad Sabhan, berhasil membuat Sultan Brunei Darussalam, Hassanal
Bolkiah terkesima.

Walaupun menderita lumpuh otak, Muhammad Naja Hudia Afifurrohman Agusfian Hafidz
muda, berusia 12 tahun asal Mataram, mampu menghafal halaman tiap ayat dan semua
terjemahannya. Demikian pula Nur Syahwa Syakhila Mohamad Sabhan, tunanetra 14 tahun
asal Tangerang

A. Ayat Al Qur’an yang berkenaan tentang anak berkebutuhan khusus

Islam memandang bahwa setiap anak merupakan amanah bagi orang tua, ladang amal
nyata untuk membentuk generasi terbaik dalam menyongsong masa depan agama dan bangsa.
Islam tidak membeda-bedakan seseorang berdasarkan kondisi fisik atau kekurangan yang ada
pada diri seseorang, tidak terkecuali pada anak berkebutuhan khusus. 2
2
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati, 2002.

8
Selain keringanan dalam ibadah dan muamalah, keistimewaan anak berkebutuhan
khusus juga ada pada saat hari penghitungan atau yaumul hisab. Anak berkebutuhan khusus
tidak akan dihisab atas apa yang tidak ada dalam dirinya. Hal ini sesuai dengan firman Allah
bahwa Ia tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (Q.S
Al-Baqarah/2:286).

ۚ ‫ت ۗ َربَّنَا اَل تَُؤا ِخ ْذنَٓا اِ ْن نَّ ِس ْينَٓا اَوْ اَ ْخطَْأنَا‬ ْ َ‫ ۗ لَهَا َما َك َسب‬j‫اَل يُ َكلِّفُ هّٰللا ُ نَ ْفسًا اِاَّل ُو ْس َعهَا‬
ْ َ‫ت َو َعلَ ْيهَا َما ا ْكتَ َسب‬
‫َربَّنَا َواَل تَحْ ِملْ َعلَ ْينَٓا اِصْ رًا َك َما َح َم ْلتَهٗ َعلَى الَّ ِذ ْينَ ِم ْن قَ ْبلِنَا ۚ َربَّنَا َواَل تُ َح ِّم ْلنَا َما اَل طَاقَةَ لَنَا بِ ٖ ۚه‬
َ‫ ۗ اَ ْنتَ َموْ ٰلىنَا فَانصُرْ نَا َعلَى ْالقَوْ ِم ْال ٰكفِ ِر ْين‬j‫ࣖ َواعْفُ َعنَّ ۗا َوا ْغفِرْ لَن َۗا َوارْ َح ْمنَا‬

286. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia
mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari
(kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum
kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang
sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak
sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami.
Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.”

Keistimewaan ini merupakan wujud kasih sayang dan bukti bahwa Allah tidak salah
memilih siapa yang tepat dan mampu menjalani kehidupan sebaik-baiknya dengan hikmah
yang ada. Dengan segala keterbatasan yang anak berkebutuhan khusus miliki, tidak sedikit
kisah inspiratif yang memberikan makna syukur lebih dalam kepada orang lain di sekitarnya.
Hal tersebut menjadi sebuah refleksi yang perlu kita sadari bersama bahwa setiap manusia
lahir ke dunia dengan ragam kebaikannya masing-masing.

Manusia dengan segala kurang dan lebihnya tetap dan akan selalu membutuhkan
orang lain untuk dapat menjalani hidup dengan lebih baik. Dari anak berkebutuhan khusus
dengan segala keistimewaannya kita belajar, tidak ada sesuatu yang Allah ciptakan si-sia
tanpa cinta dan kasih sayang.

Jika mengutip sebuah film India berjudul Taare Zameen Par, benar bahwa setiap anak
spesial dengan sinar bak bintang, mereka dapat memancarkan energi dan cahaya kebaikan
dari arah mana saja. Manusia dapat mengambil hikmah dari semua yang ada di dunia dengan

9
pemahaman dan sudut pandang yang berbeda, namun kebaikan tetap akan menumbuhkan
kebaikan lainnya.

“Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang
sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu
sendiri atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara- saudaramu
yang laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan, di rumah saudara bapakmu yang laki-
laki, di rumah saudara bapakmu yang perempuan, di rumah saudara ibumu yang laki-laki, di
rumah saudara ibumu yang perempuan, di rumah yang kamu miliki kuncinya atau di rumah
kawan-kawanmu. Tidak ada halangan bagi kamu makan bersama-sama mereka atau
sendirian…”

Ayat ini diturunkan demi menegur mereka yang merasa jijik atau takut tertular, saat
makan bersama dengan yang pincang atau buta, Jaman kini pun masih banyak yang semacam
itu. Ibunya tidak mau anak normalnya sekelas dengan anak spesial, dengan alasan sama.
Salah satu sahabat Rasulullah lumpuh dan renta saat berikrar menjadi Muslim. Namanya
Amar Ibnul Jamuh. Kondisinya yang lemah tak menjadi penghalang untuk berjihad membela
agamanya Juga Bilal, yang hitam legam, bekas budak, namun ketaatan dan keteguhannya
beragama begitu mengagumkan

Surat At Tin 4 tentang kesempurnaan makhluk berjenis manusia.

‫لَقَ ْد خَ لَ ْقنَا ااْل ِ ْن َسانَ فِ ْٓي اَحْ َس ِن تَ ْق ِوي ۖ ٍْم‬

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”

Meski ada satu dua bagian yang berbeda dengan manusia pada umumnya, selalu ada
bagian yang dilebihkan, agar dia mampu bertahan hidup sebagai orang pada umumnya. Ayat
Al Qur’an yang berkenaan tentang anak berkebutuhan khusus yaitu Q,S. Abasa ayat 1-10

10
Artinya:

1. Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling


2. karena telah datang seorang buta kepadanya.
3. tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa),
4. atau Dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat
kepadanya?
5. Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup,
6. Maka kamu melayaninya.
7. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau Dia tidak membersihkan diri (beriman).
8. dan Adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan
pengajaran),
9. sedang ia takut kepada (Allah),
10. Maka kamu mengabaikannya.(QS. Abasa 1-10)

Dari surat tersebut kita tahu bahwa nabi juga sangat menghargai dan menghormati
orang yang kekurangan Bahwa dirinya lebih Tinggi derajat dan diampuni segala dosanya.
Maka dari ini kita sebagai manusia harus memiliki rasa empati dan simpati yang tinggi

11
terhadap mereka yang memiliki kekurangan maupun kemampuan luar biasanya agar selalu
hidup nyaman dan damai seperti manusia pada umumnya dengan adanya anak berkebutuhan
khusus terhadap proses pendidikan inklusif yang tepat bagi dirinya dan bagi orang-orang
yang memiliki kekurangan tertentu.

B. Pendidikan inklusif

1. Pengertian pendidikan inklusif

Pendidikan Inklusif adalah suatu filosofi pendidikan dan sosial. Dalam pendidikan
inklusif, semua orang adalah bagian yang berharga dalam kebersamaan, apa pun perbedaan
mereka. Pendidikan inklusif berarti bahwa semua anak, terlepas dari kemampuan maupun
ketidakmampuan mereka, jenis kelamin, status sosial-ekonomi, suku, latar belakang budaya
atau bahasa dan agama menyatu dalam komunitas sekolah yang sama.

Pendidikan inklusif merupakan pendekatan yang memerhatikan cara


mentransformasikan sistem pendidikan, sehingga dapat Merespon keanekaragaman peserta
didik yang memungkinkan guru dan peserta didik merasa nyaman dengan keanekaragaman
tersebut, serta melihatnya lebih sebagai suatu tantangan dan pengayaan dalam lingkungan
belajar dari pada melihatnya sebagai suatu problem.3

Merujuk pada pendapat Slavin (2009:248), yang dimaksud dengan pendidikan inklusi
(inclusive education) adalah penyatuan pembelajaran bagi anak yang mempunyai
ketidakmampuan atau berisiko mengikuti pembelajaran di dalam lingkungan pendidikan
umum, dengan diberikan bantuan yang tepat.

Pendidikan inklusif di Indonesia, ditandai dengan adanya deklarasi menuju


pendidikan inklusif yang merupakan suatu bentuk landasan yuridis atau landasan kebijakan
bagi penyelenggaraan pendidikan yang mengintegrasikan antara layanan pendidikan anak
normal dengan anak dengan kebutuhan khusus dalam satu lembaga pendidikan di Indonesia.
Berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan yang segregatif-eksklusif menuju pendidikan yang
integratif-inklusif, terdapat beberapa peristilahan yang perlu dipahami terlebih dahulu, yaitu:
3
Muhammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif (Konsep dan Aplikasi), (Yogyakarta: Ar Ruzz

Media, 2013) h. 30

12
Pendidikan segregatif adalah pendidikan yang memisahkan anak-anak dengan
kebutuhan khusus dari anak-anak lain. Pada umumnya anak-anak dengan kebutuhan khusus
ditempatkan di sekolah khusus atau sekolah luar biasa. Penempatan anak-anak dengan
kebutuhan khusus tersebut dilakukan secara eksklusif artinya anak-anak dengan kebutuhan
khusus yang boleh bersekolah di sekolah khusus tersebut. Sekolah yang hanya memberikan
layanan bagi anak lantib dan berbakat (gifted dan talented) atau yang sering disebut sekolah
unggulan sesungguhnya juga termasuk sekolah atau sekolah luar biasa, tetapi sekolah
semacam itu tidak ada yang mau disebut sekolah luar biasa (Mulyono, 1999:120).

Pendidikan integratif, memiliki makna yang beragam, tetapi dalam konteks pendidikan
integratif adalah pendidikan yang mengintegrasikan anak-anak dengan kebutuhan khusus
bersama anak-anak lainya pada umumnya dalam satu sistem persekolahan (Mulyono,
1999:118). Sekolah integratif menuntut sikap inklusif bagi para guru, orang tua, dan sesama
anak, yaitu sikap yang terbuka bagi siapa saja dan sikap yang menghargai pluralitas.
Pendidikan integratif-inklusif ini selanjutnya disebut pendidikan inklusif saja karena dalam
pendidikan inklusif telah terkandung makna integratif.4

Maka dapat disimpulkan bahwa Sekolah inklusif adalah satuan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan bagi semua peserta didik pada sekolah yang sama tanpa
diskriminasi, ramah dan humanis untuk mengoptimalkan pengembangan potensi semua
peserta didik agar menjadi insan yang berdaya guna dan bermartabat. Suatu penyelenggaraan
pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan khusus semua peserta didik, untuk itu
sekolah perlu melakukan berbagai modifikasi dan/atau penyesuaian, mulai dari kurikulum,
sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran, serta sistem
penilaiannya.

2. Prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan inklusif

Penyelenggaraan pendidikan inklusif didasarkan pada beberapa prinsip sebagai


berikut.

1) Prinsip pemerataan dan peningkatan mutu


Pendidikan inklusif merupakan filosofi dan strategi dalam upaya pemerataan
kesempatan memperoleh layanan pendidikan dan peningkatan mutu pendidikan yang

4
Nurani Yuliani, 2019, perspektif baru konsep dasar pendidikan anak usia; dini, campustaka Jakarta Barat hal.170-173

13
memungkinkan dapat memberikan akses pada semua anak dan menghargai
perbedaan.
2) Prinsip keberagaman
Adanya perbedaan individual dari sisi kemampuan, bakat, minat, serta kebutuhan
peserta didik, sehingga pendidikan hendaknya diupayakan untuk menyesuaikan
dengan kebutuhan dan karakteristik individual peserta didik.
3) Prinsip kebermaknaan
Pendidikan inklusif harus menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang ramah,
menerima, keragaman dan menghargai perbedaan, serta bermakna bagi kemandirian
peserta didik.
4) Prinsip keberlanjutan
Pendidikan inklusif diselenggarakan secara berkelanjutan pada semua jenis, jalur dan
jenjang pendidikan
5) Prinsip keterlibatan
Penyelenggaraan pendidikan inklusif harus melibatkan seluruh komponen pendidikan
terkait.

3. Penyelenggaraan pendidikan inklusif

Terlepas dari kenyataan bahwa model inklusi merupakan sekolah yang konsisten
dengan gagasan keadilan sosial yang mendukung prinsip normalitas, ada banyak keuntungan
yang diperoleh dari sekolah inklusi ini. Sekolah inklusi dianggap dapat memberi berbagai
manfaat baik masyarakat umum maupun bagi anak luar biasa sendiri. Masyarakat akan mulai
mau menerima keberadaan anak luar biasa. Selain itu di sekolah inklusi juga memungkinkan
anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak normal, dan diperlakukan
selayaknya anak normal (IG.A.K. Wardani, 2011:1.36). Dengan adanya penyelenggaraan
pendidikan inklusif juga haru memiliki kriteria, prosedur pendidikan, serta metode agar
proses pembelajarannya menjadi stabil diantaranya sebagai berikut:5

1) Kriteria atau persyaratan Calon Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif

5
Kemendikbud. (2009). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 tahun 2009 tentang
Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

14
a. Kesiapan sekolah untuk menyelenggarakan program pendidikan inklusif (kepala
sekolah, komite sekolah, guru, peserta didik, dan orang tua).
b. Terdapat peserta didik berkebutuhan khusus di lingkungan sekolah.
c. Tersedia GPK, baik yang berstatus guru tetap atau guru yang diperbantukan dari
lembaga lain, atau berkesanggupan menyediakan guru GPK.
d. Komitmen terhadap penuntasan wajib belajar dengan bukti surat penyataan.
e. Memiliki jaringan kerjasama dengan lembaga lain yang relevan.
f. Tersedia sarana penunjang yang dapat diakses oleh semua peserta didik.
g. Pihak sekolah telah memperoleh sosialisasi tentang pendidikan inklusif.
h. Memenuhi ketentuan prosedur administrasi yang ditetapkan pada masing-masing
wilayah.

2) Prosedur Pendirian

Pemerintah Kabupaten/Kota menunjuk minimal satu satuan sekolah dasar (SD) dan satu
satuan sekolah menengah (SMP) pada setiap kecamatan sebagai penyelenggara pendidikan
inklusif. Sekolah tersebut wajib menerima peserta didik berkelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Selanjutnya diterbitkan surat penetapan sebagai sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
Implikasinya Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban: (1) menjamin terselenggaranya
pendidikan inklusif sesuai dengan kebutuhan peserta didik; (2) menjamin tersedianya sumber
daya pendidikan inklusif pada satuan pendidikan yang ditunjuk.

Sekolah yang tidak ditunjuk Pemerintah Kabupaten/Kota, baik negeri maupun swasta, dapat
juga menyelenggarakan pendidikan inklusif dengan mekanisme sebagai berikut.

a. Sekolah mengajukan proposal penyelenggaraan pendidikan inklusif kepada Dinas


Pendidikan Kabupaten/Kota
b. Dinas pendidikan Kabupaten/Kota melakukan penilaian kelayakan (portofolio dan
visitasi lapangan)
c. Bagi sekolah yang dinyatakan layak menyelenggarakan pendidikan inklusif,
selanjutnya diterbitkan surat penetapan sebagai sekolah penyelenggara pendidikan
inklusif.

15
3) Metode Pembinaan, Monitoring dan Pelaporan
a) Pembinaan Sekolah Inklusif
Untuk menjaga dan meningkatkan mutu layanan pada sekolah penyelenggara
pendidikan inklusif, maka Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban melakukan
pembinaan kepada semua sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, baik negeri
maupun swasta. Pelaksanaan pembinaan oleh jajaran Dinas Pendidikan Kabupaten/
Kota dengan melibatkan kelompok kerja pendidikan inklusif, asosiasi pendidikan
inklusif, organisasi profesi, maupun lembaga lain terkait.
b) Monitoring
Kegiatan monitoring dimaksudkan untuk mengawal keterlaksanaan penyelenggaraan
program pendidikan inklusif. Hasil monitoring dipergunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam meningkatkan mutu layanan pendidikan inklusif. Materi
monitoring meliputi aspek: manajemen, proses pendidikan, dan pengembangan
sekolah. Kegiatan monitoring dilaksanakan secara berkala, minimal satu kali dalam
satu tahun. Monitoring dilaksanakan oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus
dan Layanan Khusus, Dinas Pendidikan Provinsi dan Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota. Untuk mengoptimalkan hasil monitoring dalam pelaksanaannya
dapat melibatkan lembaga lain terkait, diantaranya POKJA Pendidikan Inklusif,
organisasi profesi dan perguruan tinggi khususnya LPTK PLB.
c) Pelaporan
Setiap penyelenggara pendidikan inklusif diwajibkan membuat laporan tertulis kepada
atasan langsung dan tembusannya dikirimkan kepada Direktorat Pembinaan
Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus. Laporan tersebut sekurang- Kurangnya
memuat tentang: (1) peserta didik; (2) kurikulum yang digunakan; (3) sarana
prasarana; (4) tenaga pendidik dan kependidikan; (5) proses pembelajaran; (6) hasil
evaluasi, serta permasalahan-permasalahan yang dihadapi. Setiap sekolah inklusif
dapat mengembangkan format laporan sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada
lingkungan lembaga setempat.

Dengan demikian pendidikan inklusif merupakan pendidikan yang diselenggarakan


dan diperuntukkan tidak hanya mereka anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus atau
keluarbiasaan tetapi juga diintegrasikan bersama anak-anak normal pada umumnya. Buku
pedoman umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi Direktorat PSLB diuraikan bahwa
tujuan penyelenggaraan pendidikan inklusi di indonesia adalah:

16
a. Untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak mendapatkan
pendidikan yang layak sesuai dengan kebutuhannya, termasuk anak-anak
berkebutuhan khusus.
b. Membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar
c. Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan
angka tinggal kelas dan putus sekolah.
d. Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak
diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran.
e. Memenuhi amanah konstitusi. (Kemendikbud, 2017b).6

C. Kurikulum pendidikan inklusif


Pengertian kurikulum banyak ragamnya tergantung di mana tempat kurikulum, itu
akan digunakan, ke mana tujuan pendidikan diarahkan, bahan dan strategi apa yang
digunakan, serta bagaimana penilaiannya. Menurut Edward A. Krug (1960). "A curriculum
consist of the means used to achive or carry out given purposes of schooling" atau kurikulum
adalah cara-cara atau usaha untuk mencapai tujuan persekolahan. Sementara menurut Hilda
Taba (Nasution, 1999) kurikulum adalah cara untuk mempersiapkan anak agar berpartisipasi
secara produktif sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu kurikulum terdiri atas tujuan
dan sasaran, seleksi dan organisasi isi pelajaran. bentuk dan kegiatan pembenaran, serta
evaluasinya.7

Kurikulum di sekolah inklusif menggunakan kurikulum sekolah reguler (kurikulum


nasional) yang dimodifikasi (diimprovisasi) sesuai dengan tahap perkembangan anak
berkebutuhan khusus dengan mempertimbangkan Pengembang Kurikulum dan implementasi
Pendidikan inklusi di Sekolah Dasar karakteristik (ciri-ciri) dan tingkat kecerdasannya:
Modifikasi kurikulum harus dibuat dan disesuaikan dengan kebutuhan anak di kelas mulai
dari modifikasi proses pembelajaran sampai evaluasi yang dilakukan.

6
Kemendikbud. (2017b). Petunjuk Teknis Pelibatan Orang Keluarga pada Penyelenggaraan Sekolah Luar Biasa.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

7
Hamalik, O. 2012. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya

17
Modifikasi kurikulum pendidikan inklusif dapat dilakukan oleh Tim Pengembang
Kurikulum yang terdiri atas guru-guru yang mengajar di kelas inklusif bekerja sama dengan
berbagai pihak yang terkait, terutama guru pembimbing khusus. Dalam menentukan
kurikulum, sebelumnya dilakukan asesmen awal untuk mengetahui kemampuan dan
keterampilan anak sesuai dengan tingkatannya.

Kurikulum PAUD inklusi menggunakan kurikulum PAUD reguler yang mengacu pada
Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak (STPPA) berdasar Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional nomor 146 tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 PAUD, juga
mengembangkan Kurikulum Modifikasi dengan adanya Program Pembelajaran Individual
bagi anak berkebutuhan khusus. Kurikulum PAUD inklusi disusun agar dapat mengakomodir
semua kebutuhan anak. Kurikulum PAUD inklusi yang digunakan menggunakan kurikulum
reguler yang telah dimodifikasi sesuai dengan tahap perkembangan ABK, dengan
mempertimbangkan karakteristik dan tingkat berat ringannya gangguan yang dialami ABK.
Secara umum implementasi kurikulum PAUD Inklusi dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Bentuk kurikulum PAUD inklusi yang dikembangkan mengikuti prosedur mulai dari
tahapan identifikasi ABK, asesmen, penyusunan kurikulum PAUD inklusi,
pelaksanaan kurikulum dan evaluasi. Penyusunan kurikulum PAUD inklusi
berdasarkan jenis gangguan, tingkat berat ringannya gangguan dan hasil asesmen
yang telah dilakukan. Bentuk kurikulum dikembangkan sesuai dengan aspek
perkembangan nilai agama dan moral, perkembangan fisik motorik, perkembangan
kognitif, perkembangan bahasa, perkembangan sosial emosional dan seni.
b. Kurikulum PAUD inklusi telah menstimulasi perkembangan sesuai dengan tahap
perkembangan masing-masing anak. Bagi siswa non ABK, dengan adanya kurikulum
inklusi membuat mereka lebih menunjukkan sikap toleransi dan empati.
c. Faktor penghambat dalam implementasi kurikulum PAUD inklusi meliputi (1)
minimnya informasi berkaitan dengan kurikulum PAUD inklusi dari pemerintah. (2)
latar belakang pendidikan guru belum semuanya memenuhi standar yang ditetapkan
oleh pemerintah. (3) ketersediaan buku-buku referensi tentang kurikulum PAUD
inklusi dan pemahaman guru tentang implementasi kurikulum PAUD inklusi masih
terbatas.

Faktor pendukung dalam implementasi kurikulum PAUD inklusi adalah:

18
1) Kerjasama secara menyeluruh mempermudah orang tua, guru dan terapi untuk
memberikan pendidikan secara menyeluruh dan terintegrasi.
2) kemauan dan kerja keras guru-guru untuk terus berusaha mempelajari karakteristik ABK
dan cara memberikan pendidikan di sekolah yang sesuai dengan kebutuhan dan tahap
perkembangan anak.
3) dukungan dari seluruh orang tua murid, pemerintah dan organisasi pemerhati ABK
memberi pengaruh dan informasi yang berguna bagi penanganan ABK. Dan
4) antusiasme dan semangat guru untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam
mengajar ABK, melalui kegiatan rutin bedah buku, serta mengikuti berbagai pelatihan,
seminar dan workshop.

Kurikulum dalam pandangan lain juga berpendapat mengenai pendidikan inklusif


berdasarkan kurikulum paud meliputi kurikulum akademik dan khusus yaitu sebagai berikut:

1. Kurikulum Akademik

Satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif menggunakan kurikulum tingkat


satuan pendidikan yang mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan peserta didik sesuai
dengan kecerdasan, bakat, minat dan potensinya. Alternatif jenis/model kurikulum sekolah
inklusif dijabarkan pada tabel berikut.

19
Kurikulum akomodatif adalah kurikulum standar nasional yang disesuaikan dengan
bakat, minat dan potensi peserta didik berkebutuhan khusus. Pengembangan kurikulum
akomodatif ini dilakukan oleh masing-masing satuan pendidikan penyelenggara pendidikan
inklusif. Sasaran pengembangan kurikulum akomodatif difokuskan pada aspek tujuan,
(Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), Indikator), materi, proses maupun
evaluasinya. Penerapan kurikulum akomodatif dapat memanfaatkan model penyelarasan

20
kurikulum yang dilakukan dalam bentuk eskalasi, duplikasi, modifikasi, substitusi, dan omisi,
seperti tertuang pada gambar berikut.

Keterangan:

eskalasi (escalation) = kenaikan, duplikasi (duplicating) = peniruan, modifikasi


(modification) = perubahan, subtitusi (substitution) = penggantian, dan omisi (omission) =
penghapusan.

a. Model Eskalasi
Eskalasii (escalation) berarti kurikulum standar nasional dinaikkan tingkat kualifikasi
materinya baik secara horizontal maupun vertikal sesuai dengan tuntutan potensi
siswa cerdas istimewa dan/atau bakat istimewa. Penaikan tuntutan kurikulum standar
nasional secara vertikal berarti materi kurikulum bagi siswa cerdas istimewa dan atau
bakat istimewa tingkat kesukarannya dinaikkan. Sedangkan Penaikan tuntutan
kurikulum standar nasional secara horizontal berarti materi kurikulum bagi siswa
cerdas istimewa dan atau bakat istimewa diperluas. Tujuan eskalasi kurikulum standar
nasional adalah agar siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa
dapat berkembang secara optimal. Implikasi dari eskalasi kurikulum standar nasional
ini memungkinkan siswa cerdas istimewa dan/atau bakat istimewa secara kronologis
waktu belajarnya sama dengan siswa lain, tetapi perolehan hasil belajarnya lebih luas
dan lebih dalam, sehingga dimensi sosial psikologisnya tetap dapat tumbuh dan
berkembang secara natural.
b. Model Duplikasi
Duplikasi artinya meniru atau menggandakan. Duplikasi kurikulum adalah cara
pengembangan kurikulum bagi peserta didik berkebutuhan khusus dengan
menggunakan kurikulum standar nasional yang berlaku bagi peserta didik reguler
pada umumnya. Model duplikasi dapat diterapkan pada empat komponen utama
kurikulum, yaitu tujuan, isi, proses, dan evaluasi. Duplikasi tujuan berarti tujuan-
tujuan pembelajaran yang diberlakukan kepada peserta didik reguler juga
diberlakukan kepada peserta didik berkebutuhan khusus. Dengan kata lain, standar
kompetensi lulusan (SKL), Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), dan
Indikator keberhasilan yang berlaku bagi peserta didik reguler juga berlaku bagi
peserta didik berkebutuhan khusus. Duplikasi isi/materi berarti materi-materi
pembelajaran yang diberlakukan kepada peserta didik reguler, juga diberlakukan

21
secara sama kepada peserta didik berkebutuhan khusus. Peserta didik berkebutuhan
khusus memperoleh informasi, materi, pokok bahasan atau sub pokok bahasan yang
sama seperti yang disajikan kepada peserta reguler.
Duplikasi proses berarti peserta didik berkebutuhan khusus menjalani kegiatan atau
pengalaman belajar mengajar yang sama dengan peserta didik reguler, mencakup
kesamaan dalam metode mengajar, lingkungan/setting belajar, waktu belajar, media
belajar, atau sumber belajar.
Duplikasi evaluasi berarti peserta didik berkebutuhan khusus menjalani proses
evaluasi/penilaian yang sama seperti yang diberlakukan kepada peserta didik regular,
mencakup kesamaan dalam soal-soal ujian, waktu evaluasi, teknik/cara evaluasi, atau
kesamaan dalam tempat/lingkungan evaluasi dilaksanakan.
c. Model Modifikasi
Modifikasi artinya merubah untuk disesuaikan. Modifikasi kurikulum bagi peserta
didik berkebutuhan khusus dikembangkan dengan cara merubah kurikulum standar
nasional yang berlaku bagi peserta didik reguler untuk disesuaikan dengan
kemampuan peserta didik berkebutuhan khusus. Dengan demikian, peserta didik
berkebutuhan khusus menjalani kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuannya. Modifikasi terjadi pada empat komponen utama pembelajaran, yaitu:
tujuan, materi, proses, dan evaluasi. Modifikasi tujuan berarti tujuan pembelajaran
kurikulum standar nasional dirubah untuk disesuaikan dengan kondisi peserta didik
berkebutuhan khusus. Konsekuensinya peserta didik berkebutuhan khususkan
memiliki rumusan kompetensi sendiri yang berbeda dengan peserta didik reguler, baik
yang berkaitan dengan SKL, SK, KD, maupun indikator. Modifikasi isi materi berarti
merubah materi pembelajaran peserta didik reguler untuk disesuaikan dengan
kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus. Dengan demikian peserta didik
berkebutuhan khusus mendapatkan sajian materi sesuai dengan kemampuannya.
Modifikasi materi meliputi keluasan, kedalaman, dan/atau tingkat kesulitan. Artinya
peserta didik berkebutuhan khusus mendapatkan materi pembelajaran yang tingkat
kedalaman, keluasan, dan kesulitannya berbeda (lebih rendah) dari materi yang
diberikan kepada peserta didik reguler . Modifikasi proses berarti kegiatan
pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus berbeda dengan kegiatan
pembelajaran peserta didik reguler. Metode atau strategi pembelajaran yang
diterapkan pada peserta didik reguler tidak diterapkan kepada peserta didik
berkebutuhan khusus. Jadi, mereka memperoleh strategi pembelajaran khusus yang

22
sesuai dengan kemampuannya. Modifikasi proses dalam kegiatan pembelajaran,
meliputi penggunaan metode mengajar, lingkungan/setting belajar, waktu, media,
sumber belajar, dll.
Modifikasi evaluasi berarti merubah sistem evaluasi/penilaian untuk disesuaikan
dengan kondisi peserta didik berkebutuhan khusus. Dengan kata lain peserta didik
berkebutuhan khusus menjalani sistem evaluasi/penilaian yang berbeda dengan
peserta didik reguler lainnya. Perubahan bisa berkaitan dengan perubahan dalam soal-
soal ujian, perubahan dalam waktu evaluasi, teknik/cara evaluasi atau tempat evaluasi
dll. Perubahan kriteria kelulusan, sistem kenaikan kelas, bentuk rapot, ijazah termasuk
bagian-bagian modifikasi evaluasi.
d. Model Substitusi
Substitusi berarti mengganti. Substitusi kurikulum bagi peserta didik berkebutuhan
khusus berarti mengganti isi kurikulum standar nasional dengan materi yang lain.
Penggantian dilakukan karena isi kurikulum nasional tidak memungkinkan
diberlakukan kepada anak berkebutuhan khusus , tetapi masih bisa diganti dengan hal
lain yang kurang lebih sepadan ( memiliki nilai sama ). Substitusi bisa terjadi pada
tujuan pembelajaran, materi, proses, atau evaluasi.
e. Model Omisi
Omisi artinya menghilangkan. Model kurikulum omisi berarti menghilangkan
sebagian/keseluruhan isi kurikulum standar nasional karena tidak mungkin diberikan
kepada peserta didik berkebutuhan khusus. Dengan kata lain omisi berarti isi
sebagian/keseluruhan kurikulum standar nasional tidak diberikan kepada peserta didik
berkebutuhan khusus karena terlalu sulit/tidak sesuai. Penerapan model-model
kurikulum akomodatif, hendaknya mempertimbangkan keberagaman peserta didik
berkebutuhan khusus berdasarkan kemampuan intelektualnya (di atas rerata, rerata, di
bawah rerata). Contoh peserta didik diatas rerata mengalami hambatan belajar
disebabkan kelainan (ATN, ATR, ATD, Autis, ADHD, gangguan perilaku dan sosial,
dsb.) menerapkan model Duplikasi/Modifikasi + pendampingan GPK + pengayaan.
Peserta didik yang memiliki kemampuan rerata dan mengalami kesulitan belajar
menerapkan model Duplikasi/Modifikasi + Remedi/Ruang Sumber. Peserta didik
berkebutuhan khusus di bawah rerata (ATG) menerapkan model Omisi + Kelas
Khusus.

23
2. Kurikulum Kekhususan

Layanan kekhususan adalah intervensi khusus berdasarkan kelainan atau kebutuhan khusus
peserta didik untuk mengatasi kelainan yang disandangnya atau mengoptimalkan potensi
khusus yang perlu dikembangkan. Bentuk layanan kekhususan diantaranya adalah sebagai
berikut (a) Baca tulis Braille (b) Orientasi Mobilitas (OM),(c) Bina Komunikasi (d). Bina
Persepsi Bunyi Irama (e). Bina Diri (f). Okupasi (g). Bina gerak (h). Bina pribadi dan social
(I). Modifikasi perilaku.

D. Pembelajaran dan evaluasi dalam pendidikan inklusif


1. Pengelolaan kelas dan Kegiatan Pembelajaran

Pengelolaan kelas dan kegiatan pembelajaran di sekolah inklusif dapat dilaksanakan sebagai
berikut.

1. Sistem Pengelolaan Kelas

a. Kelas Reguler Penuh

Di kelas reguler penuh peserta didik berkebutuhan khusus belajar bersama-sama peserta
didik reguler. Kurikulum standar nasional yang berlaku bagi peserta didik reguler juga
berlaku bagi peserta didik berkebutuhan khusus.

b. Kelas Reguler dengan Guru Pembimbing Khusus

Di Kelas reguler dengan Guru pembimbing khusus peserta didik berkebutuhan khusus
belajar bersama-sama dengan peserta didik reguler dengan menggunakan kurikulum standar
nasional, namun peserta berkebutuhan khusus memperoleh layanan khusus dari guru/GPK.
Model pengelolaannya adalah: (1) Jika pada saat pembelajaran di kelas terdapat GPK, maka
guru kelas/guru mata pelajaran melaksanakan pembelajaran klasikal pada umumnya, juga
menerapkan pembelajaran individual untuk materi tertentu disesuaikan dengan kebutuhan
peserta didik. Contoh: mengajarkan peta Indonesia kepada tunanetra, maka guru harus
menyediakan peta timbul; (2) GPK selama pembelajaran berlangsung berperan sebagai
pendamping (mengarahkan dan membimbing) peserta didik berkebutuhan khusus agar dapat
mengikuti dan berpartisipasi dalam pembelajaran.

c. Kelas Khusus di Sekolah Reguler

24
Kelas khusus merupakan salah satu sistem layanan di sekolah inklusif dengan cara
memisahkan peserta didik berkebutuhan khusus di kelas tersendiri dari peserta didik reguler.
Sebagian besar pelaksanaan pembelajaran mereka di kelas tersendiri tersebut. Untuk
beberapa kegiatan/program pembelajaran tertentu mereka diikutsertakan di kelas reguler.

2. Kegiatan pembelajaran

a. Perencanaan Pembelajaran

1) Guru sekolah inklusif mengembangkan perangkat pembelajaran (Silabus dan RPP) dengan
mempertimbangkan perbedaan individu.

2) Penyusunan perangkat pembelajaran (Silabus, RPP, LKS, LP, dan Materi) bagi ABK
mempertimbangkan hasil asesmen dan atau masukan melibatkan pihak-pihak terkait, seperti;
GPK, Psikolog, Dokter, dan orang tua dan lainnya.

3) Peserta didik yang memiliki kecerdasan istimewa dan bakat istimewa menggunakan
kurikulum akomodatif sesuai karakteristik dan potensinya

b. Pelaksanaan Pembelajaran

1) Guru mengorganisasi kelas sesuai kebutuhan peserta didik dalam setting kelas inklusif.

2) Guru menyampaikan pembelajaran mengacu pada standar proses (elaborasi, eksplorasi,


konfirmasi) dengan menerapkan strategi yang variatif dan pakem sesuai karakteristik dan
kebutuhan peserta didik yang beragam.

3) Guru menggunakan media pembelajaran yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan peserta
didik yang beragam.

4) Guru memberikan tugas-tugas dan atau lembar kerja siswa yang beragam sesuai dengan
karakteristik dan kebutuhannya.

25
3. Kegiatan evaluasi pembelajaran

Evaluasi membuat keputusan-keputusan, baik yang berupa angka (hasil tes) dan/atau
deskripsi naratif (hasil observasi). Proses sistematis evaluasi/penilaian meliputi, tahapan
perencanaan, pengumpulan informasi disertai bukti pencapaian hasil belajar, pelaporan, dan
penggunaan informasi hasil belajar peserta didik. Penilaian/evaluasi meliputi penilaian proses
dan produk. Prosedur penilaian meliputi penilaian: tertulis, sikap, kinerja/produk, portofolio,
projek, dan unjuk kerja (performance). Model evaluasi/penilaian sekolah inklusif harus
disesuaikan dengan jenis kurikulum yang dipergunakan (kurikulum standar atau akomodatif).

26
BAB III

PENUTUP

A.KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:

1. Semua warga negara berhak memperoleh pendidikan baik bagi anak normal maupun anak
berkebutuhan khusus, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 dan dipertegas
dalam PermenDiknas nomor 70 Tahun 2009 dengan memberi peluang kepada anak
berkebutuhan khusus untuk sekolah di sekolah reguler.

2. Sekolah inklusi adalah sebuah pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus tanpa
memandang kondisi fisik, intelegensi, sosial, emosional, dan kondisinya lainnya seperti
memiliki potensi keceradasan dan bakat istimewa untuk belajar bersama dengan anak-anak
normal di sekolah reguler.

3. Manfaat yang diperoleh dari inklusi salah satunya adalah Sekolah inklusi dipandang paling
efektif untuk melawan sikap diskriminatif, menciptakan masyarakat yang mau menerima
kedatangan anak luar biasa, dan mencapai pendidikan untuk semua. Di dalam kelas inklusi
yaanak berkebutuhan khusus memperoleh perlakuan yang sama seperti anak normal. Sikap
terbuka dari teman-teman sebaya dan guru di sekolah inklusi mempengaruhi self esteem
anak. Anak akan memiliki self esteem yang tinggi. Sehingga mereka bisa mengembangkan
potensi yang mereka miliki tetapi tetap sadar akan kekurangan pada dirinya.

4. Mengembangkan model pendidikan bagi guru merupakan salah satu alternative untuk
mengurangi tantangan dalam penyelenggaraan sekolah inklusi. Dengan cara memberikan
materi atau pelatihan tentang anak berkebutuhan khusus. Guru merupakan tokoh sentral
dalam melakukan perubahan, sehingga dibutuhkan komitmen, pengetahuan, dan dukungan
dari guru kelas reguler untuk meningkatkan kesadarannya dalam mengembangkan sekolah
inklusi.

B. SARAN
Berdasarkan pembahasan materi di atas maka kami sebagai kelompok 11 bertujuan
untuk meminta saran kepada pembaca atas kekurangan materi kami baik penulisan,

27
pembahasan, dan sebagainya, agar kami dapat membuat makalah yang lebih baik lagi
Baiklah Sekian kami ucapkan Terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA

Kemendikbud. (2017b). Petunjuk Teknis Pelibatan Orang Keluarga pada


Penyelenggaraan Sekolah Luar Biasa. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Muhammad Takdir Ilahi, Pendidikan Inklusif (Konsep dan Aplikasi), (Yogyakarta:


Ar Ruzz

Media, 2013) h. 30

Hamalik, O. 2012. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja


Rosdakarya

Dinar W.a. 2020, pengembangan kurikulum dan implementasi pendidikan inklusif di


sekolah dasar, PT Kanisius Yogyakarta hal. 37 -38

Nurani Yuliani, 2019, perspektif baru konsep dasar pendidikan anak usia; dini,
campustaka Jakarta Barat hal.170-173

Kemendikbud. (2009). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia


Nomor 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki
Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.

Harahap, Musaddad. Refleksi Dinamika Kebebasan Akademis dalam Pendidikan


Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam Al-Thariqah 1.1 (2017): 87-103.

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,


Jakarta: Lentera Hati, 2002.

28

Anda mungkin juga menyukai