Anda di halaman 1dari 69

MAKALAH

PENDIDIKAN ISLAM INKLUSIF

Disusun dalam memenuhi tugas mata kuliah ilmu Pendidikan islam

Dosen pengampu :

Didin Srojuddin M.Pdi

Disusun Oleh:

Khaerul Umam Fawazi 2201012447

Izzaturrohmah 2201012597

Siti Sholihatin Ulumiah 2201012432

Lia Rahma Safitri 2202022562

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS KH.A.WAHAB CHASBULLAH


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur selalu kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang
selalu memberikan rahmat, taufiq, hidayah dan petunjuk hingga selesainya
artikel ILMU PENDIDIKAN ISLAM “Pendidikan Islam Inklusif”.

Terima kasih kepada dosen DIdin Sirojuddin M.Pd. panduan studi


pendidikan Islam kami dan tidak lupa semua pihak yang membantu dan
mendorong kami untuk menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh


karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca untuk
perbaikan dan peningkatan kualitas majalah yang akan datang sangat berharga
bagi kami.

Untuk itulah artikel ini kami siapkan, dan semoga dapat bermanfaat
bagi kita semua dan menjadi sumber referensi tambahan bagi penulis
publikasi serupa di masa mendatang.

Jombang,22,mei 2023

Penyusun

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................

DAFTAR ISI.........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................

A. Latar belakang.............................................................................................
B. Rumusan masalah........................................................................................
C. Tujuan masalah...........................................................................................

BAB II PEMBAHSAN..........................................................................................

1. Pengertian Pendidikan inklusif...................................................................


2. Landasan penyelenggaraan Pendidikan inklusif.......................................
3. Model-model Pendidikan inklusif...............................................................
4.Pendidikan Inklusif dalam Islam.................................................................

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................

A.KESIMPULAN.............................................................................................
B. SARAN..........................................................................................................

DAPTAR PUSTAKA...........................................................................................

III
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Indonesia ialah negara yang berpotensial dalam berbai
area, galat satunya ialah Pendidikan Indonesia wajib pada
sesuaikan dengan kondisi kekinian. .Keniscayaan akan design
pendidikan yang lebih baik telah menjadi "kewajiban" bersama
dalam usaha merealisasikannya. Melakukan suatu usaha
pembebasan terhadap pendidikan yang selama ini banya
diwarnai dengan nilai yang menghegemoni kreativitas berfikir
murid sudah mengharuskan kita berusaha merubah sambil
menyampaikan konsep baru ihwal pendidikan yang sebenarnya.
memberikan sepenuhnya peluang pada murid pada rangka
pengembangan kemampuannya sesuai dengan ability nya, akan
berimplikasi positif bagi pertumbuhan dan perkembangannya
secara alamiah (nature).1

Di sisi lain, akses mendapatkan pendidikan merupakan


kebutuhan dasar bagi semua warga negara. Artinya bahwa
pemerintah mempunyai kewajiban menjamin terwujudnya
konsep schooling for All (EFA) bagi warganya. Di samping itu
1
Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2005), xiv

1
pemerintah juga berkewajiban secara terus menerus melakukan
berbagai upaya dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan
rakyat. Apalagi bila merujuk kepada HDI pada tahun 2011
Indonesia berada di No.124 dari 187 Negara, sedangkan di Asia
Pasifik, Indonesia berada di No.12 dari 21 Negara.2

Ini membagikan bahwa kualitas bangsa kita masih


belum mampu sejajar buat tak berkata belum mampu bersaing
dengan negara lain. oleh sebab itu pemerintah harus melakukan
upaya secara kontinyu buat mewujudkan upaya peningkatan
kualitas seperti pada sebut pada atas. keliru satu perseteruan
mendasar pada global pendidikan Indonesia merupakan
aksestabilitasnya buat menerima haknya sebagai warga Negara
yang dijamin sang UUD. Disinyalir masih poly anak usia
sekolah belum dapat mengenyam bangku sekolah. Belum lagi
banyak sekali problem yg tak jarang mendera dunia pendidikan
kita. Mulai dari wahana prasana yang tidak layak, kualitas sdm
yg rendah, sumber belajar yg terbatas, aneka macam konflik yg
mendera terkait keabsahan lahan sekolah serta akhir ini yg
marak serta menjadi perhatian publik adalah tawuran
antarpelajar serta lain sebagainya.
2
http://datakesra.menkokesra.go.id/content/hdi-dindonesia-2011 diakses
27 Maret 2013

2
pada antara permasalahan tadi merupakan realitas masih
banyaknya siswa yang berkategori mempunyai keterbatasan
fisik juga mental. dia tidak mendapatkan hak pendidikan serta
pengajaran sebagaimana yang dinikmati oleh anak yang typical
lainnya. istilah yang biasa digunakan bagi mereka merupakan
disabel atau difabel. Information baru yg dirilis Kementerian
Kesehatan 2010, menyebut jumlah penderita difabel mencapai
3,11 persen asal populasi penduduk atau lebih kurang 6,7 jiwa.
sementara Bila mengacu pada baku organisasi kesehatan global
WHO menggunakan persyaratan yg lebih ketat lagi tentunya,
diketahui jumlah penyandang cacat pada indonesia mencapi 10
juta jiwa. berasal jumlah itu, separo lebih merupakan anak yang
tidak atau belum mendapat kesempatan menikmati pendidikan.
Jumlah kaum tunanetra sendiri menurut information WHO tahun
2002 mencapai 1,lima% dari all out populasi, jauh lebih tinggi
daripada negara berkembang lain mirip Bangladesh (1%), India
(0,7%), Thailand (0,tiga%). Selama ini pemerintah telah
memberikan akses pendidikan bagi Anak berkebutuhan khusus
(ABK) dengan difasilitasi di sekolah SLB. tetapi keberadaan
forum itu selama ini tidak relatif memberikan fasilitas yang
memadai bagi perkembangan ABK.

3
pada sisi lain, pendidikan Islam menjadi sebuah sistem
yang secara konsep, metode juga menjadi soul sudah
diimplementasikan di madrasah, pesantren serta institusi
pendidikan Islam lainnya, merupakan sebuah keniscayaan Jika
forum pendidikan Islam berusaha melakukan aneka macam
inovasi dan pembaharuan secara menyeluruh pada rangka
menaikkan kualitasnya. Hal ini sejalan dengan kritik yang
dikemukakan sang Fazlur Rahman yg menyoroti kemunduran
pendidikan Islam seraya memberikan solusi dengan
menekankan pentingnya wangsit pemikiran menggunakan
kriteria-krieria nyata bagi keberhasilan pendidikan Islam.3

berdasarkan hal tersebut maka pendidikan inklusi selayaknya


dipertimbangkan menjadi sebuah tawaran penemuan
penyelenggaraan pendidikan pada lembaga pendidikan Islam tadi
pada atas, mengingat secara normatif bahwa pendidikan Inklusi
memiliki landasan serta pijakan yang kuat menggunakan Islam
sebagai sumber pandangan baru pendidikan Islam. goresan pena ini
berusaha mencari benang merah antara pendidikan Islam dan
pendidikan Inklusi sebagai akibatnya antara keduanya dapat
diintegrasikan pada sebuah cara lain sistem juga model pembelajaran
yg layak dilakukan atau setidaknya diuji cobakan

3
Fazlur Rahman juga lebih memilih istilah Intelektual Islam dari pada
Pendidikan Islam karena dipandang lebih elaboratif .Lihat Fazlur Rahman,
Islam and Modernity :Transformation of Intellectual Tradition (Chicago: The
Chicago University, 1982).

4
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian Pendidikan inklusif
2. Landasan penyelenggaraan Pendidikan inklusif
3. Model-medel Pendidikan inklusif
4. Pendidikan inklusif dalam islam
C. Tujuan masalah
Mengetahui dan Memahami pengertian dan landasan
hukum maupun teori-teori beserta model-model Pendidikan
inklusif, baik dalam Pendidikan nasional umumnya dan
Pendidikan islam khususnya

5
BAB II

PEMBAHSAN

1. Pengertian Pendidikan inklusif

Pendidikan inklusif merupakan salah satu bentuk


penyelenggaraan pendidikan untuk anak-anak dengan kebutuhan
khusus. Contoh lainnya adalah pendidikan segregasi dan
pendidikan terpadu. Sejarah perkembangan pendidikan inklusif
dimulai dari negara-negara Skandinavia (Denmark, Norwegia,
Swedia). Pada tahun 1960-an, Presiden Kennedy dari Amerika
Serikat mengirim ahli pendidikan khusus ke Skandinavia untuk
mempelajari pendekatan mainstreaming dan Least Prohibitive
Climate, yang ternyata sesuai untuk diterapkan di Amerika
Serikat.

Kemudian, di Inggris, pada tahun 1991, dengan melalui


Undang-Undang Pendidikan, diperkenalkan konsep pendidikan
inklusif dengan menggeser model pendidikan anak-anak dengan
kebutuhan khusus dari pendekatan segregatif ke integratif.
Permintaan untuk pendidikan inklusif di dunia semakin jelas

6
terutama setelah adanya kesepakatan internasional tentang hak-
hak anak pada tahun 1989 dan Konferensi Dunia tentang
Pendidikan pada tahun 1991 di Bangkok yang mengeluarkan
deklarasi "Training for All". Deklarasi ini mengikat semua
negara anggota konferensi untuk memberikan layanan
pendidikan yang memadai bagi semua anak tanpa terkecuali,
termasuk anak-anak dengan kebutuhan khusus.4.

Setelah Deklarasi Bangkok, pada tahun 1994 diadakan


Konvensi Pendidikan di Salamanca, Spanyol, yang
menghasilkan "Pernyataan Klarifikasi Salamanca tentang
Panduan yang Komprehensif." Konvensi ini menegaskan
pentingnya pendidikan inklusif. Secara sejalan dengan tuntutan
perkembangan pendidikan inklusif di dunia, pada tahun 2004,
Indonesia menyelenggarakan Konvensi Nasional yang
menghasilkan Deklarasi Bandung, yang menegaskan komitmen
Indonesia terhadap pendidikan inklusif.

Untuk memperjuangkan hak-hak anak dengan hambatan


belajar, pada tahun 2005 diadakan simposium internasional di

4
Baker,E.T.(1994). Metaanalysis enidence for non- inclusive Educational
practices. Disertasi. Temple University. Hlm. ii

7
Bukittinggi yang menghasilkan Rekomendasi Bukittinggi.
Rekomendasi ini menekankan pentingnya pengembangan
program pendidikan inklusif sebagai cara untuk memastikan
bahwa semua anak mendapatkan pendidikan berkualitas dan
layak. Seiring dengan perkembangan sejarah pendidikan inklusif
di dunia, Pemerintah Republik Indonesia sejak awal tahun 2000
telah mengembangkan program pendidikan inklusif. Program ini
merupakan kelanjutan dari program pendidikan terpadu yang
sebelumnya diluncurkan di Indonesia pada tahun 1980-an,
namun kurang berkembang. Baru pada tahun 2000, program ini
dihidupkan kembali mengikuti tren global dengan mengadopsi
konsep pendidikan inklusif.5

Istilah "pendidikan inklusif" atau "pendidikan inklusi"


merujuk pada konsep yang diusung oleh UNESCO dan berasal
dari konsep "Preparing for All" yang berarti pendidikan yang
ramah untuk semua. Pendekatan pendidikan inklusif bertujuan
untuk mencakup semua individu tanpa kecuali. Semua individu
memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mendapatkan
manfaat maksimal dari pendidikan, tanpa memandang

5
5 Johnsen,Berit H dan Miriam D.Skjorten.(2003) Pendidikan Kebutuhan
khusus; Sebuah Pengantar, Bandung : Unipub

8
perbedaan mereka dalam hal fisik, mental, sosial, emosional,
dan bahkan status sosial ekonomi.

Konsep pendidikan inklusif ini sejalan dengan filosofi


pendidikan nasional Indonesia yang mengakui bahwa akses
pendidikan tidak boleh dibatasi oleh perbedaan kondisi awal dan
latar belakang individu. Pendekatan inklusif tidak hanya berlaku
untuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus atau luar biasa,
tetapi berlaku untuk semua anak tanpa terkecuali.6

Pendidikan inklusif mengacu pada sistem layanan pendidikan di


mana anak-anak dengan kebutuhan khusus belajar bersama
dengan teman sebaya mereka di sekolah reguler terdekat. Tujuan
utama pendidikan inklusif adalah memberikan kesempatan yang
sebesar-besarnya kepada semua anak untuk mendapatkan
pendidikan berkualitas sesuai dengan kebutuhan individu
mereka tanpa adanya diskriminasi.

Sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif adalah


sekolah yang menerima semua murid dalam kelas yang sama.
Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak dan

6
Herawati Nenden Ineu.pendidikan inklusif. Hlm.2

9
menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan
kebutuhan setiap murid, serta mendapatkan bantuan dan
dukungan dari staf pendidikan khusus agar anak-anak dapat
berhasil.

Dalam pendidikan inklusif, sekolah perlu melakukan


penyesuaian dalam hal kurikulum, sarana dan prasarana
pendidikan, serta sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan
kebutuhan individu peserta didik. Untuk itu, identifikasi dan
penilaian yang akurat perlu dilakukan oleh tenaga terlatih atau
profesional di bidangnya untuk menyusun program pendidikan
yang sesuai dan obyektif.7.

Pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan


yang memastikan anak-anak dengan kebutuhan khusus belajar di
sekolah reguler terdekat dalam kelas yang sama dengan teman
sebaya mereka (konsep yang dikemukakan oleh Sapon Shevin
dalam O'Neil, 1994). Sekolah yang menyelenggarakan
pendidikan inklusif adalah sekolah yang menerima semua murid
dalam kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program
pendidikan yang layak, menantang, namun disesuaikan dengan
7
Ibid hlm.2

10
kemampuan dan kebutuhan masing-masing murid, serta
mendapatkan bantuan dan dukungan dari tenaga pendidik
khusus agar anak-anak dapat berhasil (konsep yang
dikemukakan oleh Stainback, 1980).

Secara umum, pendidikan inklusif bertujuan untuk


mengikutsertakan anak-anak dengan kebutuhan khusus dalam
pembelajaran bersama dengan anak-anak sebaya mereka di
sekolah reguler terdekat yang berada di wilayah tempat tinggal
mereka. Prinsip utama dari penyelenggaraan pendidikan inklusif
adalah memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada
semua anak untuk mendapatkan pendidikan berkualitas yang
sesuai dengan kebutuhan individu mereka tanpa adanya
diskriminasi.

Penyelenggaraan pendidikan inklusif mengharuskan pihak


sekolah untuk melakukan penyesuaian dalam hal kurikulum,
fasilitas pendidikan, dan sistem pembelajaran yang disesuaikan
dengan kebutuhan individu siswa. Oleh karena itu, penting
untuk melakukan identifikasi dan asesmen yang akurat oleh

11
tenaga terlatih atau profesional di bidangnya agar dapat
menyusun program pendidikan yang sesuai dan objektif.8

Kedua dalam pandangan J. David Smith, pendidikan


inklusif sangat menekankan pentingnya penilaian yang adil
terhadap setiap peserta didik, di mana setiap individu memiliki
hak dan kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan
dengan persyaratan dan fasilitas yang sama. Ini berarti bahwa
pendidikan inklusif tidak melibatkan pemisahan atau perlakuan
yang berbeda dalam fasilitas pendidikan, melainkan
mengupayakan integrasi yang realistis bagi anak-anak dengan
berbagai kendala.

Konsep inklusif dalam pandangan ini dilihat sebagai


usaha positif untuk menyatukan anak-anak dengan kendala
menggunakan cara yang realistis. Pendekatan inklusif juga dapat
berarti menerima anak-anak dengan hambatan ke dalam
kurikulum, lingkungan, dan hubungan sosial tanpa melakukan
pemisahan atau segregasi yang tidak perlu..9

8
ttp://www.csie.org.uk/inclusion/what.html., diakses 28 Maret 2013.
9
J. Dafid Smith, Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua (Bandung: Nuansa,
2009), 397-400

12
Pendekatan pendidikan inklusif yang ketiga mengacu
pada sistem layanan pendidikan di mana anak-anak
berkebutuhan khusus belajar di sekolah terdekat dalam kelas
reguler bersama teman sebayanya. Sekolah yang menerapkan
pendidikan inklusif adalah sekolah yang mengakomodasi semua
murid dalam satu sekolah yang sama. Sekolah ini menyediakan
program pendidikan yang sesuai dan menantang, namun
disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid,
serta mendapatkan bantuan dan dukungan dari tenaga pendidik
khusus agar anak-anak dapat berhasil.

Dalam pendekatan ini, pendidikan inklusif berarti


memberikan kesempatan yang setara bagi semua anak untuk
belajar bersama, tanpa memisahkan mereka berdasarkan
kebutuhan khusus. Sekolah menyediakan lingkungan yang
inklusif di mana anak-anak dengan berbagai kebutuhan belajar
dapat berinteraksi dan belajar bersama. Dalam proses ini,
mereka menerima bantuan dan dukungan yang diperlukan dari
para profesional pendidikan khusus untuk mencapai
keberhasilan dalam pendidikan.

13
Pendekatan ini menekankan pentingnya integrasi anak-
anak dengan kebutuhan khusus ke dalam lingkungan pendidikan
yang biasa, sehingga mereka dapat merasakan pengalaman
belajar yang sama dengan teman sebayanya. Tujuannya adalah
untuk menciptakan pendidikan yang inklusif, memenuhi
kebutuhan setiap anak, dan memberikan dukungan yang
diperlukan untuk kesuksesan mereka..10

Keempat Dalam pandangan Daniel P. Hallahan,


pendidikan inklusif dapat didefinisikan sebagai pendidikan di
mana semua peserta didik dengan kebutuhan khusus
ditempatkan di sekolah reguler sepanjang hari. Dalam konteks
pendidikan inklusif seperti ini, tenaga pendidik khusus memiliki
tanggung jawab penuh terhadap peserta didik dengan kebutuhan
khusus tersebut.

Pendekatan ini mengusung konsep bahwa anak-anak


dengan kebutuhan khusus harus diberikan kesempatan yang

10
Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi (Direktorat Pendidikan Luar
Biasa, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen
Pendidikan Nasional, 2005)

14
sama untuk belajar di sekolah reguler bersama dengan teman
sebaya mereka. Mereka tidak dipisahkan atau diisolasi dalam
setting pendidikan yang terpisah, tetapi menjadi bagian dari
komunitas sekolah yang lebih luas.

Dalam konteks ini, tenaga pendidik khusus memainkan


peran yang penting dalam memberikan pendampingan,
dukungan, dan bantuan yang diperlukan untuk membantu
peserta didik dengan kebutuhan khusus agar dapat mengakses
kurikulum dan menghadapi tantangan pembelajaran mereka.
Mereka bekerja sama dengan tenaga pendidik reguler dan
melibatkan diri secara aktif dalam menyediakan pendidikan
yang memenuhi kebutuhan individu peserta didik.

Pendekatan ini menekankan pada inklusi penuh dan


partisipasi peserta didik berkebutuhan khusus dalam kehidupan
sekolah sehari-hari, serta memberikan dukungan yang kontinu
untuk memastikan bahwa mereka mencapai keberhasilan dalam
pendidikan..11

11
Daniel P. Hallahan et.al.,Exceptional Learners: An Introduction to Special
Educatin (Boston: Pearson Education Inc., 2009), 53

15
kelima, dalam ensiklopedi online Wikipedia disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan pendidikan inklusi yaitu
pendidikan yang memasukkan peserta didik berkebutuhan
khusus untuk bersama-sama dengan peserta didik conventional
lainnya. Pendidikan inklusif adalah mengenai hak yang sama
yang dimiliki setiap anak. Pendidikan inklusif merupakan suatu
arrangements untuk menghilangkan penghalang yang
memisahkan peserta didik berkebutuhan khusus dari peserta
didik common agar mereka dapat belajar dan bekerja sama
secara efektif dalam satu sekolah.12

Keenam, Staub dan Peck (1995) mengemukakan bahwa


pendidikan inklusif adalah penempatan anak berkelainan tingkat
ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini
menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar
yang sesuai bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan
bagaimanapun gradasinya.13

Ketujuh, Sapon-Shevin (dalam 0'Neil, 1995) menyatakan


bahwa pendidikan inklusif sebagai sistem layanan pendidikan
mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di
12
http://en.wikipedia.org/wiki/Inclusion_%28education%29, diakses 29
Maret 2013
13
Pedoman Umum Penyelenggaran Pendidikan Inklusif.hlm. 08

16
sekolahsekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman
seusianya. Oleh karena itu, ditekankan adanya restrukturisasi
sekolah, sehingga menjadi komunitas yang mendukung
pemenuhan kebutuhan khusus setiap peserta didik. Artinya,
dalam pendidikan inklusif tersedia sumber belajar yang kaya
dan mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu: peserta didik,
ace, orang tua, dan masyarakat sekitarnya. Melalui pendidikan
inklusif, peserta didik berkebutuhan khusus dididik
bersamasama dengan peserta didik pada umumnya (run of the
mill) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
(Freiberg, 1995). Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di
dalam masyarakat terdapat anak run of the mill dan anak
berkelainan yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu
komunitas. Dari berbagai definisi di atas dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:

1. Pendidikan Inklusi menjamin tersedianya


akses pendidikan bagi mereka yang mengalami
kebutuhan khusus.

2. Mengintegrasikan pembelajaran bagi


anak berkebutuhan khusus dengan run of the mill dalam
sebuah institusi yang sama, artinya mereka tidak lagi

17
harus belajar di tempat , ace, sumber belajar, fasilitas
belajar yang berbeda.

Sedangkan menurut, Permendiknas No. 70 tahun 2009


didefinisikan sebagai sistem penyelenggaraan pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada semua peserta didik
berkelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam
lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta
didik pada umumnya. Dalam pelaksanaannya, pendidikan
inklusif bertujuan untuk memberikan kesempatan yang seluas-
luasnya kepada peserta didik berkebutuhan khusus dan
mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai
keanekaragaman, tidak diskriminatif kepada semua peserta didik
yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial, atau
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan
dan kemampuannya.14

Menurut Stainback dan Stainback (1990), sekolah


inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa pada
14
Ibid 09

18
kelas yang sama. Sekolah ini menawarkan program pendidikan
yang relevan, menantang, namun sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan setiap siswa. Di samping segalanya, sekolah inklusi
juga merupakan tempat dimana setiap siswa diterima, menjadi
bagian dari kelas dan saling membantu dengan seorang guru 09
Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif BAB II.
Pendidikan inklusif dan teman sebaya dan anggota masyarakat
lainnya untuk memenuhi kebutuhan masing-masing.15

Sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua


siswa pada kelas yang sama. Sekolah ini menawarkan program
pendidikan yang relevan, menantang, namun sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan setiap siswa. Di samping segalanya,
sekolah inklusi juga merupakan tempat dimana setiap siswa
diterima, menjadi bagian dari kelas dan saling membantu
dengan seorang guru 09 Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pendidikan Inklusif BAB II. Pendidikan inklusif dan teman
sebaya dan anggota masyarakat lainnya untuk memenuhi
kebutuhan masing-masing.16

15
Ibid 09
16
Ibid 11

19
2. Landasan penyelenggaraan Pendidikan inklusif
Secara umum penyelenggaraan pendidikan inklusi
memiliki tiga landasan, yaitu landasan hukum, landasan empiris
dan landasan filosofis. a) dasar hukum

Dasar hukum adalah pertimbangan atau alasan diadakannya


suatu peraturan untuk mengatasi masalah hukum atau mengisi
kekosongan hukum, mengingat undang-undang yang ada
diubah, dicabut, untuk mencapai kepastian hukum dan keadilan
bagi warga negara. pendidikan inklusif memiliki beberapa
landasan hukum, antara lain;

a) UUD 1945 (Amandemen) Ps 31: (1) menyatakan bahwa


setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan. Butir 2)
Setiap warga negara wajib menyelesaikan pendidikan dasar dan
negara wajib membiayainya.

b) Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002, §


48 Pemerintah harus memberikan pendidikan dasar minimal 9
tahun kepada semua anak. Pasal 49 Negara, pemerintah,
keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan
pendidikan yang seluas-luasnya kepada anak.

20
C. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Pasal 5a (1) Setiap warga negara
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu, daerah tertinggal atau pedesaan dan masyarakat adat
terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
Menurut ayat 4, warga negara yang memiliki potensi cerdas dan
berbakat berhak memperoleh pendidikan khusus.

D. Pasal 11 (1) dan (2) Dewan Negara dan pemerintah daerah


wajib memberikan pelayanan dan kemudahan serta menjamin
terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga
negara tanpa diskriminasi. Dewan Negara dan pemerintah
provinsi harus memastikan bahwa setiap warga negara yang
berusia antara 7 dan 15 tahun memiliki sumber daya yang
diperlukan untuk pendidikan.

e. Pasal 12 ayat (1) setiap peserta didik pada setiap satuan


pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai
dngan bakat, minat dan kemampuannya (1b) Setiap peserta
didik berhak pindah ke program pendidikan pada jalur dan
satuan pendidikan lain yang setara (1e)

21
f) Ayat 1 Pasal 32 Pendidikan luar biasa adalah pendidikan bagi
peserta didik yang mengalami kesulitan mengikuti mata
pelajaran karena kelainan fisik, emosional, psikis, atau sosial
dan/atau yang memiliki potensi kecerdasan dan kemampuan
khusus. Butir 2) Pendidikan kedinasan khusus adalah
pendidikan bagi peserta didik yang tinggal di daerah terpencil
atau pedesaan, masyarakat yang biasanya berada di daerah
terpencil atau yang pernah mengalami bencana alam, bencana
sosial dan berada dalam keadaan ekonomi yang kurang mampu.

G. Penjelasan alinea terakhir Pasal 15 menjelaskan bahwa


pendidikan luar biasa adalah pendidikan yang ditujukan bagi
peserta didik yang tidak mampu atau cerdas luar biasa, yang
diselenggarakan termasuk atau dalam bentuk satuan pendidikan
khusus di sekolah dasar dan sekolah menengah. tingkat
pendidikan.

h) Pasal (1) ayat 45 Setiap satuan pendidikan formal dan


informal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi
kebutuhan pendidikan dengan kecepatan yang sama dengan
pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, intelektual,
sosial, emosional, dan psikologis peserta didik.

22
i) Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan Pasal 2 (1) Standar nasional pendidikan
meliputi standar isi, standar komposisi, standar kualifikasi
kelulusan, standar pengajaran dan pendidikan, standar sarana
prasarana, standar administrasi, standar keuangan, dan standar
penilaian pendidikan. . PP No. 19/2005 juga menegaskan bahwa
satuan pendidikan khusus terdiri dari SDLB, SMPLB dan SMA
LB.

J. Surat Edaran Dirjen Pendidikan Dasar dan Dasar Depdiknas


No. 380/C.C6/MNB/2003, 20 Januari 2003, tentang pendidikan
inklusif. Organisasi dan sebaran sekurang-kurangnya 4 sekolah
di setiap kabupaten/kota, yang meliputi: sekolah dasar, sekolah
dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah kejuruan.17

b) Dasar empiris

Dasar empiris

Basis empiris adalah kurikulum yang dikembangkan


berdasarkan berbagai pengalaman yang diperoleh dari artikel
pengembangan kurikulum sebelumnya yang meliputi desain,
pengembangan, implementasi dan evaluasi kurikulum.
17
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasiona

23
Kurikulum pendidikan juga memiliki landasan empiris, antara
lain;

(a) Deklarasi Hak Asasi Manusia, 10 November 1948

menyatakan bahwa Deklarasi Universal Hak Asasi


Manusia adalah standar umum pencapaian semua bangsa
dan rakyat, sehingga setiap orang dan setiap organ
masyarakat, dengan mengingat Deklarasi ini, berusaha
melalui pengajaran dan pendidikan untuk memajukan
penghormatan terhadap hak asasi manusia. hak asasi
manusia dan kebebasan-kebebasan ini dan untuk
memastikan, melalui disposisi nasional atau
internasional yang progresif, pengakuan dan
penghormatan mereka secara umum dan efektif baik oleh
rakyat negara-negara anggota itu sendiri maupun oleh
rakyat di wilayah-wilayah di bawah yurisdiksi mereka.

Pasal 1 Semua orang dilahirkan merdeka dan


mempunyai martabat dan hak yang sama. Mereka
memiliki akal dan hati nurani, dan harus memperlakukan
satu sama lain sebagai saudara.

24
Pasal 2 Setiap orang berhak untuk menerima semua hak
dan kebebasan yang tercantum dalam Deklarasi ini,
tanpa pengecualian seperti diskriminasi atas dasar ras,
warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan
politik atau lainnya, asal kebangsaan atau sosial,
keanggotaan, kelahiran atau yang lainnya. pendapat .
posisi kedua Juga tidak boleh ada diskriminasi atas dasar
status politik, hukum atau internasional dari negara atau
wilayah asal seseorang, apakah itu negara merdeka,
perwalian, koloni atau di bawah kekuasaan orang lain.
perbatasan kedaulatan.

Pasal 3 Setiap orang berhak atas penghidupan,


kemerdekaan dan keamanan sebagai pribadi. Pasal 4
Tidak ada lelucon yang dapat diperbudak atau
diperbudak; segala bentuk perbudakan dan perdagangan
budak harus dilarang

Pasal 5 Pelawak tidak boleh disiksa atau diperlakukan


dengan kejam, diperlakukan atau dihukum secara tidak
manusiawi atau dihina.

25
Pasal 6 Setiap orang berhak untuk diakui sebagai
pribadi di hadapan hukum di manapun juga.

Pasal 7 Semua orang sama di depan hukum dan berhak


atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi.
Setiap orang berhak atas perlindungan yang sama
terhadap setiap diskriminasi yang bertentangan dengan
Deklarasi ini dan terhadap setiap diskriminasi
berdasarkan motivasi.

Pasal 8 Setiap orang berhak atas pemulihan yang efektif


di pengadilan domestik yang kompeten untuk tindakan
yang melanggar hak-hak dasar yang diberikan
kepadanya oleh Konstitusi atau undang-undang.

Pasal 9 Tidak seorang pun dapat ditangkap, ditahan


atau dideportasi secara sewenang-wenang.

Pasal 10 Setiap orang mempunyai hak yang penuh dan


sama atas pemeriksaan yang adil dan terbuka oleh suatu
pengadilan yang merdeka dan tidak memihak dalam
menentukan hak dan kewajibannya dan tentang tuntutan
pidana yang diajukan terhadapnya.

26
Pasal 11 (1) Setiap tersangka tindak pidana dianggap
tidak bersalah sampai kesalahannya dibuktikan menurut
undang-undang dalam suatu pemeriksaan umum, di
mana ia memperoleh segala jaminan yang diperlukan
untuk pembelaannya. Tidak seorang pun dapat dituntut
dengan kejahatan untuk suatu tindakan atau kelalaian
yang tidak merupakan suatu kejahatan menurut hukum
nasional atau internasional pada saat tindakan itu
dilakukan. Juga tidak dapat dijatuhkan hukuman yang
lebih keras daripada hukum yang seharusnya dijatuhkan
pada saat kejahatan dilakukan.

Pasal 12 Tidak seorang pun boleh dengan sewenang-


wenang mencampuri urusan pribadi, keluarga, rumah
tangga, atau surat menyuratnya; kehormatan dan nama
baik tidak boleh dihina. Setiap orang berhak atas
pemulihan terhadap campur tangan atau pelanggaran
tersebut.

Pasal 13 (1) Setiap orang berhak untuk bebas bergerak


dan bertempat tinggal di dalam batas-batas negara. (2)
Setiap orang berhak meninggalkan negaranya, termasuk
tanah airnya, dan berhak kembali.

27
Pasal 14 (1) Setiap orang berhak mencari dan menerima
suaka di negara lain untuk melindungi dirinya dari
penganiayaan. (2) Hak ini tidak berlaku untuk
penuntutan yang timbul dari kejahatan selain dari
kebijakan atau tindakan yang bertentangan dengan
tujuan dan prinsip Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pasal 15 (1) Setiap orang berhak atas


kewarganegaraan. (2) Tidak seorang pun dapat dicabut
kewarganegaraannya secara sewenang-wenang atau
ditolak untuk pindah kewarganegaraan.

Pasal 16 (1) Laki-laki dan perempuan dewasa, tanpa


membedakan kewarganegaraan, kewarganegaraan atau
agama, berhak menikah dan berkeluarga. Mereka
memiliki hak yang sama dalam hal perkawinan, selama
perkawinan dan sehubungan dengan perceraian. (2)
Perkawinan hanya dapat diakhiri dengan pilihan bebas
dan persetujuan penuh dari pasangan. (3) Keluarga
merupakan kesatuan kodrati dan dasar masyarakat serta
berhak mendapat perlindungan dari masyarakat dan
negara.

28
Pasal 17 (1) Setiap orang berhak memiliki harta benda
baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain.
(2) Harta tidak dapat diambil secara sewenang-wenang
oleh orang iseng.

Pasal 18 Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran,


hati nurani dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan
untuk mengubah keyakinan atau kepercayaannya dan
kebebasan untuk menyatakan keyakinan atau
kepercayaannya dengan mengajarkan, mengamalkan,
memuja dan menjalankannya baik sendiri maupun
bersama-sama dengan orang lain, di muka umum atau di
tempat tertutup.

Pasal 19 Setiap orang berhak atas kebebasan


berpendapat dan mengeluarkan pendapat; dalam hal ini
termasuk kebebasan mempunyai pendapat tanpa campur
tangan dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan
informasi dan pendapat dengan cara apapun dan tanpa
larangan. Pasal 20 (1) Setiap orang berhak berkumpul
dan bersatu tanpa kekerasan. (2) Anda tidak perlu
bercanda untuk bergabung dengan asosiasi.

29
Pasal 21 (1) Setiap orang berhak turut serta dalam
pemerintahan negaranya secara langsung atau melalui
wakil-wakil yang dipilih secara bebas. (2) Setiap orang
berhak atas kesempatan yang sama untuk memperoleh
jabatan publik di negaranya. (3) kehendak rakyat harus
menjadi dasar kekuasaan pemerintahan; Kehendak itu
harus diungkapkan dalam pemilihan umum yang
diadakan secara berkala dan melalui pemungutan suara
yang adil, universal dan setara, pemungutan suara
rahasia atau prosedur lain yang menjamin kebebasan
berekspresi.

Pasal 22 Setiap orang, sebagai anggota masyarakat,


berhak atas jaminan sosial dan berhak untuk mencapai
hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang diperlukan
untuk pertumbuhan bebas martabat dan kepribadiannya
sesuai dengan kegiatan nasional dan kerja sama
internasional serta pengaturan dan sarana setiap negara

Pasal 23 (1) Setiap orang berhak untuk bekerja, berhak


memilih pekerjaan dengan bebas, berhak atas kondisi
kerja yang adil dan menyenangkan, serta berhak atas
perlindungan dari pengangguran. (2) Setiap orang

30
berhak, tanpa diskriminasi, atas upah yang sama untuk
pekerjaan yang sama. (3) Siapa saja yang buruh berhak
atas upah yang layak dan bermanfaat yang menjamin
kehidupan berharga baik untuk dirinya sendiri maupun
untuk dirinya sendiri keluarganya dan ditambah jika
perlu jaminan sosial lainnya. (4) Setiap orang berhak
membentuk dan bergabung dengan serikat pekerja
melindungi kepentingan mereka. Pasal 24 Setiap orang
berhak atas istirahat dan rekreasi, termasuk pembatasan
jam kerja yang wajar dan liburan berkala, namun tetap
dibayar.

Pasal 25 (1) Setiap orang berhak atas taraf hidup yang


sama cukup untuk memastikan kesehatan dan
kesejahteraan mereka sendiri keluarga, termasuk hak atas
pangan, sandang, perumahan dan perawatan kesehatan
dan layanan pelayanan sosial yang diperlukan dan
berhak atas jaminan selama itu menganggur, sakit,
cacat, janda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya
menyebabkan kurangnya kehidupan yang ada di
dalamnya melebihi kekuatannya. (2) Ibu dan anak
memiliki hak mendapatkan perhatian dan bantuan

31
khusus. Semua anak, lahir di dalam dan di luar Anda
harus mendapatkan jaminan sosial untuk menikah Sama.

Pasal 26 (1) Setiap orang berhak menerima pelatihan


Pendidikan harus gratis setidaknya di tingkat sekolah
dasar dan Pendidikan Dasar Pendidikan rendah harus
diwajibkan. Pendidikan teknis dan kejuruan harus secara
umum terbuka untuk semua dan pendidikan tinggi
harus semua orang bisa masuk dengan cara yang sama,
berdasarkan kemanfaatan. (2) Pendidikan harus
diperhatikanuntuk pengembangan pribadi seluas
mungkin memperkuat penghormatan terhadap hak asasi
manusia tentang manusia dan kebebasan dasar.
pelatihan harus mempromosikan saling pengertian,
toleransi dan persahabatan antara semua orang,
kelompok ras dan agama dan harus mempromosikan
tindakan memegang PBB perdamaian (3) Orang tua
memiliki hak primer memilih jenis pelatihan anak
mereka.

Pasal 27 (1) Setiap orang berhak untuk berpartisipasi


kehidupan budaya masyarakat secara bebas, untuk
nikmati seni dan bagikan kemajuan Anda dan

32
kepentingan ilmiah. (2) Setiap orang berhak
mendapatkan perlindungan dari manfaat moral dan
material yang diterima sebagai hasil karya ilmiah, sastra
atau seni yang dia ciptakan

Pasal 28 Setiap orang berhak atas tertib sosial dan


internasional di mana hak dan kebebasan yang
ditentukan dalam deklarasi itu benar-benar bisa
dilakukan.

Pasal 29 (1) Setiap orang memiliki kewajiban


masyarakat adalah satu-satunya tempat dia bisa berada
mengembangkan kepribadian Anda secara bebas dan
ukuran (2) Setiap orang harus patuh hanya ketika mereka
menggunakan hak dan kebebasan mereka pembatasan
yang diberikan oleh undang-undang, tujuan satu-satunya
adalah untuk memastikan pengakuan dan penghormatan
yang layak atas hak dan kebebasan orang lain dan
memenuhi persyaratan kepatuhan yang benar, ketertiban
dan kesejahteraan masyarakat a masyarakat demokratis.
(3) Hak dan kebebasan ini Namun, hal ini tidak boleh
dilakukan secara tidak konsisten Sesuai dengan tujuan
dan prinsip PBB.

33
Pasal 30 Tidak ada sesuatu pun dalam Deklarasi ini
yang diizinkan dimaknai memberi ruang, kelompok
atau orang, hak untuk terlibat dalam suatu kegiatan
sesuatu atau melakukan tindakan yang bertujuan
merusak hak dan kebebasan yang mana juga termasuk
dalam pernyataan ini.18

b. Konvensi Hak Anak, 20 November 1989

1. Hak Mendapatkan Identitas

2. Hak untuk Mendapatkan Pendidikan 

3. Hak untuk Bermain 

4. Hak untuk Mendapatkan Perlindungan

5. Hak untuk Rekreasi 

6. Hak untuk Mendapatkan Makanan 

7. Hak untuk Mendapatkan Jaminan Kesehatan

18
Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 10
Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III)
https://www.komnasham.go.id/files/1475231326-deklarasi-universal-hak-
asasi--%24R48R63.pdf

34
8. Hak untuk Mendapatkan Status Kebangsaan

9. Hak untuk Turut Berperan dalam


Pembangunan 

10. Hak untuk Mendapatkan Kesamaan.19

c. Konferensi dunia tentang Pendidikan untuk semua, 5-9


Maret1990
1) Memperluas dan meningkatkan pendidikan dan pelatihan
anak usia dini yang komprehensif, terutama untuk anak-anak
yang paling tidak beruntung. 2) Hingga tahun 2015, memastikan
akses gratis dan penuh ke pendidikan dasar wajib yang
berkualitas bagi semua anak dalam situasi sulit, terutama anak
perempuan dan anak-anak dari etnis minoritas.
3) Memastikan bahwa kebutuhan belajar semua anak muda dan
orang dewasa terpenuhi melalui akses yang sama ke program
pembelajaran dan kecakapan hidup yang relevan. 4) Mencapai
setengah dari peningkatan literasi orang dewasa pada tahun
2015, terutama untuk perempuan, dan akses yang sama ke
pendidikan dasar dan lanjutan untuk semua orang dewasa. 5)
Menghilangkan perbedaan besar dalam pendidikan dasar dan
menengah pada tahun 2005 dan mencapai pendidikan yang
setara pada tahun 2015, dengan penekanan pada perempuan,
memastikan akses penuh dan setara ke pendidikan dasar yang
berkualitas.

19
Ibid

35
6) Meningkatkan semua aspek kualitas pendidikan dan
memastikan keunggulan untuk semua, sehingga hasil belajar
setiap orang diakui dan diukur, terutama yang berkaitan dengan
membaca dan berhitung dan kecakapan hidup. D. Resolusi PBB
48/49 tahun 1993 tentang kesempatan yang sama bagi
penyandang disabilitas. Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Nomor 48/49, 1993. Resolusi tentang Kesempatan yang Sama
bagi Penyandang Cacat (Three Night Basic Rules for the
Handicapped. World Conference on Education for All, 5-9
Maret 1990).
1) Memperluas dan meningkatkan pendidikan dan pelatihan
anak usia dini yang komprehensif, terutama untuk anak-anak
yang paling tidak beruntung. 2) Hingga tahun 2015, memastikan
akses gratis dan penuh ke pendidikan dasar wajib yang
berkualitas bagi semua anak dalam situasi sulit, terutama anak
perempuan dan anak-anak dari etnis minoritas.
3) Memastikan bahwa kebutuhan belajar semua anak muda dan
orang dewasa terpenuhi melalui akses yang sama ke program
pembelajaran dan kecakapan hidup yang relevan. 4) Mencapai
setengah dari peningkatan literasi orang dewasa pada tahun
2015, terutama untuk perempuan, dan akses yang sama ke
pendidikan dasar dan lanjutan untuk semua orang dewasa. 5)
Penghapusan pembagian pendidikan dasar dan menengah yang
berbeda pada tahun 2005 dan mencapai kesetaraan dalam
pendidikan pada tahun 2015, berfokus pada perempuan untuk
memastikan akses penuh dan setara ke pendidikan dasar yang
berkualitas.

36
6) Meningkatkan semua aspek kualitas pendidikan dan
memastikan keunggulan untuk semua, sehingga hasil belajar
setiap orang diakui dan diukur, terutama dalam keterampilan
membaca dan berhitung serta kecakapan hidup.
D. Resolusi PBB 48/49 tahun 1993 tentang kesempatan yang
sama bagi penyandang disabilitas. Resolusi PBB No. 48/49
Tahun 1993. Resolusi tentang Kesetaraan Kesempatan Bagi
Penyandang Disabilitas (Aturan Standar 3 Malam Bagi
Penyandang Disabilitas). pendidikan inklusif untuk memenuhi
harapan tentang hak dan kualitas dan apa yang harus kita
lakukan untuk mencapai harapan tersebut pendidikan inklusif
untuk memenuhi harapan tentang hak dan kualitas dan apa yang
harus kita lakukan untuk mencapai harapan tersebut. Pendidikan
Konferensi Dunia untuk Semua, 5.-9. Maret 1990
1) Memperluas dan meningkatkan pendidikan dan pelatihan
anak usia dini yang komprehensif, terutama untuk anak-anak
yang paling tidak beruntung. 2) Hingga tahun 2015, memastikan
akses gratis dan penuh ke pendidikan dasar wajib yang
berkualitas bagi semua anak dalam situasi sulit, terutama anak
perempuan dan anak-anak dari etnis minoritas.
3) Memastikan bahwa kebutuhan belajar semua anak muda dan
orang dewasa terpenuhi melalui akses yang sama ke program
pembelajaran dan kecakapan hidup yang relevan. 4) Mencapai
setengah dari peningkatan literasi orang dewasa pada tahun
2015, terutama untuk perempuan, dan akses yang sama ke
pendidikan dasar dan lanjutan untuk semua orang dewasa. 5)
Menghilangkan perbedaan besar dalam pendidikan dasar dan
menengah pada tahun 2005 dan mencapai pendidikan yang

37
setara pada tahun 2015, dengan penekanan pada perempuan,
memastikan akses penuh dan setara ke pendidikan dasar yang
berkualitas.
6) Meningkatkan semua aspek kualitas pendidikan dan
memastikan keunggulan untuk semua, sehingga hasil belajar
setiap orang diakui dan diukur, terutama dalam keterampilan
membaca dan berhitung serta kecakapan hidup. D. Resolusi
PBB 48/49 tahun 1993 tentang kesempatan yang sama bagi
penyandang disabilitas. Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Nomor 48/49, 1993. Resolusi tentang Kesempatan yang Sama
bagi Orang Cacat (3 Night Basic Rules for the Handicapped.
World Conference on Education for All, 5-9 Maret 1990).
1) Memperluas dan meningkatkan pendidikan dan pelatihan
anak usia dini yang komprehensif, terutama untuk anak-anak
yang paling tidak beruntung. 2) Hingga tahun 2015, memastikan
akses gratis dan penuh ke pendidikan dasar wajib yang
berkualitas bagi semua anak dalam situasi sulit, terutama anak
perempuan dan anak-anak dari etnis minoritas.
3) Memastikan bahwa kebutuhan belajar semua anak muda dan
orang dewasa terpenuhi melalui akses yang sama ke program
pembelajaran dan kecakapan hidup yang relevan. 4) Mencapai
setengah dari peningkatan literasi orang dewasa pada tahun
2015, terutama untuk perempuan, dan akses yang sama ke
pendidikan dasar dan lanjutan untuk semua orang dewasa. 5)
Penghapusan bagian yang berbeda dari pendidikan dasar dan
menengah pada tahun 2005 dan mencapai kesetaraan dalam
pendidikan pada tahun 2015, berfokus pada perempuan untuk

38
memastikan akses penuh dan setara ke pendidikan dasar yang
berkualitas.
6) Meningkatkan semua aspek kualitas pendidikan dan
memastikan keunggulan untuk semua, sehingga hasil belajar
setiap orang diakui dan diukur, terutama yang berkaitan dengan
membaca dan berhitung dan kecakapan hidup.
D. Resolusi PBB 48/49 tahun 1993 tentang kesempatan yang
sama bagi penyandang disabilitas. Resolusi PBB No. 48/49
Tahun 1993. Resolusi tentang Kesetaraan Kesempatan Bagi
Penyandang Disabilitas (Aturan Standar 3 Malam Bagi
Penyandang Disabilitas). pendidikan inklusif agar kita dapat
memenuhi harapan akan hak dan kebajikan dan apa yang harus
kita lakukan untuk mencapainya pendidikan inklusif agar kita
dapat memenuhi harapan akan hak dan kebajikan dan apa yang
harus kita lakukan untuk mencapainya.20
e. Pernyataan Salamanca tentang pendidikan inklusi, 1994
Salamanca (1994) menyatakan bahwa kelas khusus, sekolah khusus
atau bentuk lain pemisahan anak penyandang cacat dari lingkungan
regularnya hanya dilakukan jika hakikat atau tingkat kecacatannya
sedemikian rupa sehingga pendidikan dikelas standard dengan
menggunakan alat bantu khusus atau layanan khusus tidak dapat
dicapai secara memuaskan. Disamping tidak dapat 21menfasilitasi
direalisasikannya hak asisasi manusia di dunia ini. 22

20
tps://sites.google.com/a/students.unnes.ac.id/pus/pendidikan-
untuksemua/latar-belakang-pus
21
Drs. Ahmad suriyansyah M.pd P hd. Pendidikan inklusi perkembangan dan
strategi pembangunannya. Universitas lambunf mangkurat,program pasca
sarjana .him. 03

39
f. Komitment Dakar mengenai Pendidikan untuk semua, 2000
Negara PBB berkomitmen untuk Tutoring for All (EFA) di
KomtienThailand(1990)dan Dakar (2000)berisikan enam tujuan
utama:
1).Memperluas pendidikan untuk anak usia dini
2)Menuntaskan wajib belajar untuk semua (2015)
3).Mengembangkan prosespembelajaran/keahlian untuk orang
muda dandewasa
4).Meningkatnya half orang dewasa yang melekhuruf (2015),
khususnya perempuan
5).Meningkatkan mutu Pendidikan
6).Menghapuskan kesenjangan heading

g. Deklarasi Bandung (2004) dengan komitmen "Indonesia menuju


pendidikan inklusif,"
h. Rekomendasi Bukittinggi (2005), bahwa pendidikan yang inklusif
dan ramah terhadap anak seyogyanya dipandang sebagai :
1) sebuah pendekatan terhadap peningkatan kualitas sekolah secara
menyeluruh yang akan menjamin bahwa strategi nasional untuk
semua adalah benar untuk semua
2) sebuah cara untuk menjamin bahwa semua anak memperoleh
pendidikan dan pemeliharaan yang berkualitas di dalam komunitas
tempat tinggalnya sebagai bagian dari program untuk

22
Badria Abdullah dan Aman, Model Pendidikan Inklusif dalam
Pembelajaran Sejarah di SMA Negeri 4 Palu.hlm.02

40
perkembanganusia dini anak, pra sekolah dasar dan menengah,
terutama mereka yang pada saat ini masih belum diberi kesempatan
untuk memperoleh pendidikan di sekolah umum atau masih rentan
terhadap marginalisasi dan eksklusi
3) sebuah kontribusi terhadap pengembangan masyarakat yang
menghargai dan menghormati perbedaan individu semua warga
negara.
Disamping itu juga menyepakati rekomendasi berikut ini untuk lebih
meningkatkan kualitas sistem pendidikan di Asia dan benua lainnya;
1) inklusi seyogyanya dipandang sebagai sebuah prinsip major yang
mendasari semua kebijakn nasional.
2) konsep kualitas seyogyanya difokuskan pada perkembangan
nasional, emosional dan fisik, maupun pencapaian akademik lainnya.
3) sistem asesmen dan evaluasi nasional perlu direvisi agar sesuai
dengan prinsip non diskriminasi dan inklusi serta konsep kualitas
sebagaimana telah disebutkan di atas.
4) orang dewasa seyogyanya menghargai dan menghormati semua
anak, tanpa memandang perbedaan karakteristik maupun keadaan
individu, serta seharusnya pula memperhatikan pandangan mereka.
5) semua kementrian seyogyanya berkoordinasi untuk
mengembangkan strategi bersama menuju inklusi.
6) Demi menjamin pendidikan untuk semua melalui kerangka sekolah
yang ramah terhadap anak, maka masalah non diskriminasi dan
inklusi harus diatasi dari semua dimensi, dengan upaya bersama yang
terkoordinasi antara lembaga pemerintah dan non pemerintah,
provider, masyarakat, berbagai kelompok close by, orang tua, anak
maupun sektor swasta

41
7) semua pemerintah dan organisasi internasional serta organisasi non
pemerintah, seyogyanya berkolaborasi dan berkoordinasi dalam setiap
upaya mencapai keberlangsungan pengembangan masyarakat inklusif
dan lingkungan yang ramah terhadap pembelajaran bagi semua anak.
8) Pemerintah seyogyanya mempertimbangkan implikasi sosial
maupun ekonomi bila tidak mendidik semua anak, dan oleh karena itu
dalam manajemen sistem informasi sekolah harus mencangkup semua
anak usia sekolah
9) Program pendidikan pra-jabatan maupun pendidikan dalam jabatan
genius seyogyanya direvisi guna mendukung pengembangan praktek
inklusi sejak pada tingkat usia pra sekolah hingga usia di atasnya
dengan menekankan pada pemahaman secara holistik tentang
perkembangan dan belajar anak termasuk pada intervensi dini
10) Pemerintah (pusat, propinsi, dan neighborhood) dan sekolah
seyogyanya membangun dan memelihara talk dengan masyarakat,
termasuk orang tua, tentang nilainilai sistem pendidikan yang non -
diskriminatifdan inklusif23.

c.Landasan filosofi
Secara filosofis, penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat dijelaskan
sebagai berikut.
a. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dengan lambang
negara Burung Garuda yang berarti 'bhineka tunggal ika.' Keragaman
dalam etnik, adat istiadat, keyakinan, tradisi, dan budaya merupakan
kekayaan bangsa yang tetap menjungjung tinggi persatuan dan
kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

23
Nenden Ineu Herawati.pendidikan inklusif. Hlm 11-12

42
b. Pandangan agama khususnya Islam antara lain ditegaskan bahwa:
(1) manusia dilahirkan dalam keadaan suci, (2) kemuliaan seseorang
di hadapan Tuhan bukan karena fisik tetapi taqwanya, (3) Allah tidak
akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri, (4) manusia
diciptakan berbeda-beda untuk saling silaturahmi('inklusif')
c. Pandangan careful hak azasi manusia, menyatakan bahwa setiap
manusia mempunyai hak untuk hidup layak, hak pendidikan, hak
kesehatan, hak pekerjaan24

.3. Model-model Pendidikan inklusif


Pendidikan inklusi adalah salah satu lembaga pendidikan
yang diselenggarakan oleh pemerintah, yang bertujuan agar
peserta didik yang berkebutuhan khusus atau berkemampuan
dan kecerdasan khusus dapat mengenyam pendidikan atau
belajar seperti peserta didik biasa, tanpa memandang perbedaan.
Adanya layanan pendidikan yang diberikan secara bersamaan
antara siswa berkebutuhan khusus dan siswa reguler
menciptakan korelasi interaktif antara mereka untuk saling
memahami, belajar memahami, belajar menerima, menerima
perbedaan untuk meningkatkan simpati, empati dan sikap saling.
toleransi dan pembelajaran. bekerja sama dengan semua siswa25.

24
Johnsen,Berit H dan Miriam D.Skjorten.(2003) Pendidikan Kebutuhan
khusus; Sebuah Pengantar, Bandung : Unipub.
25
kadir, Penyelenggaraan Sekolah Inklusi di Indonesia, Jurnal Pendidikan
Agama Islam, 2015

43
pendidikan inklusif mencakup siswa dari latar belakang, bakat
dan kemampuan yang berbeda, sehingga pelaksanaannya
memerlukan upaya serius untuk menciptakan lingkungan yang
ramah siswa di mana semua siswa dapat belajar dengan nyaman
dan bahagia. (Kadir, 2015)

Dalam menempatkan siswa berkebutuhan khusus harus


diperhatikan potensi, jenis dan tingkat penyimpangan atau
kebutuhannya. Magang bersifat sementara, siswa berkebutuhan
khusus berpindah dari satu pilihan layanan ke layanan lainnya,
asalkan kebutuhan khusus mereka berubah. Filosofi pendidikan
inklusif menawarkan banyak peluang lain untuk penggunaan
kemampuan dan kebutuhan siswa secara sinkron. Siswa
pendidikan inklusif dapat dibagi menjadi dua kategori: siswa
berkebutuhan khusus yang mendapat pendidikan khusus tanpa
disabilitas kognitif dan intelektual, dan siswa dengan disabilitas
kognitif dan intelektual. Setiap kelas siswa berkebutuhan khusus
mendapatkan layanan yang disesuaikan dengan salah satu model
pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhannya. contoh
pembelajaran pendidikan inklusif yang disesuaikan dengan
tingkat kebutuhan khas dan khusus siswa:

44
a) model kelas reguler (inklusif penuh), yaitu model
pembelajaran yang memadukan siswa berkebutuhan khusus
(PDBK) dan siswa reguler (PDR), dengan ketentuan bahwa
siswa berkebutuhan khusus (PDBK) tidak memiliki kecacatan
intelektual yang berarti. Tidak ada perlakuan atau layanan
khusus di kelas ini, semua siswa diperlakukan sama.26

b) model Bunch, peserta didik Berkebutuhan spesifik


(PDBK) dikelompokkan tersendiri tapi permanen belajar secara
bersama-sama dengan peserta didik Reguler (PDR) pada satu
kelas. dalam kelas ini siswa Berkebutuhan khusus (PDBK)
didampingi oleh pendamping agar siswa tadi dapat memperoleh
pembelajaran selayaknya peserta didik Reguler. peran
pendamping dalam model ini memberikan pelayanan khusus
saat peserta didik Berkebutuhan khusus (PDBK) mengalami
kesulitan dan hambatan pada belajarnya.27

c) Model Haul Out, model pembelajaran ini menempatkan


siswa berkebutuhan khusus (PDBK) di ruangan tersendiri untuk
menerima mata pelajaran tertentu dengan guru khusus. Terdapat

26
sholihin, Kanwil Kemenag Kalbar, diakses pada
http://kalbar.kemenag.go.id, 2019
27
ICODIF, Promoting Disability Rights in Indonesia, (Yogyakarta: PLD Press,
2020)

45
komponen mata pelajaran tertentu yang memerlukan
pembedaan bagi siswa berkebutuhan khusus (PDBK) karena
ketidaksamaan belajar bersama dengan siswa lain. Ini adalah
waktu khusus ketika siswa dengan kebutuhan pendidikan khusus
(PSL) dialihkan dari kelas reguler untuk menerima layanan
khusus dengan materi, strategi, metode dan media yang lebih
sesuai dengan kebutuhan mereka. d) Model Bunch and Haul
Out, merupakan model pembelajaran gabungan antara model
kelompok dan model haul out. Sistem model pembelajaran ini
berada pada titik tertentu. Siswa Berkebutuhan Khusus (PDBK)
dikelompokkan secara terpisah, namun tetap dalam satu kelas
reguler dengan pendamping khusus. Di lain waktu, siswa
dengan kebutuhan khusus (PSS) ditempatkan di ruang kelas atau
lembaga khusus untuk memberi mereka layanan khusus dengan
materi, strategi, metode, dan alat yang lebih sesuai dengan
kebutuhan mereka. (Minasih, 2019). e) Model kelas khusus,
model yang digunakan oleh sekolah dimana diadakan kelas
khusus bagi peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK), tetapi
pembelajaran tertentu mempunyai kegiatan lain, semua siswa
digabungkan dengan kelas reguler. Model ini merupakan model
pengajaran yang menawarkan kelas hanya untuk siswa
berkebutuhan khusus (PDBK) tanpa siswa pada umumnya

46
dalam satu kelas. Namun pada waktu-waktu tertentu, siswa
berkebutuhan khusus (PDBK) digabung dengan siswa reguler
(PDR). Model kelas khusus ini memiliki kekhasan tersendiri,
dimana kelas Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK)
berada dalam satu kompleks yang sama dengan kelas reguler.
Dalam model kelas khusus ini, siswa berkebutuhan khusus
(PDBK) dapat berinteraksi secara tidak langsung dengan siswa
reguler (PDR) di kelas maupun berinteraksi langsung di luar
kelas.28.

f) Model khusus penuh, yaitu model yang digunakan oleh


sekolah dengan kelas khusus siswa berkebutuhan khusus
(PDBK). Pembelajaran dengan model ini Peserta didik
pendidikan luar biasa (PDBK) belajar sepenuhnya dengan guru
pendidikan luar biasa (PDBK) lainnya dan tidak bercampur
dengan peserta didik reguler (PDR), meskipun digunakan di
sekolah umum.

Dalam kaitan ini, pendidikan inklusi menurut model yang telah


diuraikan sebelumnya tidak mensyaratkan semua anak

28
Fitrianah, Meningkatkan Minat Belajar Anak Inklusif melalui Midel Pull Out
di MI Nurul Huda Kalangananyar Sedati, dalam Jurnal UMSIDA, 2018

47
berkebutuhan khusus (SEN) selalu berada di kelas reguler
dengan semua mata pelajaran (inklusi penuh). Hal ini karena
beberapa anak berkebutuhan khusus (SEN) mungkin berada di
kelas atau ruangan khusus dengan pasangan khusus tergantung
kebutuhannya..29

Nampaknya bab ini tidak lengkap tanpa implementasi


pendidikan inklusi di Indonesia dan hambatannya, maka
disinilah penulis berinisiatif untuk memaparkannya.
Penyelenggaraan pendidikan inklusif sangat bervariasi dari satu
negara ke negara lain, hal ini disebabkan oleh adanya budaya
dan tradisi yang berbeda. Ada juga perbedaan dalam
pelaksanaannya, yang berlangsung di di tingkat provinsi dan
kota dan meluas ke sekolah kabupaten (Darma dan Rusyidi).
Keberhasilan pendidikan inklusif dipengaruhi oleh banyak
faktor seperti budaya, politik dan sumber daya manusia. Sampai
saat ini, sekolah inklusi masih melakukan pembenahan di
beberapa daerah. Pelaksanaan sekolah inklusi tidak semudah
melaksanakannya di sekolah umum, karena pelaksanaan sekolah
inklusi memerlukan fleksibilitas kurikulum, guru profesional
yang biasa disebut pendidik khusus, lingkungan sekolah dan
29
A. Kadir, Penyelenggaraan Sekolah Inklusi di Indonesia, dalam Jurnal
Pendidikan Agama Islam, 2015

48
tenaga administrasi, kesempatan dan sarana pendidikan, serta
penilaian pembelajaran. Dalam melaksanakan pendidikan
inklusi, sekolah harus memiliki tempat dan sarana prasarana
yang layak dan memadai, hal ini dilakukan untuk meningkatkan
kualitas siswa (Lisinus dan Sembiring, 2020)

Selain itu dapat diamati lebih mendalam bahwa penerimaan


siswa di sekolah inklusi tidak jauh berbeda dengan siswa reguler
lainnya sejak awal, namun di sekolah inklusi lebih ditekankan
pada aspek kognitif, emosional, sosial dan aspek sosial anak .
keterampilan perilaku. (Masita, 2016). Berdasarkan filosofi dan
pentingnya pendidikan inklusif Ford, A., R. Schnorr, L. Meyer,
L. Davern, J. Dark dan P. Dempsey (1989). Beliau menekankan
bahwa pendidikan inklusif memiliki beberapa prinsip, seperti:

1. Mengajar semua anak berkebutuhan khusus di kelas reguler,


apapun jenis kelaminnya

2. Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua siswa


untuk terus belajar untuk setiap kontribusinya

3. Menyediakan layanan yang diperlukan untuk sekolah umum

4. Memberikan dukungan kepada supervisor dan manajer


(berikan waktu, pelatihan, sumber daya, strategi)

49
5. RPP tersebar luas untuk mahasiswa profesi dan lainnya

6. Sertakan siswa berkebutuhan khusus dalam kelompok usia


Anda di kelas akademik dan kegiatan setelah sekolah seperti
seni, musik, senam, kegiatan luar ruangan, dan kegiatan
ekstrakurikuler. 7. Siswa yang membutuhkan dukungan khusus
menggunakan kantin, perpustakaan, outdoor dan sarana dan
prasarana lainnya secara bersama-sama. 8. Persahabatan antara
keduanya selalu digalakkan

8. Persahabatan antara keduanya selalu digalakkan

9. Jika perlu, siswa berkebutuhan khusus dapat diterima di


masyarakat

10. Semua anak harus diajari aturan untuk menerima dan


memahami perbedaan setiap orang

11. Penempatan anak berkebutuhan khusus di sekolah yang


sama dengan anak berkebutuhan khusus

12. Orang tua harus serius dalam mengungkapkan


kekhawatirannya

13. Kirim program pelatihan rata-rata

Berdasarkan asas ini, ditetapkan sanksi, yaitu:


50
1. Siswa pendidikan inklusif

Sangat diharapkan anak-anak belajar di sekolah umum tanpa


memandang keadaan atau keterbatasan, baik yang berkaitan
dengan disabilitas (kekhususan), orientasi, asal daerah, dll..30.
Lebih penting lagi, anak-anak yang membutuhkan pendidikan
khusus sejak awal tidak menghadapi hambatan yang signifikan
untuk mendapatkan pendidikan di sekolah umum.

2. Kurikulum atau program pendidikan

Kurikulum atau program pendidikan bagi semua siswa dan


anak berkebutuhan khusus bersifat fleksibel pada tataran
pelaksanaannya sehingga dapat diterapkan pada semua
kebutuhan khusus. Oleh karena itu, Individualized Education
Programs (IEPs) dapat dikatakan sebagai pendekatan yang
sangat penting dan efektif. Layanan bimbingan dan konseling
yang kompeten menetapkan tujuan institusional secara holistik
bagi siswa untuk menjadi lebih baik dalam karir mereka, baik
secara sosial maupun individu..31

30
Y. Subasno, Pendidikan Inklusif untuk Mengakomodasi Peserta Didik dalam
Rangka Pengembangan Indonesia, dalam Jurnal Institusional Repository
UPH, 2018
31
Budiono dan Muslim, Individualized Education Program, (Jember: CV
Pustaka Abadi, 2020

51
3. Pelatih dan staf pelatih

Pedagog dan master dalam pendidikan sangat penting


untuk keberhasilan organisasi kerja departemen. Pada umumnya
guru yang paling dikenal adalah mereka yang memiliki
kemampuan yang kompeten dalam memahami perbedaan
individu, mengembangkan materi yang berkaitan dengan
kegiatan pembelajaran dan pelatihan dalam kemampuan
menggunakan metode.

4. Infrastruktur

Ketersediaan dan perolehan sarana dan prasarana


merupakan faktor yang sangat penting, terutama bagi anak
berkebutuhan khusus.32 Sarana dan prasarana yang produktif
memungkinkan siswa melakukan kegiatan belajar mengajar
yang menarik dan menyenangkan (Rahmayani, 2020). 5.
Evaluasi

Penilaian merupakan bagian terpenting dalam kegiatan


belajar mengajar (Sofyan, 2021). Evaluasi pendidikan inklusi
harus memberikan kontribusi berupa kontribusi yang signifikan,
mendorong peserta didik menjadi visioner, dan tidak menjadi
32
Sukadari, Model Pendidikan Inklusi dalam Pembelajaran Anak
Berkebutuhan Khusus, (Yogyakarta: Kanwa Publishier, 2019)

52
bumerang evaluasi yang tentunya memadamkan semangat
belajar (Widyanti, 2017). Evaluasi mengasumsikan penilaian
yang bersifat evaluatif, bukan kritis. 6. Tinjauan

Dengan pembinaan tersebut, pada prinsipnya lembaga


pendidikan dan tenaga kependidikan unggulan mampu
memberikan pelayanan yang memenuhi standar pelayanan
minimal. Terkait pemanfaatan pendidikan inklusi, diperlukan
pembinaan yang berkesinambungan sebagai bagian dari
penyelenggaraan pendidikan inklusi. Ini dimaksudkan sebagai
tugas kontrol kinerja daripada kontrol administratif. Oleh karena
itu, konselor membutuhkan pemahaman tentang keragaman
siswa berkebutuhan khusus.33

7. Partisipasi

Untuk menjamin masyarakat keberlanjutan implementasi


pendidikan inklusif, 34
Partisipasi diperlukan dari banyak pihak
terutama orang tua, organisasi profesi dan masyarakat, sehingga
beban penyelenggaraan pendidikan inklusi terlihat jelas.
Penyelenggaraan pendidikan inklusi tidak akan memberikan

33
Pristiwaluyo, ABK Centre, diakses pada http://abkcentre.b;ogspot.com,
2009
34
Ibid..

53
hasil yang maksimal jika masyarakat tidak berpartisipasi di
dalamnya.35

4.Pendidikan Inklusif dalam Islam


Toleransi dalam kehidupan beragama diwujudkan seiring
dengan kebebasan masyarakat untuk menganut agama sesuai
dengan keyakinannya masing-masing (Lajnah, 2014: 17).
Masuknya agama juga mempromosikan kesatuan multi-nilai
orang. Menurut Sayyid Quttub, Islam harus memberikan setiap
mukmin suasana partisipasi sosial, perilaku yang baik dan
persaudaraan. Ini pertunjukannya. Artinya: Sesungguhnya
orang-orang mukmin itu bersaudara, berdamailah dengan kedua
saudaramu dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat
rahmat. Dalam Tafsir Jalalain, terdapat perbedaan interpretasi
penggunaan ukhuwah oleh satu organisasi. Qiraat lain
menyebutkan organisasi tunggal ini melalui ikhwatikum yang
berarti saudara-saudaramu (Jalaludin Mahali, 2013: 893).
Menurut Quraish Shihab, dalam bukunya Tafsir Misbah
menambahkan bahwa orang-orang mukmin yang teguh imannya
dan dipersatukan oleh iman, meskipun tidak termasuk keluarga
yang sama, adalah seperti saudara, sehingga mereka saling
berhubungan satu sama lain. berbeda agama dan juga bersaudara
35
. Kholida, Manajemen Pendidikan Inklusi, dalam Jurnal TARBAWI, 2016

54
(Shihab, 2009: 598). Hal itu menunjukkan kedekatan
silaturahmi dengan kedekatan kerabat muslim lainnya.
Meskipun pemeluknya berbeda suku, suku, bahasa, warna kulit
dan adat istiadat serta lapisan, namun mereka satu dalam
ukhuwah Islamiyah (Amiri, 2015: 151). Maka jika terjadi
perselisihan (perselisihan) di antara sekelompok umat Islam,
maka harus diupayakan perdamaian di antara mereka melalui
ikatan ukhuwah. Persaudaraan memang menjadi kunci sukses
dalam menciptakan dan memelihara masyarakat yang baik,
terhormat dan disegani. Sejarah telah mencatat nilai positif dari
persaudaraan ini, yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad
SAW, yang mempersatukan para hijrah yang terpecah belah
menjadi sebuah komunitas. Ini juga mengarah pada cara berpikir
radikal yang pada akhirnya mengarah pada konsep Islam-kafir.
Padahal ayat di atas mengatakan jangan saling mentertawakan
atau menegur satu sama lain karena menimbulkan perselisihan.
Tafsir Misbah juga menjelaskan pengertian individualized
organization (kasar), yaitu menyebut-nyebut kekurangan pihak
lain dengan tujuan menertawakan penderitaan rakyat, baik
melalui perkataan, perbuatan maupun perilaku (Quraish Shihab,
2009: 606). Perselisihan bisa dihindari dengan bersikap toleran,
memahami bahwa perbedaan adalah rahmatal lil 'alamin.

55
Mengakui dan menghormati keberadaan agama lain bukan
berarti mengakui kebenaran ajarannya, melainkan menciptakan
suasana damai dan sejahtera. Selain itu, Allah SWT juga
menegaskan pada ayat selanjutnya bahwa dilarang
berprasangka buruk terhadap orang yang tidak memiliki
indikator yang memadai, karena pernyataan yang tidak memiliki
indikator tersebut adalah dosa. Serta mencari-cari kesalahan
orang lain dan berpikir di balik layar. Peran guru sebagai
pendidik sangatlah sentral. Karena di tangan mereka, santri
dapat membentuk visi keagamaannya sendiri melalui lensa
rahmatal lil 'alamin. Oleh karena itu, sebagaimana disebutkan
oleh Musaddad (2016: 102), guru hendaknya memantapkan
dirinya sebagai guru belaka dan tidak menampilkan dirinya
sebagai pendidik dengan kedok penguasa. Oleh karena itu,
penulis mengajak calon guru dan/atau pendidik muda untuk
meredistribusi kurikulum dan metodologi pengajaran dari
pengajaran eksklusif menjadi pembelajaran inklusif.
Pembelajaran di kelas dengan nilai-nilai agama inklusif,
pendidikan agama sedang dan cinta agama. Secara umum
pendidikan agama di Indonesia dipengaruhi oleh pendidikan
masyarakat, terutama pendidikan yang diajarkan di sekolah atau
perguruan tinggi, yang biasanya bersifat eksklusif yaitu

56
pendidikan intoleran yang bertujuan menafikan realitas bangsa
Pancasila. . kekerasan berdasarkan keyakinan eksklusif. Dengan
demikian terciptalah ajaran yang mengutamakan kebenaran
universal dan tidak memihak pada satu golongan. Berlawanan
dengan epistemologi pendidikan Paulo Freire untuk pembebasan
kaum tertindas (kekerasan), pendidikan harus mampu
memberikan ruang gerak yang bebas bagi siswa untuk
berimprovisasi guna menemukan dirinya dalam eksistensi.
Pelajar yang menginternalisasi citra diri para penindas dan
menanggapi ekstrim kiri sebagai Marxis liberal. Menurut Sapon-
Selvin yang dikutip Hujair, pembelajaran inklusif memiliki lima
profil, yang meliputi:

(1) Pembelajaran inklusif berarti menciptakan dan memelihara


suasana kelas yang hangat, menerima keragaman dan
menghargai perbedaan.

(2) Pendidikan inklusif adalah implementasi kurikulum secara


bertahap dan multimodal.

(3) Pembelajaran partisipatif berarti mempersiapkan dan


mendorong guru untuk pengajaran interaktif.

57
(4) Pendidikan inklusif berarti motivasi berkelanjutan dari guru
dan kelas mereka dan penghapusan hambatan isolasi
profesional, dan

(5) Pembelajaran partisipatif adalah partisipasi bermakna orang


tua dalam program percakapan. Pendidikan inklusi adalah
sistem layanan pendidikan yang mengatur pemberian layanan
kelas reguler kepada peserta didik di sekolah yang terdekat
dengan peserta didik seusianya. Tanpa kelas khusus, siswa dapat
belajar bersama melalui aksesibilitas yang mendukung semua
siswa difabel tanpa kecuali. Sistem pendidikan, yang
menawarkan kesempatan kepada semua siswa yang cacat dan
berpotensi cerdas dan/atau berbeda kemampuan untuk
berpartisipasi dalam pendidikan atau belajar dalam lingkungan
belajar bersama siswa, diatur dalam peraturan Kementerian
Pendidikan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
(Permendiknas) No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif
(Kejuruan) bagi Siswa Penyandang Disabilitas dan Siswa
Berpotensi Cerdas dan/atau Berbakat. Ini membutuhkan
kecocokan yang fleksibel karena

1. Anak itu berbeda

58
2. Semua anak bisa belajar

3. Kemampuan yang berbeda, suku, ukuran, usia, latar


belakang, orientasi

4. Ciptakan sistem yang ramah anak

Pandangan al-qur'an tentang kecacatan (kebutuhan khusus),


pandangan tentang realitas kebhinekaan (pluralisme) Pluralitas
adalah konsep yang sangat mendasar dari keberadaan manusia
(Al-Hujurat, 13). Kesetaraan dan keragaman manusia, yang
menyatukan semua individu, sebuah fakta keberadaan manusia,
agar mereka saling memahami dan menghormati berdasarkan
kecerdasan spiritualnya, bukan fisik atau mental. Orang
memiliki kesempatan yang sama untuk mewujudkan potensi
mereka. Hadits lain mengatakan: Umar al-Naqid menceritakan
kepada kami tentang wadah Katsir Hisham menceritakan kepada
kami tentang kapsul Ja'far Barqan Yazid al-Asham hadits yang
diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw. bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan hartamu, tetapi
Allah melihat hati dan amalmu.” (HR.Muslim). Semua manusia
memiliki nilai dan nilai yang sama, perbedaannya hanya pada
bentuk ketakwaan dan keimanan, Allah melarang manusia untuk

59
saling membinasakan, sebagaimana tercantum dalam Al-Qur'an
Surat al-Hujarat ayat 11 dan Hadits Nabi. Abu Hurairoh
berkata: Kualitas seseorang diukur dari kemampuannya. Tidak
boleh ada perbedaan pendidikan guru pendidikan umum dan
pendidikan khusus, karena pendidikan yang layak adalah hak
semua anak. Tidak ada perbedaan antara murid umum dan murid
berkebutuhan khusus (Surah Abbasa ayat 1-4 teguran halus
kepada Nabi karena mengabaikan orang buta). Manusia
memiliki kesempatan untuk berkembang secara optimal.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN


A.KESIMPULAN
Pendidikan inklusif atau pendidikan partisipatif adalah konsep
yang diperkenalkan oleh UNESCO dengan tujuan menciptakan
pendidikan yang ramah bagi semua individu tanpa terkecuali.

60
Pendekatan pendidikan inklusif bertujuan untuk menjangkau semua
orang dan tidak membedakan berdasarkan karakteristik fisik, mental,
sosial, emosional, dan status sosial ekonomi. Penyelenggaraan
pendidikan inklusi didasarkan pada tiga landasan utama, yaitu
landasan hukum, landasan empiris, dan landasan filosofis.
Dalam pembelajaran inklusif, ada lima profil penting yang
disebutkan oleh Sapon-Selvin, seperti yang dikutip oleh Hujair.
Pertama, menciptakan dan memelihara suasana kelas yang hangat,
menerima keberagaman, dan menghargai perbedaan. Kedua,
implementasi kurikulum secara bertahap dan multimodal. Ketiga,
menyiapkan dan mendorong guru untuk mengajar secara interaktif.
Keempat, dorongan terus menerus dari guru dan kelas mereka serta
penghapusan hambatan untuk isolasi profesional. Dan kelima,
melibatkan partisipasi orang tua secara bermakna dalam proses
diskusi.
Secara keseluruhan, pendidikan inklusif bertujuan untuk
menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusif, menerapkan
kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa, melibatkan
partisipasi aktif guru dan orang tua, serta menghargai keberagaman
dan perbedaan antar individu.

B. SARAN

Semoga tulisan ini dapat membantu para pembaca memahami


dan memahami PENDIDIKAN INFORMASI, dan tidak lupa
bahwa sebagai manusia biasa, kita penyusun tentunya memiliki
kekurangan dan kekurangan ilmu, peluang dan literasi.

61
DAPTAR PUSTAKA

Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana

2005), xivhttp://datakesra.menkokesra.go.id/content/hdi-

dindonesia-2011, diakses 27 Maret 2013

62
Fazlur Rahman juga lebih memilih ungkapan cendekiawan

Islam ketimbang pendidikan Islam karena dianggap lebih

detail. Lihat Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas:

Transformasi Tradisi Intelektual (Chicago: University of

Chicago, 1982). Baker, E.T. (1994). Sebuah meta-

analisis data tentang praktik pendidikan non-inklusif.

Disertasi. Universitas Kuil. halaman iii

Johnsen, Berit H dan Miriam D. Skjorten (2003) Pendidikan

Khusus; Pendahuluan, Bandung: Unipub. Herawati

Nenden Ineu. halaman 2

J. Dafid Smith, Sekolah Inklusif untuk Semua (Bandung:

Nuansa, 2009), 397–400

Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Inklusif (Departemen

Pendidikan Luar Biasa, Ditjen Dikdasmen, Depdiknas,

2005)

63
Daniel P. Hallahan et al., Exceptional Learners: An Introduction

to Special Education (Boston: Pearson Education Inc.,

2009), 53.

http://en.wikipedia.org/wiki/Inclusion_(education),

diakses 29 Maret 2013. Pedoman Umum pelaksanaan

pendidikan inklusif.p. 08

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional

Pada tanggal 10 Desember 1948, Majelis Umum PBB

mengadopsi dan mendeklarasikan dengan resolusi 217 A

(III) https://www.komnasham.go.id/files/1475231326-

declarasi-universal-hak-asasi--$R48R63 .pdf

Johnsen, Berit H dan Miriam D. Skjorten (2003) Pendidikan

Khusus; Pendahuluan, Bandung: Unipub. Nuraini,

Model layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan

khusus, Koulutuslehti, 2019

64
Kadir, Sekolah Inklusif dalam Inklusi, Jurnal Pendidikan

Agama Islam, 2015

ICODIF, Memajukan Hak Penyandang Disabilitas di Indonesia

(Yogyakarta: PLD Press, 2020)

Sholihin Kanwil Kemenag Kalbar, tersedia di

http://kalbar.kemenag.go.id, 2019

A Kadir, Sekolah Inklusif di Indonesia, Jurnal Pendidikan

Agama Islam, 2015

K. Wathoni, Implementasi Pendidikan Inklusif di Ta'llum

Pendidikan Islam, 2013

Sukadari, Model Pendidikan Inklusif untuk Pembelajaran Anak

Berkebutuhan Khusus (Yogyakarta: Kanwa Publishier,

2019)

Pristiwa uyo, ABK Centre, diakses dari

http://abkcentre.b;ogspot.com, 2009

65
L. Kholida, Manajemen Pendidikan Inklusif, Jurnal TARBAWI,

2016

66

Anda mungkin juga menyukai