Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DAN AKSES PENDIDIKAN


DI DAERAH

Mata Kuliah : Manajemen Lembaga Pendidikan


Islam

Dosen Pengampu : Dr. Edy Kusnadi, M.Phil


Dr. Abdullah Yunus, M.Pd.I

Disusun oleh :
IKHSAN SYUKRON
NIM. 801210132

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


PASCA SARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
TAHUN 2022

i
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Shalawat dan
salam kita panjatkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
karena atas hidayah-Nya-lah makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah ini penulis sampaikan kepada pembina mata kuliah
Manajemen Lembaga Pendidikan Islam. Yang membahas tentang
kajian Lembaga Pendidikan Islam Dan Akses Pendidikan di Daerah
sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah tersebut. Tidak lupa saya
ucapkan terima kasih kepada bapak dosen yang telah berjasa
mencurahkan ilmu kepada penulis dalam mengajar mata kuliah ini.
Penulis memohon kepada bapak khususnya. umumnya para
pembaca untuk memberikan saran perbaikan apabila menemukan
kesalahan atau kekurangan dalam sistematika penulisan maupun dalam
penyampaian isi. Selain itu. penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun kepada semua pembaca demi lebih baiknya karya-
karya tulis yang akan datang.

Jambi. Desember 2022

Penulis
A. Pendahuluan
Salah satu kekeliruan kebijakan pendidikan Nasional yang
berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja
pendidikan (educational performance) Indonesia adalah kurang
diperhitungkannya lembaga pendidikan Islam dalam sistem pendidikan
Nasional. Sekilas ketika kita berbicara masalah peningkatan mutu
pendidikan seolah-olah semuanya ditentukan oleh sekolah. Lembaga
pendidikan Islam, misalnya madrasah, pondok pesantren maupun sekolah
Islam masih dipandang sebelah mata dan kurang diperhitungkan.
Tidaklah mengherankan bila muncul di masyarakat stereotyping,
bahwa pendidikan Islam selalu diasosiasikan dengan lembaga pendidikan
terbelakang, kurang bermutu serta tidak menghasilkan lulusan
(educational output) yang memadai dan tidak memiliki kemampuan
komprehensif-kompetitif terutama dalam bidang ilmu pengetahuan.1
Secara sederhana bisa kita lihat dari rendahnya minat para orang
tua untuk menyerahkan masa depan pendidikan anak-anaknya ke
madrasah atau pesantren (notabane Islam). Biasanya mereka tidak
menjadikan lembaga-lembaga tersebut sebagai alternatif utama untuk
menyekolahkan anak-anak mereka. Kalaupun akhirnya mereka masuk
bersekolah di madrasah, pesantren ataupun sekolah Islam biasanya itu
dilakukan karena terpaksa (karena tidak lulus di sekolah umum, misalnya).
Ironi sekali, sebagai bangsa besar dengan penduduk ratusan juta jiwa
dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Padahal menurut
sebuah perhitungan manusia Muslim Indonesia adalah jumlah pemeluk
agama Islam terbesar di dunia. Jika dibanding dengan negara-negara
Muslim lainnya, maka penduduk Muslim Indonesia dari segi jumlah tidak
ada yang menandingi. Rupaya jumlah besar (mayoritas) bukan semata-
mata menjadi lembaga pendidikan Islam yang menjadi sandaran utama
dalam upaya pengembangan pendidikan bermutu di Indonesia. Gambaran

1
Fahrurrozi. (2016). Menata Ulang Konsep dan Praktik Pendidikan Islam. Millah: Journal
of Religious Studies, 5(1), 149–152. https://doi.org/10.20885/millah.vol5.iss1.art11

1
2

di atas, menunjukkan bahwa dunia pendidikan Islam di Indonesia memang


begitu dilematis. Artinya di satu sisi, tuntutan untuk meningkatkan mutu
dan kualitas agar dapat bersaing dengan lembaga pendidikan umum, di
sisi lain perhatian dari pemerintah terhadap lembaga pendidikan Islam
masih rendah bahkan masih ditempatkan bukan sebagai kelas utama (the
firs class) melainkan sebagai kelas kedua (the second class).

B. Pembahasan
1. Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga pendidikan Islam secara terminologi diartikan sebagai
suatu wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam.
Lembaga pendidikan mengandung pengertian kongkrit berupa sarana dan
prasarana dan juga pengertian yang abstrak, dengan adanya norma-
norma dan peraturan-peraturan tertentu, serta penanggung jawab
pendidikan itu sendiri.2
Muhaimin menjelaskan bahwa lembaga pendidikan Islam
merupakan suatu sistim pendidikan yang sengaja diselenggarakan atau
didirikan dengan hasrat dan niat untuk mengejawantahkan ajaran dan
nilai-nilai Islam.3 Sistim pendidikan ini dikembangkan dari dan disemangati
atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa lembaga
pendidikan Islam adalah suatu wadah berlangsungnya penyelenggaraan
pendidikan Islam dengan berbagai sarana, peraturan, dan penanggung
jawab pendidikan yang dijiwai oleh semangat ajaran dan nilai-nilai Islam
dengan niat untuk mengejawantahkan ajaran-ajaran Islam.
Adapun lembaga pendidikan islam secara terminologi dapat
diartikan suatu wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan
islam. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan
itu mengandung pengertian kongkrit berupa sarana dan prasarana dan

2
Ibid., hal. 278
3
Muhaimin, Pemikiran dan pendidikan (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hal. 39
3

juga pengertian yang abstrak, dengan adanya norma-norma dan


peraturan-peraturan tertentu, serta penananggung jawab pendidikan itu
sendiri.
2. Jenis Lembaga Pendidikan Islam
Di Negara Republik Indonesia ada tiga lembaga pendidikan yang
diindentikkan sebagai lembaga pendidikan Islam, yaitu: pesantren,
madrasah dan sekolah milik organisasi Islam setiap jenis dan jenjang
yang ada. Lembaga pendidikan Islam di Indonesia adalah:
a. Raudhatul Athfal atau Busthanul Athfal, atau nama lain yang
disesuaikan dengan organisasi pendirinya.
b. Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau Sekolah Dasar Islam (SDI)
c. Madrasah Tsanawiyah (MTs), sekolah Menengah Pertama Islam
(SMPI) atau nama-nama lain yang setingkat dengan pendidikan ini,
seperti Madrasah Mu’allimin Mu’allimat (MMA), atau Madrasah
Mu’allimin Atas (MMA)
d. Perguruan Tinggi, antara lain Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN),
Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Universias Islam Negeri (UIN) atau
lembaga sejenis milik yayasan atau organisasi keislaman, seperti
Sekolah Tinggi, Universias atau institut swasta milik organisasi atay
yaysan tertentu.4
Demikianlah beberapa lembaga pendidikan Islam yang dapat
dikatagorikan kepada pendidikan formal.

3. Akses pendidikan di daerah


Akses menurut kamus adalah jalan masuk, mengakses berarti
membuat jalan masuk atau memungkinkan masuk dan terlibat pada
sesuatu. Akses dalam istilah komputer dapat diartikan sebagai
pencapaian berkas di komputer untuk penulisan atau pencapaian data. 5
Sedangkan kesempatan adalah ketersediaan peluang, keluasan, ataupun
4
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), hal. 320
5
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 2001), hal. 22
4

waktu untuk terlibat pada sesuatu.6 Untuk dapat berhasil dalam proses
pembangunan setiap daerah memerlukan sumber daya manusia yang
berkualitas, generasi yang mempunyai tingkat pendidikan yang memadai
serta kemampuan yang cukup untuk menunjang proses pembangunan di
daerah. Demi tercapainya sumber daya manusia yang berkualitas tersebut
diperlukan upaya-upaya untuk mempermudah akses pendidikan.
Terjadinya kesenjangan kualitas pendidikan yang terjadi di suatu
daerah tidak hanya berhubungan dengan pelaku pendidikan semata-mata.
Kesenjangan itu juga merupakan cerminan dari ketidak-terpenuhinya
aksesibilitas fisik dan non fisik. Artinya, kesenjangan kualitas pendidikan
juga dengan sendirinya bermakna kesenjangan terhadap akses
pendidikan.
Accessibility pendidikan masih merupakan tantangan terbesar
dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Pemenuhan akses fisik
berupa ketersediaan prasarana dan sarana pendidikan yang memadai
mutlak dilakukan disaat kita berupaya untuk pemerataan mutu pendidikan.
Disamping itu pemenuhan akses non fisik yang menunjang pembangunan
pendidikan tidak kalah pentingnya, seperti upaya peningkatan dan
pengembangan kompetensi guru. Paradoks, jika sebuah sekolah kecil di
desa terpencil yang tidak memiliki fasilitas memadai, dan gedung sekolah
yang tidak layak untuk dilaksanakan proses belajar mengajar serta guru
yang tidak pernah di upgrade, dituntut untuk meningkatkan mutu sejajar
dengan daerah lainnya yang lebih maju.
Kondisi pendidikan di daerah masih memiliki banyak potensi sosial
budaya pada satu sisi tetapi masih kurang mendapat perhatian isu
modern khususnya dalam persoalan ekonomi dan pendidikan. Daerah-
daerah terpencil di negara berkembang seperti Indonesia sering kali
mengalami ketertinggalan akses dan kesempatan dalam berbagai hal
termasuk pendidikan. Akses dan kesempatan pendidikan di desa terpencil
ini semakin kompleks ketika dilihat dariberbagai pendekatan. Adanya

6
Ibid., hal. 103
5

unsur budaya yang mempengaruhi pola pikir masyarakat, adanya


pengaruh modernitas yang serba tanggung serta isu laki-laki perempuan
dari pendekatan gender menjadikan persoalan akses pendidikan di desa
terpencil semakin membutuhkan banyak perhatian.
Pengaruh modernitas juga mempengaruhi pandangan orang tua
tentang tingkat pendidikan anak baik bagi anak laki-laki maupun
perempuan. Ada kecenderungan bahwa orang tua mendahulukan anak
laki-laki dari pada anak perempuan untuk mendapatkan pendidikan. Salah
satu alasannya adalah karena letaknya sangat jauh dari rumah ke lokasi
sekolah mereka.7
Keberhasilan pembangunan pendidikan Islam mengacu dua tema
pokok kebijakan pembangunan pendidikan diantaranya, yaitu: perluasan
dan pemerataan akses. Pengertian perluasan dan pemerataan akses
pendidikan, ditujukan kepada upaya perluasan sistem informasi
manajemen pendidikan Islam, dilaksanakan dengan mengacu kepada
skala prioritas nasional dengan memberikan kesempatan yang sama bagi
seluruh peserta didik dari berbagai golongan masyarakat yang berbeda
lokasi tempat tinggal. Kebijakan pemerataan dan perluasan akses
ditujukan untuk memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi
penduduk untuk dapat belajar sepanjang hayat. Pada tahun 2008,
kebijakan perluasan dan pemerataan akses pendidikan Islam akan
diupayakan secara sistematis untuk peningkatan kapasitas sistem
informasi manajemen dengan program perluasan dan pemerataan
pembangunan pendidikan agama Islam pada MI, MTs, dan MA: (a)
meningkatkan sarana dan prasarana Pendidikan Agama termasuk sarana
olah raga termasuk rehailitasi bangunan, pengadaan unit sekolah baru,
penambahan ruang kelas baru, sarana ibadah, perpustakaan,
laboratorium, sarana olah raga. (b) memberikan subsidi pendidikan bagi
sekolah negeri dan swasta agar mampu menyelenggarakan pendidikan

7
Alex Inkeles and Donal B. Holsinger, Education and Individual Modernity in Developing
Countries (Leiden: E.J. Brill, 1974), hal. 85
6

yang berkualitas dan memberikan pelayanan pendidikan agama Islam


yang dapat dijangkau masyarakat luas dalam hal ini masyarakat di daerah
tertinggal. (c) peningkatan kesejahteraan guru dengan memberikan
tunjangan kepada guru tertinggal.8
Masyarakat Islam sebagai komponen bangsa, telah lama
berpartisipasi dalam mewujudkan harapan dari Undang-Undang RI. Hal ini
bisa dibuktikan dari sejarah munculnya lembaga Islam di Indonesia, yang
lebih didorong oleh kebutuhan dan prakarsa masyarakat Islam sendiri.
Lembaga Islam merupakan institusi pendidikan yang tumbuh dan
berkembang dari dan oleh masyarakat. Dengan demikian, secara
substansial, lembaga Islam telah otonom. Memperhatikan realitas yang
dihadapi satuan pendidikan Islam tersebut, tampaknya masih tetap terjadi
diskriminasi dalam penyelenggaraan pendidikan antara pendidikan umum
dengan pendidikan keagamaan (Islam). Di satu sisi otonomi daerah sudah
diberlakukan termasuk dalam bidang pendidikan dengan manajemen
berbasis sekolah tetapi di sisi lain satuan pendidikan keagamaan masih
sentralistik dan tertinggal dalam banyak hal, sehingga terdapat
kesenjangan antara kebijakan pemerintah dengan penyelenggaraan
satuan pendidikan keagamaan (Islam). Dalam akses pemerataan
pendidikan ada dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu persamaan
kesempatan untuk memperoleh pendidikan yaitu akses pendidikan bisa
dinikmati oleh semua penduduk yang berusia sekolah. Kedua, keadilan
dalam memperoleh pendidikan yang sama dalam masyarakat yaitu
pendidikan dapat diakses oleh antar suku, agama dan kelompok secara
sama.9
Persoalan-persoalan di daerah terpencil perlu mendapat perhatian
serius dari pemerintah dalam merumuskan perencanaan pendidikan.

8
Nurul Fauziah dan Hinggil Permana, Pemerataan Akses Pendidikan Sistem Informasi
Manajemen Pada Lembaga Pendidikan Islam, TADBIR: Jurnal Manajemen Pendidikan
Islam P-ISSN: 2338:6673; E:ISSN: 2442:8280 Vol. 10. No. 01. Februari, 2022, hal: 59-74
9
Badruzzaman. Perluasan dan Pemerataan Akses Pendidikan di Kabupaten Sorong.
Jurnal Al-Qalam. 1 (19). (2013). hal. 52
7

Paling tidak hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan sistem


pendidikan perlunya kerjasama pemerintah dengan masyarakat, pendidik
dan warga belajar. 10 Dengan kerjasama ini maka akses pendidikan anak
di suatu daerah dapat dipikirkan bersama antara pemerintah dan
masyarakat. Pendidikan yang dirancang secara bersama dengan
masyarakat juga memungkinkan suatu sistem pendidikan yang tidak
hanya berbasis kepada lembaga atau institusi sekolah tetapi juga
memungkinkan suatu rancangan pendidikan yang berbasis masyarakat.
Dengan demikian ketersediaan akan akses pendidikan lebih banyak dan
kesempatan terhadap pendidikan anak di daerah atau desa-desa terpencil
semakin terbuka luas.

4. Kebijakan perluasan akses pendidikan dan dampak bagi sekolah


swasta di daerah
Setelah salah satu dari sekian alternatif kebijakan diputuskan,
untuk diambil sebagai cara memecahkan masalah kebijakan, maka tahap
paling akhir dalam pembuat kebijakan adalah penetapan kebijakan,
sehingga mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Proses pembuatan
kebijakan tidak dapat dipisahkan dengan proses penetapan atau
pengesahan kebijakan. Proses pembuatan kebijakan publik merupakan
proses yang kompleks karena melibatkkan banyak proses maupun
variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu, ahli politik membagi proses
kebijakan publik dalam tahap -tahapan agar mudah mengkaji kebijakan
publik yang dibuat. Adapun tahapan dalam pembuatan kebijakan publik
menurut pendapat Jenkins dalam Abdal, adalah sebagai berikut:11

10
Roger A. Kaufman, Educational System Planning (New Jersey: Prentice Hall Inc.,
1974), hal. 30
11
Abdal, 2015. Kebijakan Publik, Memahami Konsep Kebijakan Publik. (Bandung: Pusat
Penelitian dan Penerbitan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UIN
Sunan Gunung Jati Bndung. 2015), hal. 15
8

1) Inisiasi
Seorang pemimpin perlu mengambil prakarsa untuk menciptakan
gagasan-gagasan baru, namun sebaliknya tugas pemimpin yang
memberi pengarahan atau pun menolak gagasan-gagasan dari anggota
kelompoknya yang dinilai tidak layak. Inisiatif dalam arti menciptakan
ataupun menolak ide-ide baru baik yang berasal dari pimpinan itu
sendiri ataupun dari anggota kelompoknya perlu untuk dilaksanakan,
sebab pemimpin mempunyai tanggung jawab yang lebih besar terhadap
keberadaan atau eksistensi kelompok yang dipimpinnya, disamping itu
yang lebih penting adalah tanggung jawab untuk terlaksananya tujuan-
tujuan kelompok.12
Kebijakan pemerataan dan perluasan akses pendidikan tentu
sangat berdampak bagi sekolah swasta terlebih sekolah swasta dengan
jumlah siswa yang kecil. Pemerintah sebagai pemimpin yang
menginisiasi kebijakan ini harus memprakarsai kembali dan menci
ptakan gagasan baru agar sekolah swasta yang juga ikut memcerdaskan
kehidupan bangsa tidak mengalamai “kematian” dengan kebijakan yang
diambil pemerintah.
2) Informasi
Informasi merupakan hasil dari pengolahan data dalam suatu
bentuk yang menggambarkan suatu kejadian-kejadian (event) yang
nyata (fact) dengan lebih berguna dan lebih berarti (Setiawan, 2006).
Pada pengertian lain, informasi adalah sejumlah data yang telah diolah
melalui pengolahan data dalam rangka menguji tingkat kebenarannya
dan ketercapaiannya sesuai kebutuhan. Informasi itu harus akurat,
tepat dan dan relevan agar tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan
keputusan.13

12
Lestari, Y., Prastyawan, A., Utami, D. A., Noviyanti, N., & Gamaputra, G.
(2020). Pengembangan Bahan Ajar Mata Kuliah Pelayanan Publik Melalui Motode Virtual
Learning. Jurnal Dimensi Pendidikan Dan Pembelajaran, 8(2), 103–110.
13
Wawan Setiawan dan Munir. Pengantar Teknologi Informasi : Basis Data, (Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia, 2006), hal. 17
9

Informasi yang diterima oleh pemerintah baik secara langsung


maupun tidak langsung terkait dengan kebijakan pemerataan dan
perluasan akses pendidikan yang sangat berdampak pada sekolah
swasta menggambarkan kejadian (event) di lapangan yang nyatan
(fact). Satu dari sekian banyak kondisi rill di lapangan yang bisa dijadikan
informasi bagi pemerintah seperti yang disampaikan oleh Kepala
Madrasah Aliyah Swasta Darussalam yang mengeluhkan sikap
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dalam pelaksanaan PPDB.
Sebab, tidak memberikan keadilan untuk sekolah-sekolah swasta. Dari
laporan yang diterimanya, tak sedikit sekolah swasta yang mengeluhkan
minimnya pendaftar. Bahkan, ada juga sekolah yang baru menerima
empat murid saja.
3) Pertimbangan
Informasi terkait keluhan sekolah swasta terhadap pemerataan dan
perluasan akses pendidikan dan dampak yang dirasakan harus menjadi
pertimbangan bagi pemerintah dalam menata ulang kebijakan yang telah
dikeluarkan. Kebijakan yang dibuat pemerintah hendaknya tidak terkesan
emosional. Tidak berfokus pada satu sudut pandang tapi melihat dari
berbagai sudut pandang. Pemerintah juga harus objektif ketika menerima
data dan informasi sehingga tidak ada subjektifitas. Kepentingan semua
golongan juga harus terperhatikan agar kebijakan yang dikeluarkan tidak
menimbulkan masalah baru. Selanjutnya membuat pertimbangan yang
matang agar tidak terkesan buru-buru dan tidak memiliki perencanaan
yang baik.
Kebijakan Pendirian Unit Sekolah Baru (USB) harus dikaji ulang
oleh pemerintah karena “menyakiti” sekolah swasta yang selama ini telah
berpartisipasi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Keberadaan
sekolah negeri secara langsung akan mempengaruhi populasi siswa
yang mendaftar di sekolah swasta. Seharusnya sebelum pendirian USB,
pemerintah mempertimbang kan dampak baik dan buruknya sehingga
10

tidak seperti kejadian pendirian mall-mall diperkotaan, berdiri mall baru,


mall yang sudah ada pengunjungnya berkurang drastis atau malah tutup.
4) Keputusan
Keputusan berdasarkan berbagai pertimbangan merupakan tingkat
keputusan yang lebih banyak membutuhkan informasi dan informasi
tersebut dikumpulkan serta dianalisis untuk dipertimban gkan agar
menghasilkan keputusan. Suatu proses pengambilan keputusan
membutuhkan langkah-langkah dalam membantu dan membuat
keputusan yang lebih terdidik agar dapat mencegah pengambilan
keputusan salah. Langkah-langkah tersebut dibagi menjadi beberapa
bagian yakni identifikasi keputusan, pengumpulan informasi yang
relevan, identifikasi alternatif, timbang buktinya, pilih di antara alternatif,
mengambil tindakan, tinjau keputusan.14
Perluasan dan pemerataan akses pendidikan memiliki dampak
positif terutama bagi daerah yang tidak terjangkau, terisolir atau tertinggal
selama ini Kebijakan ini juga akan sangat menguntungkan bagi
masyarakat untuk mendapatkan layanan pendidikan yang bermutu
dengan adanya sistem zonasi. Di lain pihak, perluasan dan pemerataan
juga memiliki dampak negatif bagi sekolah swasta. Adanya Unit Sekolah
Baru, penambahan rombel sekolah negeri tentu akan mengurangi jumlah
siswa yang akan mendaftar ke sekolah negeri. Oleh karena itu sebelum
pemerintah memutuskan pendirian Unit Sekolah Baru dan penambahan
rombel bagi sekolah negeri hendaknya juga memikirkan nasib sekolah
swasta yang ada di sekitar sekolah negeri tersebut.
5) Implementasi
Implementasi mencakup pencapaian keputusan kepada orang–
orang yang terkait dan mendapatkan komitmen mereka pada keputusan
tersebut. Oleh karena itu pekerjaan pemerintah tidak hanya terbatas
pada keterampilan memilih pemecahan yang baik, akan tetapi meliputi

14
Salusu, Pengambilan Keputusan Stratejik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utamna.
2006), hal. 14
11

juga pengetahuan dan keterampilan yang perlu untuk melaksanakan


pemecahan masalah tersebut menjadi perilaku dalam organisasi.
Penerapan kebijakan pemerataan dan perluasan pendidikan akan
memudahkan masyarakat mengakses pendidikan. Hail ini juga sekaligus
menjadi tantangan bagi sekolah swasta untuk tetap dapat bertahan
ditengah terpaan badai hilangnya jumlah siswa yang akan mendaftar.
Implementasi kebijakan ini hendaknya tidak seperti politik belah bambu
dengan mengangkat satu pihak dan menjatuhkan pihak yang lain.
Sekolah swasta juga harus mendapat perhatian dari pemerintah karena
tanpa peran swasta, pemerintah tidak dapat menjalankan pendidikan.
6) Evaluasi
Tahap evaluasi dilaksanakan untuk memastikan bahwa
pelaksanaan keputusan yang diambil mengenai sasaran dan tujuan
yang ingin dicapai. Jika ternyata tujuan tidak tercapai, pemerintah dapat
melakukan respon dengan cepat. Pelaksaan kebijakan pemerataan dan
perluasan pendidikan di daerah yang tidak ada lembaga pendidikan
disambut baik oleh masyarakat pada umumnya karena selain
meningkatkan layanan mutu pendidikan, kebijakan ini juga mengurangi
angka putus sekolah dan mengurangi biaya dalam pendidikan. Berbeda
halnya jika di daerah itu sudah banyak sekolah dan ada sekolah swasta,
penambahan Unit Sekolah Baru dan penambahan rombel membuat
sekolah swasta meradang atau bahkan bisa kejang-kejang karena tak ada
calon siswa yang datang mendaftar.
7) Terminasi (penghentian)
Terminasi kebijakan semestinya dipandang sebagai sebuah
langkah penting untuk melakukan koreksi terhadap sebuah kebijakan
yang ada, serta untuk mengalokasikan risorsis secara lebih efisien.
Sehingga tertundanya proses terminasi sebuah kebijakan yang dinilai
cacat akan berakibat pada bahaya yang ditimbulkan oleh sebuah
kebijakan tersebut. Dalam bahasa yang lebih sederhana, Brewer,
menandaskan bahwa terminas merupakan upaya penyesuaian
12

(adjustment) kebijakan yang dianggap disfungsi, redundant, outmoded,


atau unnecessary. Namun, karena merupakan upaya penggantian yang
lebih diarahkan oleh berbagai faktor politik, keberhasilan proses
terminasi kebijakan merupakan aktivitas politik yang paling problematik.
Tujuannya adalah untuk merubah kebijakan atau program yang disfungsi
atau outmoded dan memudahkan pencapaian sasaran kebijakan.15
Pembanguan Unit Sekolah Baru dan Ruang Kelas Baru
seperti dua mata pisau bagi dunia pendidikan. Untuk daerah yang
tidak memiliki unit sekolah pembangunan sekolah baru merupakan
asa dan nafas baru untuk menggapai pendidikan yang lebih baik.
Penambahan ruang kelas baru juga memperluas kesempatan bagi
siswa untuk bisa masuk ke sekolah yang menjadi tujauannya
menimba ilmu. Berbeda halnya jika pembangunan sekolah baru dan
ruang kelas baru di daerah yang sudah ada sekolah negeri tentu
akan melahirkan cerita yang berbeda. Hadirnya sekolah baru dengan
status negeri dan fasilitas yang lengkap dari pemerintah membuat
sekolah swasta yang lebih dahulu eksis akan mengancam
keberadaannya. Ditambah lagi dengan penambahan ruang kelas baru
bagi sekolah-sekolah negeri yang ada tentu akan ikut memperparah
jumlah siswa yang masuk di sekolah swasta yang kecil.
Melihat fenomena ini kebijakan pembangunan Unit Sekolah Baru
dan Ruang Kelas Baru perlu ditinjau ulang atau bahkan dihentikan
agar agar ke depan tidak semakin banyak sekolah swasta yang tumbang
karena sedikitnya jumlah siswa yang mendaftar. Dengan sedikitnya jumlah
siswa sekolah swasta akan berpengaruh pada keuangan sekolah, dana
BOS yang diterima dan anggaran yang bisa dialokasikan untuk
kegiatan. Ketika sekolah swasta tidak bisa menjalankan aktivitas
pendidikannya, tidak menutup kemungkinan ke depan banyak sekolah
swasta yang menghentikan operasionalnya.

15
Keban, P. (2015). Terminasi Kebijakan Publik: Tinjauan Normatif. Jejaring
Administrasi Publik, 2 (1), 799–803
13

C. Kesimpulan
1. Lembaga pendidikan Islam adalah suatu wadah berlangsungnya
penyelenggaraan pendidikan Islam dengan berbagai sarana,
peraturan, dan penanggung jawab pendidikan yang dijiwai oleh
semangat ajaran dan nilai-nilai Islam dengan niat untuk
mengejawantahkan ajaran-ajaran Islam.
2. Jenis lembaga pendidikan Islam lembaga pendidikan formal yaitu
Raudhatul Athfal atau Busthanul Athfal, Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau
Sekolah Dasar Islam (SDI) Madrasah Tsanawiyah (MTs), sekolah
Menengah Pertama Islam (SMPI) atau nama-nama lain yang setingkat
dengan pendidikan ini, seperti Madrasah Mu’allimin Mu’allimat (MMA),
atau Madrasah Mu’allimin Atas (MMA). Perguruan Tinggi, antara lain
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN), Institut Agama Islam Negeri
(IAIN), Universias Islam Negeri (UIN).
3. Strategi yang perlu ditawarkan dalam mengelola dan
mengembangkan lembaga pendidikan Islam baik berupa pesantren,
madrasah, serta perguruan tinggi, yaitu pertama, Merumuskan visi,
misi dan tujuan lembaga secara jelas serta berusaha keras
mewujudkannya melalui kegiatan-kegiatan riil sehari-hari. Kedua.
Membangun kepemimpinan yang benar-benar professional (terlepas
dari intervensi ideology, politik, organisasi, dan mazhab dalam
menempuh kebijakan lembaga). Ketiga, Menyiapkan pendidik yang
benar-benar berjiwa pendidik sehingga mengutamakan tugas-tugas
pendidikan dan bertanggung jawab terhadap kesuksesan peserta
didiknya. Keempat, Merumuskan kurikulum yang sesuai dengan
kebutuhan peserta didik dan masyarakat dan sebagainya.
4. Pemerintah sementara waktu perlu melakukan moratorium pendirian
sekolah baru dan penambahan jumlah rombel ketika di satu
daerah sudah ada sekolah negeri atau swasta. Pendirian sekolah
baru dapat dialihkan untuk membiayai sekolah swasta sehingga
ada sistem kerjasama dalam pengelolaan sekolah tersebut antar
14

lembaga swasta dan pemerintah. Ini sangat diperlukan agar


karena sekolah negeri tidak mematikan keberadaan sekolah
swasta sehingga persaingan antar sekolah dapat diminimalisir.

D. Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan dalam penyusunan
makalah ini antara lain yaitu perlunya banyak literasi dan pemahaman
dalam mengkaji pembahsan ini. Juga adanya keluesan dalam menerima
pendapat dari beberapa tokoh dan literasi amat sangat membantu dalam
pemahaman. Kepada seluruh pembaca, diharapkan kritik dan sarannya
yang bersifat membangun demi memperbaiki makalah dan peneliti
menjadi lebih baik lagi dimasa mendatang.

Daftar Pustaka
Abdal, 2015. Kebijakan Publik, Memahami Konsep Kebijakan Publik..
Bandung: Pusat Penelitian dan Penerbitan Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat UIN Sunan Gunung Jati Bndung.
2015.
Alex Inkeles and Donal B. Holsinger, Education and Individual Modernity
in Developing Countries. Leiden: E.J. Brill, 1974.
Badruzzaman. Perluasan dan Pemerataan Akses Pendidikan di
Kabupaten Sorong. Jurnal Al-Qalam. 1 (19). 2013.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2001.
Fahrurrozi. (2016). Menata Ulang Konsep dan Praktik Pendidikan
Islam. Millah: Journal of Religious Studies, 5(1), 149–152.
https://doi.org/10.20885/millah.vol5.iss1.art11
Keban, P. (2015). Terminasi Kebijakan Publik: Tinjauan
Normatif. Jejaring Administrasi Publik, 2 (1),
Lestari, Y., Prastyawan, A., Utami, D. A., Noviyanti, N., &
Gamaputra, G. (2020). Pengembangan Bahan Ajar Mata Kuliah
Pelayanan Publik Melalui Motode Virtual Learning. Jurnal Dimensi
Pendidikan Dan Pembelajaran, 8(2), 103–110.
Muhaimin, Pemikiran dan pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
Nurul Fauziah dan Hinggil Permana, Pemerataan Akses Pendidikan
Sistem Informasi Manajemen Pada Lembaga Pendidikan Islam,
15

TADBIR: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam P-ISSN: 2338:6673;


E:ISSN: 2442:8280 Vol. 10. No. 01. Februari, 2022.
Roger A. Kaufman, Educational System Planning. New Jersey: Prentice
Hall Inc., 1974.
Salusu, Pengambilan Keputusan Stratejik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utamna. 2006.
Wawan Setiawan dan Munir. Pengantar Teknologi Informasi : Basis Data,.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2006.

Anda mungkin juga menyukai