Disusun oleh :
IKHSAN SYUKRON
NIM. 801210132
i
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Shalawat dan
salam kita panjatkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
karena atas hidayah-Nya-lah makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah ini penulis sampaikan kepada pembina mata kuliah
Manajemen Lembaga Pendidikan Islam. Yang membahas tentang
kajian Lembaga Pendidikan Islam Dan Akses Pendidikan di Daerah
sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah tersebut. Tidak lupa saya
ucapkan terima kasih kepada bapak dosen yang telah berjasa
mencurahkan ilmu kepada penulis dalam mengajar mata kuliah ini.
Penulis memohon kepada bapak khususnya. umumnya para
pembaca untuk memberikan saran perbaikan apabila menemukan
kesalahan atau kekurangan dalam sistematika penulisan maupun dalam
penyampaian isi. Selain itu. penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun kepada semua pembaca demi lebih baiknya karya-
karya tulis yang akan datang.
Penulis
A. Pendahuluan
Salah satu kekeliruan kebijakan pendidikan Nasional yang
berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja
pendidikan (educational performance) Indonesia adalah kurang
diperhitungkannya lembaga pendidikan Islam dalam sistem pendidikan
Nasional. Sekilas ketika kita berbicara masalah peningkatan mutu
pendidikan seolah-olah semuanya ditentukan oleh sekolah. Lembaga
pendidikan Islam, misalnya madrasah, pondok pesantren maupun sekolah
Islam masih dipandang sebelah mata dan kurang diperhitungkan.
Tidaklah mengherankan bila muncul di masyarakat stereotyping,
bahwa pendidikan Islam selalu diasosiasikan dengan lembaga pendidikan
terbelakang, kurang bermutu serta tidak menghasilkan lulusan
(educational output) yang memadai dan tidak memiliki kemampuan
komprehensif-kompetitif terutama dalam bidang ilmu pengetahuan.1
Secara sederhana bisa kita lihat dari rendahnya minat para orang
tua untuk menyerahkan masa depan pendidikan anak-anaknya ke
madrasah atau pesantren (notabane Islam). Biasanya mereka tidak
menjadikan lembaga-lembaga tersebut sebagai alternatif utama untuk
menyekolahkan anak-anak mereka. Kalaupun akhirnya mereka masuk
bersekolah di madrasah, pesantren ataupun sekolah Islam biasanya itu
dilakukan karena terpaksa (karena tidak lulus di sekolah umum, misalnya).
Ironi sekali, sebagai bangsa besar dengan penduduk ratusan juta jiwa
dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Padahal menurut
sebuah perhitungan manusia Muslim Indonesia adalah jumlah pemeluk
agama Islam terbesar di dunia. Jika dibanding dengan negara-negara
Muslim lainnya, maka penduduk Muslim Indonesia dari segi jumlah tidak
ada yang menandingi. Rupaya jumlah besar (mayoritas) bukan semata-
mata menjadi lembaga pendidikan Islam yang menjadi sandaran utama
dalam upaya pengembangan pendidikan bermutu di Indonesia. Gambaran
1
Fahrurrozi. (2016). Menata Ulang Konsep dan Praktik Pendidikan Islam. Millah: Journal
of Religious Studies, 5(1), 149–152. https://doi.org/10.20885/millah.vol5.iss1.art11
1
2
B. Pembahasan
1. Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga pendidikan Islam secara terminologi diartikan sebagai
suatu wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam.
Lembaga pendidikan mengandung pengertian kongkrit berupa sarana dan
prasarana dan juga pengertian yang abstrak, dengan adanya norma-
norma dan peraturan-peraturan tertentu, serta penanggung jawab
pendidikan itu sendiri.2
Muhaimin menjelaskan bahwa lembaga pendidikan Islam
merupakan suatu sistim pendidikan yang sengaja diselenggarakan atau
didirikan dengan hasrat dan niat untuk mengejawantahkan ajaran dan
nilai-nilai Islam.3 Sistim pendidikan ini dikembangkan dari dan disemangati
atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa lembaga
pendidikan Islam adalah suatu wadah berlangsungnya penyelenggaraan
pendidikan Islam dengan berbagai sarana, peraturan, dan penanggung
jawab pendidikan yang dijiwai oleh semangat ajaran dan nilai-nilai Islam
dengan niat untuk mengejawantahkan ajaran-ajaran Islam.
Adapun lembaga pendidikan islam secara terminologi dapat
diartikan suatu wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan
islam. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan
itu mengandung pengertian kongkrit berupa sarana dan prasarana dan
2
Ibid., hal. 278
3
Muhaimin, Pemikiran dan pendidikan (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hal. 39
3
waktu untuk terlibat pada sesuatu.6 Untuk dapat berhasil dalam proses
pembangunan setiap daerah memerlukan sumber daya manusia yang
berkualitas, generasi yang mempunyai tingkat pendidikan yang memadai
serta kemampuan yang cukup untuk menunjang proses pembangunan di
daerah. Demi tercapainya sumber daya manusia yang berkualitas tersebut
diperlukan upaya-upaya untuk mempermudah akses pendidikan.
Terjadinya kesenjangan kualitas pendidikan yang terjadi di suatu
daerah tidak hanya berhubungan dengan pelaku pendidikan semata-mata.
Kesenjangan itu juga merupakan cerminan dari ketidak-terpenuhinya
aksesibilitas fisik dan non fisik. Artinya, kesenjangan kualitas pendidikan
juga dengan sendirinya bermakna kesenjangan terhadap akses
pendidikan.
Accessibility pendidikan masih merupakan tantangan terbesar
dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Pemenuhan akses fisik
berupa ketersediaan prasarana dan sarana pendidikan yang memadai
mutlak dilakukan disaat kita berupaya untuk pemerataan mutu pendidikan.
Disamping itu pemenuhan akses non fisik yang menunjang pembangunan
pendidikan tidak kalah pentingnya, seperti upaya peningkatan dan
pengembangan kompetensi guru. Paradoks, jika sebuah sekolah kecil di
desa terpencil yang tidak memiliki fasilitas memadai, dan gedung sekolah
yang tidak layak untuk dilaksanakan proses belajar mengajar serta guru
yang tidak pernah di upgrade, dituntut untuk meningkatkan mutu sejajar
dengan daerah lainnya yang lebih maju.
Kondisi pendidikan di daerah masih memiliki banyak potensi sosial
budaya pada satu sisi tetapi masih kurang mendapat perhatian isu
modern khususnya dalam persoalan ekonomi dan pendidikan. Daerah-
daerah terpencil di negara berkembang seperti Indonesia sering kali
mengalami ketertinggalan akses dan kesempatan dalam berbagai hal
termasuk pendidikan. Akses dan kesempatan pendidikan di desa terpencil
ini semakin kompleks ketika dilihat dariberbagai pendekatan. Adanya
6
Ibid., hal. 103
5
7
Alex Inkeles and Donal B. Holsinger, Education and Individual Modernity in Developing
Countries (Leiden: E.J. Brill, 1974), hal. 85
6
8
Nurul Fauziah dan Hinggil Permana, Pemerataan Akses Pendidikan Sistem Informasi
Manajemen Pada Lembaga Pendidikan Islam, TADBIR: Jurnal Manajemen Pendidikan
Islam P-ISSN: 2338:6673; E:ISSN: 2442:8280 Vol. 10. No. 01. Februari, 2022, hal: 59-74
9
Badruzzaman. Perluasan dan Pemerataan Akses Pendidikan di Kabupaten Sorong.
Jurnal Al-Qalam. 1 (19). (2013). hal. 52
7
10
Roger A. Kaufman, Educational System Planning (New Jersey: Prentice Hall Inc.,
1974), hal. 30
11
Abdal, 2015. Kebijakan Publik, Memahami Konsep Kebijakan Publik. (Bandung: Pusat
Penelitian dan Penerbitan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UIN
Sunan Gunung Jati Bndung. 2015), hal. 15
8
1) Inisiasi
Seorang pemimpin perlu mengambil prakarsa untuk menciptakan
gagasan-gagasan baru, namun sebaliknya tugas pemimpin yang
memberi pengarahan atau pun menolak gagasan-gagasan dari anggota
kelompoknya yang dinilai tidak layak. Inisiatif dalam arti menciptakan
ataupun menolak ide-ide baru baik yang berasal dari pimpinan itu
sendiri ataupun dari anggota kelompoknya perlu untuk dilaksanakan,
sebab pemimpin mempunyai tanggung jawab yang lebih besar terhadap
keberadaan atau eksistensi kelompok yang dipimpinnya, disamping itu
yang lebih penting adalah tanggung jawab untuk terlaksananya tujuan-
tujuan kelompok.12
Kebijakan pemerataan dan perluasan akses pendidikan tentu
sangat berdampak bagi sekolah swasta terlebih sekolah swasta dengan
jumlah siswa yang kecil. Pemerintah sebagai pemimpin yang
menginisiasi kebijakan ini harus memprakarsai kembali dan menci
ptakan gagasan baru agar sekolah swasta yang juga ikut memcerdaskan
kehidupan bangsa tidak mengalamai “kematian” dengan kebijakan yang
diambil pemerintah.
2) Informasi
Informasi merupakan hasil dari pengolahan data dalam suatu
bentuk yang menggambarkan suatu kejadian-kejadian (event) yang
nyata (fact) dengan lebih berguna dan lebih berarti (Setiawan, 2006).
Pada pengertian lain, informasi adalah sejumlah data yang telah diolah
melalui pengolahan data dalam rangka menguji tingkat kebenarannya
dan ketercapaiannya sesuai kebutuhan. Informasi itu harus akurat,
tepat dan dan relevan agar tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan
keputusan.13
12
Lestari, Y., Prastyawan, A., Utami, D. A., Noviyanti, N., & Gamaputra, G.
(2020). Pengembangan Bahan Ajar Mata Kuliah Pelayanan Publik Melalui Motode Virtual
Learning. Jurnal Dimensi Pendidikan Dan Pembelajaran, 8(2), 103–110.
13
Wawan Setiawan dan Munir. Pengantar Teknologi Informasi : Basis Data, (Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia, 2006), hal. 17
9
14
Salusu, Pengambilan Keputusan Stratejik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utamna.
2006), hal. 14
11
15
Keban, P. (2015). Terminasi Kebijakan Publik: Tinjauan Normatif. Jejaring
Administrasi Publik, 2 (1), 799–803
13
C. Kesimpulan
1. Lembaga pendidikan Islam adalah suatu wadah berlangsungnya
penyelenggaraan pendidikan Islam dengan berbagai sarana,
peraturan, dan penanggung jawab pendidikan yang dijiwai oleh
semangat ajaran dan nilai-nilai Islam dengan niat untuk
mengejawantahkan ajaran-ajaran Islam.
2. Jenis lembaga pendidikan Islam lembaga pendidikan formal yaitu
Raudhatul Athfal atau Busthanul Athfal, Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau
Sekolah Dasar Islam (SDI) Madrasah Tsanawiyah (MTs), sekolah
Menengah Pertama Islam (SMPI) atau nama-nama lain yang setingkat
dengan pendidikan ini, seperti Madrasah Mu’allimin Mu’allimat (MMA),
atau Madrasah Mu’allimin Atas (MMA). Perguruan Tinggi, antara lain
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN), Institut Agama Islam Negeri
(IAIN), Universias Islam Negeri (UIN).
3. Strategi yang perlu ditawarkan dalam mengelola dan
mengembangkan lembaga pendidikan Islam baik berupa pesantren,
madrasah, serta perguruan tinggi, yaitu pertama, Merumuskan visi,
misi dan tujuan lembaga secara jelas serta berusaha keras
mewujudkannya melalui kegiatan-kegiatan riil sehari-hari. Kedua.
Membangun kepemimpinan yang benar-benar professional (terlepas
dari intervensi ideology, politik, organisasi, dan mazhab dalam
menempuh kebijakan lembaga). Ketiga, Menyiapkan pendidik yang
benar-benar berjiwa pendidik sehingga mengutamakan tugas-tugas
pendidikan dan bertanggung jawab terhadap kesuksesan peserta
didiknya. Keempat, Merumuskan kurikulum yang sesuai dengan
kebutuhan peserta didik dan masyarakat dan sebagainya.
4. Pemerintah sementara waktu perlu melakukan moratorium pendirian
sekolah baru dan penambahan jumlah rombel ketika di satu
daerah sudah ada sekolah negeri atau swasta. Pendirian sekolah
baru dapat dialihkan untuk membiayai sekolah swasta sehingga
ada sistem kerjasama dalam pengelolaan sekolah tersebut antar
14
D. Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan dalam penyusunan
makalah ini antara lain yaitu perlunya banyak literasi dan pemahaman
dalam mengkaji pembahsan ini. Juga adanya keluesan dalam menerima
pendapat dari beberapa tokoh dan literasi amat sangat membantu dalam
pemahaman. Kepada seluruh pembaca, diharapkan kritik dan sarannya
yang bersifat membangun demi memperbaiki makalah dan peneliti
menjadi lebih baik lagi dimasa mendatang.
Daftar Pustaka
Abdal, 2015. Kebijakan Publik, Memahami Konsep Kebijakan Publik..
Bandung: Pusat Penelitian dan Penerbitan Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat UIN Sunan Gunung Jati Bndung.
2015.
Alex Inkeles and Donal B. Holsinger, Education and Individual Modernity
in Developing Countries. Leiden: E.J. Brill, 1974.
Badruzzaman. Perluasan dan Pemerataan Akses Pendidikan di
Kabupaten Sorong. Jurnal Al-Qalam. 1 (19). 2013.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2001.
Fahrurrozi. (2016). Menata Ulang Konsep dan Praktik Pendidikan
Islam. Millah: Journal of Religious Studies, 5(1), 149–152.
https://doi.org/10.20885/millah.vol5.iss1.art11
Keban, P. (2015). Terminasi Kebijakan Publik: Tinjauan
Normatif. Jejaring Administrasi Publik, 2 (1),
Lestari, Y., Prastyawan, A., Utami, D. A., Noviyanti, N., &
Gamaputra, G. (2020). Pengembangan Bahan Ajar Mata Kuliah
Pelayanan Publik Melalui Motode Virtual Learning. Jurnal Dimensi
Pendidikan Dan Pembelajaran, 8(2), 103–110.
Muhaimin, Pemikiran dan pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
Nurul Fauziah dan Hinggil Permana, Pemerataan Akses Pendidikan
Sistem Informasi Manajemen Pada Lembaga Pendidikan Islam,
15