Idikan Makalah ini Dibuat untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Kuliah
Kapita Selekta Pendidikan
Dosen Pengampu : Dr. Muhammad Arifin, M.Pd.
Disusun oleh :
(Semester 7A)
BAB I................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................4
C. Tujuan.....................................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
PEMBAHASAN............................................................................................................... 5
A. Pendidikan Nasional...............................................................................................5
C. Pendidikan Madrasah........................................................................................... 11
BAB III............................................................................................................................27
PENUTUP.......................................................................................................................27
A. Kesimpulan...........................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 28
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah Pendidikan seringkali diartikan dan dimakna secara beragam,
wawasan berfikir manusia dan bermanfaat untuk pengembangan teori itu sendiri.
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
1
masyarakat, bangsa dan negera.
tersebut diatas, yaitu: (1) usaha sadar dan terencana; (2) mewujudkan suasana
2
dirinya, masyarakat, bangsa dan negera.
1 Harefa, D., Telaumbanua, T. (2020). Belajar Berpikir dan Bertindak Secara Praktis Dalam
Dunia Pendidikan kajian untuk Akademis. CV. Insan Cendekia Mandiri.
2 Iyam Maryati, Yenny Suzana, Darmawan Harefa, I. T. M. (2022). Analisis Kemampuan
Komunikasi Matematis dalam Materi Aljabar Linier. PRISMA, 11(1), 210–220.
1
2
positif dan dampak negatif. Dampak positif tentunya merupakan sebuah harapan
yang diinginkan oleh setiap manusia. Dan dampak negatif adalah sesuatu yang
dapat menimbulkan masalah bagi kehidupan manusia. Jika dikaitkan dengan dunia
menimbulkan dampak negatif. Hal ini merupakan penghambat bagi suatu proses
kelancaran dalam proses belajar mengajar. Dan peristiwa ini banyak terjadi di dalam
dituai tiap tahunnya. Permasalahan pun muncul mulai dari aras input, proses,
sampai output. Ketiga aras ini sejatinya saling terkait satu sama lain. Input
input dalam jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi atau masuk ke dalam dunia
3
kerja, dimana teori mulai dipraktekkan.
pendidikan kita menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang mampu mengisi
Madrasah di Indonesia 1945. Sesuai alinea ke-4 salah satu tujuan bangsa Indonesia
4
dapat tetap berfungsi dan berkembang dalam masyarakat dari waktu ke waktu.
Kiprahnya untuk mencetak generasi penerus bangsa tidak bisa diabaikan lagi.
pendidikan formal yang sering kita kenal dengan madrasah. Madrasah tersebut
dalam bentuk Raudhatul Athfal (RA), Madrasah, dan Perguruan Tinggi Agama,
didalamnya kelebihan dan kekurangan dari masing masing sistem Pendidikan dan
4 Suhartini, Andewi. 2004. Dasar-Dasar Pendidikan Islam Kerangka Teoritis dalam Bunga Rampai
Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Klasik. Bandung: Angkasa. Hal.3.
4
sumber.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Pendidikan Nasional?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pendidikan Nasional.
PEMBAHASAN
A. Pendidikan Nasional
pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani
5
peserta didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Marimba pun
merumuskan lima unsur utama dalam pendidikan, yaitu; 1) Usaha yang bersifat
pendidik, pembimbing atau penolong. 3) Ada yang di didik atau peserta didik. 4)
Adanya dasar atau tujuan dalam bimbingan tersebut. 5) Adanya alat yang
6
untuk melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama sebaik-baiknya.
Dewantoro, yang disunting oleh Abuddin Nata, sudah bisa mewakili. Ia berpendapat
bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang beralaskan garis hidup dari
5 Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif, 2007), hal.166.
6 Soeganda Purbakawatja, Pendidikan dalam Alam Indonesia Merdeka, (Jakarta: Gunung Agung,
2007), hal. 11.
5
6
lain untuk kemuliaan segenap manusia di muka bumi.9 Lebih lanjut, Ki Hajar
hendaknya disusun sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan tujuan lembaga
sesuai dengan jenis dan jenjangnya serta kaitannya satu sama lain. Di samping itu
didasarkan atas kurikulum induk nasional. Atas dasar kurikulum induk tersebut
disusun paket program belajar mengajar, baik untuk jenis pendidikan umum,
7
7
bahan, sistem penyampaian dan sistem evaluasi.
Peserta didik di negeri ini tak perlu menghabiskan banyak biaya untuk
sekitar Rp444,131 triliun untuk edukasi rakyat pada APBN 2018. Persentase
Presiden tahun anggaran 2018. Anggaran tersebut terbagi atas tiga alokasi, yakni
Rp15 triliun melalui pembiayaan, Rp279,450 melalui dana desa atau transfer
7 Daradjat, Zakiah. 2000. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Hal.25.
8
sekolah menagih iuran dari wali peserta didik. Jika memang dana yang diberikan
pemerintah untuk sekolah masih kurang, hanya komite sekolah yang berhak
transparan. Berkat hal ini, wali murid dapat mengawasi proses pembelajaran
dengan mudah dan jelas. Wali peserta didik pun bisa ikut serta mengembangkan
pembelajaran di sekolah.
Dahulu, kurikulum hanya disusun oleh para ahli. Namun, sejak adanya
Kurikulum 2013, guru sebagai praktisi juga bisa terlibat dalam penyusunan
antardaerah. Tidak ada lagi istilah “daerah terpencil”. Pemerintah pusat maupun
daerah akan memfasilitasi tiap sekolah. Belum lagi, adanya sistem zonasi baru-
9
baru ini membuat semua sekolah negeri mempunyai kewajiban dan hak yang
dianggap unggul di tengah masyarakat. Namun, dengan sistem zonasi yang baru
daerah dan umur. Peserta didik pun tidak diberi syarat minimal lulusan Taman
Kanak-Kanak. Dengan sistem pendidikan ini pula, seluruh peserta didik yang
8
mendaftar bisa menuntut ilmu dekat dengan domisili mereka.
sebagai berikut:
sekolah, lapangan olah raga, dan alat prasarana lainya menjadi tidak sesuai
kemampuan (multiple intellegent), nilai, dan sikap. Tentu saja proses belajar
yang bermakna ini tidak bisa dilepaskan dari manajemen dan pembiayaan
9
tahun. Belum lagi bicara mutu. Penyediaan guru yang profesional selama ini
9 Fasli Jalal. 2009. Teacher Sertification in Indonesia, A Strategy for Teacher Quality
Improvement. Jakarta, Depdiknas. hal. 2.
11
tidak pernah mencapai tingkatan joy of dicovery pada learning to know, joy
10
getting to gether to achieve common goal pada learning to live together.
kreatif dan mandiri. Selama ini proses pembelajaran di sekolah lebih banyak
C. Pendidikan Madrasah
Dalam dunia pendidikan Islam, madrasah dibentuk awalnya mengajarkan
Islam, termasuk praktek ibadah, muamalah, serta akhlaq. Pada periode awal ini
sehingga tidak ada persoalan dikotomi ilmu, semua ilmu pengetahuan dipandang
sebagai bagian dari ilmu-ilmu islam dan dikembangkan oleh ulama yang
rakyat Indonesia pada awalnya terbatas pada kalangan bangsawan, berupa sekolah
kelas satu yakni Hollands Inlandsche school (HIS) dan sekolah kelas dua yakni
11
pemerintah. Pada masa penjajahan, sesuai dengan misi kolonialisme,
10 Soedijarto.2013. Kurikulum, Sistem Evaluasi, dan tenaga Pendidikan Sebagai Unsur Strategis
Dalam Penyelenggraaan Satu Sistem Pendidikan Nasional.Makalah. Disajikan dalam pertemuan
dengan FPP-DPRRI, Jakarta, 30 Januari 2013. Hal.18.
11 Mastuhu,. Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, Ciputat: PT Logas Wacana Ilmu. 1999, hal.113
12
12
menolak peranan Islam dalam kehidupan publik. Akibat kebijakan deskriminatif
13
menggunakan kurikulum dan metode pembelajaran yang terorganisasikan.
dengan pendidikan sekolah ala Belanda yang bersifat formal dan sekuler. Hal ini
yang berupa pondok pesantren dan madrasah ataukah sistem pendidikan umum
seperti yang dikembangkan oleh Belanda. Adapun pilihan akhirnya jatuh pada
(swasta), tetap pada jalurnya sendiri yang terpisah dari sistem pendidikan
nasional. Dan ini berarti pesantren dan madrasah berada pada posisi marjinal
12 Alwi Shihab, Membendung Arus: Respon Gerakan Muhammadiyah terhadap Penetrasi Misi Kristen di
Indonesia,( Bandung:Mizan, 1998), hlm.149 5Abdul Aziz, Edukasi, 2005 : 34
13 Abdul Aziz, Edukasi, 2005 : 34
13
pada tanggal 22 Desember 1945 oleh Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia
ini diwujudkan melalui Departemen Agama yang didirikan pada 3 Januari 1946,
dan sejak saat itu pembinaan dan pengembangan madrasah dan pondok
14
subsidi bantuan terhadap lembaga pendidikan Islam.
pendidikan madrasah menjadi salah satu komponen pendidikan nasional, dan upaya
ini membuahkan hasil dengan diakuinya lembaga pendidikan agama secara yuridis
Tahun 1950 ayat 2, menyatakan bahwa belajar di sekolah-sekolah agama yang telah
belajar´ Kebijakan ini kemudian menuntut madrasah agar dapat diakui, harus
14 Burhanudin, Jajat dan Dina Afrianty (ed.). Mencetak Muslim Modern, Peta Pendidikan
Islam Indonesia, Jakarta: PT Raja Grapindo Persada. 2006.hal.23.
14
Kementerian Agama.
tidak bisa dilepaskan para ulama atau intektual muslim Indonesia yang peduli
15
masa awal penjajahan dan pasca kemerdekaan.
Hal ini pada tingkatan madrasah, yang mana pada Bab I, paal 1, ayat (2)
seperti di Malang mulai dari MI, MTs, dan MA, dan di Jakarta dengan Madrasah
16
setidak-tidaknya jika dilihat dari indikator kuantitas. Keadaan perkembangan
dari tingkat Ibtidaiyah (MI), Tsanawiyah (MTs), sampai Aliyah (MA) baik.
dari jumlah madrasah yang setiap tahun semakin bertambah. Menurut data
Kemenag hingga akhir tahun 2011 jumlah madrasah sudah lebih dari 43.640
penting dalam pendidikan dan sejajar dengan sekolah umum. Perbedaan antara
madrasah dan sekolah umum terletak pada sejarah pembentukannya serta ciri
khasnya. Dari sisi sejarah, sekolah atau pendidikan umum dibentuk dari model
sekolah Belanda hanya diperuntukkan bagi kaum elit yang berkuasa dan pejabat
sebagai berikut:
madrasah.
17
3. Animo masyarakat dan gairah beribadah untuk berperan serta dalam ikut
madrasah.
5. Dukungan masyarakat yang sangat luas dalam upaya untuk ikut berperan
dengan jumlah madrasah yang ada di seluruh Indonesia. Sehingga kucuran dana
yang diberikan menjadi terbagi dan lebih kecil dibandingkan dengan sekolah
sejak lama, dan menjadi bentuk jalan kompromi politik kelompok kepentingan
18
17
dalam masyarakat Indonesia. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus.
lulusan yang tidak hanya cerdas dalam ilmu pengetahuan umum, tetapi juga
dari dua kementerian ini. Kemenag dan Kemendikbud tentu saja harus
Ada perbedaan perlakuan yang diberikan untuk madrasah negeri dan swasta.
saja, dalam hal pemberian beasiswa baik untuk siswa maupun untuk guru.
Sarana dan prasarana pun masih kurang memadai. Pembinaan sekolah atau
madrasah swasta yang minim perhatian. Padahal jumlah madrasah negeri dan
18
masih menghadapi berbagai kendala yang sulit dihindarinya. Menurut Amirullah,
pendidikan yang ada didalamnya. Hal ini terjadi karena aspek manajemen, aspek
kendala yang mempengaruhi mutu baik proses maupun hasil pendidikan, baik
19
pendidikan maupun standar nasional pendidikan.
persentasi kurikulumnya 100% agama dan 100% umum (Arief, 2012:257). Hal
dengan siswa sekolah umum. Seperti diungkap Junaidi yaitu di satu sisi
20
penguasaan ilmunya justru setengah-setengah. Hal ini menjadikan proses
19 Minnah, Ek Widdah, Asep Suryana, dkk. 2012. Kepemimpinan Berbasis Nilai dan
Pengembangan Mutu Madrasah. Bandung: Alfabeta. Hal.5.
20 Junaidi, 2003. “Reformasi Pendidikan” dalam Bunga Rampai Kapita Selekta Pendidikan
Islam. Bandung: Angkasa. Hal.77.
20
madrasah, isi kurikulum yang terlalu padat, sarana dan prasarana yang tidak
21
yang tidak tepat. Hal inilah yang menjadikan mutu pendidikan madrasah
sehingga dapat diperoleh titik temu yang selanjutnya dampaknya akan dirasakan
21 Sarijo, Marwan. 1998. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Departemen Agama RI. Dirjen
Pembina Kelembagaan Agama Islam. Hal.66.
21
metodologinya.
harus menampung siswa yang datang dari kalangan masyarakat yang kurang
22
teknik metodologi dan manajemen pendidikan.
sebagai berikut:
23
yang sangat mendasar yaitu pendidikan adalah milik rakyat dan untuk rakyat.
semata dari pemerintah pusat kepada daerah otonom. Itu berarti, pendidikan
suatu bangsa. Bahkan lebih jauh, pendidikan merupakan hak serta milik rakyat
dari proses pendidikan. Hal ini berarti proses pendidikan, tujuan pendidikan, dan
22 Sarijo, Marwan. 1998. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Departemen Agama RI. Dirjen
Pembina Kelembagaan Agama Islam. Hal.130.
23 Tilaar, HAR, 2002, Membenahi Pendidikan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta. Pemerintah Republik
Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Hal.26.
23
dengan sendirinya tetapi datang dari masyarakat. Hal ini merupakan ciri dari
anggota masyarakat yang terlibat dalam pendidikan baik secara individu maupun
yang mengusung budaya yang melingkari sekolah itu, namun tetap dalam nilai-
24
nilai kebangsaan dan kenegaraan.
Kedua, kurikulum atau materi ajar. Materi ajar yang diharapkan adalah
dimana ada pemisahan antara ilmu pengetahuan dan agama misalnya. Karena itu
24 Mastuhu, 2003, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21,
Yogyakarta: Safiria Ingaria Press. Hal.37.
24
seyogyanya materi ajar untuk ilmu-ilmu umum bersumber dari nilai- nilai
dinamisator murid dalam mencari dan menemukan ilmu. Murid sendiri yang
karyawan, dan siswa. Sebagai guru dan karyawan (disebut juga tenaga
samping itu guru dapat mengembangkan metodologi belajar dan bukan hanya
produk belajar.
mampu berasaing dengan Negara lain dalam percaturan pendidikan serta mampu
pennggunaannya jelas atau transparan, sehingga akan efektif dan efisien. Apalagi
dimana dalam pengelolaannya secara otonom hanya berlaku dalam hal memperoleh,
agencies baik dalam negeri dan luar negeri sesuai dengan perundang-
25
undangan yang ada tetapi dalam membelanjakan dan untuk membiayai program-
program pendidikan unit kerja dana harus selalu in one yaitu bersama-sama
misi, tujuan, orientasi dan strategi sekolah dalam mencapai tujuan. Selanjutnya
pemakaian dana pendidikan harus tegas, jelas, dan prodktf, tidak boleh
akademik. Begitu juga hendaknya fasilitas harus tersedia atau mencukupi seperti
oleh banyak lembaga secara independen atau otonom, baik oleh pemerintah maupun
kita sendiri, dengan arah penilaian dan penetaan standar yang berbeda yaitu patokan
benchmarking terus berubah dan berkembang sesuai dengan tuntutan mutu yang
terus berkembang dan asumsi atau teori pendidikan yang digunakan. Akreditasi
otonom, lengkap dengan system kompetisi akademik, maka nilai tinggi akreditasi
akan diperoleh sekolah atau perguruan tinggi yang demokratis sesuai denagn
PENUTUP
A. Kesimpulan
Untuk menghadapi tantangan masa depan, dengan perkembangan
globalisasi, IPTEK, arus informasi yang cepat dan layanan professional, maka
yang bertahap dan menyeluruh mulai dari lapisan sistem pendidikan nasional,
sangat penting sebagai latar kebijakan dan upaya pendidikan masa kini dan masa
yang akan datang. Kajian masyarakat masa depan itu semakin penting jika
27
DAFTAR PUSTAKA
Burhanudin, Jajat dan Dina Afrianty (ed.). 2006. Mencetak Muslim Modern,
Peta Pendidikan Islam Indonesia, Jakarta: PT Raja Grapindo Persada.
28
29
Sarijo, Marwan. 1998. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Departemen Agama RI.
Dirjen Pembina Kelembagaan Agama Islam.