Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

MAKALAH FUNGSI FUNGSI KRITIS UNTUK


MANAJEMEN STRATEJIK PENDIDIKAN
ISLAM

DISUSUN OLEH :

1. MARZERI TURANGGA MUSLIM


2. DIANA ARIYANTI
3. ARIS MAHMUDI
4. TOBI FERDIANTO
5. HERNA ULFIA
6. DEWI ULFAH
7. ROHMANI
8. AGUS SHOLEKHAN
9. PUTRI SHANDORA
10. YASRUL
11. YOGI FATORI
12. AA HUBUR
13. M ACEP HUDAN DARDIRI
14. HIDAYATUL ASRA
15. NURAINI
16. ANSORI

PROGRAM STUDI S2 MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


STIT PRINGSEWU
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Atas nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang, penulis ucapkan puji
syukur kehadirat-Nya karena rahmat, taufik serta hidayahnya, sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul “Fungsi-Fungsi Kritis Untuk manajemen Stratejik
Pendidikan Islam” dengan lancar. Sahalawat dan salam tidak lupa pula kita ucapkan untuk
sang teladan mulia, Nabi Muhammad SAW., yang telah mengajarkan kita tentang arti
kehidupan dan bagaimana kita menata hidup ini.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan
dari segi bahasa maupun dari segi lainnya. Oleh karena itu, kami membuka tangan kepada
para pembaca untuk memberikan kritik serta saran untuki memperbaiki makalah ini supaya
lebih baik.

Pringsewu, Agustus 2023

Tim Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dua persoalan besar yang dihadapi bangsa Indonesia. Pertama, secara
internal, bangsa Indonesia mengahadapi krisis multidimensional, persatuan bangsa
yang merenggang, demokratisasi pada semua aspek kehidupan, desentralisasi
manajemen pemerintahan, dan kualitas pendidikan belum menunjukkan
kemampuan kompetitif. Kedua, secara eksternal, bangsa Indonesia menghadapi
tantangan pasar global, kemajuan teknologi yang menuntut pendidikan kompetitif
dan inovatif, dan networking tanpa batas.
Agar bangsa Indonesia dapat survival, bahkan dapat tampil secara berarti
dalam percaturan di tengah-tengah masyarakat dunia, kondisi tersebut di atas tidak
harus dihindari, melainkan wajib dihadapi dengan semangat dan kemampuan yang
tinggi oleh setiap warga dan segenap bangsa Indonesia. Upaya yang sangat strategi
untuk menghadapinya adalah memantapkan sistem pendidikan nasional, dan
menjamin terselenggaranya pendidikan nasional yang bertanggung jawab. Jika
upaya pembenahan sistem pendidikan nasional dapat dilakukan secara sungguh-
sungguh, maka diharapkan bangsa Indonesia mampu mengangkat martabat bangsa
dan negara.
Pendidikan merupakan komponen yang memiliki peranan yang strategis bagi
bangsa Indonesia untuk dapat survive dalam persaingan dunia. Out put dan out
come dari dunia pendidikan sangat diharapkan dapat mewujudkan tujuan
pendidikan Nasional. Salah satu tujuan Bangsa Indonesia yang tertuang dalam
Pembukaan UUD 1945 pada alinia keempat adalah “mencerdaskan kehidupan
bangsa”. Untuk mewujudkan hal tersebut dibutuhkan usaha yang terencana dan
terprogram dengan jelas dalam agenda pemerintah yang berupa penyelenggaraan
pendidikan.
Tujuan pendidikan Negara Indonesia yang tertuang dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

1
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya masyarakat
bangsa dan negara1.
Dunia pendidikan – termasuk pendidikan Islam- merupakan salah satu bidang
yang tidak dapat melepaskan diri dari tantangan ini. Dengan semakin banyaknya
lembaga pendidikan dan semakin beragamnya program yang ditawarkan, para
pengelola pendidikan Islam dituntut untuk dapat berpacu dan berkompetisi secara
fair memperebutkan pasar pendidikan yang semakin luas.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian lembaga pendidikan Islam ?
2. Apa saja masalah yang terjadi pada genarasi sekarang?
3. Bagaimana arah kebijakan Pendidikan ?
4. Bagaimana arah kebijakan Pendidikan Islam?
5. Bagaimana Penetapan arah dan tujuan lembaga pendidikan Islam?
6. Bagaimana Strategi lembaga Pendidikan Islam?

C. Tujuan Pembahasan
1. Pengertian lembaga pendidikan Islam
2. Masalah-masalah kekinian
3. Arah kebijakan pendidikan
4. Arah kebijakan Pendidikan Islam
5. Penetapan Arah dan Tujuan lembaga pendidikan Islam
6. Strategi Lembaga Pendidikan Islam

1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Fungsi Fungsi
Manajer strategi, harus bisa menganalisa fungsi utama dari bisnis yang ada, dan
mengerti cara mempengaruhi suatu proses manajemen strategi, dan
mengetahui bagaimana cara mengintegrasikan. Manfaat hubungan fungsi bisnis,
dengan proses manajemen stratejik tak bisa diabaikan. Ada 3 fungsi utama
bisnis:
Fungsi Produksi.
Fungsi Pemasaran.
Fungsi Keuangan.
Selain 3 fungsi diatas, terdapat fungsi lainnya seperti SDM, pengembangan &
riset, dan hubungan dengan masyarakat. Semua fungsi memiliki pengaruh
langsung yang sangat besar terhadap manajemen stratejik.

B. Pengertian Pendidikan Islam


Lembaga menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah bakal dari
sesuatu, asal mula yang akan menjadi sesuatu, bakal, bentuk, wujud, rupa,
acuan, ikatan, badan atau organisasi yang mempunyai tujuan jelas terutama
dalam bidang keilmuan2.
Menurut ensiklopedi Indonesia, lembaga pendidikan yaitu suatu wadah
pendidikan yang dikelola demi mencapai hasil pendidikan yang
diinginkan.Badan pendidikan sesungguhnya termasuk pula dalam alat-alat
pendidikan, jadi badan/ lembaga pendidikan yaitu organisasi atau kelompok
manusia yang karena sesuatu dan lain hal memikul tanggung jawab atas
terlaksananya pendidikan agar proses pendidikan dapat berjalan dengan wajar.
Secara terminology lembaga pendidikan Islam adalah suatu wadah, atau
tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam, lembaga pendidikan itu
mengandung konkirit berupa sarana dan prasarana dan juga pengertian yang
abstrak, dengan adanya norma- norma dan peraturan- peraturan tertentu, serta
penanggung jawab pendidikan itu sendiri.

2
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka

3
Lembaga pendidikan Islam ialah suatu bentuk organisasi yang diadakan
untuk mengembangkan lembaga-lembaga Islam yang baik, yang permanen,
maupun yang berubah-ubah dan mempunyai struktur tersendiri yang dapat
mengikat individu yang berad adalam naungannya, sehingga lembaga ini
mempunyai kekuatan hokum tersendiri3.
Lembaga pendidikan Islam di Indonesia antara lain: raudhatul athfal atau
bustanul athfal, madrasah ibtidaiyah atau sekolah dasar Islam, madrasah
tsanawiyah, sekolah menengah pertama Islam, madrasah aliyah, pesantren dan
berbagai sekolah lainnnya yang setingkat4.

C. Masalah-Masalah Kekinian
Thomas Lickona seorang profesor pendidikan dari Cortland University,
mengungkapkan bahwa ada sepuluh tanda jaman yang harus diwaspadai. Jika
tanda ini smuncul, berarti sebuah bangsa sedang menuju kehancuran. Tanda-
tanda dimaksud ialah (1) meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, (2)
penggunaan bahasa dan kata-kata yang buruk, (3) pengaruh peer-group yang
kuat dalam tindak kekerasan, (4) meningkatnya perilaku merusak diri, seperti
penggunaan narkoba, alkohol, dan seks bebas, (5) semakin kaburnya pedoman
moral baik dan buruk, (6) menurunnya etos kerja, (7) semakin rendahnya rasa
hormat kepada orang tua dan guru, (8) rendahnya rasa tanggung jawab individu
dan warga negara, (9) membudayanya ketidakjujuran, dan (10) adanya rasa
saling curiga dan kebencian di antara sesama5.
Ternyata kesepuluh tanda tersebut telah ada dan dapat dilihat dengan
kasat mata pada berbagai tataran kehidupan secara nasional, termasuk
perguruan tinggi. Dewasa ini kesepuluh tanda zaman di atas telah muncul
dengan intensitas yang bervariasi, terutama setelah terjadinya krisis
multidimensional pada penghujung tahun 1997. Maka kata-kata yang tidak
santun, kebebasan berbicara yang tidak proporsional, dan anarkisme yang

3
Bukhori Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 149
4
https://www.academia.edu/5872428/PERKEMBANGAN_LEMBAGA_PENDIDIKAN_ISLAM
5
Hamied, F.A. dan Syihabuddin (ed.). (2008). Pendidikan di Indonesia: Masalah dan Solusi. Jakarta:
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Departemen Agama R.I. (2008),hlm 179

4
berlebihan merupakan gejala yang menonjol di masyarakat. Mereka menjadikan
era reformasi, demokrasi, dan kebebasan sebagai pembenaran atas aneka
perilakunya itu. Maka muncullah berbagai kritik, pandangan, dan saran untuk
mengatasi persoalan di atas yang dikemukakan oleh para birokrat, pendidik,
dan ulama. Mereka mengemukakan sejumlah kritik terhadap sistem pendidikan,
terutama pendidikan agama dan budi pekerti. Kritik mereka difokuskan pada
masalah kurikulum, kualifikasi guru, sarana dan prasarana, manajemen, dan
anggaran pendidikan. Pemerintah merespon kritik dan saran di atas secara
sistematis melalui penetapan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang merupakan dasar hukum dalam
penyelenggaraan dan reformasi sistem pendidikan. Undang-undang ini tidak
lagi membedakan antara pendidikan yang dikelola Departemen Pendidikan
Nasional dan Departemen Agama. Kedua lembaga ini secara bersama-sama,
terkoordinasi, dan sinkron melakukan tiga hal pokok:
1. mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan yang bermutu,
2. meningkatkan mutu pendidikan dengan segala aspeknya,
3. meningkatkan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat.
Untuk mendukung upaya di atas, pemerintah mengalokasikan dana sebesar
20 % dari jumlah total APBN. Lalu, apakah upaya di atas mampu meningkatkan
kualitas pendidikan di Indonesia secara signifikan? Apakah kebijakan dan
program pemerintah di bidang pendidikan mampu mereduksi dan
meminimalkan ekses dan dampak negatif dari euforia reformasi? Apakah
lembaga-lembaga pendidikan Islam mampu memperbaiki dan meningkatkan
moral bangsa? Untuk itu kita memerlukan arah kebijakan yang jelas dalam
mengelola lembaga. Tujuan dan arah lembaga pendidikan Islam harus jelas agar
dapat mereduksi akses negative dari euphoria reformasi yang kebablasan.

D. Arah Kebijakan Pendidikan


Untuk dapat mengatasi masalah bangsa ini yang sudah dapat dilihat
dengan kasat mata, sehingga kita dapat menegakkan kepala kepada Negara luar,
bahwa kita yang memiliki pendidikan yang bagus diperlukan arah tujuan dalam
dunia pendidikan kita, diantaranya:

5
1. Pemberdayaan Lembaga Pendidikan. Kebijakan pendidikan nasional pada
semua jenjang baik kini maupun ke depan terutama telah diarahkan
kepada pemberdayaan lembaga pendidikan, sehingga memiliki otonomi
yang tinggi dalam menghadapi setiap persoalan yang dihadapi.
Pemberdayaan lembaga pendidikan ini lebih didasarkan pada pemberian
trust kepada lembaga untuk mengelola dirinya sendiri secara bertanggung
jawab.
2. Desentralisasi Pendidikan Keragaman yang dimiliki oleh lembaga
pendidikan baik dilihat dari jenis dan jenjangnya tidaklah relevan lagi jika
semua pengelolaan pendidikan disentralkan, sebagaimana pada era-era
sebelumnya. Desentralisasi pendidikan diharapkan dapat mewujudkan
setiap program dan pelaksanaannya sesuai dengan kondisi masing-masing,
sehingga dapat dijamin efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pendidikan.
3. Akuntabilitas Pendidikan. Institusi dan sumber daya pendidikan dalam
menunjukkan kegiatannya sering kali lepas dari tanggung jawabnya. Untuk
dapat lebih dipertanggungjawabkan kepada public, maka setiap institusi
seharusnya mampu menunjukkan kinerjanya secara bertanggung jawab
sebagaimana amanat yang telah diberikan. Kegiatan pendidikan tidak
hanya menghabiskan biaya yang telah disepakati, namun sejauh mana
dapat diwujudkan dalam kegiatan yang bermakna.
4. Relevansi Pendidikan. Program pendidikan dan kurikulum telah dilakukan
perbaikan secara terus menerus yang diharapkan dapat menyiapkan
lulusan memiliki kesiapan dalam menghadapi tantangan pada jamannya.
Namun lepas dari itu tetap berbagai kegiatan yang diciptakan perlu
dirahkan juga untuk membekali peserta didik dalam menghadapi
kebutuhan dalam hidupnya.
5. Pemberdayaan Masyarakat. Masyarakat merupakan stakeholder utama
dalam proses pendidikan. Oleh karena di samping pemerintah memenuhi
tanggung jawabnya untuk mendukung terjadinya proses pendidikan,
masyarakat perlu diberdayakan untuk berpartisipasi, baik secara finansial
maupun substantive, sehingga mereka ikut memiliki tanggung jawab dalam
mengawal proses pendidikan yang ada di sekitarnya

6
E. Arah Kebijakan Pendidikan Islam
Arah kebijakan Pendidikan Islam mengacu pada arah kebijakan Kementerian
Agama Bidang Pendidikan 2015-2019 adalah:
1. Meningkatkan akses dan mutu pendidikan anak usia dini (PAUD) diarahkan
pada upaya:
- Peningkatan dana operasional sekolah berupa BOS untuk RA;
- Penyediaan ruang kelas pendidikan RA yang berkualitas;
- Penyediaan peralatan dan perlengkapan pendidikan RA yang berkualitas;
dan
- Pengembangan kurikulum yang disertai dengan pelatihan,
pendampingan dan penyediaan buku pendidikan yang berkualitas sesuai
kurikulum pendidikan anak usia dini yang berlaku.
2. Meningkatkan akses dan mutu pendidikan dasar-menengah (wajib belajar
12 tahun) yang meliputi:
- Memperluas akses masyarakat untuk mendapatkan layanan pendidikan.
- Meningkatkan penyediaan sarana prasarana pendidikan yang
berkualitas.
- Meningkatkan mutu peserta didik.
- Meningkatkan jaminan mutu kelembagaan pendidikan.
- Meningkatkan kurikulum dan pelaksanaannya.
- Meningkatkan kualitas guru dan tenaga kependidikan.
3. Meningkatkan akses, mutu dan relevansi pendidikan tinggi keagamaan
meliputi:
- Meningkatkan akses pendidikan tinggi keagamaan.
- Meningkatkan kualitas layanan pendidikan tinggi keagamaan.
- Meningkatkan mutu dosen dan tenaga kependidikan perguruan tinggi
keagamaan.
- Meningkatkan kualitas hasil penelitian/riset dan inovasi perguruan
tinggi keagamaan.
4. Meningkatkan layanan pendidikan keagamaan yang berkualitas meliputi:
- Peningkatan akses pendidikan keagamaan.
- Peningkatan mutu sarana prasarana pendidikan keagamaan.

7
- Peningkatan mutu peserta didik pendidikan keagamaan.
- Peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan
keagamaan.
- Peningkatan penjaminan mutu kelembagaan pendidikan keagamaan.
- Peningkatan kualitas pembelajaran keagamaan yang moderat pada
pendidikan keagamaan.
5. Meningkatkan kualitas pendidikan agama pada satuan pendidikan umum
untuk memperkuat pemahaman dan pengamalan untuk membina akhlak
mulia dan budi pekerti luhur meliputi:
- Peningkatan mutu dan pemerataan guru pendidikan agama.
- Peningkatkan mutu dan pemahaman siswa terhadap pendidikan agama.
- Peningkatan mutu kelembagaan pendidikan agama.
6. Meningkatkan tata kelola pendidikan agama diarahkan pada upaya:
- Penguatan struktur dan tata organisasi pengelola pendidikan dalam
mendukung penyelenggaraan pendidikan pada semua jenis, jenjang dan
jalur pendidikan;
- Penguatan lembaga penelitian kebijakan pendidikan dan jaringannya
agar dapat menghasilkan kajian-kajian kebijakan dalam pengembangan
norma, standar, prosedur, dan kriteria pembangunan pendidikan yang
inovatif;
- Penguatan penyusunan dan penyelarasan peraturan yang menjadi dasar
penyelenggaraan pendidikan yang merata, berkeadilan dan bermutu;
- Penguatan sistem informasi pendidikan melalui penguatan kelembagaan
dan kapasitas pengelola sistem informasi;
- Peningkatan komitmen pengembil kebijakan dalam penyediaan data dan
informasi pendidikan sehingga pengumpulan data dan informasi dapat
dilakukan dengan lebih baik;
- Penyelarasan peraturan yang memungkinkan pemanfaatan sumberdaya
keuangan untuk pembiayaan semua jenis satuan pendidikan oleh
pemerintah pusat dan pemerintah daerah;
- Penguatan kapasitas pengelola pendidikan untuk dapat berperan secara
maksimal dalam pengelolaan satuan pendidikan secara transparan dan
akuntabel; dan

8
- Peningkatan partisipasi seluruh pemangku kepentingan pembangunan
pendidikan untuk memperbaiki efektivitas dan akuntabilitas
penyelenggaraan pendidikan di tingkat satuan pendidikan dalam
memberikan dukungan bagi satuan pendidikan untuk pelayanan
pendidikan.6

F. Penetapan Arah dan Tujuan Pendidikan Lembaga Pendidikan Islam


1. Pentingnya Penetapan Arah dan tujuan Pendidikan
Dalam UU no. 20 Tahun 2003 tentang tujuan pendidikan nasional
terdapat pada pasal 3 menyebutkan Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi Marusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.7
Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan yang diberikan tugas
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional harus menjalankan
perannya dengan baik. Dalam menjalankan peran sebagai lembaga
pendidikan ini, sekolah harus dikelola dengan baik agar dapat mewujudkan
tujuan pendidikan yang telah dirumuskan dengan optimal.8
Pengelolaan sekolah secara tidak profesional dapat menghambat
langkah sekolah dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga pendidikan
formal, dibutuhkan rencana strategis sebagai suatu upaya atau cara untuk
mengendalikan sekolah secara efektif dan efisien. Komponen dalam
perencanaan strategis paling tidak terdiri dari visi, misi, tujuan, sasaran dan

6
http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=strategipendis#.VwtKjH2LS1s diakses pada hari
Jum’at, 28 April 2017 pukul 13.58 WIB
7
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
8
Prim Masrokan Mutohar, Manajemen Mutu Sekolah. Jogyakarta, Ar-ruzz Media,2013, hal- 8

9
strategi (cara mencapai tujuan dan sasaran). Perumusan terhadap visi, misi,
tujuan, sasaran dan strategi tersebut harus dilakukan pengelola sekolah,
agar sekolah memiliki arah kebijakan yang dapat menunjang tercapainya
tujuan yang diharapkan.
2. Hakikat Perencanaan
Perencanaan atau planning dapat didefinisikan sebagai keseluruhan
proses pemikiran dan penentuan secara matang daripada hal-hal yang akan
dikerjakan dimasa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang
telah ditentukan. Anderson dan Bowman dalam bukunya Teoritical
Consideration in Educational Planning seperti dikutip oleh Ahmad Rohani
dan Abu Ahmadi, berpendapat : “perencanaan / Rancangan adalah Proses
mempersiapkan seperangkat putusan bagi perbuatan dimasa datang”.
Perencanaan menjadi fungsi organic pertama karena merupakan dasar dan
titik tolak dari kegiatan pelaksanaan selanjutnya. Alasannya bahwa tanpa
adanya rencana, maka tidak ada dasar untuk melaksanakan kegiatan
kegiatan tertentu dalam rangka usaha pencapaian tujuan.
Perencanaan Penetapan tujuan, arah dan Strategi lembaga pendidikan
Islam merupakan hal penting bagi sebuah lembaga khususnya lembaga
pendidikan Islam untuk menghadapi tantangan era globalisasi dalam hal
meningkatkan kualitas out put dan out come sebuah lembaga pendidikan.
Penetapan tujuaan, arah dan strategi pendidikan dapat di artikan sebagai”
proses penyusunan langkah-langkah kegiatan menyeluruh secara sistematis,
rasional dan berjangka panjang dalam hal ini diwujudkan melalui visi, misi
dan prinsip tertentu untuk memenuhi kebutuhan mendasar dan menyeluruh
para pelanggan dalam hal ini adalah peserta didik.”
Perencanaan merupakan bagian penting dari sebuah kesuksesan. Tak
dapat dibayangkan jika seseorang berhasil tanpa perencanaan. Pun
seandainya berhasil maka keberhasilan yang diperoleh mungkin bersifat
semu. Dalam bidang manajemen, setiap ahli menejemen menempatkan
perencanaan sebagai aktifitas pertama kegiatan. Sebelum menejer
melakukan kegiatan pengkoordinasian, kepemimpinan, evaluasi dan lainnya,
ia terlebih dahulu harus membuat rencana yang menggariskan tujuan, arah
kepada organisasi, menentukan apa yang akan dan kapan dikerjakan,

10
bagaimana mengerjakannya, dan siapa yang akan mengerjakannya. Ini
menandakan bahwa perencanaan menduduki posisi strategis. 9

G. Strategi Lembaga Pendidikan Islam


Webster’s New Word Dictionary mendefinisikan strategi sebagai “science
of planning and directing large scale military operation skill in managing or
planning”. Yaitu strategi merupakan suatu ilmu tentang perencanaan dan
pengarahan keterampilan operasi militer pada skala besar dalam mengatur dan
merencanakan. Khususnya digunakan oleh militer, atau dalam bahasa yunani
disebut Strateagem, yang berarti memimpin tentara.10
Strategi berasal dari bahasa Yunani stratogos yang artinya ilmu para
jenderal untuk memenangkan suatu pertempuran dengan menggunakan
sumber daya yang terbatas.11 Pengertian atau defenisi Manajemen strategi
dalam khasanah literatur ilmu manajemen memiliki cakupan yang luas, dan
tidak ada suatu pengertian yang dianggap baku. Itulah sebabnya defenisi
manajemen strategi berkembang luas tergantung pemahaman ataupun
penafsiran seseorang.
Manajemen strategis adalah seni dan ilmu penyusunan, penerapan, dan
pengevaluasian keputusan-keputusan lintas fungsional yang dapat
memungkinkan suatu perusahaan mencapat sasarannya. 12 Manajemen strategis
adalah proses penetapan tujuan organisasi, pengembangan kebijakan dan
perencanaan untuk mencapai sasaran tersebut, serta mengalokasikan sumber
daya untuk menerapkan kebijakan dan merencanakan pencapaian tujuan
organisasi. Manajemen strategis mengkombinasikan aktivitas-aktivitas dari
berbagai bagian fungsional suatu bisnis untuk mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan beberapa pandangan di atas, maka strategi pengembangan
lembaga pendidikan Islam harus tetap mengacu pada target serta tujuan dan
nilai-nilai kependidikan Islam yang sedang berkembang. Di satu pihak
pendidikan Islam tidak boleh apriori terhadap trend pendidikan yang dibawa
oleh proses globalisasi, tetapi di pihak lain pendidikan Islam harus tetap tegar
9
Ali imron, perencanaan Sekolah, dalam Burhanuddin, dkk (Ed), 2002. Menejemen Pendidikan, Wacana,
Proses dan Aplikasinya di sekolah. Malang: UIN PRESS, 2007
10
Agus Maimun dan agus zaenul fitri, Madrasah Unggulan, (Malang: Uin-Maliki Press), 2010,hlm.50
11
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka
12
Colemen M & Bush T, 2006, Manajemen Strategis Kepemimpinan Pendidikan, Yogyakarta. IRCISOD

11
dengan karakteristik khas yang dimilikinya sebagai bumper kehidupan
masyarakat dari persoalan-persoalan moral dan spiritual. Untuk mewujudkan
hal itu, penulis menawarkan empat jenis strategi sebagaimana dikemukakan
oleh Sirozi yaitu strategi substantive, bottom-up,deregulatory,dan cooperative.
Pertama, strategi substantive. Lembaga-lembaga pendidikan Islam dari
tingkat dasar sampai perguruan tinggi perlu menyajikan program-program yang
komprehensif. Dilihat dari metode penyajiannya, program-program tersebut
harus menyentuh tiga aspek pembelajaran sebagaimana diperkenalkan oleh
Bloom dalam Nurhadi dkk, yaitu aspek kognitif (pemahaman), afektif
(penerimaan atau sikap) dan psikomotor (pengalaman atau keterampilan). Jika
mengacu pada konsep dasar pendidikan yang diperkenalkan oleh UNESCO,
proses pembelajaran di lembaga-lembaga pendidikan Islam sekurang-
kurangnya harus dapat membantu pelajar untuk memiliki lima (5) kemampuan,
yaitu to know (meraih pengetahuan), to do (berbuat sesuatu), to be (menjadi
diri sendiri), to live together (hidup berdampingan) dan to know God’s creation
(mengenal ciptaan Tuhan) . Bila semua aspek dan kemampuan ini disajikan
secara terpadu, maka para lulusan lembaga pendidikan Islam diharapkan
memiliki keseimbangan antara kualitas ilmu/intelektual, iman dan amal/akhlak.
Dilihat dari materi yang disajikan, program-program di lembaga pendidikan
Islam perlu diorientasikan pada aktivitas pengakajian dan pengembangan
berbagai disiplin ilmu keislaman dengan mengacu pada potensi, kebutuhan dan
cita-cita pelajar serta mengacu pada kebutuhan aktul masyarakat dunia yang
mencintai pendidikan.
Kedua, strategi bottom-up. Lembaga-lembaga pendidikan Islam harus
tumbuh dari bawah. Konsep dan desain program serta struktur kelembagaan
pendidikan Islam harus disesuaikan dengan potensi, situasi dan struktur
masyarakat, tidak boleh dicekoki dari “atas”. Proses perencanaan, pengelolaan
dan pengembangan lembaga-lembaga pendidikan Islam harus melibatkan
masyarakat luas dan mengacu pada situasi, potensi dan kebutuhan riil
kehidupan masyarakat. Strategi ini diperlukan agar lembaga-lembaga
pendidikan Islam tidak terkesan milik suatu rezim pengelolanya sehingga tidak
akan terjadi lagi suatu program strategis tertentu akan dihapus begitu saja
hanya karena ketidak senangan kita terhadap pengelola dan birokrat lembaga

12
yang sebelumnya, sekedar untuk menghilangkan jejak dan karakter seseorang.
Seluruh komponen lembaga pada khususnya dan masyarakat luas pada
umumnya perlu dilibatkan agar memiliki concern (kepedulian), sense of
belonging (rasa memiliki) dan sense of responsibility (rasa turut bertanggung
jawab) terhadap keberadaan lembaga pendidikan Islam beserta program-
programnya. Dengan cara ini maka lembaga-lembaga pendidikan Islam tidak
akan dianggap barang asing atau barang antik oleh masyarakat di sekitarnya
karena keberadaannya akan benar-benar mengakar dalam masyarakat. Sebagai
bagian integral dari penerapan strategi bottom-up, lembaga pendidikan Islam
perlu secara sungguh-sungguh berupaya mengembangkan konsep community
based education (pendidikan berbasis masyarakat) serta mempercepat proses
pembentukan dan pemberdayaan komite sekolah atau majelis madrasah atau
POM (persatuan orangtua mahasiswa). Lembaga-lembaga pendukung ini, perlu
dibentuk melalui cara-cara yang demokratis, agar benar-benar menjadi badan
independen dan fungsional, bukan sekedar perpanjangan tangan pimpinan
lembaga pendidikan.
Ketiga, strategi deregulatory. Lembaga-lembaga pendidikan Islam sedapat
mungkin tidak terlalu terikat pada ketentuan-ketentuan baku dan kaku yang
terlalu sentralistik dan mengikat. Agar tidak terkesan liar atau anarkis,
diperlukan kebijakan khusus dari jajaran Departemen Agama atau pemerintah
daerah setempat, agar lembaga-lembaga pendidikan Islam bebas berkreasi dan
berimprovisasi, sehingga dapat mengembangkan program-program yang sesuai
dengan sifat-sifat khusus yang dimilikinya. Kebebabasan ini diperlukan untuk
menjadikan lembaga-lembaga pendidikan islam sebagai lembaga-lembaga
pendidikan alternatif. Yaitu lembaga pendidikan yang bukan pengekor, tetapi
lembaga-lembaga pendidikan pelopor yang memiliki karakteristik dan
keunggulan tersendiri. Pertanyaannya kemudian adalah; siapkah lembaga-
lembaga pendidikan Islam saat ini untuk otonom dan berkreasi sendiri seperti
itu?, sepertinya kesiapan sumber daya yang ada pada masing-masing lembaga
pendidikan Islam tersebut mengharuskan kita belum bisa optimis.
Contoh kecil, Salah satu kebijakan pemerintah pusat saat ini adalah
menyerahkan sebagian besar urusan disain dan pengembangan kurikulum
kepada daerah dan masing-masing lembaga pendidikan Islam termasuk

13
pendidikan tinggi agama. Namun yang terjadi kemudian adalah lembaga-
lembaga tersebut menanti dan menunggu datangnya kurikulum yang sudah
final dan sudah jadi padahal pemerintah pusat tidak akan melakukan hal itu
sehingga yang terjadi kemudian adalah masing-masing lembaga pendidikan
tetap status quo dengan pola kurikulum lamanya dan yang lebih diperparah lagi
materi dan matakuliah dipertahankan oleh pengajar yang bersangkutan
walaupun materinya tumpang tindih dan berulang pada kajian yang lain atau
mungkin materinya sudah out of date, tetapi karena egoisme pengelola dan
pengajar yang bersangkutan sehingga harus dipertahankan hanya karena
kehilangan mata kuliah dan tidak punya kompetensi untuk mengajarkan materi
dan matakuliah yang lain.
Seharusnya kebijakan pemerintah pusat tersebut ditangkap sebagai
peluang untuk menyesuaikan materi pembelajaran dan strategi pendekatannya
serta pengembangan berbagai sumber belajar sesuai dengan kondisi riil
lingkungan masyarakat setempat. Dengan demikian maka lembaga pendidikan
tersebut tidak akan menjadi beban kontekstual dan sebaliknya dapat lebih
marketable. Dalam pengelolaan dan pengembangan lembaga-lembaga
pendidikan Islam diperlukan standar kualitas. Standar kualitas setiap mata
pelajaran/mata kuliah, program studi/jursan sehingga paradigma pasti lulus
dalam ujian dapat dihindari. Demikian pula dengan standar kualitas tenaga
pengajar dan pengelolaan organisasi kelembagaan. Dengan penetapan standar
kualitas seperti ini akan memudahkan kita untuk mengetahui dan
mengukur/menilai apakah usaha yang kita lakukan telah berhasil atau belum,
sudah memenuhi standar yang telah ditetapkan atau belum, kalau belum, apa
yang harus dilakukan untuk memenuhi standar dan memperbaiki kinerja?
Keempat, strategi cooperative. Lembaga-lembaga pendidikan Islam harus
dikelola dengan suatu sistem manajemen profesional yang mampu merangkul
dan memanfaatkan semua potensi dan sumber daya yang ada, bukan sebaliknya
mengekang dan membungkam dengan berbagai cara, potensi dan sumber daya
tersebut. Sudah saatnya para pemimpin lembaga pendidikan Islam tidak lagi
berpikir bahwa hanya mereka yang dapat mengelola dan memajukan lembaga
yang mereka pimpin tanpa bantuan orang lain yang ditandai dengan
keenggangan mereka menerima saran dan pertimbangan termasuk kritikan.

14
Selain memperlihatkan sikap picik dan wawasan sempit, pola berpikir seperti
ini terkesan bergaya “supermen” dan sangat merugikan, karena dapat menutup
peluang-peluang kemitraan dan kerjasama.

Pengelola lembaga pendidikan Islam perlu mengembangkan jaringan


kemitraan dan kerjasama baik ke dalam (internal) lembaga pendidikan Islam itu
sendiri maupun keluar dengan pribadi atau lembaga lain. Jaringan kerjasama
yang luas akan memungkinkan lembaga-lembaga pendidikan Islam melakukan
diversifikasi sumber-sumber dana untuk membiayai program-program yang
lebih berkualitas dan bukan untuk belanja pegawainya dengan berbagai
alasan kesejahteraan pegawai.
Lebih dari itu, kerjasama saling menguntungkan yang dibangunnya akan
meningkatkan kemampuan finansial lembaga-lembaga pendidikan Islam. Para
pengelola lembaga-lembaga pendidikan Islam dituntut untuk pro aktif dan
kreatif menciptakan peluang-peluang dana di luar pundi-pundi yang telah
tersedia secara konvesional seperti dari departemen agama atau yayasan yang
mengelolanya.13

BAB III
PENUTUP
13
https://prodibpi.wordpress.com/2010/08/05/lembaga-pendidikan-islam-antara-realitas-dan-kemestian-
pengembangannya/ diakses pada jum’at, 28 april 2017 pukul 15:07 WIB

15
A. Kesimpulan
Penetapan arah, tujuan dan strategi lembaga pendidikan Islam sangat
diperlukan agar lembaga pendidikan tersebut dapat meningkat pesat dari sisi
kualitas sehingga memiliki banyak peminat dan dapat survive di dalam era
globalisasi ini. Penetapan arah ,tujuan lembaga mengikuti arah kebijakan
pendidikan nasional pada umumnya maupun kebijakan Islam terkhusus.
Penetapan arah, tujuan lembaga pendidikan Islam merupakan suatu pedoman
dalam pengembangan dan pengelolaan lembaga pendidikan Islam tersebut di
kancah persaingan sumber daya manusia senagai out come dari lembaga
pendidikan yang semakin kompetitif.
Selain arah, dan tujuan lembaga pendidikan yang harus ditetapkan
diperlukan juga strategi untuk mencapai arah dan tujuan yang telah ditetapkan.
Seorang visioner dari lembaga pendidikan harus memiliki grand desain proyek
jangka pendek dan jangka panjang dari lembaga yang dipimpinnya. Untuk
mencapai semua hal itu diperlukan kerja sama dari semua pihak termasuk
dukungan dana dari pemerintah demi majunya sebuah lembaga. Sebagai contoh
lembaga IAIN Batusangkar berkembang pesat di bawah kepemimpinan Dr. H.
Kasmuri Selamat, MA. Beliau memiliki strategi yang mempuni untuk kemajuan
STAIN menjadi IAIN. Begitu juga UMMU Malang yang memiliki kemajuan yang
tak kalah pesat dengan bisnis yang maju demi keberlangsungan kehidupan
sebuah lembaga. Mulai dari rumah sakit, Pom bensin dan banyak lagi yang
mempunyai nilai ekonomis yang bagus dimata masyarakat. Begitupun UNISMA
dengan rumah sakit dan berbagai hal yang mendukung kemajuan lembaganya.
Baik IAIN Batusangkar, UMMU dan UNISMA merupakan beberapa contoh
lembaga pendidikan Islam yang maju pesat karena memiliki arah, tujuan dan
strategi yang baik. Di harapkan lembaga pendidikan Islam yang lain seperti MI,
MTs, MA, dan Pesantren dapat membuat kemajuan yang pesat juga dengan
ditetapkan arah, tujuan dan strategi yang jelas dan jangka panjang sehingga
lembaga pendidikan Islam tetap survive dan menjadi lembaga pendidikan
kebanggaan Umat.

16
B. Saran
Di akhir penulisan makalah ini penulis memberikan saran terhadap semua
unsur dan kalangan yang mengkaji lebih dalam lagi tentang Strategi Satuan
Pendidikan ini. Spesifiknya dalam lembaga pendidikan Islam Hal tersebut
tentunya bertujuan membekali wawasan serta keilmuan kita tentang pola
lembaga pendidikan Islam.
Demikianlah makalah ini kami sajikan. Makalah inipun tak luput dari
kesalahan dan kekurangan maupun target yang ingin dicapai. Adapun kritik,
saran sangat kami harapkan sebagai penunjang pada kesempurnaan makalah ini.
Sebelum dan sesudahnya penulis ucapkan terima kasih.

DAFTAR RUJUKAN

17
Ali imron, perencanaan Sekolah, dalam Burhanuddin, dkk (Ed), 2002. Menejemen
Pendidikan, Wacana, Proses dan Aplikasinya di sekolah. Malang: UIN PRESS, 2007
Agus Maimun dan agus zaenul fitri, Madrasah Unggulan, (Malang: Uin-Maliki Press),
2010
Prim Masrokan Mutohar, Manajemen Mutu Sekolah. Jogyakarta, Ar-ruzz Media,2013
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,
Colemen M & Bush T, 2006, Manajemen Strategis Kepemimpinan Pendidikan,
Yogyakarta. IRCISOD
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Hamied, F.A. dan Syihabuddin (ed.). (2008). Pendidikan di Indonesia: Masalah dan
Solusi. Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat. Departemen
Agama R.I.
(2008)
Bukhori Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 149.
https://www.academia.edu/5872428/PERKEMBANGAN_LEMBAGA_PENDIDIKAN_ISLAM
http://pendis.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id2=strategipendis#.VwtKjH2LS1s
diakses pada hari jum’at, 28 April 2017 pukul 13.58 WIB
https://prodibpi.wordpress.com/2010/08/05/lembaga-pendidikan-islam-antara-
realitas-dan-kemestian-pengembangannya/ diakses pada jum’at, 28 April 2017
pukul 15:07 WIB

18

Anda mungkin juga menyukai